Disusun oleh :
Fitriani Choerunnisa
(11171013)
Kelas : 3 FA 1
2020
I. Tanggal Praktikum : 6 April 2020
II. Judul Praktikum : Absorpsi Obat Per Oral Secara In Vitro
III. Tujuan Praktikum :
Mengetahui pengaruh pH terhadap absorpsi obat melalui saluran pencernaan secara in
vitro
IV. Prinsip Praktikum :
Dilakukan percobaan absorpsi paracetamol menggunakan alat tabung crane and Wilson
yang didalamnya terpasang usus tikus yang sudah dibalik. Selain itu percobaan dilakukan
dalam dua kondisi pH cairan mucosal usus dengan pH 7,4 dan pH lambung 1,2.
Parameter yang dilihat adalah tetapan absorpsi, tetapan permiabilitas, dan lag time.
V. Dasar Teori :
Absorpsi adalah suatu pergerakan obat yang sudah terlarut dari tempat pemberian ke
dalam sirkulasi darah melalui membran pada tempat pemberian obat. Mekanisme
absorpsi terdiri dari tiga macam yaitu difusi pasif, transport menggunakan protein yang
berupa saluran (channel), difusi terfasilitasi oleh pembawa (carrier) dan transport aktif
oleh system pompa (pumps). Sebagian besar obat melalui mekanisme difusi pasif,
pinositosi, dan endositosis. (Wellong,2007)
Luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran
cerna dan aliran darah ke tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah
absorpsi obat walaupun ada variasi. Agar suatu obat dapat mencapai target kerjanya, obat
tersebut harus melewati berbagai membrane yang memiliki struktur lipoprotein.
(Shargel,2005)
Umumnya absorpsi obat pada saluran cerna terjadi secara difusi pasif sehingga dapat
untuk dapat diabsorpsi obat harus larut dalam cairan pencernaan. Obat – obat yang
diabsorpsi secara difusi pasif menunjukkan kelarutan dalam air rendah, cenderung
memiliki laju absorpsi oral lebih lambat daripada yang menunjukkan kelarutan dalam air
yang tinggi. Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ektravaskular dipengaruhi oleh sifat
– sifat anatomic dan fisiologis dari tempat absorpsi serta sifat – sifat fisikokimia obat
tersebut. (Lachman, dkk,1994)
VI. Alat dan Bahan :
VII. Prosedur :
a. Pembuatan cairan mucosal dan cairan serosal
Buat 2 macam cairan mucosal yaitu CLB dan CUB
Pembuatan CUB :
Melarutkan 2.0 gram NaCl pekat dan 3.2 gram pepsin dalam 7 mL
Hcl 0.1 N tambahkan air suling ad 1L dan diukur pH 1.2.
Buat larutan NaCl 0.9% sebanyak 100 mL atau langsung menggunakan cairan infus
Nilai C
Menit 5 : Menit 10 :
y = 0,089x – 0,0834 y = 0,089x – 0,0834
X=y+a/b X=y+a/b
X = 0,543 + 0,0834 / 0,089 X = 0,980 + 0,0834 / 0,089
X = 7,038 µg/mL X = 11, 984 µg/mL
Menit 20 : Menit 30 :
y = 0,089x – 0,0834 y = 0,089x – 0,0834
X=y+a/b X=y+a/b
X = 0,992 + 0,0834 / 0,089 X = 1,002 + 0,0834 / 0,089
X = 12,083 µg/mL X = 12,195 µg/mL
Nilai Qb’
Menit 5 : Menit 10 :
Qb’ = C x volume serosal yang Qb’ = C x volume serosal yang
tercatat tercatat
Qb’ = 7,038 µg/mL x 3, 4 mL Qb’ = 11,943 µg/mL x 3, 4 mL
Qb’ = 23,929 µg Qb’ = 40,623 µg
Menit 20 : Menit 30 :
Qb’ = C x volume serosal yang Qb’ = C x volume serosal yang
tercatat tercatat
Qb’ = 12,083 µg/mL x 3, 4 mL Qb’ = 12,195 µg/mL x 3, 4 mL
Qb’ = 41,082 µg Qb’ = 41,463 µg
Nilai Fk
Menit 5: Menit 10:
Fk = C x 1,5 (volume sampel) Fk = C x 1,5 (volume sampel)
Fk = 7,038 µg/mL x 1,5 mL Fk = 11,943 µg/mL x 1,5 mL
Fk = 10,557 µg Fk = 17,914 µg
Menit 20: Menit 5:
Fk = C x 1,5 (volume sampel) Fk = C x 1,5 (volume sampel)
Fk = 12,083 µg/mL x 1,5 mL Fk = 12,195 µg/mL x 1,5 mL
Fk = 18,124 µg Fk = 18,292 µg
Nilai Qb
Menit 5: Menit 10:
Qb = Qb’ + Fk Qb = Qb’ + Fk
Qb = 23,929 µg + 0 Qb = 40,623 µg + 10,557
Qb = 23,929 µg Qb = 51,581 µg
Menit 20: Menit 30:
Qb = Qb’ + Fk Qb = Qb’ + Fk
Qb = 41,082 µg + 28,549 Qb = 41,463 µg + 46,603
Qb = 69,631 µg Qb = 88,066 µg
Grafik hubungan antara Qb dengan Waktu kondisi CUB pH 7,5 :
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu (menit)
Waktu C Qb’ Fk Qb
Absorban
(menit) (µg/mL) (µg) (µg) (µg)
5 0,445 4,254 14,463 6,637 14,463
10 0,502 4,924 16,744 7,386 23,381
20 0,314 2,712 9,220 4,212 23,223
30 0,853 9,0541 30,784 13,581 49,019
Nilai C
Menit 5 : Menit 10 :
y = 0,085x +0,0834 y = 0,085x + 0,0834
X=y-a/b X=y-a/b
X = 0,445 - 0,0834 / 0,085 X = 0,502 - 0,085 / 0,089
X = 4,254 µg/mL X = 4,924 µg/mL
Menit 20 : Menit 30 :
y = 0,085x + 0,0834 y = 0,085x + 0,0834
X=y-a/b X=y-a/b
X = 0,314 + 0,085 / 0,089 X = 0,853 - 0,085 / 0,089
X = 2,712 µg/mL X = 9,0541 µg/mL
Nilai Qb’
Menit 5 : Menit 10 :
Qb’ = C x volume serosal yang Qb’ = C x volume serosal yang
tercatat tercatat
Qb’ = 4,254 µg/mL x 3, 4 mL Qb’ = 4,924 µg/mL x 3, 4 mL
Qb’ = 14,463 µg Qb’ = 16,744 µg
Menit 20 : Menit 30 :
Qb’ = C x volume serosal yang Qb’ = C x volume serosal yang
tercatat tercatat
Qb’ = 2,712 µg/mL x 3, 4 mL Qb’ = 9,0541 µg/mL x 3, 4 mL
Qb’ = 9,220 µg Qb’ = 30,581 µg
Nilai Fk
Menit 5: Menit 10:
Fk = C x 1,5 (volume sampel) Fk = C x 1,5 (volume sampel)
Fk = 4,254 µg/mL x 1,5 mL Fk = 4,924 µg/mL x 1,5 mL
Fk = 6,637 µg Fk = 7,386 µg
Menit 20: Menit 5:
Fk = C x 1,5 (volume sampel) Fk = C x 1,5 (volume sampel)
Fk = 2,712 µg/mL x 1,5 mL Fk = 9,0541 µg/mL x 1,5 mL
Fk = 4,212 µg Fk = 13,581 µg
Nilai Qb
Menit 5: Menit 10:
Qb = Qb’ + Fk Qb = Qb’ + Fk
Qb = 14,463 µg + 0 Qb = 16,744 µg + 6,637
Qb = 14,463 µg Qb = 23,381 µg
Menit 20: Menit 30:
Qb = Qb’ + Fk Qb = Qb’ + Fk
Qb = 9,220 µg + 14,023 Qb = 30,784 µg + 18,235
Qb = 23,223 µg Qb = 49,019 µg
Grafik hubungan antara Qb dengan Waktu kondisi CLB pH 1,2:
Kurva Hubungan Antara Qb dengan Waktu pada media CLB
60
50
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu (menit)
40.00
20.00
0.00
5 10 20 30
Waktu (menit)
IX. Pembahasan :
Percobaan absorpsi obat per oral secara in vitro dilakukan menggunakan paracetamol
dengan konsentrasi 500 mg. Dilakukan dengan dua kondisi pH yang berbeda yaitu pada
pH lambung dan pH usus mengapa demikian karena tempat absorpsi suatu obat itu
berbeda – beda sesuai dengan sifat fisiko kimianya. Pengujian ini dilakukan secara in
vitro menggunakan usus tikus yang dikeluarkan dari tubuh tikus, usus tikus diperlakukan
sesuai dengan kondisi didalam tubuh. Alat yang digunakan adalah tabung Crane and
Wilson
Paracetamol adalah derivate p – aminofenol yang mempunyai pH antara 5,5 – 6,5 hal ini
mengartikan bahwa paracetamol bersifat asam lemah dan hampir mendekati netral/ basa.
Absorpsi paracetamol tergantung pada pH basa usus dibandingkan dengan pH asam
lambung. Absorpsi obat tergantung dari sifat sifat fisika dan kimia obat yang berbeda –
beda tiap senyawa, dan tempat absorpsi obat yang menentukan pH lingkungan absorpsi
seperti lambung memiliki pH rendah (asam), usus pH tinggi (basa).
Pada percobaan kali ini beberapa perlakuan khusus pada masa percobaan seperti berikut :
Tikus dipuasakan selama 20-24 jam dengan tujuan agar absorbsi obat optimal karena
absorbsi obat dipengaruhi oleh kecepatan pengosongan lambung sehingga proses adsorbs
obat akan lebih cepat.
Tikus dibunuh dengan eter dan dibuka perutnya di sepanjang imea mediana dan ususnya
dikeluarkan, usus sepanjang 15 cm di bawah pylorus atau lambung dibuang dengan
tujuan menghindari kontaminasi asam-asam lambung yang dihasilkan oleh lambung,
sehingga absorbsinya terganggu sedangkan pembuangan usus 20 cm di bawah
dikarenakan adanya fili dan mikrofili yang menyebabkan besarnya luas permukaan fili-
fili ini tidak terdapat pada daerah saluran cerna lainnya.
Bagian usus dibagi menjadi dua bagian atas yang disebut bagian oral dan bagian bawah
disebut bagian awal. Bagian oral digunakan untuk sampel sedangkan bagian awal
digunakan untuk control tanpa obat.
Larutan mukosa diibaratkan sebagai kompartemen saluran pencernaan dan selama
percobaan selalu dialiri gas oksigen dengan kecepatan kira-kira 100 gelembung/menit,
kecepatan ini tergantung dari panjang usus, media yang digunakan dan perlakuan
terhadap usus.
Parameter yang dilihat pada proses absorpsi ini adalah tetapan absorpsi (K) menggambarkan
kecepatan absorbsi, yaitu masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari absorbsinya
(saluran cerna pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian intramuskular). Pada
beberapa individu absorbsi obat setelah dosis oral tunggal tidak terjadi dengan segera,
sehubungan dengan faktor-faktor fisiologik seperti waktu pengosongan lambung dan
pergerakan usus. Penundaan waktu absorbsi sebelum permulaan absorbsi obat orde kesatu
terjadi terkenal sebagai lag time. Lag time untuk suatu obat dapat diamati jika dua garis
residual yang diperoleh dengan cara residual kurva kadar plasma absorpsi obat – waktu
berpotongan pada suatu titik setelah t=0 pada sumbu x. Waktu pada titik perpotongan pada
sumbu x merupakan lag time. Lag time t=0 menyatakan permulaan absorpsi obat yang
menyatakan waktu yang diperlukan obat untuk mencapai konsentrasi efektif minimum.
Tetapan permeabilitas P tergantung pada membran dan molekul obat. Bila molekul semakin
larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi transmembran terjadi lebih
mudah. Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan
terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk tak
terionkan.
Dilihat dari grafi tersebut baik di media CUB sama CLB jumlah obat yang diabsorpsi (Qb)
sama sama meningkat setiap menitnya. Tetapi pada media CUB dengan pH 7,5 jumlah pct
yang terabsorpsi lebih tinggi setelah 30 menit dibandingkan dengan jumlah pct yang
terabsorpsi pada media CLB denga pH 1,2. Hal tersebut didasari pada pH paracetamol
tersebut yang lebih mendekati pH netral atau basa.
X. Kesimpulan :
Pengaruh pH obat pada proses absorpsi adalah menetukan tempat absorpsi tersebut pada
obat dengan pH asam obat akan efektif terabsorps didalam lambung dengan pH 1,2
sedangkan pada obat dengan sifat basa maka obat akan efektif terabsorbsi didalam usus
dengan pH 7,4. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah paracetamol
yang terabsorpsi lebih tinggi dalam media CUB dengan pH 7,5 dibandingkan pada media
CLB karena pH dari paracetamol itu sendiri adalah 5,5 – 6,5 mendekati pH normal
hingga basa.
XI. Daftar Pustaka :
Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L. Karig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri,Edisi ketiga, Terjemahan : S. Suyatmi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 167 – 187.
Martin. 1993. Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik.
Diterjemahkan oleh Yoshita. UII Press. Yogyakarta.