PROPOSAL TESIS
Disusun Oleh:
ANGKAT SUMEKTO
NIM. 130820101042
1
2
adalah berusaha menawarkan kualitas jasa dengan kualitas pelayanan tinggi yang
nampak dalam kinerja yang tinggi dalam performa dari pelayanan yang ada
(Parasuraman, et al., 1985). Keberhasilan suatu organisasi dalam merealisasikan
tujuannya ditentukan oleh kemampuan organisasi bersangkutan dalam mengidentifikasi
kebutuhan dan keinginan pasar sasarannya dan memberikan kepuasan yang diharapkan
secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaingnya (Tjiptono, 2014:7) Pada
masa yang akan datang para pelanggan akan semakin memegang peran kunci
keberhasilan perusahaan, ini memaksa perusahaan-perusahaan untuk lebih beorientasi
eksternal dengan cara memberikan pelayanan dengan mutu sebaik mungkin kepada para
pelanggan mereka (Soetjipto, 1997).
Produk asuransi, baik kerugian maupun jiwa, antara satu asuransi dengan yang
lain, sebagian besar memiliki fitur-fitur yang serupa. Oleh karena itu tiap perusahaan
penerbit produk harus jeli dalam menjual produk jasa mereka. Mereka harus dapat
menciptakan keunggulan dari produk mereka dibandingkan dengan produk lainnya.
Pelayanan prima adalah faktor penting yang dapat menunjang loyalitas dari konsumen
(Caruana, 2002). Asuransi melihat pentingnya arti loyalitas konsumen, karena saat ini
konsumen lebih cerdas, sadar harga, banyak menuntut, kurang memaafkan dan didekati
banyak produk. (Kotler and Keller, 2009 : 148) Teknologi informasi juga memberikan
peran yang cukup besar dalam konsumen menentukan pilihan untuk berbagai macam
produk yang dapat dipilih untuk membelanjakan uangnya.
Bloemer, et al., (1998) menyebutkan ada enam alasan mengapa suatu institusi
perlu mendapatkan loyalitas konsumennya. Pertama : konsumen yang ada lebih
prospektif, artinya konsumen loyal akan memberi keuntungan besar kepada institusi.
Kedua : biaya mendapatkan konsumen baru lebih besar dibanding menjaga dan
mempertahankan konsumen yang ada. Ketiga : konsumen yang sudah percaya pada
institusi dalam suatu urusan akan percaya juga dalam urusan lainnya. Keempat : biaya
operasi institusi akan menjadi efisien jika memiliki banyak konsumen loyal. Kelima:
institusi dapat mengurangkan biaya psikologis dan sosial, dikarenakan konsumen lama
telah mempunyai banyak pengalaman positif dengan institusi. Keenam : konsumen loyal
akan selalu membela institusi bahkan berusaha pula untuk menarik dan memberi saran
4
disebut dengan Kode Etik. Dalam menjalankan kegiatan usahanya serta menimbang
nature bisnis yang dijalankan Asuransi Jasindo erat dengan unsur “Trust”
(Kepercayaan), maka sebagai suatu organisasi, Asuransi Jasindo dituntut untuk memiliki
suatu aturan yang mengikat seluruh jajarannya dalam bertindak sesuai dengan standar
tertinggi dalam integritas profesional dan personal diseluruh aspek kegiatan perusahaan,
serta mematuhi seluruh undang-undang, tata tertib, peraturan dan kebijakan Perusahaan.
Berkenaan dengan hal tersebut, PT Asuransi Jasindo (persero) memiliki budaya
perusahaan yang harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran PT Asuransi Jasa Indonesia
dari Direksi sampai dengan pegawai paling bawah yakni budaya “3A” Asah, Asih dan
Asuh. Asah, memuat pesan profesionalisme yang mengharuskan setiap sumber daya
manusia PT Asuransi Jasindo senantiasa mengasah keahlian dan kecerdasannya lewat
proses belajar secara terus menerus, sehingga pada gilirannya akan menghasilkan SDM
yang cerdas. Asih, mewajibkan setiap SDM di PT Jasindo saling menghormati dan
menghargai agar terdapat keharmonisan dan kenyamanan dalam lingkungan kerja. Asuh,
mengandung makna kepedulian akan perlunya memelihara solidaritas dan kesatuan tim
kerja yang harmonis, solid dan lebih mendasarkan pada kepentingan bersama
(perusahaan), bukan kepentingan individu.
Dalam perkembangannya, sejalan dengan upaya manajemen dan seluruh jajaran
pegawai serta untuk mengarahkan segala daya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
kepuasan pelanggan, maka kekuatan “3A” telah dijabarkan lebih lanjut melalui kata
kunci yaitu “CARE” Cepat, Akurat, Ramah dan Efisien yang secara sadar menyatakan
bahwa: (1) Cepat, berarti bahwa kecepatan pelayanan akan memberikan kepastian dan
ketenangan bagi tertanggung maupun calon tertanggung; (2) Akurat, berarti bahwa
keakurasian akan menjamin kepuasan tertanggung dalam memperoleh kepastian dalam
berasuransi dengan PT Jasindo; (3) Ramah, berarti bahwa keramahan merupakan wujud
dari budaya kerja yang bertujuan memberikan kenyamanan dan pengayoman dalam
kemitraan; (4) Efisien, menjamin nilai produk yang ditawarkan serta layanan yang
diberikan setara dengan kualitas yang diharapkan.
Experiential marketing sangat tepat diterapkan dalam bisnis jasa, dimana bisnis
jasa merupakan bisnis yang berdasarkan asas kepercayaan sehingga masalah kualitas
7
layanan menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan bisnis ini.
Kualitas layanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan
yang dipersepsi (perceived service) dengan tingkat pelayanan yang diharapkan (expected
service) (Parasuraman, et al., 1985). Implikasinya, baik buruknya kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa memenuhi harapan pelanggannya secara
konsisten (Tjiptono, 2014 : 268) Kualitas layanan dihasilkan oleh operasi yang dilakukan
perusahaan dan keberhasilan oleh proses operasi perusahaan ini ditentukan oleh banyak
faktor antara lain faktor karyawan, system teknologi dan keterlibatan konsumen.
(Asubonteng, 1996)
Penyampaian layanan yang berkualitas dewasa ini dianggap suatu strategi yang
esensial agar perusahaan sukses dan dapat bertahan (Buttle, F., 1996). Penerapan
manajemen kualitas dalam industri jasa menjadi kebutuhan pokok apabila ingin
berkompetisi di pasar domestik apalagi di pasar global (Fornel and Wernefelt, 1987).
Hal ini disebabkan kualitas pelayanan dapat memberi kontribusi pada kepuasan
konsumen, pangsa pasar dan profitabilitas. Oleh karena itu, perhatian para manajer saat
ini lebih diprioritaskan pada pemahaman dampak kualitas layanan terhadap keuntungan
dan hasil-hasil financial yang lain dalam perusahaan (Geykens, et al., 1999).
Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan
perusahaan jasa dan tidak dapat dipungkiri dalam dunia bisnis saat ini, karena tidak ada
yang lebih penting lagi bagi sebuah perusahaan jasa kecuali menempatkan masalah
kepuasan dan loyalitas terhadap konsumen melalui pelayanan sebagai salah satu
komitmen bisnisnya. (Parasuraman, 1997) Selain dari perusahaan asuransi yang
mengelola jasa secara murni, setiap perusahaan asuransi dengan produk apapun baik
disadari maupun tidak disadari, pasti bersinggungan dengan jasa. Komponen
jasa tersebut bahkan dapat menjadi bagian penting walaupun hanya menjadi
bagian minor dari keseluruhan kegiatan perusahaan.
Apabila kita kembali kepada hakekat bisnis jasa yang mana inti dari bisnis ini
adalah bagaimana memuaskan konsumen, yakni dengan cara memberikan layanan yang
berkualitas. Banyak faktor yang mendukung atau dapat dikatakan berpengaruh pada
kualitas pelayanan. Faktor-faktor tersebut akan dibahas satu persatu secara detail pada
8
penelitian ini. Hal tersebut menjadi sangat penting dan menarik untuk dibahas sebab
dalam bidang jasa, kepuasan konsumen sangat bergantung atau bahkan bergantung
sepenuhnya terhadap kualitas layanan yang diberikan. Apabila kita kaji lebih dalam,
kepuasan konsumen tersebut akan berdampak lebih jauh lagi pada loyalitas konsumen
terhadap perusahaan. Dengan loyalitas konsumen, dapat dikatakan bahwa hal tersebut
adalah wujud nyata dari keberhasilan suatu perusahaan jasa dalam menjalankan segala
kegiatannya.
Kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan konsumen. Ada dua faktor
yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan perceived service
(Gronroos, 1984). Kualitas harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada
persepsi konsumen. Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut
pandang atau persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi
konsumen. Baik buruknya kualitas pelayanan menjadi tanggung jawab seluruh bagian
organisasi perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan Crosby dan Stephens (1987) pada industri jasa
menyebutkan bahwa ketidakpuasan merupakan salah satu penyebab beralihnya
konsumen. Penelitian lain Fornel (1992) juga menyebutkan bahwa konsumen yang puas
cenderung menjadi konsumen yang loyal. Sehingga apabila tingkat kepuasan konsumen
meningkat akan diikuti tingkat loyalitas konsumen. Menurut Ho and Wu, (1999) dalam
Saha and Zhao, (2005) hal-hal yang membentuk kepuasan konsumen adalah logistical
support, technical characteristhics, information characteristhics, home page
presentation dan product characteristhics. Sedangkan penelitian Selnes (1993),
Goodman, et al., (1995) dan Geykens, et al., (1999) menyatakan bahwa indikator yang
membentuk kepuasan konsumen adalah rasa senang, kepuasan terhadap pelayanan,
kepuasan terhadap sistem dan kepuasan finansial.
Semakin tingginya intensitas persaingan bisnis serta semakin homogennya
produk serta pelayanan membuat perusahaan asuransi, baik yang bergerak dalam bidang
kerugian maupun jasa, saat ini mengalami kesulitan untuk menerapkan strategi agar
unggul dari para pesaing mereka untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Pekerjaan
9
marketing tidak lagi sesederhana dulu, konsumen zaman sekarang sangat mudah
mendapat informasi dan membandingkan beberapa tawaran dari produk serupa
(Kertajaya, 2010:3) Kecenderungan yang ada adalah bahwa kegiatan pemasaran sudah
tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau transaksi yang terjadi sekali saja, tetapi sudah
mulai mengarah pada pertukaran yang terus menerus dan berkesinambungan. Jika pada
masa lalu proses pemasaran berakhir ketika transaksi jual beli telah terjadi, dimana
barang berpindah kepemilikan dari penjual ke pembeli, maka sekarang agar dapat
merangkul perubahan ini, pemasar di seluruh dunia memperluas konsep marketing untuk
berfokus pada emosi manusia, mereka memperkenalkan konsep baru seperti, emotional
marketing, relationship marketing, experiential marketing dan brand equity yang
berpandangan bahwa pemasaran seharusnya memberikan perhatian pada
transaksi yang sedang berlangsung dan memanfaatkannya sebagai dasar untuk hubungan
pemasaran yang berkelanjutan di masa depan. (Kertajaya, 2010:29 ) Dengan demikian
sebenarnya yang penting pada masa sekarang adalah bagaimana menciptakan loyalitas
konsumen.
Bloemer, et al., (1998) dalam penelitiannya menekankan akan arti pentingnya
pembentukan loyalitas perusahaan sebagai dasar bagi perusahaan untuk bertahan dan
menghadapi persaingan. Menurutnya loyalitas konsumen terhadap suatu perusahaan
dapat tumbuh disebabkan oleh beberapa faktor, seperti citra baik yang dimiliki
perusahaan tersebut, kualitas pelayanan yang diberikan dan kepuasan terhadap
perusahaan. Faktor-faktor tersebut memegang peran penting dalam meningkatkan posisi
persaingan perusahaan. Dick and Basu (1994) menyatakan bahwa Loyalitas pelanggan
dipandang sebagai kekuatan hubungan antara sikap relatif individu dan dukungan ulang.
Hubungan anatara penjual dan pembeli menjadi mediasi antara sosial norma dan faktor
situasional. Kognitif, afektif, dan konatif anteseden dari sikap relatif diidentifikasikan
sebagai kontributor terhadap loyalitas, bersama dengan konsekuensi motivasi, persepsi,
dan perilaku.
Sebuah perusahaan akan dapat bertahan jika memiliki citra yang baik di mata
publik. Publik akan memberikan dukungan, bantuan, serta kerjasama dengan perusahaan
apabila perusahaan tersebut dapat dipercaya, menurut Kotler (2009:258) citra merupakan
10
seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek.
Citra berkaitan erat dengan suatu penilaian, tanggapan, opini, kepercayaan publik,
asosiasi atau simbol-simbol tertentu terhadap suatu perusahaan. Bontis, et al. (2007)
mengatakan bahwa Loyalitas pelanggan dan kecenderungan rekomendasi pelanggan
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan reputasi. Konsekuensinya adalah reputasi dapat
membantu untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Lebih jauh lagi penelitian
Schmitt, et al. (2009) mengemukakan bahwa Brand experience dikonseptualisasikan
sebagai sensasi, perasaan, kognisi, dan respon perilaku yang ditimbulkan oleh
rangsangan merek terkait yang merupakan bagian dari desain merek dan identitas,
kemasan, komunikasi, dan lingkungan. Para penulis membedakan beberapa dimensi
pengalaman dan membangun pengalaman skala brand yang meliputi empat dimensi:
sensorik, afektif, intelektual, dan perilaku. Dalam enam studi, Schmitt, et al. (2009)
menunjukkan bahwa skala ini dapat diandalkan, valid, dan berbeda dari langkah-langkah
merek lain, termasuk evaluasi merek, keterlibatan merek, keterikatan merek, kesenangan
pelanggan, dan brand personality. Selain itu, brand experience mempengaruhi kepuasan
konsumen dan loyalitas secara langsung maupun tidak langsung melalui asosiasi brand
personality.
Parves (2005) dalam Taufiq dan Suryadi (2009) memberikan definisi tentang
switching cost sebagai berikut; Switching cost include time and psycological effort
involved facing the uncertainty of dealing with a new service provider. Menurut Dick and
Basu, (1994) Switching cost is the sum of economic, psycological cost, and physical costs.
Switching cost includes the pshycological cost of becoming a customer of a new firm, and
the time effort involved in buying new brand (Reicheld and Sasser (1990) dalam
Tjiptono, 2014:380). Menurut Burnham (2003), switching cost adalah biaya yang harus
dikeluarkan segera, sebagai biaya dalam proses penggunaan produk atau jasa penyedia
layanan ketika pembelian kembali dilakukan.
Switching cost mendorong konsumen untuk merekomendasikan pada konsumen
yang lain (Gethok tular positif) (Tjiptono, 2014:381). Perubahan teknologi dan strategi
diferensiasi dari perusahaan menyebabkan switching cost menjadi faktor penting bagi
customer loyalty (Burnham, et al., 2003). Dalam penelitian Fornell (1992) juga
11
menemukan pengaruh positif antara switching cost terhadap customer loyalty. Taufiq dan
Suryadi (2009) menyatakan bahwa Switching cost mempengaruhi Customer Loyalty
secara positif.
Asuransi Jasindo sebagai perusahaan jasa telah memiliki Visi dan Misi
Perusahaan yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk menetapkan
strategi-strategi bisnis yang akan dijalankan dalam memenangkan persaingan. Visi
Asuransi Jasindo “Menjadi perusahaan yang tangguh dalam persaingan global dan
menjadi market leader di pasar domestik”. Visi ini kemudian dijabarkan kedalam misi
perusahaan “menyelenggarakan usaha asuransi kerugian dengan reputasi internasinal
melalui peningkatan pangsa pasar, pelayanan prima dan tetap menjaga tingkat
kemampulabaan serta memenuhi harapan stakeholder”
PT. Asuransi Jasindo adalah salah satu perusahaan asuransi umum milik Negara
(BUMN). Asuransi Jasindo dituntut untuk mencari keuntungan seperti perusahaan
asuransi pada umumnya juga sebagai fungsi intermediary penggerak pembangunan,
Asuransi Jasindo dituntut menjalankan misi asuransi sebaik-baiknya. Untuk
melaksanakan visi dan misi serta tujuan perusahaan, maka disusun program kerja yang
dituangkan dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) dan selanjutnya dijabarkan dalam
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahunan. Penelitian ini berdasarkan
pada permasalahan atau kenyataan di lapangan (research problem), dimana PT Jasindo
belum dapat menjadi market leader di pasar domestik dan peringkat yang terus menurun
dari tahun ke tahun. Penelitian ini berdasarkan permasalahan atau kenyataan di lapangan
(research problem) secara total hasil underwriting neto ritel mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya.
12
Tabel 1.1
Realisasi Perolehan Underwriting Netto Premi Ritel Tahun 2011-2012
(dalam jutaan Rupiah)
RKAP Realisasi Realisasi
Class of Business
2012 2012 2011
Pengangkutan 13.011 17.701 12.562
Kebakaran 29.332 68.182 35.069
Kendaraan Bermotor 70.369 68.182 78.435
Aneka 70.228 4.601 26.367
Sumber: laporan keuangan tahunan PT Jasindo 2012
Tabel 1.2
Jumlah Premi Asuransi Jasindo Tahun 2008 - 2012
(dalam miliar rupiah)
Premi Bruto Premi Netto Rasio PN/PB
2008 2,597,531 806,503 31.05%
2009 2,814,727 926,404 32.91%
2010 2,860,463 1,074,312 37.56%
2011 3,346,255 1,226,255 36.65%
2012 3,839,824 1,254,011 32.66%
Sumber : Laporan Tahunan Asuransi Jasindo (2012)
13
Berdasarkan tabel 1.2 di atas menunjukkan adanya penurunan nilai rasio premi
netto terhadap premi bruto selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, yang dapat diartikan
bahwa PT Jasindo seharusnya meningkatkan perolehan premi dari sektor ritel baik dengan
penambahan bisnis baru dan mempertahankan pelanggan lama, mengingat pada sektor
tersebut memiliki tingkat risiko yang lebih rendah, dengan demikian hasil usaha
(Underwriting Result) dapat lebih besar.
Penurunan hasil usaha dan rasio hasil usaha yang signifikan pada tahun 2010 –
2012, hal ini dapat berarti bahwa Asuransi Jasindo belum dapat mengoptimalkan
perolehan premi dari sektor ritel. Selain itu, penurunan perolehan premi juga didukung
dengan data tentang posisi rating perusahaan-perusahaan asuransi terkemuka di Indonesia,
hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut:
Tabel 1.3
Peringkat asuransi terbaik di Indonesia
berdasarkan Asset diatas 500 milyar tahun 2012
Total Aset Modal
Nama Perusahaan RBC % PREDIKAT
(Jt) Sendiri (Jt)
1 Asuransi Raksa Pattikara 145,152 132.36 SANGAT BAGUS
2 Asuransi Adira Dinamika 2,637,893 956,698 337.00 SANGAT BAGUS
3 Asuransi Jaya Proteksi 1,039,059 365,098 197.29 SANGAT BAGUS
4 Asuransi Multi Artha Guna 1,051,934 636,405 302.00 SANGAT BAGUS
5 Tugu Pratama Indonesia 2,808,179 1,789,020 336.00 SANGAT BAGUS
6 Asuransi Wahana Tata 1,291,310 532,520 230.00 SANGAT BAGUS
7 Jasa Raharja Putera 803,167 387,950 308.00 SANGAT BAGUS
8 Asuransi Binda Dana Artha 1,106,155 404,626 283.53 SANGAT BAGUS
9 Asuransi Astra Buana 5,845,058 2,063,896 214.00 SANGAT BAGUS
10 Asuransi Ekspor Indonesia 967,459 692,884 782.00 SANGAT BAGUS
Sumber: Akademi Asuransi, Written By Afrianto Budi on Sabtu, 01 September 2012
Pada tabel tersebut diatas dapat terlihat bahwa PT Asuransi Jasa Indonesia tidak
mampu menembus daftar 10 Perusahaan Asuransi terbaik di Indonesia.
14
Tabel 1.4
Peringkat Asuransi Terbaik
dengan kriteria premi Rp 500 miliar keatas Tahun 2012
Dari tabel 1.4 diatas, dapat terlihat bahwa belum bisa menduduki posisi 5 besar
asuransi terbaik Indonesia berdasarkan perolehan premi diatas Rp. 500 miliar dalam
hal pengelolaan asset nya. Bahkan Asuransi Bina Dana Artha dan Asuransi Indrapura
yang terlihat kurang dikenal masyarakat dibandingkan Asuransi Jasindo mampu masuk
kedalam peringkat 10 besar. Pemeringkatan berdasarkan pendekatan terhadap laporan
keuangan publikasi misalnya untuk perusahaan asuransi umum di Indonesia dengan 10
kriteria, yaitu RBC, rasio likuiditas, dana jaminan/cadangan teknis, investasi/cadangan
teknis plus utang klaim, aktiva tetap/modal sendiri, pendapatan investasi netto/rata-rata
investasi, rasio beban klaim neto/pendapatan premi neto, rasio laba dengan rata-rata
modal sendiri (Biro Riset Info Bank, 2012)
Masyarakat sebagai pengguna jasa kini semakin selektif dalam memilih asuransi
untuk menjamin kemanan aset yang dimilikinya dari risiko-risiko kerugian akibat bencana
atau kecelakaan yang mungkin dialaminya. Dalam hal ini unsur loyalitas menjadi faktor
kunci bagi asuransi untuk memenangkan persaingan (Bloemer, 1997; Andreassen, 1994;
15
Caruana, 2002; Kandampully and Dudy, 1999; Mital et al., 1998). Bisnis asuransi
merupakan bisnis jasa yang berdasar pada azas kepercayaan yang didukung kualitas jasa
(service quality) yang diberikan (Parasuraman, et al., 1985, 1988; Zeithaml, 1996; Saha
and Zhao, 2005; Cronin and Taylor, 1992), Nilai Konsumen (Customer Value) (Chua,
2002; Widdis, 2001; Kandampully, 2009; Kotler dan Kertajaya, 2010; Woodruff, 1997;
Holbrook, 1994; Zeithaml, 1987), citra perusahaan (Corporate Image) (Aaker and Keller,
1990; Bloemer and Ruyter, 1998; Bontis and Booker, 2007; Fornel, 1992), Switching Cost
(Parves, 2005; Dick and Basu, 1994; Burnham, 2003; Fornell, 1992), Experiential
Marketing (Holbrook and Hirschman (1982); Schmitt, B., 1999, 2003; Kertajaya, 2004,
2005, 2006; Same and Larimo, 2012; Yang and He, 2011).
Begitu banyak hal yang ditawarkan pada konsumen, hal ini tentu membuat para
konsumen menjadi lebih leluasa dalam menentukan pilihannya. Sementara dampaknya
bagi produsen, hal ini menjadi tantangan yang membuat mereka harus bekerja lebih keras
untuk mempertahankan loyalitas konsumennya. Para ahli pemasaran sepakat bahwa
mempertahankan konsumen yang loyal lebih efisien daripada mencari pelanggan baru.
Karena itulah, upaya menjaga loyalitas konsumen merupakan hal penting yang harus
selalu dilakukan oleh produsen (Fajrianthi dan Farrah, 2005). Namun salah satu yang
sering dijumpai dalam praktik adalah fakta bahwa kendati pelayanan yang diberikan
perusahaan sudah cukup tinggi, namun tetap saja perusahaan tersebut kehilangan
pelanggan, salah satu penyebab adalah sebagaian besar riset/studi pemasaran berfokus
pada upaya mengetahui apakah kebutuhan saat ini terpenuhi atau tidak, namun tidak
meneliti lebih jauh mengenai kebutuhan pelanggan di masa yang akan datang, karena
kebutuhan pelanggan berubah dengan cepat dan kerapkali dramatis, maka mereka akan
mencari perusahaan yang dianggap paling bisa memenuhi kebutuhan baru tersebut.
Konsekuensinya, perusahaan jasa yang progresif harus secara proaktif mengidentifikan
kebutuhan pelanggan di masa datang (Tjiptono, 2014:386) sehingga dibutuhkan suatu
strategi pemasaran yang berorientasi pada nilai-nilai, pemasar yang tidak hanya
menganggap konsumen sebagai objek tapi melakukan pendekatan dengan memandang
mereka sebagai manusia seutuhnya, lengkap dengan pikiran, hati, dan spirit. Semakin
banyak konsumen yang berusaha mencari solusi terhadap kegelisahan mereka untuk
16
menciptakan dunia yang lebih baik. Dalam dunia yang penuh dengan kebingungan,
konsumen mencari perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan terdalam mereka dalam
bidang sosial, ekonomi, dan keadilan lingkungan pada misi, visi, dan nilai-nilainya.
Dalam produk yang dipilihnya, konsumen tidak hanya mencari pemenuhan fungsional
dan emosional namun juga pemenuhan spirit (Kotler dan Kertajaya, 2010:4).
Melalui Experiental Marketing, pemasar berusaha untuk mengerti, berinteraksi
dengan konsumen dan berempati terhadap kebutuhan mereka. Dengan strategi ini
diharapkan konsumen akan menjadi loyal, bersedia melakukan hubungan jangka panjang,
menggunakan produk dan jasa perusahaan secara terus menerus dan merekomendasikanya
kepada orang-orang terdekat mereka. Loyalitas ini akan diperoleh bila konsumen merasa
mereka mendapatkan sesuatu yang lebih bernilai dibanding dengan bila mereka berpindah
ke merek lain (Schmitt, 1999). Keuntungan lain yang diperoleh perusahaan dari
konsumen yang loyal adalah bahwa mereka akan merekomendasikan merek, produk
perusahan atau produsen secara sukarela, sehingga dapat menghemat pengeluaran
perusahaan untuk aktivitas tersebut. Studi yang dilakukan Shaw and Ivens (2005) dalam
Yang and He (2011) menunjukkan bahwa 85% dari senior bisnis manajer percaya bahwa
diferensiasi semata-mata pada unsur-unsur tradisional, seperti harga, produk dan kualitas,
tidak lagi menjadi keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, dan bahkan, banyak dari
senior manajer memegang Customer Experience sebagai medan pertempuran kompetitif
berikutnya.
Hal ini yang menjadi alasan dilakukan penelitian mengenai experiental marketing
pada PT. Asuransi Jasindo, dimana Asuransi Jasindo selalu berusaha dalam membuat
terobosan-terobosan baru baik dalam hal peluncuran produk baru, image perusahaan,
bahkan promosi baik di televisi maupun di media massa yang dimaksudkan untuk
menambah bisnis baru dan mempertahankan pelanggan lama ternyata belum dirasa
optimal untuk membuat para konsumennya menjadi loyal, selain itu penelitian mengenai
experiential marketing di Asuransi Jasindo belum pernah diteliti sebelumnya.
maupun jumlah perolehan premi pada sektor ritel yang dicapai Asuransi Jasindo dan
turunnya peringkat posisi perusahaan dalam hal kualitas layanan yang berdampak pada
loyalitas konsumen PT Asuransi Jasindo. Data-data tersebut juga didukung oleh data
belum mampunya Asuransi Jasindo menduduki peringkat sepuluh besar perusahaan
asuransi terbaik pada tahun 2013. Hal ini memberikan gambaran
bahwa tingkat Loyalitas konsumen PT. Asuransi Jasindo belum cukup tinggi.
Sehingga, PT. Asuransi Jasindo diharapkan agar lebih memperhatikan experiential
marketing, service quality, customer value, citra perusahaan dan switching cost untuk
membantu meningkatkan loyalitas para konsumennya. Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka pertanyaan penelitian (research question) dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa pengaruh service quality terhadap experiential marketing di PT Asuransi Jasa
Indonesia?
2. Apa pengaruh customer value terhadap experiential marketing di PT Asuransi Jasa
Indonesia?
3. Apa pengaruh citra perusahaan terhadap experiential marketing di PT Asuransi Jasa
Indonesia?
4. Apa pengaruh service quality terhadap loyalitas konsumen di PT Asuransi Jasa
Indonesia?
5. Apa pengaruh Customer value terhadap Loyalitas Konsumen di PT Asuransi Jasa
Indonesia?
6. Apa pengaruh Citra Perusahaan terhadap Loyalitas Konsumen di PT Asuransi Jasa
Indonesia?
7. Apa pengaruh Switching cost terhadap loyalitas konsumen di PT Asuransi Jasa
Indonesia?
8. Apa pengaruh experiential marketing terhadap loyalitas konsumen di PT Asuransi
Jasa Indonesia?
18
manfaat produk dan pengorbanan yang dilakukan lewat harga yang dibayarkan.
Woodruff (1997) mendefinisikan nilai pelanggan sebagai preferensi perseptual
dan evaluasi pelanggan terhadap atribut produk, kinerja atribut, dan konsekuensi
yang didapatkan dari pemakaian produk yang memfasilitasi (atau menghambat)
pencapaian tujuan dan sasaran pelanggan dalam situasi pemakaian.
Konsep customer value memberikan gambaran tentang konsumen suatu
perusahaan, mempertimbangkan apa yang mereka inginkan, dan percaya bahwa
mereka memperoleh manfaat dari suatu produk (Woodruff, 1997). Kendati
demikian menurut Holbrook (1994) Perusahaan perlu memahami dan memenuhi
kebutuhan serta keinginan nasabah, manajemen perlu memberikan value yang
lebih kepada para nasabah sebagai bentuk keunggulan dan keunikan yang
dimiliki. Jika nasabah merasa memperoleh nilai (value) yang lebih dibandingkan
dengan pesaing, maka diharapkan mereka tidak akan beralih ke perusahaan lain
tetapi akan tetap menjadi nasabah yang loyal. Disamping itu nasabah akan
cenderung melakukan word of mouth communication kepada relasi-relasi
terdekatnya, agar mereka melakukan hal yang sama dengan dirinya, yaitu
menjadi nasabah pada perusahaan yang sama. Nasabah yang merasa
diperhatikan, mendapatkan manfaat sesuai yang dibutuhkan, serta yakin bahwa
perusahaan tersebut dapat dipercaya akan menjadi semakin loyal (Soegoto,
2011).
Customer value merupakan kualitas yang dirasakan konsumen yang
disesuaikan dengan harga relatif dari produk yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan (Tjiptono, 2014:308). Dari konsep dan beberapa definisi tentang
customer value diatas dapatlah kita kembangkan secara komprehensif, bahwa
secara garis besar “customer value” merupakan perbandingan antara manfaat
(benefits) yang dirasakan oleh konsumen dengan apa yang konsumen keluarkan
(costs) untuk mendapatkan atau menkonsumsi produk tersebut. Sehingga
customer value merupakan suatu preferensi yang dirasakan oleh konsumen dan
evaluasi terhadap atribut-atribut produk serta berbagai konsekuensi yang timbul
dari penggunaan suatu produk untuk mencapai tujuan dan maksud konsumen
(Wooddruff, 1997).
25
maupun customer value. Manajer harus menentukan standar kualitas yang dapat
menjadi jaminan pelayanan yang diberikan. Proses dari keduanya yang
ditawarkan kepada konsumen seharusnya terus menerus di monitor bahwa
konsumen memiliki akses pada pelayanan jasa secara langsung. Juga, dalam
rangka untuk membedakan penawaran dari pesaing, manajemen harus
memastikan bahwa manfaat yang diperoleh dari konsumsi layanan terus
dipromosikan kepada pelanggan.
Riset yang dilakukan dua pakar pemasaran dari University of Western
Australia, Sweeny and Soutar (2001) dalam Fandy Tjiptono, (2014:310)
mengembangkan 19 item ukuran customer perceived value yang dikenal dengan
nama PERVAL (perceived value) yang dimaksudkan untuk menilai persepsi
pelanggan terhadap nilai (value) produk konsumen tahan lama pada level merk.
Skala ini dikembangkan berdasarkan konteks situasi pembelian ritel untuk
menentukan nilai-nilai konsumsi yang mengarah pada sikap dan perilaku
pembelian. Chua (2002) dalam Fandy Tjiptono (2014:311) mengadaptasi model
PERVAL ke dalam konteks jasa, dengan dimensi; 1) Nilai Fungsional
(Kinerja/Kualitas) yaitu kualitas hasil fisik dari menggunakan suatu produk atau
jasa. Nilai ini mencerminkan kemampuan produk/jasa melaksanakan fungsi
utamanya secara konsisten; 2) Nilai Sosial, manfaat produk/jasa yang ditujukan
untuk memuaskan keinginan seseorang dalam mendapatkan pengakuan atau
kebanggaan sosial; 3) Nilai Emosional, adalah kesenangan atau kepuasan
emosional yang didapatkan user dari suatu produk/jasa; 4) Nilai Interaksi Sosial,
manfaat produk/jasa yang membuat user/pengguna lebih memiliki kesempatan
untuk berinteraksi dan diterima di lingkungan sosial; 5) Nilai Fungsional (Harga),
adalah harga yang fair dan biaya-biaya finansial lainnya yang terkait dengan
upaya mendapatkan produk/jasa
sulit atau tidak mungkin untuk dilakukan. Pedoman instrinsik meliputi komposisi
fisik atau teknikal dari produk. Nama merk telah didefinisikan sebagai sebuah
pedoman ekstrinsik, sehingga menjadi sebuah atribut yang digabungkan dengan
jasa tetapi tidak menjadi bagian fisik jasa itu sendiri. Citra perusahaan dapat
menjadi informasi ekstrinsik petunjuk bagi pembeli baik yang ada dan potensi
yang mungkin atau tidak dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan (misalnya
kesediaan untuk memberikan kata positif dari mulut ke mulut) (Aaker and Keller,
1990). Citra Perusahaan diasumsikan berdampak pada pilihan pelanggan
perusahaan ketika atribut pelayanan sulit untuk dievaluasi, maka citra perusahaan
didirikan dan dikembangkan di benak konsumen melalui komunikasi dan
pengalaman, citra perusahaan diyakini dapat menciptakan efek halo pada
penilaian kepuasan pelanggan (Andreassen et al., 1997). Keberhasilan suatu
brand sering tergantung pada asumsi-asumsi tertentu tentang perilaku konsumen,
seperti (1) konsumen memegang keyakinan positif dan sikap yang
menguntungkan terhadap merek asli dalam memori mereka, (2) asosiasi positif
ini memfasilitasi pembentukan keyakinan positif dan sikap yang menguntungkan
terhadap brand, dan (3) asosiasi negatif tidak ditransfer ke atau diciptakan oleh
brand (Aaker dan Keller, 1990).
Citra perusahaan merupakan persepsi masyarakat terhadap perusahaan
yang dibentuk melalui proses komunikasi informasi baik yang disengaja maupun
tidak disengaja, yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh perusahaan.
(Prihastiti, 2012). Persepsi tersebut mungkin tidak selalu menggambarkan profil
perusahaan yang sebenarnya, apabila persepsi yang timbul positif maka dengan
sendirinya akan mendukung aktivitas perusahaan, demikian juga sebaliknya.
Dalam pemasaran, kesadaran dan image sebuah merek dan reputasi jasa
mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli. Pada konteks ini,
reputasi atau merek menjadi sebuah masalah dari sikap dan kepercayaan
terhadap kesadaran pada merek dan image, keputusan konsumen dan kesetiaan
konsumen (Fornel, 1992). Citra perusahaan yang melekat pada benak konsumen
akan menambah pengalaman konsumen dalam memanfaatkan produk atau jasa
yang meningkatkan experiential marketing dan mengakibatkan loyalitas
28
4) Setup cost adalah waktu dan usaha yang dikeluarkan yang disebabkan
oleh proses memulai hubungan dengan penyedia jasa baru atau mengatur
produk baru pada penggunaan awal (Burnham, et al., 2003; Klemperer,
1995). Setup cost untuk jasa didominasi oleh pertukaran informasi yang
dibutuhkan oleh penyedia jasa baru untuk menurunkan risiko penjualannya
dan untuk memahami kebutuhan spesifik konsumen..
b. Financial switching cost, yaitu tipe switching cost yang melibatkan kehilangan
sumber daya finansial yang dapat dihitung, terdiri dari:
1) Benefit loss cost adalah biaya kehilangan benefit dari provider yang
digunakan konsumen sekarang, misalnya kehilangan bonus-bonus dan
diskon-diskon yang tidak akan diberikan provider kepada pelanggan-
pelanggan baru (Guiltinan, 1989).
2) Monetary loss cost adalah pengeluaran finansial satu-kali yang terjadi
untuk berpindah provider di luar dari pengeluaran yang dibutuhkan untuk
membeli produk/jasa tersebut (Klemperer, 1995). Contohnya seperti
deposit atau initiation fees bagi konsumen baru (Guiltinan, 1989). Pada
tesis ini, sub dimensi monetary loss cost tidak diteliti karena tidak ada
deposit atau initiation fee yang harus dibayar oleh konsumen baru.
c. Relational switching cost yaitu tipe switching cost yang melibatkan
ketidaknyamanan psikologis dan emosi yang menyebabkan kehilangan
identitas dan memutuskan ikatan, dan terdiri dari:
1) Personal relationship loss cost adalah kehilangan yang disebabkan karena
memutuskan hubungan yang telah terbentuk dengan personel yang
berinteraksi dengan konsumen (Guiltinan 1989; Klemperer 1995).
2) Brand relationship loss cost adalah kecenderungan kehilangan yang
disebabkan karena memutuskan ikatan yang telah terbentuk dengan merek
atau perusahaan yang mana sebelumnya konsumen telah lama
berhubungan dengan merek dan perusahaan tersebut (Aaker, 1992).
pribadi dan emosional yang berkaitan dengan merek. Inti experiential marketing
sangat penting dalam merefleksikan adanya bias dari otak kanan karena
menyangkut aspirasi pelanggan untuk memperoleh pengalaman yang berkaitan
dengan perasaan tertentu, kenyamanan dan kesenangan di satu pihak dan
penolakan atas ketidaknyaman dan ketidaksenangan di lain pihak (Wolfes, 2005).
Dalam studinya (berdasarkan dari lima dimensi experiential marketing
oleh Schmitt yaitu sense, feel, think, act, relate) Yang and He (2011) membagi
experiential marketing menjadi tiga dimensi pengalaman pelanggan yaitu,
Sensory Experience, Emotional Experience, dan Social Experience. Sensory
Experience mengacu pada estetika dan persepsi sensorik tentang lingkungan
belanja, suasana, produk dan layanan. Emotional Experience meliputi suasana
hati dan emosi yang dihasilkan selama perjalanan belanja. Social Experience
menekankan hubungan dengan orang lain dan masyarakat. Pada penelitian ini
mengungkapkan bahwa, selain mengejar kebahagiaan dan relaksasi, konsumen
melihat belanja dengan keluarga dan teman-teman sebagai bagian penting untuk
membangun hubungan sosial. Keterlibatan pelanggan pada tahap ini mencakup
lima hal yang di sebut sebagai Strategic Experiential Modules (SEMs)
dikembangkan oleh Schmitt (1999), yaitu merupakan modul yang dapat
digunakan untuk menciptakan berbagai jenis pengalaman bagi konsumen sense
(panca indera), feel (perasaan), think (pikiran), act (kebiasaan), relate (pertalian).
1) Sense as Differentiator
Pengalaman yang diperoleh dari sense (panca indra) mungkin melekat pada
konsumen karena tampil dengan cara yang unik dan spesial. Cara yang
dilakukan untuk menarik konsumen melebihi batas normal sehingga produk
dan jasa tersebut sudah memiliki cara khusus yang sudah ada di benak
konsumen.
2) Sense as Motivator
Sense yang dapat memotivasi konsumen dengan tidak terlalu memaksa
konsumen tetapi juga jangan terlalu acuh terhadap keinginan konsumen.
b. Feel
Feel Marketing ditunjukan terhadap perasaan dan emosi konsumen
dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang
lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan
(Schmitt, 1999). Yang and He (2011) menegaskan bahwa pengalaman emosional
35
c. Think
Think marketing merupakan tipe experience yang bertujuan untuk
menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen untuk berfikir
kreatif (Schmitt, 1999). Think marketing adalah salah satu cara yang dilakukan oleh
perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan
melakukan customization secara terus-menerus (Kertajaya, 2004:165). Tujuan dari
think marketing adalah untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat dalam
pemikiran yang kreatif dan dapat menciptakan kesadaran melalui proses berfikir
yang berdampak pada evaluasi ulang terhadap perusahaan, produk dan jasanya.
Think ini mengikutsertakan pikiran yang terfokus maupun yang menyebar dari
customer melalui kejutan, intrik dan provokasi. Kampanye Think biasa digunakan
untuk produk-produk teknologi baru, sebuah contoh adalah kampanye Microsoft
“ kemana Anda Ingin Pergi Hari ini?" Tapi Think marketing tidak dibatasi hanya
untuk produk teknologi tinggi. Think marketing juga telah banyak digunakan
dalam desain produk ritel dan komunikasi di banyak industri lainnya (Schmitt,
1999).
d. Act
Act Marketing adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi
pelanggan terhadap produk dan jasa yang bersangkutan (Schmitt, 1999). Act
marketing didesain untuk menciptakan pengalaman konsumen dalam
hubungannya dengan Physical body, lifestyle, dan interaksi dengan orang lain.
Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap kepuasaan konsumen.
Ketika act marketing mampu mempengaruhi perilaku dan gaya hidup pelanggan
maka akan berdampak positif terhadap kepuasan konsumen karena pelanggan
merasa bahwa produk atau jasa tersebut sudah sesuai dengan gaya hidupnya.
Pendekatan rasional untuk perubahan perilaku (yaitu, theories of reasoned
actions) hanyalah salah satu dari banyak pilihan perubahan perilaku. Perubahan
gaya hidup dan perilaku cenderung lebih memotivasi, inspirasional dan
emosional secara alami dan sering termotivasi oleh panutan (seperti bintang film
atau atlet). Iklan Nike "Just do it" sudah menjadi sesuatu yang klasik dalam act
marketing.
37
e. Relate
Relate berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya
yang dapat menciptakan identitas sosial. Seorang pemasar harus mampu
menciptakan identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis) bagi pelanggannya
dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar dapat menggunakan simbol
budaya dalam kampanye iklan dan desain Web yang mampu mengidentifikasikan
kelompok pelanggan tertentu. Harley-Davidson merupakan contoh kampanye
Relate yang mampu menarik beribu-ribu pengendara motor besar di Amerika
dalam rally di penjuru negara itu. Pelanggannya kebanyakan mempunyai tattoo
berupa logo Harley-Davidson di lengan atau bahkan di seluruh tubuhnya. Mereka
menunjukkan kelompok referensi tertentu dengan apa yang dimilikinya
Relate marketing adalah salah satu cara membentuk atau menciptakan
komunitas pelanggan dengan komunikasi. Relate marketing menggabungkan
aspek sense, feel, think, dan act dengan maksud untuk mengkaitkan individu
dengan apa yang diluar dirinya dan mengimplementasikan hubungan antara other
people dan other social group sehingga mereka bisa merasa bangga dan diterima
di komunitasnya (Schmitt, 1999).
2 Andreassen 1994 Satisfaction, Loyalty and Reputation, Satisfaction & Uji Korelasi Terdapat hubungan yang kuat antara satisfaction dan
Reputation as Indicators of Loyalty loyalty, peran reputation adalah semakin memperkuat
Customer Orientation in the loyalty, Reputation, Satisfaction & Loyalty adalah indikator
public sector peting pada orientasi pasar
3 P Asubonteng, K J 1996 SERVQUAL Revisited: a Expectations, performance, analysis factor bahwa dibutuhkan lebih dari adaptasi sederhana dari item
McCleary, J E Swan critical review of service SERVQUAL untuk mengatasi kualitas pelayanan secara
quality efektif dalam beberapa situasi. manajer disarankan untuk
mempertimbangkan isu-isu yang sangat penting bagi
kualitas pelayanan di lingkungan khusus mereka dan
memodifikasi skala sesuai kebutuhan
4 J Bloemer, K D Ruyter 1997 On the relationship between Satisfaction, Involvement, Pearson correlation, terdapat korelasi antara store satisfaction, involvement,
store image, store deliberation, store image, store Regression analysis deliberation, store image dan store lolyalty, variabel
satisfaction and store loyalty loyalty satisfaction terbukti dapat menjadi variabel mediasi antara
store satisfaction dan brand loyalty, pengaruh kepuasan
konsumen adalah positive, semakin tinggi kepuasan maka
loyalitas semakin tinggi,store image tidak terbukti
berpengaruh positif terhadap store loyalty,store image
memiliki pengaruh tidak langsung terhadap store loyalty
yaitu melalui store satisfaction
5 A Parasuraman 1997 Reflections on Gaining customer value deskriptif analysis, cross hubungan antara nilai pelanggan dan nilai dari perspektif
Competitive Advantage section analysis organisasi perlu diteliti secara sistematis baik lintas-bagian
Through Customer Value antar perusahaan maupun dalam perusahaan masing-
masing dari waktu ke waktu. sebagaimana penelitian
Woodruff yang akurat, perusahaan mungkin menghadapi
banyak hambatan organisasi untuk bersaing dalam hal
penyampaian nilai pelanggan. beberapa hambatan ini
berasal dari skeptisisme manajemen tentang nilai bersaing
atas dasar nilai pelanggan. dengan demikian, bukti empiris
yang sistematis, hubungan positif antara nilai pelanggan dan
nilai organisasi dapat memberikan dorongan untuk
menerapkan strategi berbasis nilai dalam perusahaan yang
mungkin enggan untuk melakukannya
Peneliti Tahun Judul Variabel yg Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
6 Burnham, et All. 2003 Consumer switching cost A Market characteristic (indi: exploratory factor, First, it provides a typology of the switching costs that
Typology, antecedents, and product complexity, provider Cronbach's alpha, and consumers perceive as well as validated scales for
consequences heteroginity), Consumer confirmatory factor measuring those costs. second, this research provides a
Investment (breadth of use, analyses (CFAs) theoretical framework of the antecedents that drive
extent of modification), domain consumer switching cost perceptions. third, this research
expertise (indi: alternative adds to recent research on switching cost consequences by
experience, switching finding significant effects for three types of consumer
experience), Procedural switching costs. Even within industries where objective
Switching cost (indi: economic switching costs are low, we find that the level and types of
risk costs, evaluation cost, costs that consumers associate with switching explain their
learning costs, set-up cost), intentions better than their satisfaction does. While this
Financial Switching cost (indi: does not suggest that firms should abandon the pursuit of
benefit loss costs, monetary lost customer satisfaction, it does highlight the need to
cost), relational switching cost understand, measure, and manage switching cost
(indi: personal relationship loss perceptions
cost, brand relational loss cost),
Loyalty (intention to stay with
incumbent provider),
Satisfaction
7 Taufik Abdurrahman, 2008 Pengaruh Service Quality, service quality (reliability, analysis, Cronbach's alpha, service quality, satisfactin dan switching cost secara
Nanang Suryadi Customer Satisfaction, dan responsiveness, assurance, and confirmatory factor signifikan mempengaruhi terciptanya customer loyalty dan
Switching Cost terhadap empathy, tangibles), customer variabel satisfaction memberikan pengaruh yang terbesar
Customer Loyalty (studi pada satisfaction, switching cost dalam terbentuknya loyalty,
pelanggan Telepon Bergerak (economic risk cost, evaluation
di Kota Malang) cost, learning cost, setup cost,
benefit loss cost, personal
relationship loss cost, brand
relationship loss cost),
Customer Loyalty (cognitive
loyalty, affective loyalty,
conative loyalty, action loyalty)
8 Herman Soegoto 2011 Pengaruh Nilai dan Nilai Nasabah, kepercayaan analyses (CFAs) Nilai dan Kepercayaan Nasabah secara simultan dan parsial
kepercayaan Terhadap Nasabah dan Loyalitas Nasabah berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Nasabah Prioritas
Loyalitas Nasabah Prioritas
9 Bagus Aji indrakusuma, 2011 Analisis Pengaruh Experiential marketing (sense, Analisis Regresi Berganda Tidak seluruh variabel experiential marketing (sense, feel,
ismi Darmastuti Pendekatan Experiential feel, think, act, relate), think, act, relate) berpengaruh positif dan signifikan
Marketing yang Kepuasan Konsumen terhadap kepuasan konsumen, secara parsial variabel think,
Menciptakan Kepuasan act, relate mempunyai pengaruh positif dan signifikan
Konsumen Pada Pengguna terhadap kepuasan konsumen
Blackberry Smartphone
Peneliti Tahun Judul Variabel yg Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
10 Aries Susanty dan Arief 2011 Atribut-Atribut Yang Menjadi SERVQUAL (Tangibles, Uji validitas, Uji Reliabilitas, Kesenjangan antara Perceived service dan expected service
Chandra P B Prioritas untuk Peningkatan Reliability, Rerponsiveness, SERVQUAL, IPM, QFD berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan pelanggan.
Kualitas Layanan Assurance, Empathy), Perceived Atribut kualitas layanan yang harus ditingkatkan adalah :
service, expected service tangibles (kondisi fisik fasilitas komuniskasi, kebersihan,
area parkir), Reliability (pelayanan informasi), responsivness
(kecepatan dalam menanggapi keluhan)
11 Hendro Tumpal P 2012 Pengaruh Citra Perusahaan Citra Perusahaan, Kualitas deskriptif presentase dan ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel citra
dan Kualitas Pelayanan Pelayanan, Kepuasan Konsumen regresi linear berganda perusahaan dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan
Terhadap Kepuasan konsumen
Konsumen
12 Nurdini Prihastiti, Yatri 2012 Corporate Image Analysis on community relations, Proses Uji Korelasi Rank Spearman keterlibatan dalam program tidak memperlihatkan adanya
Indah Kusumastuti The Implementation of pembentukan citra, Citra hubungan dengan proses pembentukan citra, manfaat
Community Relations Perusahaan program memiliki hubungan dengan proses pembentukan
Programs by PLN citra, proses pembentukan citra pada sasaran program
secara signifikan mempengaruhi citra perusahaan
13 Lia Wita Kumala et al. 2013 Pengaruh Experiential Experiential Marketing Analisis Deskriptif, Analisis Experiential marketing terbukti secara signifikan
Marketing Terhadap (Communications, visual Regresi Linear berganda berpengaruh terhadap loyalitas konsumen baik secara
Kepuasan Pelanggan (survey identity, product presence, Co- bersama sama maupun parsial dan variabel people memiliki
pada pelanggan KFC malang) Branding, Spatial Environment, pengaruh paling dominan
Web sites, People dan Act),
Kepuasan Pelanggan
14 Zahrina Razanah et al. 2013 Penerapan Experiential Experiential marketing, Path Analysis Experiential marketing terbukti memiliki pengaruh signifikan
Marketing Strategy dan Kepuasan Pelanggan, Loyalitas terhadap kepuasan pelanggan, Kepuasan pelanggan terbukti
Pengaruhnya Terhadap Pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan,
Kepuasan dan Loyalitas experiential marketing terbukti memiliki pengaruh signifikan
(studi pada pelanggan Bakso terhadap loyalitas pelanggan
Cak Kar Malang)
Peneliti Tahun Judul Variabel yg Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
15 Lapido Patrick k A, Rahim 2013 Experiential Marketing: An Sensory Experience, Emotional Descriptive/Explanatory untuk mengelola secara menyeluruh pengalaman
Ajao Ganiyu Insight into the Mind of the Experience, Thinking Method pelanggan, organisasi harus berusaha untuk secara efektif
Consumer Experience, Action Experience, mengelola komponen afektif dari pelanggan, dengan
Related Experience menggunakan pendekatan serupa merancang dalam
mengelola aspek fungsional dari produk / jasa. Juga, karena
belanja adalah pengalaman, nilai uang adalah faktor yang
sangat penting bagi sebagian besar pembeli; Oleh karena itu
peritel harus berusaha untuk mengaktifkan perasaan
pelanggan dimana mereka mendapatkan nilai dari uang nya.
Pengecer juga perlu fokus lebih banyak pada barang
dagangan dan berbagai produk di rak-rak mereka. Toko
harus terlihat, dan fasilitas dasar di dalam mal (misalnya
toilet, slot parkir, dll) harus dijaga dengan baik. Aspek
layanan pelanggan seperti kesopanan staf, pelayanan dari
pelayan toko, respons terhadap keluhan dapat benar-benar
membuat pengalaman berbelanja yang menyenangkan dan
merupakan faktor penting yang menentukan keputusan
pelanggan untuk mengunjungi dan melakukana kunjungan
ulang ke toko
16 Moh Rozikin 2013 Meningkatkan loyalitas Kualitas Pelayanan, Nilai Analisis Regresi Linier Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan
pelanggan melalui kualitas Pelanggan, Kepuasan Pelanggan, Berganda dan loyalitas konsumen, Nilai pelanggan berpengaruh positif
pelayanan, nilai pelanggan dan Loyalitas Pelanggan terhadap kepausan dan loyalitas konsumen, Kepuasan
dan kepuasan pelanggan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas
pada pt. Adi sarana armada, konsumen,
tbk
17 K Alkilani, K C Ling, Anas 2013 The Impact of Experiential sense, feel, think, act, relate, Multiple Regression sense dan feel secara signifikan memiliki hubungan positif
Ahmad A Marketing and Customer customer satisfaction, Analysis dengan customer satisfaction sebagaimana customer
Satisfaction on Customer commitment satisfaction berhubungan positif dengan commitment,
Commitment in The World penelitian ini menolak variabel think, act dan relate bahwa
of Social Network variabel tersebut tidak mempunyai hubungan dengan
customer satisfaction
18 Syafri, Sefnedi, Rika 2014 Peranan Switching Cost Kualitas Pelayanan, Kepuasan Hierarchical Regression ada pengaruh positif dan signifikan variabel kualitas
Memoderasi Hubungan Nasabah, Switching Cost, pelayanan, kepuasan nasabah dan switching cost terhadap
Kualitas Pelayanan dan Loyalitas Nasabah loyalitas nasabah dan variabel switching cost terbukti dapat
Kepuasan Konsumen memperkuat pengaruh kualitas pelayanan dan kepuasan
terhadap Loyalitas Nasabah nasabah terhadap loyalitas nasabah
Deposito Bank BNI Cabang
Sungai Penuh
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
X1.4 X1.5
X1.3
Y1.1 Y1.2
X1.2
Y1.3
Y1.4
X1.1 Service
Quality (X1)
H1
Experiential Y1.5
Marketing (Y2)
X2.1 H4
X2.2 H2
Customer
X2.3 Value (X2) H8
H5
X2.4
X2.5 Y2.1
H3
Loyalitas
Nasabah Y2.2
X3.1
Citra (Y2)
Perusahaan H6
(X3)
Y2.3
H7
X3.2
X3.3
Switching
Cost (X4)
X4.1
X4.7
X4.2
X4.6
X4.3 X4.5
X4.4
Sumber : Alkilani, et al. (2012);Tumpal (2012); Caruana (2002); Widdis (2001); Soegoto (2011); Syafri,
et al. (2014); Goodman (2005); Smilansky (2009); Bloemer and Ruyter (1998); Selnes (1993);
Goodman, et al., (1995); Geykens, et al., (1999); Febiana (2009); Hazlet (2005); Aaker and
Keller (1990); Zeithaml, et al. (1996); Parasuraman (1985, 1988 dan 1996)
Gambar 3.2
kerangka konseptual
Keterangan gambar:
X1.1 : Reliabilitas X4.1 : Biaya risiko ekonomik Y2.1 : Pembelian ulang
X1.2 : Daya Tanggap X4.2 : Biaya evaluasi Y2.2 : Rekomendasi
X1.3 : Jaminan X4.3 : Set-up cost Y2.3 : komitmen
X1.4 : Empati X4.4 : Biaya belajar X1 : Service Quality
X1.5 : Bukti Fisik X4.5 : Benefit lost costs X2 : Customer Value
X2.1 : Nilai Fungsional X4.6 : Personal relationship loss cost X3 : Citra Perusahaan
X2.2 : Nilai Sosial X4.7 : Brand relationship loss costs X4 : Switching Cost
X2.3 : Nilai Emosional Y1.1 : sense (panca indera) Y1 : Experiential Marketing
X2.4 : Nilai Interaksi Sosial Y1.2 : feel (perasaan) Y2 : Loyalitas Konsumen
X2.5 : Nilai Fungsional Y1.3 : think (pikiran) Hi : Hipotesis
X3.1 : Citra perusahaan dibanding Y1.4 : act (kebiasaan) : Garis Hubungan
pesaing
X3.2 : Citra produk dimata Y1.5 : relate (pertalian)
konsumen
X3.3 : Citra pelayanan yang memuaskan
51
melakukan hal yang sama dengan dirinya, yaitu menjadi konsumen pada
perusahaan yang sama. Konsumen yang merasa diperhatikan, mendapatkan
manfaat sesuai yang dibutuhkan, serta yakin bahwa perusahaan tersebut
dapat dipercaya akan menjadi semakin loyal (Herman Soegoto, 2011).
6. Hasil penelitian dari Bontis and Booker (2007); Prihastiti dan Kusumastuti
(2012); Bloemer and Ruyter (1998); Tumpal (2012); Abd-El-Salam, et al.
(2013); Schmitt, et al., (2009) menyimpulkan bahwa Citra Perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Konsumen. Menurut Philip Kotler
(1997: 259) citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki
seseorang terhadap suatu obyek. Sutisna (2001:83) mengemukakan, citra
adalah total persepsi terhadap suatu obyek yang dibentuk dengan memproses
informasi dan berbagai sumber setiap waktu. Dalam pemasaran, kesadaran
dan image sebuah merek dan reputasi jasa mempengaruhi keputusan
konsumen untuk membeli. Pada konteks ini, reputasi atau merek menjadi
sebuah masalah dari sikap dan kepercayaan terhadap kesadaran pada merek
dan image, keputusan konsumen dan kesetiaan konsumen (Fornel, 1992).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Hu, Kandampully and Juwaheer (2009)
yang menyatakan bahwa Citra (image) perusahaan berpengaruh positif
terhadap behavioral intentions atau loyalitas. Penelitian Hart dan
Rosenberger III (2004) menyatakan bahwa Citra (image) perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
7. Hasil penelitian Syafri, et al. (2014); Taufiq dan Suryadi (2009); Rangga (2011)
menyimpulkan bahwa variabel Switching Cost berpengaruh secara signifikan
terhadap Loyalitas Konsumen. Switching cost mendorong konsumen untuk
merekomendasikan pada konsumen yang lain (Lee, 2004). Lebih jauh lagi
Jonathan Lee menyatakan bahwa semakin kecil biaya beralih akan semakin
memudahkan para konsumen untuk beralih. Perubahan teknologi dan strategi
diferensiasi dari perusahaan menyebabkan switching cost menjadi faktor penting
bagi customer loyalty. Dalam penelitian Cheng, et al. (2008) juga menemukan
pengaruh positif antara switching cost terhadap loyalitas konsumen. Hasil
penelitian sejalan dengan temuan Burnham, et al. (2003) yang menyebutkan
55
3.2 HIPOTESIS
Berdasarkan telaah teori dan kerangka konseptual di atas, maka pada
studi ini dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Service quality berpengaruh signifikan terhadap Experiential Marketing di
PT Asuransi Jasa Indonesia Cabang Jember;
2. Customer value berpengaruh signifikan terhadap Experiential Marketing di
PT Asuransi Jasa Indonesia Cabang Jember;
3. Citra Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Experiential Marketing di
PT Asuransi Jasa Indonesia Cabang Jember;
4. Service quality berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Konsumen di PT
Asuransi Jasa Indonesia Cabang Jember;
5. Customer value berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Konsumen di PT
Asuransi Jasa Indonesia Cabang Jember;
6. Citra Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Konsumen di PT
Asuransi Jasa Indonesia Cabang Jember;
7. Switching Cost berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Konsumen di PT
Asuransi Jasa Indonesia Cabang Jember;
8. Experiential Marketing berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas
Konsumen di PT Asuransi Jasa Indonesia Cabang Jember.
BAB IV
METODE PENELITIAN
56
57
berikut:
1. Variabel eksogen (independen)
Variabel eksogen (independen) yaitu variabel yang hanya bertindak sebagai
predictor atau penyebab bagi variabel lain yang didalam model dan tidak
diprediksikan oleh variabel lain. Variabel eksogen (independen) dalam
penelitian ini terdiri dari : service quality (X1); Customer Value (X2); Citra
Perusahaan (X3); Switching Cost (X4).
2. Variabel intervening (antara)
Variabel intervening (antara) adalah variabel yang bertindak sebagai antara
bagi variabel eksogen dn variabel endogen. Variabel intervening digunakan
untuk melihat pengaruh tidak langsung antar suatu variabel terhadap variabel
lain. Variabel intervening (antara) penelitian ini adalah Experiential
Marketing (Y1)
3. Variabel endogen (dependen)
Variabel endogen (dependen) adalah variabel hasil dalam hubungan sebab
akibat atau suatu variabel yang menjadi pusat perhatian peneliti,
keragamannya ditentukan oleh variabel lain. Variabel endogen (dependen)
dalam penelitian ini adalah Loyalitas Konsumen (Y2)
produk Jasindo. Dalam penelitian ini, pengukuran untuk kualitas jasa terbagi
menjadi 5 (lima) dimensi yaitu:
2. Daya Tanggap (X1.2), yaitu kesediaan para staf Jasindo untuk membantu para
konsumen dan memberikan jasa secara cepat;
5. Bukti Fisik (X1.5), meliputi fasilitas fisik sesuai dengan jasa yang ditawarkan.
2. Nilai Sosial (X2.2), manfaat produk Asuransi Jasindo yang ditujukan untuk
memuaskan keinginan seseorang dalam mendapatkan pengakuan atau
kebanggaan sosial;
61
5. Nilai Fungsional (Harga) (X2.5), adalah harga yang fair dan biaya-biaya
finansial lainnya yang terkait dengan upaya mendapatkan produk Jasindo.
penelitian Burnham, et al. (2003) yang merumuskan delapan segi dari switching
cost, yakni:
2. Biaya evaluasi (X4.2), meliputi biaya waktu dan tenaga berkaitan dengan
usaha pencarian dan analisis yang diperlukan untuk membuat keputusan
beralih penyedia jasa;
3. Set-up cost (X4.3), merupakan biaya waktu dan tenaga berkaitan dengan
proses memulai relasi dengan penyedia jasa baru. Dalam konteks jasa
asuransi, biaya ini meliputi pertukaran informasi yang dibutuhkan agar
penyedia jasa baru mampu memahami kebutuhan spesifik konsumen
termasuk didalamnya resurvey dan pembaruan data/dokumen;
4. Biaya belajar (X4.4), adalah biaya waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk
memahami jaminan dari produk atau jasa asuransi yang baru secara efektif
dan benar;
1. sense (panca indera) (Y1.1) , merupakan salah satu cara pendekatan yang
dilakukan oleh karyawan Jasindo untuk menyentuh emosi konsumen dengan
cara-cara yang unik, memotivasi konsumen dengan tidak terlalu memaksa
konsumen tetapi juga tidak terlalu acuh terhadap keinginan konsumen sehingga
konsumen mendapatkan suatu pengalaman yang tidak terlupakan. Pengalaman
ini dapat diperoleh konsumen melalui panca indra (mata, telinga, lidah, kulit,
dan hidung);
4. act (kebiasaan) (Y1.4), adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi
pelanggan Jasindo terhadap produk dan jasa yang bersangkutan.
yang tinggi menunjukkan bahwa suatu konstruk adalah unik (Latan, 2013:47).
Cara untuk menguji validitas diskriminan yaitu dengan membandingkan akar
kuadrat dari AVE untuk setiap konstruk dengan nilai korelasi antar konstruk
dalam model. Validitas diskriminan yang baik akan ditunjukkan dari akar kuadrat
AVE untuk tiap konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk dalam model
(Fornell and Larcker, 1981), dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
λi = loading factor
var = variance
εi = error variance
Fornell dan Larcker (1981), menyatakan bahwa pengukuran ini dapat
digunakan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan
hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan composite reliability. Nilai AVE
direkomendasikan harus lebih besar dari 0.50 mempunyai arti bahwa 50% atau
lebih variance dari indikator dapat dijelaskan (Latan, 2013:47)
Selain uji validitas, pengukuran model juga dilakukan untuk menguji
reliabilitas suatu konstruk. Reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi,
konsistensi dan ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Latan (2013:48)
untuk mengukur reliabilitas konstruk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability atau sering disebut
reliability rho. Namun demikian penggunaan Cronbach’s Alpha untuk menguji
reliabilitas konstruk akan memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate)
sehingga lebih disarankan untuk menggunakan Composite Reliability dalam
menguji reliabilitas suatu konstruk (Raykov, 1998 dalam Latan, 2013:48). Rule of
Thumb biasanya digunakan untuk menilai reliabilitas konstruk yaitu nilai
Composite Reliability harus lebih besar dari 0.7 merupakan nilai cut-off yang
umumnya diterima. Untuk menghitung nilai Composite Reliability digunakan
rumus yang dikembangkan oleh Werts, et al. (1974) dalam Latan, (2013:48) di
67
bawah ini:
hubungan antara multiple laten variabel independen dan multiple laten variabel
dependen dengan banyak indikator serta dapat menguji model dengan efek
mediator maupun moderator, model dalam bentuk non-linear dan kesalahan
pengukuran (Chin, 1998; Gefen et al., 2011; Garson, 2012 dalam Latan, 2013:1).
Untuk membuat pemodelan yang lengkap, perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
ML dan ULS dan dikembangkan lebih lanjut oleh Tanaka dan Huba (1985)
untuk metode estimasi GLS. GFI merupakan tingkat kesesuaian model
secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat model yang
diprediksi dibandingkan dengan data observasi yang sebenarnya. Nilai GFI
dapat dihitung dari 1 – chi-squares untuk default model dibagi dengan
chi-squares utuk null model. Nilai GFI akan berkisar antara 0 (poor fit)
sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini
menunjukkan sebuah “better fit.” Nilai yang dianjurkan sebagai ukuran fit
model adalah > 0.09. Namun nilai GFI cenderung bias, akan overestimates jika
sampel yang digunakan besar dan akan underestimate jika sampel yang
digunakan kecil.
4) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) atau awalnya
disebut RMS merupakan kriteria fit indices yang dikembangkan oleh Steiger
and Lind (1980). RMSEA merupakan ukuran fit yang paling popular dan
banyak digunakan oleh peneliti di bidang SEM. Hal ini dikarenakan nilai
RMSE tidak overestimate atau underestimate dan tidak tergantung dari
besarnya jumlah sampel. RMSEA mengukur penyimpangan nilai parameter
suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Browne and Cudeck,
1993). Nilai RMSE yang menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan
bila model diestimasi dalam populasi. Nilai RMSEA yang ≤ 0.05
mengindikasikan fit model sangat baik (schumacker and Lomax, 2010;
Williams and Boyle, 2011), nilai RMSEA ≤ 0.06 - 0,08 mengindikasikan
goodness of fit model cukup baik (Chen et al., 2008; Hu and Bentler, 1999)
dan nilai RMSEA ≥ 1.00 mengindikasikan model perlu untuk diperbaiki
(Browne and Cudeck, 1993).
5) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), fit indices ini dikembangkan oleh
Joreskog dan Sorbom (1984). AGFI merupakan pengembangan dari GFI yang
disesuaikan dengan ratio degree of freedom ntuk proposed model dengan degree of
freedom untuk null model. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila
AGFI ≥ 0,90 (Schumacker and Lomax, 2010). Jika nilai AGFI > 1.0
mengindikasikan bahwa model just-identified dan jika < 0 mengindikasikan bahwa
76
persentase variance setiap variabel endogen dalam model yang dijelaskan oleh
variabel eksogen dengan melihat nilai R-squares. Nilai R-squares yang
direkomendasikan sebesar 0.25, 0.45 dan 0.65 (Latan, 2013:68) yang
menunjukkan bahwa model kuat, moderate dan lemah. Nilai R-squares > 0.85
mengindikasikan bahwa terjadi problem multikolinearitas antar variabel eksogen
atau independen.
Selanjutnya evaluasi model struktural juga dilakukan dengan melihat
signifikansi P-value sebagai dasar untuk menerima atau menolak hipotesis nol.
Nilai signifikansi yang digunakan (two-tailed) P-value 0.10 (significance level =
10%), 0.05 (significance level = 5%), dan 0.01 (significance level = 1%).
Aaker, David A. and Keller, Kevin Lane, 1990, Consumer Evaluations of Brand
Extensions, Journal of Marketing, Vol. 54, No. 1 (Jan., 1990), pp. 27-41,
Published by: American Marketing Association, Article Stable URL:
http://www.jstor.org/stable/1252171
Abd-El-Salam, Eman Mohamed, Yehia Shawky, Ayman And El-Nahas, Tawfik,
2013, The impact of corporate image and reputation on service quality, customer
satisfaction and customer loyalty: testing the mediating role. Case analysis in an
international service company, The Business & Management Review, Vol.3
Number-2, January 2013
Adeosun, Ladipo Patrick Kunle, and Ganiyu, Rahim Ajao, 2013, Experiential
Marketing: An Insight into the Mind of the Consumer, Asian Journal of
Business and Management Sciences, www.ajbms.org, ISSN: 2047-2528
Vol. 2 No. 7 [21-26]
Adriani Kusumawati, 2011, Analysing The Influence Of Experiential Marketing On
Customer Satisfaction And Loyalty: The Case Of Hypermart Malang
Town Square (Matos), Jurnal Manajemen Pemasaran Modern Vol. 3 No.1
Januari - Juni 2011 Issn 2085-0972
Alba, Joseph W. and Hutchinson, J. Wesley, 1987, Dimensions of Consumer
Expertise, The Journal of Consumer Research, Vol. 13, No. 4. (Mar.,
1987), pp. 411-454.
Alkilani, Khaled., Ling, Kwek Choon., & Abzakh, Anas Ahmad., 2013, The Impact
of Experiential Marketing and Customer Satisfaction on Customer
Commitment in the World of Social Networks, Asian Social Science , Vol.
9, No. 1 , January 2013
Allred, Anthony T., & Addams, H. Lon., 2000, Service quality at banks and credit
unions: What do their customers say, Managing Service Quality Volume
10 . Number 1 . 2000 . pp. 52±60, # MCB University Press . ISSN
0960-4529
Anderson, Eugene W., & Sullivan, Mary W., 1993, The antecedents and
consequences of customer satisfaction for firms. Marketing Science, Vol.
12, No. 2 (Spring, 1993), pp. 125-143.
Andreassen, Tor Wallin. & Lindestad, Bodil., 1998, The Effect of Corporate Image in
the Formation of Customer Loyalty, Journal of Service Research, August
1998 1: 82-92
i
Andreassen, Tor Wallin., 1994, Satisfaction Loyalty and Reputation as Indicators of
Customer Orientation in The Public Sector, International Journal of
Public Sector Management, Vol. 7 No. 2 1994, pp. 16-34
Asubonteng, Patrick., McCleary, Karl J. and Swan, John E., 1996, SERVQUAL
revisited: a critical review: of service quality, The Journal Of Services
Marketing, Vol. 10 No. 6 1996, Pp. 62-81 © MCB University Press,
0887-6045
Barrett, J., Lye, A., & Venkateswarlu, P., 1999, Consumer Perceptions of Brand
Extensions: Generalising Aaker & Keller’s Model, Journal of Empirical
Generalisations in Marketing Science, Volume Four
Bendapudy, Nelli. And Berry, Leornard L., 1997, Customers’ Motivations For
Maintaining Relationships With Service Providers, Journal of Retailing,
Volume 73 (1), pp. 15-37, ISSN: 0022-4359, Copyright © 1997 by New
York University
Bloemer, Josée., & Ruyter, Ko de., 1997, On the relationship between store image,
store satisfaction and store loyalty. Eur. J. Mark., 32(5/6), 499-513.
Bloemer, Josée., Ruyter, Ko de., & Peeters, Pascal., 1998, Investigating Drivers of
Loyalty: the Complex Relationship Between Image, Service Quality and
Satisfaction, International journal of marketing, Vol.17, No.7.
Bontis, Nick., Booker, Lorne D., & Serenko, Alexander, 2007, The mediating effect
of organizational reputation on customer loyalty and service
recommendation in the banking industry, Management Decision,
45(9),1425-1445.
Bouchet, Dominique., 2003, What is ”Corporate Image” and “Corporate Identity” –
and why do people talk so much about it?, Article, Department of
Marketing, University of Southern Denmark, Campusvej 55, DK-5230
Odense M, Denmark, www.bouchet.dk
Brakus, J. Jo˘sko, Schmitt, Bernd H., and Zarantonello, Lia, Brand Experience: What
Is It? How Is It Measured? Does It Affect Loyalty?, Journal of Marketing,
Vol. 73 (May 2009), 52–68 © 2009, American Marketing Association
ISSN: 0022-2429 (print), 1547-7185 (electronic)
Budi W Soetjipto, 1997, Service Quality : Alternatif Pendekatan dan Berbagai
Persoalan di Indonesia, Manajemen Usahawan Indonesia vol. 26 no. 1
(Jan. 1997), page 18-24.
Burnham, Thoma A., Frels, Judy K., & Mahajan, Vijay., 2003, Consumer switching
cost: A Typology, antecedents, and consequences, Journal of the Academy
of Marketing Science, Vol. 31, No.2, pp. 109-126
ii
Buttle, Francis., 1996, SERVQUAL: review, critique, research agenda, European
Journal of Marketing, Vol. 30 No. 1, 1996, pp. 8-32. © MCB University
Press, 0309-0566
Caruana, Albert., 2002, Service loyalty: the effects of service quality and the
mediating role of customer satisfaction. Eur. J. Mark., 36(7/8), 28-811.
Chakravarty, Sugato., Feinberg, Richard., and Rhee, Eun-Youn., 2004, Relationships
and individuals bank switching behavior, Journal of Economic Psychology
25 (2004) 507–527
Chow, Simeon., and Holden, Reed., 1997, Toward An Understanding Of Loyalty The
moderating role of Trust, Journal of Managerial Issues, Vol. IX, No.3.
Clarke, Ken., 2001, What Price on Loyalty When a Brand Switch is Just a Click
Away?,. Qualitative Market Research: An International Journal, 4 (3),
160-168.
Cronin, J. Joseph, Jr. and Taylor Steven A., 1992, Measuring service quality: a
re-examination and extension. Journal of Marketing, Vol. 58, No. 1 (Jan.,
1994), pp. 125-131
_________, 1994, SERVPERF versus SERVQUAL: Reconciling Performance-Based
and Perceptions Minus Expectations Measurement of Service Quality,
Journal of Marketing, Vol. 58, No. 1 (Jan., 1994), pp. 125-131Published
Crosby, Lawrence A. and Stephens, Nancy., 1987, Effects of Relationship Marketing
on Satisfaction, Retention, and Prices in the Life Insurance Industry,
Source: Journal of Marketing Research, Vol. 24, No. 4 (Nov., 1987), pp.
404-411 Published by: American Marketing Association, Stable URL:
http://www.jstor.org/stable/3151388
David harianto dan dr. Hartono subagio, s.e., m.m., 2013, analisa pengaruh kualitas
layanan, brand image, dan atmosfer terhadap loyalitas konsumen dengan
kepuasan konsumen sebagai variabel intervening konsumen kedai deja- vu
surabaya, jurnal manajemen pemasaran vol. 1, no. 1, (2013) 1-8
Dick, Alan S., and Basu, Kunal., 1994, Customer loyalty: Toward an integrated
conceptual framework, Journal of the Academy of Marketing Science,
Spring 1994, Volume 22, Issue 2, pp 99-113
Dwi Aryani dan Febrina Rosinta, 2010, Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap
Kepuasan Pelanggan Dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan, Bisnis &
Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi Dan Organisasi, Volume 17, Nomor
2, Mei—Agus 2010, Hlm. 114-126, Issn 0854-3844,
Eliashberg, J. and Robertson, T. S., 1988, New Product Preannouncing Behavior: A
Market Signaling Study, Journal of Marketing Research, Vol. 25, No. 3
(Aug., 1988), pp. 282-292
iii
Faisal Rangga Buana dan Drs. H Mudiantono, Msc, 2011, Pengaruh Kepercayaan
Merek, Persepsi Switching Cost Dan Kepuasan Konsumen Terhadap
Loyalitas (Studi Kasus Pada Konsumen Pertamax Di Semarang), Jurnal
Fajrianthi dan Zatul Farrah, 2005, Strategi Perluasan Merek dan Loyalitas Konsumen,
INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005
Fandy Tjiptono, Ph.D., 2014, Pemasaran Jasa – Prinsip, Penerapan dan Penelitian,
CV. Andi Offset, Yogyakarta
Fornel, Claes. dan Wernerfelt, Birger., 1987, Defensif Marketing Strategy by
Customer Complaint management: A Thoritycal Analisys, Journal of
Marketing Research, Vol. 24, No. 4 (Nov., 1987), pp. 337-346
Fornell, Claes., 1992, A national customer satisfaction barometer: the Swedish
experience. Journal of Marketing Research, 56, 6-21.
Fransisca Andreani, 2007, Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran),
Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol.2, No.1, April, pp.1-8
Geykens, Inge., Steenkamp, Jan-Benedict E. M., and Kumar, Nirmalya., 1999, A
Meta – Analisys of Satisfaction in Marketing Channel Relationships,
Journal of Marketing Research, Vol. 36, No. 2 (May, 1999), pp. 223-238.
Goodman, Paul S., Fichman, Mark., Lerch, F. Javier and Snyder, Pamela R., 1995,
Customer Firm Relationships, Involment, and Customer Satisfactions,
Academy of Management Journal, Vol. 38, No.5.
Grönroos, C., 1984, "A Service Quality Model and its Marketing Implications",
European Journal of Marketing, Vol. 18 Iss: 4, pp.36 – 44
Grozeva, Vesela Dimitrova., 2010, Dynamic Competition With Customer Recognition
And Switching Costs: Theory And Application, Dissertation Directed By:
Professor Daniel R. Vincent, Department Of Economics
Guiltinan, Joseph P. 1989. "A Classification of Switching Costs With Implications for
Relationship Marketing." In 1989 AMA Winter Educators' Conference:
Marketing Theory and Practice. Eds. Terry L. Childers, Richard P.
Bagozzi, and J. Paul Peter. Chicago: American Marketing Association,
216-220
Handro Tumpal P., 2012, Pengaruh Citra Perusahaan Dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Konsumen, Management Analysis Journal 1 (1)
(2012), http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/maj
Hart, Allison E. & Rosenberger III, Philip J., 2004, The Effect of Corporate Image in
the Formation of Customer Loyalty: An Australian Replication.
Australiasian Marketing Journal. 12 (3), 2004.
iv
Hazlett, C,. 2003, Coming to a store near you: Experiential Marketing, Retail
Traffic; May 2003, Vol. 32 Issue 5, p50, http:// www.retailtraficmag.com
Hengky Latan, 2013, Model Persamaan Struktural: Teori dan Implementasi AMOS
21.0, Alfabeta, Bandung
Herman Soegoto, Pengaruh Nilai Dan Kepercayaan Terhadap Loyalitas Nasabah
Prioritas, Majalah Ilmiah Unikom Vol.7, No. 2
Hermawan Kertajaya, 2004, Marketing In Venus. Jakarta : Gramedia
_________, 2005, Empathy Has Significant Contribution In Service Studi Kasus pada
Spa Martha Tilaar. Jurnal Martha Tilaar Group. h. 27-28
_________, 2006, Hermawan Kertajaya On Marketing. PT Gramedia. Jakarta.
Holbrook, Morris B., and Hirschman, Elizabeth C., 1982, The experiential aspects of
consumption: Consumer fantasies, feeling and fun. Journal of Consumer
Research, 9(2), 132-140. http://dx.doi.org/10.1086/208906
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/11/20/1433369/Industri.Asuransi.Indon
esia.Berkembang
Hu, Hsin-Hui (Sunny), Kandampully, Jay., Juwaheer , Thanika Devi., 2009,
Relationships and impacts of service quality, perceived value, customer
satisfaction, and image: an empirical study, The Service Industries
Journal, Vol. 29, No. 2, February 2009, 111–125
Iman Mulyana Dwi Suwandi, 2007, Citra Perusahaan, Seri Manajemen Pemasaran,
http://oeconomicus.files.wordpress.com/2007/07/citra-perusahaan.pdf
Kandampully, J., & Duffy, R., 1999, Competitive Advantage through Anticipation,
Innovation and Relationships. Management Decision, 37 (1), 51-56.
Keller, Kevin Lane, Prof., 2001, Building Customer-Based Brand Equity: A Blueprint
for Creating Strong Brands, Journal of Marketing Science Institute, Report
Summary # 01-107
_________, 2006, Building Strong Brands: Three Models for Developing and
Implementing Brand Plans, Institute for Research in Marketing’s Carlson
on Branding, May 19-20, 2006
Kerin, Roger A.,Varadarajan, P. Rajan, and Peterson, Robert A., 1992. "First-Mover
Advantage: A Synthesis, Conceptual Framework, and Research
Propositions." Journal of Marketing 56 (October): 33-52
Klemperer, Paul. 1987. "Markets With Consumer Switching Costs." The Quarterly
Journal of Economics 102 (May): 375-394.
v
_________, 1995. "Competition When Consumers Have Switching Costs: An
Overview With Applications to Industrial Organization, Macroeconomics,
and International Trade" Review of Economic Studies 62:515-539.
Kotler, Philip and Keller, Kevin Lane., 2009, Manajemen Pemasaran, Edisi 13, Jilid
1, Erlangga, Jakarta.
Kotler, Philip, 2003, Marketing Insights From A to Z: 80 Konsep Yang Harus
Dipahami Oleh Setiap Manajer, Erlangga, Jakarta
Kotler, Philip, Hermawan Kertajaya, dan Iwan Setiawan, 2010, Marketing 3.0: Mulai
dari Produk ke Pelanggan ke Human Spirit, Erlangga, Jakarta.
Lee, Jonathan and Lee, Janghyuk, 1999, The Influence of Switching Costs on
Customer Retention: a Study of the Cell Phone Market in France, in E -
European Advances in Consumer Research Volume 4, eds. Bernard
Dubois, Tina M. Lowrey, and L. J. Shrum, Marc Vanhuele, Provo, UT :
Association for Consumer Research, Pages: 277-283.
Lia Wita Kumala, Zainul Arifin dan Sunarti Kumala, 2013, Pengaruh Experiential
Marketing Terhadap Kepuasan Pelanggan (Survei Pada Pelanggan KFC
Warga Jl. Jendral Basuki Rachmad Rw. 02 Kelurahan Kauman Kecamatan
Klojen Kota Malang), Jurnal, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya Malang
Likert, Rensis., 1932, A Technique for the Measurement of Attitudes, Archives of
Psychology No. 140: 1–55, Volume 22 (1932-1933)
Masri Singarimbun dan S. Effendi, 1989, Metode Penelitian Survei, Pustaka LP3ES,
Jakarta
Mittal, Vikas., Ross, William T. Jr., and Baldasare, Patrick M., 1998, The
Asymmetric Impact of Negative and Positive Attribute-Level Performance
on Overall Satisfaction and Repurchase Intentions, Journal of Marketing,
Vol. 62, No. 1 (Jan., 1998), pp. 33-47
Moh Rozikin, 2013, Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Melalui Kualitas Pelayanan,
Nilai Pelanggan Dan Kepuasan Pelanggan Pada PT. Adi Sarana Armada,
Tbk., Tesis, Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
Muthiah, Krishnaveni, Dr. and Suja, S., 2013, Experiential Marketing – A
Designer of Pleasurable and Memorable Experiences, Journal of Business
Management & Social Sciences Research (JBM&SSR) ISSN No:
2319-5614, Volume 2, No.3, March 2013
Newman, Karin., 2001, Interrogating SERVQUAL: a critical assessment of service
quality measurement in a high street retail bank. Int. J. Bank. Mark., 19(3),
126-139.
vi
Nurdini Prihastiti dan Yatri Indah Kusumastuti, 2012, Coprorate Image Analysis on
The Implementation of Community Relations Programs by PLN, Sodality:
Jurnal Sosiologi Pedesaan | April 2012, hlm. 106-124 , Vol. 06 No. 01,
ISSN : 1978-4333
Oliver, Richard L., 1980, A cognitive model of the antecedent and consequences of
satisfaction decisions. J. Mark., 17(10), 460-469.
Paramita Mega Susanti, 2012, Analisis Pengaruh Persepsi Kualitas Layanan, Nilai
Pelanggan Terhadap Kepuasan Pelanggan Di PT. PLN (Persero) Area
Pelayanan Jaringan Semarang (Studi Kasus Di PT. PLN (Persero) UPJ
Semarang Selatan), Jurnal, Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
Parasuraman, A, 1997, Reflections on Gaining Competitive Advantage Through
Customer Value, Journal of The Academy of Marketing Science, vol.25,
No.2, p.154-161
Parasuraman, A., Zeithaml, Valarie A., and Berry, Leonard L., 1985, A Conceptual
Model of Service Quality and Its Implications for Future Research,
Journal of Marketing, Vol. 49 (Fall 1985), p. 41-50.
_________, 1988, A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Consumer
Perceptions of Service Quality, Journal of Retailing, vol.64, p.12-40
Patterson, Paul G., & Smith, Tasman., 2003, A cross-cultural study of switching
barriers and propensity to stay with service providers, Original Research
Article, Journal of Retailing, Volume 79, Issue 2, 2003, Pages 107-120
Rhenald Kasali, Cracking Value: Bersih, Bersinar dan Kompetitif, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Rust, Roland T., & Zahorik, Anthoni J., 1993, Customer satisfaction, customer
retention, and market share, Journal of Retailing , Volume 69 Number 2
summer 1993,p. 193-215.
Saha, Parmita. And Zhao, Yanni.2005, Relationship between online service quality
and customer satisfaction: A Study in Internet Banking, Master’s Thesis,
Department of Business Administration and Social Schiences , Division of
Industrial Marketing and e-Commerce, 2005:083 SHU-ISSN: 1404-5508
Same, Siiri And Larimo, Jorma, 2012, Marketing Theory: Experience Marketing And
Experiential Marketing, 7th International Scientific Conference “Business
And Management 2012” May 10-11, 2012, Vilnius, Lithuania © Vilnius
Gediminas Technical University, 2012
Samuelson, William and Zeckhauser, Richard, 1988. "Status Quo Bias in Decision
Making?', Journal of Risk and Uncertainty 1:7-59, Kluwer Academic
Publisher
vii
Schmitt, Bernd, 1999, “Experiential Marketing”, Journal of Marketing Management,
15:1-3, 53-67.
_________, 1999, Experiential Marketing: How to Get Customers to Sense, Feel,
Think, Act, Relate to Your Company and Brands. New York: The Free
Press.
_________, 2010, Experience Marketing: Concepts, Frameworks and Consumer
Insights, Foundations and Trends ®_ in Marketing, Vol. 5, No. 2 (2010)
55–112_c 2011 B. Schmitt DOI: 10.1561/1700000027
Selnes, Fred., 1993, An Examination of the Effect of Product Performance on Brand
Reputation, Satisfaction and Loyalty, European Journal of Marketing 27
(9), 19-35
Shara Fajar Febiana, 2009, Studi Tentang Experiential Marketing Untuk
Meningkatkan Loyalitas Nasabah Tesis, Magister Manajemen Program
Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro
Sharma, Rachma and Sharma, Vishal, 2011, Experiential Marketing: A
Contemporary Marketing Mix, International Journal Of Management And
Strategy Issn: 2231-0703, Vol. No.Ii, Issue 3, July-Dec 2011 Issn:
2231-0703
Sivadass, Eugene, and Prewitt, Jamie L. Baker, 2000, An Examination of the
Relationship between Service Quality, Customer Satisfaction, and Store
Loyalty. International Journal of Retail & Distribution Management, 28
(2), 73-82.
Smilansky, Shaz, 2009, Experiential marketing : a practical guide to interactive
brand experiences, Kogan Page Limited, London and Philadelphia
Swasta Basu D., 1999, Loyalitas konsumen Sebuah Kajian Konseptual Sebagai
Paduan Bagi Peneliti, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 14 no.3,
pp. 73-88
Syafri Antoni, 2014, Peranan Switching Costs Memoderasi Hubungan Kualitas
Pelayanan dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah Deposito Bank BNI
Cabang Sungai Penuh, Jurnal Pemasaran, Syafri Antoni – Univ. Bung
Hatta, Padang-2014
Taufiq Abdurrahman dan Nanang Suryadi, SE., MM., 2009, Pengaruh Service
Quality, Customer Satisfaction Dan Switching Cost Terhadap Customer
Loyalty (Studi Pada Pelanggan Telepon Bergerak Di Kota Malang),
Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 7, Nomor 1, Februari 2009,
Terakreditasi SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/Kep/2008 Issn: 1693-5241
viii
Taylor, Steven A. and Baker, Thomas L., 1994, An assessment of the relationship
between service quality and customer satisfaction in the formation of
consumers purchase intentions. J. Retailing., 70(2), 163-178.
Tengku Firli Musfar dan Vivi Novia, 2012, Pengaruh Experiential Marketing
Terhadap Customer Loyalty Pada Pelanggan Restoran Koki Sunda Di
Pekanbaru, Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 4 Desember 2012
Verhoef, Peter C., Lemon, Katherine N., Parasuraman, A., Roggeveen, Anne, Tsiros,
Michael, Schlesinger, Leonard A., 2009, Customer Experience Creation:
Determinants, Dynamicsand Management Strategies, Journal of Retailing
85 (1, 2009) 31–41, 0022-4359/$ – see front matter © 2008 New York
University. Published by Elsevier Inc. All rights reserved.
doi:10.1016/j.jretai.2008.11.001
Wernerfelt, Birger. 1985. "Brand Loyalty and User Skills." Journal of Economic
Behavior and Organizations 6:381-385.
Widdis, P., 2001, Bringing brands to life: experiential marketing works by touching
customers hearts, Marketing Magazine
Wolves, D. B., 2005, Ageless Marketing Blog, http://agelessmarketing.typepad.com/
ageless_marketing/2005/01/exactly_what_is.html, January 12, 2005
Woodruff, Robert B., 1997, Customer value: The next source for competitive
advantage, Journal of the Academy of Marketing Science, Spring 1997,
Volume 25, Issue 2, pp 139-153
Yamamoto, Gonca Telli, Prof. Dr., 2000, Understanding Customer Value Concept:
Key To Success, Maltepe University, Faculty Of Economics And
Administrative Sciences
Yang, Zi-Ying and He, Ling-Yun, 2011, Goal, customer experience and purchase
intention in a retail context in China: An empirical study. African Journal
of Business Management, 5(16), 6738-6746.
Zahrina Razanah, Srikandi Kumadji dan Andriani Kusumawati, 2010, Penerapan
Experiential Marketing Strategy Dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan
Dan Loyalitas (Studi Pada Pelanggan Bakso Cak Kar Singosari – Malang),
Jurnal, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang
Zeithaml, Valarie A., 1988 Consumer Perceptions of Price, Quality, and Value: A
Means-End Model and Synthesis ofEvidence, Journal of Marketing, Vol.
52, No. 3 (Jul., 1988), pp. 2-22
Zeithaml, Valarie A., Parasuraman, A., and Berry, Leonard L., 1996, The
Behavioral Consequences of Service Quality, Journal of Marketing, Vol.
60, No. 2 (Apr., 1996), pp. 31-46
ix