Anda di halaman 1dari 24

Evaporasi

dan
Kristalisasi
Aida Nur Ramadhani, S.T., M.T.

Program Studi Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret 2019
Kristalisasi
• Konsep Dasar Kristalisasi
• Klasifikasi kristaliser
• Perhitungan Kristaliser
• Teori Kristalisasi
• Aplikasi Kristalisasi pada Industri
KONSEP DASAR
KRISTALISASI

Sub-CMPK5: Mahasiswa mampu menerapkan konsep dasar kristalisasi


• Ketepatan dalam memahami dan menganalisis konsep dasar kristalisasi
• Ketepatan dalam memahami dan menganalisis jenis-jenis kristal
• Ketepatan dalam memahami dan menganalisis konsep kelarutan
• Ketepatan dalam memahami klasifikasi kristaliser
 KRISTALISASI

Pembentukan produk berfase padat dari campuran liquid homogen.

crystallization >< dissolution (pelarutan)

Pemisahan campuran solid-liquid dimana terjadi transfer massa dari solute


dalam campuran liquid ke zat murni berfase kristal padat .

Contoh: pada proses produksi sukrosa dari gula bit


 KRISTALISASI

Dalam industri kristalisasi, beberapa hal yang perlu diketahui:

• 1. rendemen,
• 2. kemurnian,
• 3. bentuk dan ukuran ( tergantung data keseimbangan fase padat – cair),
• 4. keseragaman ukuran (ada distribusi ukuran produk kristaliser).

Distribusi ukuran dan bentuk merupakan sifat yang mempengaruhi kualitas


produk.
 PRINSIP DASAR KRISTALISASI

Adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu.

Baik dalam pelarut murni atau dalam pelarut campuran,

Suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut bersuhu tinggi
(panas) dibandingkan pelarut bersuhu rendah (dingin).
 PRINSIP DASAR KRISTALISASI

 Saat proses pelarutan berlangsung, konsentrasi zat terlarut (solute) meningkat.


 Dengan waktu tertentu pada kondisi tetap, zat terlarut pada akhirnya akan larut
hingga mencapai kelarutan maksimum.
 Laju disolusi sama dengan laju kristalisasi.
 Pada kondisi ini, larutan menjadi jenuh dengan zat terlarut, dan tidak mampu
melarutkan zat terlarut lebih lanjut atau dalam kondisi kesetimbangan.
 Larutan induk = mother liquor
Kelarutan sistem biner dari dua Komponen A dan B.

 Garis CED  konsentrasi dan suhu


yang sesuai dengan kondisi larutan
jenuh.
 Jika campuran sepanjang garis CE
didinginkan  kristal B murni
terbentuk, meninggalkan larutan
residu.
 Berlanjut sepanjang garis CE sampai
Titik E tercapai  titik eutektik.
 Pada titik eutektik, kedua komponen
mengkristal dan pemisahan lebih
lanjut tidak dimungkinkan.
Kelarutan sistem biner dari dua Komponen A dan B.

 Titik C  titik leleh murni B.


 Titik D  titik leleh murni A.
 Di bawah suhu eutektik, campuran
padat A dan B akan terbentuk.
Kelarutan sistem biner dari dua Komponen A dan B.

 Contoh campuran biner yang


menunjukkan jenis perilaku yang
diilustrasikan ini  benzena-naftalena
dan asam asetat-air.
 Tidak semua sistem biner mengikuti
perilaku ini.
 Ada bentuk lain dari perilaku tsb,
beberapa di antaranya menyerupai
perilaku keseimbangan uap-cair.
Kelarutan sistem biner dari dua Komponen A dan B.

 Pada gambar ini, tidak ada senyawa


baru yang terbentuk antara zat
terlarut dan pelarut.
 Beberapa zat terlarut dapat
membentuk senyawa baru dengan
pelarutnya.

 Senyawa tsb dengan proporsi yang


pasti antara zat terlarut dan pelarut 
solvates.
 Jika pelarutnya berupa air, senyawa
yang terbentuk  hidrat.
 Kelarutan keseimbangan berbagai garam
dalam air.
 Kelarutan meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu.

 tembaga sulfat  Kelarutan meningkat


secara signifikan dengan meningkatnya suhu.
 natrium klorida  Kelarutan meningkat
dengan meningkatnya suhu, tetapi efek suhu
terhadap kelarutan kecil.
 natrium sulfat  Kelarutan berkurang
dengan meningkatnya suhu.
kurva kelarutan sebagai fungsi temperatur
C. Pelarut jelek, sangat
larut pada semua
temperatur

A. pelarut sessuai, sangat larut


pada temperatur tinggi, sedikit
Gram kelarutan

larut pada temperatur kamar

B. pelarut jelek,
sedikit larut pada
semua temperatur

temperatur
sumber data solubility dapat dilihat di table 2-120, Perry (1999).
 Kelarutan meningkat dengan naiknya temperatur.
 Ada kurva-kurva kecil yang mengindikasikan pembentukan senyawa
hidrat.
 s/d T = 48,2°C, fase stabil adalah Na2S2O3.5H2O, terbentuk kristal ini.
Dari T 48,2°C s/d T = 65°C , terbentuk kristal Na2S2O3. 2H2O.
Secara umum, kelarutan terutama merupakan fungsi dari suhu, umumnya
meningkat dengan meningkatnya suhu.

Tekanan memiliki efek yang dapat diabaikan pada kelarutan.


Bisa diperkirakan bahwa:

Jika ada zat terlarut (solute) larut dalam pelarut pada suhu tetap sampai larutan

tersebut mencapai kejenuhan (saturated), kelebihan / excess zat terlarut


dihilangkan, dan larutan jenuh tersebut kemudian didinginkan, maka zat terlarut

akan segera mulai mengkristal dari larutan.


Larutan bisa mengandung jauh lebih banyak jumlah zat terlarut (solute)
dibandingkan saat kondisinya jenuh.

Larutan lewat jenuh

Super saturated solution

thermodynamically metastable, tetap, dan tidak berubah


 TEORI KRISTALISASI

 Kristal terbentuk dari larutan lewat jenuh (supersaturated) melalui 2 langkah,


yaitu :
1. nukleasi, pembentukan inti kristal.
2. pertumbuhan kristal.
 Jika semula larutan tidak berisi padatan, pembentukan inti terjadi sebelum
kristal tumbuh.
 Inti-inti baru secara kontinyu terbentuk, sementara inti-inti yang sudah ada
tumbuh menjadi kristal.
 Driving force kedua langkah di atas adalah supersaturasi, artinya kedua langkah
tersebut tidak dapat terjadi pada larutan jenuh atau undersaturated.
 TEORI NUKLEASI

Mekanisme nukleasi pada sistem padat-cair dibagi dalam 2 kategori, yaitu:


 primary nucleation
• Nukleasi akibat penggabungan molekul-molekul solute membentuk
clusters  tumbuh menjadi kristal.
• Dalam larutan supersaturasi, terjadi penambahan solut sehingga mendifusi
ke clusters dan tumbuh menjadi lebih stabil.
• Ukuran kristal besar  solubility kecil,
• Ukuran Kristal kecil  solubility besar.
• Jika ada kristal yang berukuran lebih besar, maka kristal akan tumbuh,
sedangkan Kristal kecil akan terlarut lagi.
• Teori MIERS.
 Ditinjau: pendinginan larutan;
mempunyai kondisi di titik a.
 Selama pendinginan sampai melewati
kurva solubility belum terbentuk
kristal.
 Pendinginan diteruskan sampai titik
b, dan kristal mulai terbentuk, dan
konsentrasi larutan menjadi di titik c
(sebagai larutan induk / mother
liquor).
 Kurva solubility merupakan batas dimana
pembentukan inti dimulai secara spontan,
dan kristalisasi mulai terbentuk.
 Ada kecenderungan: pada kurva
supersolubilty sebagai sebuah daerah
dimana kecepatan nukleasi meningkat
tajam.
 TEORI NUKLEASI

Secondary nucleation (contact nucleation)

 Nukleasi terjadi jika kristal bertabrakan dengan bahan lain, pengaduk,


dinding/pipa tangki.
 Nukleasi dapat dipercepat dengan adanya bibit kristal, energi aktivasinya lebih
kecil dari pada primary nucleation.
 Seeding : menambah bibit kristal (berukuran kecil) pada awal sintesa

Anda mungkin juga menyukai