Anda di halaman 1dari 9

PARALISIS PITA SUARA

PATOFISIOLOGI
Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan cabangnya yaitu nervus laringeus
superior dan nervus laringeus inferior atau rekurens yang mempersarafi pita suara. Jika terjadi
penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan terjadi paralisis pita suara, di mana
pita suara tidak dapat beradduksi. Secara normal, ketika berfonasi, kedua pita suara beradduksi,
tetapi karena terjadi paralisis salah satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh
pita suara tidak maksimal.

Gambar (6)
Dikutip dari kepustakaan 2,4,13.

Secara umum terdapat lima posisi dari korda vokalis sesuai derajat ostium laringeus :
median, paramedian, intermedia, sedikit abduksi dan adduksi penuh. Jika paralisis terjadi
bilateral, posisi posisi ini ditandai dengan mengamati ukurran celah glotis. Jika paralisis terjadi
unilateral maka pengamatan pertama –tama harus memperkirakan posisi garis tengah sebenarnya
kemudian menghubungkan dengan posisi korda vokalis.
Tiap lesi sepanjang perjalanan nervus laringeus rekurens dapat menimbulkan paralisis
laring. Lesi intrakranial biasanya disertai gejala-gejala lain dan lebih bermanifestasi sebagai
gangguan neurologis dan bukan gangguan suara atau artikulasi. Lesi batang otak terutama
menimbulkan gangguan suara, namun dapat pula disertai tanda-tanda neurologis lain.

VII. 1. Posisi pita suara yang lumpuh

Posisi pita suara merupakan faktor tunggal yang paling penting, dan gejala klinik kelumpuhan
bervariasi tergantung pada posisi pita suara. Pada pemeriksaan klinik terdapat lima macam
posisi pita suara, yaitu :

1. median
2. paramedian
3. intermedian
4. abduksi sedikit
5. abduksi penuh

Gambar (7)
Dikutip dari kepustakaan 1

Kelumpuhan pada posisi median, posisi ini biasanya sebagai tanda paralisis nervus rekurens
laringeus yang terbatas. kelumpuhan pita suara yang tepat digaris tengah sangat jarang, dan
posisi dengan bagian posterior pita suara kira-kira 1,5 mm lateral dari garis tengah, lebih
sering ditemukan.

Kelumpuhan unilateral diposisi median, ditemukan pada paralisis nervus rekurens yang
telah berlangsung lama. Pada pemeriksaan, pita suara yang lumpuh tampak agak atrofi dan
letaknya sedikit lebih rendah daripada pita suara yng normal, tetapi pada fonasi tampaknya
hampir normal. Aritenoid pada sisi yang lumpuh condong kedepan. Gejalanya biasanya
tidak jelas, dan suara normal pada pembicaraan. Tetapi, suara yang memerlukan perubahan
tinggi nada yang luas, seperti pada waktu bernyanyi, akan terganggu. Pada latihan jasmani
yang berat, akan terdapat sesak nafas dan stridor

Kelumpuhan unilateral pada posisi paramedian, merupakan akibat yang biasa terjadi pada
kelumpuhan nervus rekurens yang baru. Derajat disfungsi sangat dipengaruhi oleh derajat
kompensasi yang dicapai. Pada pemeriksaan laring tampak kelumpuhan pita suara pada
posisi paramedian. Pita suara bagian membran biasanya agak melengkung dan letaknya
lebih rendah daripada pita suara yang normal. Pita suara yang lumpuh tampak
menggelembung ke atas pada fonasi dan bentuk glotis tetap agak lonjong. Aritenoid tampak
melewati garis tengah dan bergerak dibelakang atau didepan aritenoid yang lumpuh, bila
paralisis telah beberapa hari. Gejala pada kasus yang tidak mengalami kompensasi pada
paralisis paramedian antara lain suara mendesah, parau, waktu fonasi memendek, volume
suara dan tingkat nada berkurang, serta diplofonia. Bila terjadi kompensasi, maka gejalanya
berkurang, dan beberapa kasus, suara akan menjadi normal kembali. Biasanya terdapat
sedikit disfonia, dan pada beberapa kasus tinggi nada meninggi abnormal (falsetto), oleh
karena usaha kompensasi untuk glotis yang lonjong itu. Biasanya pada orang tua tidak
terjadi kompensasi pada posisi pita suara ini.

Kelumpuhan bilateral pada posisi paramedian merupakan akibat yang biasa ditemukan
pada paralisis nervus rekurens bilateral yang baru saja terjadi. Gejalanya sangat bervariasi
pada tiap individu dan berupa dispnea dan stridor. Disfonia berbanding terbalik dengan
dispnea dan stridor. Disfonia ditandai oleh suara mendesah yang lemah, agak parau, disertai
gangguan volume suara dan perubahan nada. Sebaiknya, dispnea tidak jelas pada waktu
istirahat, tetapi bekerja fisik biasanya menyebabkan sedikit stridor inspirasi dan sukar
bernafas. Dengan memeriksa laring keadaan ini dapat terungkap. Biasanyalebar glotis
dikomisura posterior 3-4 mm. Pita suara biasanya agak melengkung lagi, serta pada
ekspirasi dibagian superior menggelembung.

Kelumpuhan bilateral pada posisi median, dapat terjadi segera setelah cedera pada keadaan
nervus rekurens laringeus, atau dapat tertunda sampai 20 tahun. Gejala yang jelas ialah
dispnea dan adanya stridor inspirasi. Pasien cenderung untuk mengurangi kegiatannya dan
tetap diam untuk memperoleh oksigen yang cukup untuk kebutuhannya. Suatu infeksi
saluran nafas atas dapat menyebabkan sumbatan laring total, seperti juga pada suatu
rangsangan yang menyebabkan inspirasi dalam dengan tiba-tiba. Sumbatan tiba-tiba pada
inspirasi disebabkan oleh adduksi pita suara, karena efek aerodinamik hembusan udara yang
menerpa permukaan superior pita suara dan mendorongnya ke medial. Oleh karena bahaya
ini, maka pasien biasanya bernafas dangkal dan perlahan, serta menghindari kerja fisik atau
rangsangan. Suara tetap bagus, dan kebanyakan pasien menyangkal bahwa ada perubahan
suara. Akan tetapi, fungsi suara yang halus, seperti bernyanyi, terganggu. Bila diperiksa
ketika fonasi, laring tampaknya normal, tetapi pita suara tidak dapat berabduksi dari posisi
digaris tengah pada waktu inspirasi, sehingga saluran nafas hanya berupa celah tipis
berbentuk lonjong. Pada beberapa kasus saluran nafas secara subjektif adekuat, oleh karena
perbedaan tinggi pita suara.

Paralisis pita suara pada posisi intermedian, biasanya disebabkan oleh paralisis nervus
rekurens dan nervus laringeus superior pada satu sisi, yang disebut paralisis gabungan.
Mungkin disebabkan oleh paralisis bulbar atau vagus atas, tetapi yang paling sering
menyebabkan kerusakan saraf ganda ini adalah cedera ketika melakukan tiroidektomi.
Paralisis yang hanya mengenai nervus rekurens dapat menyebabkan posisi ini. Hal ini
sangat mungkin pada kerusakan nervus rekurens di thorax. Paralisis nervus rekurens akut
yang disebabkan oleh apapun dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara yang awalnya
pada posisi intermedian. Posisi intermedian ini biasanya untuk sementara, dan pita suara
akan berpindah kearah garis tengah setelah beberapa hari, atau pada beberapa kasus, setelah
beberapa bulan atau tahun. Gejalanya berupa ketidakmampuan glotis, suara lemah,
mendesah, parau, waktu fonasi pendek, dan nafas pendek karena udara nafas banyak pada
waktu berbicara. Pada mulanya kebanyakan pasien mengalami disfagi dan aspirasi pada
waktu menelan, tetapi pada kebanyakan kasus terjadi kompensasi. Beberapa pasien,
teruatama orang tua, gejalanya menetap karena kompensasi tidak adekuat. Pada
pemeriksaan laring tampak letak pita suara yang lumpuh kira-kira 3,5 sampai 4 mm dari
garis tengah. Pita suara melengkung kelateral dan masih terdapat celah glotik seluas 1
sampai 2 mm pada fonasi. Pada beberapa kasus paralisis gabungan, aritenoid prolaps ke
aterior tidak sejelas yang terjadi pada posisi median dan paramedian. Kompensasi terjadi
dalam dua bentuk:

- Pita suara yang normal melampaui garis tengah untuk mendekati pita suara yang
lain.
- Pita suara palsu mengambila alih fungsi fonasi dan fungsi sfingter, dan terjadilah
disfonia plika ventrikularis.
Jarang terjadi kelumpuhan bilateral diposisi intermedian yang menetap, karena hal ini
biasanya disebabkan oleh lesi bulbar bilateral dan lesi vagus atas, yang tidak memungkinkan
untuk terus hidup.

Paralisis pita suara dalam abduksi jarang sekali ditemukan. Hal ini dapat terjadi oleh
karena lesi korteks difus yang disebabkan oleh truma, tetapi tidak terjadi kelumpuhan
flaksid, hanya kelumpuhan spastik. Kelumpuhan itu cenderung bilateral dan gejalanya sama
dengan kelumpuhan pada posisi intermedian, tetapi lebih jelas.

Kelumpuhan yang menyebabkan hilangnya ketegangan pita suara (abduksi penuh) dan celah
glotik miring serta aritenoid agak prolaps dan sedikit berputar ke medial, disebabkan oleh
paralisis cabang eksternal nervus laringeus superior. Pada keadaan ini terdapat kesukaran
mempertahankan, menaikkan dan mengatur tinggi nada. Kelumpuhan ini umumnya unilateral
dan tidak jarang terjadi.

VII. 2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Paralisis Pita Suara Unilateral


Pasien dengan paralisis pita suara unilateral biasanya bermanifestasi klinis dengan adanya
disfonia low-pitched, suara terasa berat dan lemah, yang terjadi secara tiba-tiba. Dalam
beberapa kasus, disfonia dapat high-pitched karena adanya kompensasi falsetto. Seringkali,
paralisis ini berhubungan dengan disfagia, khususnya dengan cairan, karena adanya
ketidakmampuan glotis dapat menyebabkan aspirasi. Hal ini terjadi jika paralisis pada
n.laringeal superior dan kedua n.laringeal rekuren. Kadang-kadang, perubahan suara akan
disertai dengan batuk saat proses menelan, terutama ketika meminum cairan. Manifestasi
lanjut menyebabkan anestesia pada faring, sehingga pasien mengalami disfagia dan
meningkatnya resiko terhadap aspirasi. Pasien dengan paralisis pita suara unilateral
seringkali memiliki gejala napas pendek atau perasaan kekurangan udara. Pengaruh
fisiologikal negatif pada fungsi pulmoner sangat jarang terjadi pada pasien dengan paralisis
pita suara. Bagaimanapun, karena ketidakmampuan glotis, pasien akan mengalami
kekurangan udara yang signifikan dan akan mengalami sensasi napas menjadi pendek dan
keluarnya udara selama berbicara. Sebagai tambahan, penutupan glotis diperlukan oleh
individu untuk menciptakan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP). Dengan demikian,
beberapa pasien postoperatif dengan segera akan mengalami penurunan fungsi pulmoner
karena hilangnya PEEP alami yang terjadi saat penutupan glotis.3

Paralisis Laringeal Rekurens Unilateral


Paralisis ini terjadi akibat terganggunya nervus vagus ataupun karena adanya kerusakan
pada nervus laringeal rekurens. Paralisis pita suara terjadi pada posisi paramedian. Paralisis
pita suara kiri lebih sering terjadi daripada paralisis pita suara kanan. Kebanyakan paralisis
pita suara dikarenakan efek samping dari pembedahan.7

Paralisis Komplit Nervus Vagal Unilateral


Paralisis komplit vagal unilateral ini terjadi karena proses pembedahan misalnya pada
pembedahan bagian bawah tengkorak. Penyebab lainnya karena gangguan neurologik
seperti multiple sclerosis, siringomelia, dan encefalitis. Infark brainstem, inflamasi maupun
proses malignansi juga menjadi kausa lainnya dalam paralisis komplit vagal unilateral ini.7

Paralisis Pita Suara Bilateral


Pada paralisis pita suara bilateral keluhan khas yang sering timbul adalah hilangnya suara
secara tiba-tiba biasanya setelah operasi tiroidektomi total atau paratiroidektomi. Suara
menjadi lemah untuk beberapa bulan pada awalnya. Lalu suara menjadi seperti ”Mickey
Mouse” untuk beberapa minggu. Kemudian suara pun membaik hingga hampir normal atau
suara mungkin menjadi sedikit tidak dapat diprediksi dengan adanya suara yang tidak
biasanya pada waktu yang tidak terduga. Lalu pernapasan menjadi berat dengan adanya
latihan. Terdapat episode dimana pasien tidak dapat bernapas, sering akibat spasme laring,
suara dengan nada tinggi terdengar ketika sedang berusaha untuk bernapas. Seringkali
terdapat suara yang sangat berisik pada malam hari.3,6,7

Paralisis Nervus Laringeal Rekuren Bilateral


Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan tiroid, terutama total
tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang adalah karena pertumbuhan tumor tiroid yang
malignan.7

Paralisis Komplit Nervus Vagal Bilateral


Paralisis ini biasanya melibatkan nervus kranialis, yakni nervus glosofaringeus dan nervus
hipoglosus. Pada paralisis ini terjadi imobilasasi dari pita suara yang berlokasi pada posisi
intermediate dengan pelebaran celah glotis.7

TALAKSANA
Ada beberapa terapi untuk paralisis pita suara, antara lain:
1. Medikasi
Terapi dengan medikasi biasanya dipakai saat ada kelainan penyerta seperti refluks
gastroesofagus (antacid, proton pump inhibitor), sinonasal alergi (antihistamin).
2. Voice therapy
Terapi dapat dilakukan sendiri atau dengan dikombinasikan dengan terapi pembedahan.
Pemilihan voice therapy ini sebagai terapi sendiri karena dalam beberapa kasus suara dapat
kembali normal tanpa terapi pada tahun pertama terjadinya kerusakan sehingga tidak
memerlukan pembedahan, jika pasien tidak bisa atau menolak pembedahan.
Untuk terapi yang dilakukan dengan pembedahan biasa dilakukan pada saat pre-operatif 1-2
sesi dan post-operatif 2-3 sesi, pada terapi pre-operatif dapat menurukan muscle tension
dysphonia (MTD) sekunder dan untuk terapi post-operatif nya dapat meningkatkan kekuatan,
koordinasi, dan daya tahan otot.
3. Pembedahan.
Pada paralisis bilateral pita suara biasanya pasien membutuhkan penanganan yang segera
akibat hilangnya fungsi abduksiyang menyebabkan obstruksi jalan nafas. Trakheostomi
sebaiknya dilakukan pada pasien ini. Karena merupakan penatalaksanaan yang efektif dan
langsung melewati tempat obstruksi. Trakheostomi jangka panjang biasanya kurang menarik,
sehingga trakheostomi dilakukan pada akut bilateral paralisis.3
Pembedahan untuk terapi paralisis pita suara juga dapat dikategorikan sebagai :
a. Temporary
Dengan endoskopik injeksi dari material yang dapat diresorpsi pada pita suara yang
rusak, di samping otot thyroaritenoid di rongga paraglotis. Dan hasilnya adalah
medialisasi dari pita suara yang paralisis, sehingga dapat meningkatkan kualitas suara dan
meningkatkan fungsi menelan. Ada banyak materi injeksi yang dapat digunakan, antara
lain :
1. Radiesse voice gel
2. Asam Hialuronik
3. Cymetra
4. Gelfoam
5. Zyplast/Zyderm
b. Permanen
Dapat dibagi menjadi injeksi permanen dan laryngeal framework surgery. Pada
teknik injeksi permanen, teknik-tekniknya sama dengan yang injeksi temporary, hanya
materialnya yang berbeda, untuk injeksi permanen ini digunakan material yang lebih
permanen, seperti lemak, fascia, CaHA, Teflon.
Walaupun peningkatan popularitas dan ketersediaan material untuk injeksi permanen,
laryngeal framework surgery masih menjadi kriteria standar untuk terapi jangka panjang
pada paralisis pita suara.
Untuk terapi pembedahannya, medialisasi thyroplasty/laringoplasty adalah
medialisasi pita suara yang paralisis dari approach eksternal dan dikerjakan melalui
kartilago tiroid. Dibuat jendela insisi kecil dan pisahkan kartilago tiroidnya dan implan
dipasang melalui jendela insisi kearah medial sehingga dapat memedialisasi pita suara
yang paralisis. Implan yang biasa dipakai adalah silastic block, Gore-Tex. Untuk Gore-
Tex penggunaannya sangat meningkat pada tahun-tahun belakangan ini karena
kemampuannya untuk dapat disesuaikan dengan mudah pada saat prosedur pembedahan
dan Gore-Tex aman dan dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh.
Ada teknik terbaru untuk terapi pembedahan dengan laryngeal framework surgery
dan mencakup manipulasi dari kartilago arytenoids, disebut “arytenoid adduction”,
dengan melakukan jahitan melalui otot untuk mecapai kartilago arytenoids dan
menjahitnya kearah anterior laring (arytenoid adduction). Terapi pembedahan dengan
kartilago arytenoid dapat mengembalikan panjang dan ketegangan dari pita suara yang
paralisis dan untuk memedialkan glottis posterior.
Sekarang digunakan kombinasi dari kedua teknik pembedahan ini, dengan
”arytenoid adduction” dan medialisasi laringoplasty disebut dapat memaksimalkan
rehabilitasi vokal. Dan ini terbukti karena fungsi dari medialisasi laringoplasty adalah
mengembalikan posisi dan menebalkan pita suara yang paralisis dan arytenoid adduction
untuk mengembalikan ketegangan dan panjang dari pita suara yang paralisis.3

Anda mungkin juga menyukai