Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

STUDI KAJIAN KALAM

Disusun oleh :

Cut Rini Nabila Putri (170701139)

Dara Farah Dalila ( 170701013 )

Elvira Juharnis (170701110)

Ina Rizkina (170701150)

Dosen pembimbing :

Drs. Suhaimi, M.Ag.

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

2019
DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................1
A. Pengertian Ilmu Kalam....................................................................................................................1
B. Asal usul sebutan Ilmu Kalam.........................................................................................................2
Sebab-sebab dinamakan Ilmu Kalam.......................................................................................................3
Sebab-Sebab Lahirnya Ilmu Kalam.........................................................................................................3
a. Perbedaan tentang penakwilan sebagian nash-nash agama..........................................................3
b. Pertentangan politik.....................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam...................................................................................................5
A. Pengembangan Ilmu Kalam.............................................................................................................5
1. Pengembangan teoritis-epistemologis..............................................................................................6
2. Aliran-Aliran Ilmu Kalam...............................................................................................................6
BAB III.......................................................................................................................................................8
PENUTUP...................................................................................................................................................8
KESIMPULAN.......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................9
BAB I

PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Kalam

Ilmu Kalam pada dasarnya ialah ilmu yang membahas segala yang berkaitan dengan keyakinan
tentang Tuhan. Berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ulama, antara lain:

 Al Kalam ialah ilmu yang membahas tentang zat Allah Ta’ala, sifat-sifatnya dan hal-hal yang
mungkin dari al mabda’ dan al ma’ad menurut undang- undang keislaman.1

 Ilmu Kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang penetapan aqidah- aqidah keagamaan
(Agama Islam) dengan dalil-dalil yang yakin.2

 Ilmu Kalam ialah suatu ilmu yang membicarakan tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat
yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya dan tentang tentang
sifat-sifat yang wajib dilenyapkan daripada-Nya, juga membicarakan tentang Rasul-rasul
Allah, meyakinkan kerasulan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka, apa
yang boleh dihubungkan (nisbah) kepada diri mereka3 dan apa yang terlarang
menghubungkan nya kepada diri mereka.

 Ilmu Kalam ialah ilmu yang mengandung argumentasi-argumentasi tentang aqidah iman
dengan menggunakan dalil-dalil aqli dan menolak pembawa bid’ah, penyeleweng aqidah dari
mazhab salaf dan ahlu sunnah. Inti dari pada aqidah ini ialah Tauhid4 .

Walaupun masih ada batasan pengertian lainnya, akan tetapi pada dasarnya adalah sama,
yaitu berkisar pada persoalan keyakinan tentang Tuhan dan keesaan-Nya, baik dalam zat, sifat
dan perbuatan-Nya, tentang Rasul-Rasul, sifat-sifat-Nya, baik yang wajib, mustahil jaiz bagi-
Nya, serta kebenaran keutusannya demikian juga tentang kebenaran berita yang dibawanya
sekitar alam ghaib, seperti akhirat dan isinya.

Ilmu Kalam berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-
dalil fikiran dari kepercayaan-kepercayaan yang diyakininya. Ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam,
karena;

1 Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, Al Ta’rifat Liddari At tunisyiyah, 1971, hlm: 98
2 Ibid, hlm:102
3 Muhammad Abduh, Risalah at-Tauhid, Terjemahan H.Pirdaus. (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), hlm:25
4 Ibnu Khaldun, Mukhadimah juz 3, (Libanon Al-Arabi, 1967), hlm:169

1
1. Persoalan yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan Hijriyah, yakni firman Tuhan
(kalam Allah) dan non-azali-Nya al-Qur’an (khalq al-Qur’an). Karena itu keseluruhan
isinya dinamai dengan salah satu bagiannya yang terpenting.

2. Dasar dari ilmu ini adalah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini tampak jelas
dalam pembicaraan-pembicaraan para ahlinya. Mereka jarang-jarang kembali kepada
dalil naql (Qur’an dan Hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan
lebih dahulu.

3. Cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat,


maka pembuktian dalam soal-soal agama ini dinamai Ilmu Kalam untuk membedakan
dengan logika dan filsafat.

B. Asal usul sebutan Ilmu Kalam

Arti Kalam dalam Bahasa Arab ialah perkataan, firman, ucapan dan pembicaraan. Dalam
ilmu nahu atau ilmu bahasa al Kalam ialah kata-kata yang tersusun (kalimat) yang mengandung
pengertian. Dalam kalangan ahli tafsir dan ahli agama umumnya, Kalam diartikan Firman Allah,
Kalamullah yaitu wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan dikumpulkan
menjadi Al-Qur’an. Kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Allah yaitu sifat
berbicara (berfirman).

Dalam Al-Qur’an perkataan kalamullah ini banyak ditemui antara lain: … dan Allah telah
berkata kepada Musa dengan langsung. (Q.S.4:164). “Rasul-Rasul itu kami lebihkan sebagian
(dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung
dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat…” (Q.S.2:253). “Apakah
kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka
mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang
mereka mengetahuinya” (Q.S.2:75)

Perkataan al Kalam yang menunjukkan suatu cabang ilmu agama yang berdiri sendiri
seperti yang dikenal sekarang ini, untuk ini pertama kali dipakai pada masa Abbasiyah,
khususnya pada masa khalifah Al Makmun (198-218 H=813-833H), yang dipelofori oleh tokoh-
tokoh Mu’tazilah setelah mereka mempelajari buku-buku filsafat yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab pada masa itu, dimasa mereka memadukan methode filsafat dengan Ilmu Kalam
sehingga menjadi ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan dengan “Ilmu Kalam”. Sejak itu
dipakailah istilah Al Kalam untuk ilmu yang berdiri sendiri.

Sebelum itu, pembicaraan mengenai beberapa thema yang berkaitan dengan masalah
aqidah Islam disebut dengan istilah “Al Fiqhu Fiddin” sebagai imbangan dari “Al Fiqhu Fil Ilmi”
yang berisi pembicaraan tentang Fiqh (ilmu hukum), mereka (para ahli kalam) berkata;

2
”Pembicaraan tentang dasar-dasar Agama lebih utama dari pada pembicaraan tentang Fiqh.
Karena itu Abu Hanifah menamakan kitabnya tentang aqidah Al Fiqhu al Akbar)5.

Sebab-sebab dinamakan Ilmu Kalam

 Persoalan yang paling terkenan dan banyak menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan
ulama dalam abad pertama ialah apakah “Kalam Allah” (Wahyu) yang dibacakan itu (Al-
Qur’an) baru atau Qodim? Tapi kalau yang dimaksud dengan “Kalam” kata-kata manusia
maka ia disebut Ilmu Kalam karena para ahli kalam berdiskusi (berdebat) dengan
menggunakan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Ahli debat yang pintar dalam kata-kata ini disebut Mutakallimin.

 Ilmu ini banyak menggunakan dalil-dalil akal (ratio), dimana bekasnya nampak jelas dari
perkataan setiap para ahli yang turut berbicara tentang ilmu itu, dan sedikit sekali
menggunakan dalil naqal (Al-Qur’an dan Sunnah Rasul), kecuali setelah ada ketetapan
pokok pertama ilmu itu.

 Dalam membicarakan dalil tentang pokok-pokok (usul) agama lebih menyerupai logika
(mantiq) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh ahli pikir dalam menjelaskan seluk-beluk
hujjah tentang pemikirannya. Kemudian istilah mantiq diganti dengan “Kalam”. Untuk
membedakan antara kedua ilmu itu, maka pembuktian-pembuktian seperti itu dinamakan
Ilmu Kalam.

Sebab-Sebab Lahirnya Ilmu Kalam


Kita tidak akan dapat memahami persoalan-persoalan Ilmu Kalam dengan sebaik-baiknya
tanpa mengetahui lebih dahulu sebab-sebab yang mempengaruhi lahirnya dan kejadian-kejadian
yang menyertai pertumbuhannya. Sebab-sebab itu sebenarnya banyak sekali, akan tetapi pada
garis besarnya dapt dogolongkan kepada dua bagian, yaitu sebab-sebab yang datang dari dalam
yakni dari Islam dan kaum Muslimin itu sendiri. Dan sebab- sebab yang datang dari luar, yaitu
karena adanya kontak dengan kebudayaan- kebudayaan lain seperti agama-agama yang bukan
Islam.6

Sebab-sebab dari dalam, yaitu :

5 Ibid, hlm: 3
6 A. Hanafi, PengantarTeologi Islam, (Jakarta : Bulan Bintang 1962), hlm : 13.

3
a. Perbedaan tentang penakwilan sebagian nash-nash agama.7

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran agama Islam, disamping berisi ajaran kepada Tauhid,
juga mendorong manusia menggunakan akal dan pikirannya untuk mengenang diri
sendiri dan dunia sekelilingnya. Disamping itu juga Al-Qur’an berisikan tentang ayat-
ayat yang sifatnya dapat dipahami secara tekstual dan ada yang memahaminya harus
dengan pemahaman kontekstual. Dengan demikian sering terjadi penakwilan yang
berbeda diantara Mutakallimin dalam memahami konsep keagamaan. Sepanjang
perbedaan tersbut tidak bertentangan dengan nash disinilah para Mutakallimin
menggunakan Ijtihad akal.

b. Pertentangan politik8.

Pertentangan politik diantara kaum Muslimin mempunyai pengaruh terhadap lahirnya


Ilmu Kalam, terutama dalam soal Imamah atau khalifah (kepala Negara) setelah Nabi
wafat. Hal ini terjadi karena Rasul tidak mengangkat seorang pengganti secara langsung,
dan tidak pula menetapkan cara tertentu mengenai pengangkatan seseorang yang akan
dijadikan pemimpin atau khalifah sesudah beliau.

Setelah Rasul wafat, masing-masing menginginkan agar penggantian Rasul diangkat dari
pihak Muhajjirin dan Anshor. Dalam situasi yang demikian Umar langsung membaiat
Abu Bakar ra. dan diikuti oleh sahabat-sahabat lainnya. Pasca kepemimpinan Abu Bakar
digantikan oleh Umar dengan sistem musyawarah demikian juga halnya dengan khalifah
Usman. Persoalan mulai timbul pada masa kepemimpinan Usman. Yang mana
pemerintahannya mulai tidak sesuai dengan apa yang dijalankan oleh khalifah
sebelumnya. Berikutnya pada masa kepemimpinan Ali pertikaian politik mulai bercampur
kepada permasalahan Teologi. Sampai pada akhirnya muncullah berabgai aliran dalam
Teologi Islam.

Sebab-sebab dari luar, yaitu :

 Setelah Islam melus banyak orang-orang dari agama-agama lain masuk Islam seperti Yahudi,
Masehi dengan membawa agama dan peradaban yang mereka miliki sebelumnya, seperti
peradaban Yunani yang dibawa oleh orang-orang Suryani, peradaban yang dibawa oleh orang-
orang Masehi yang telah memfilsafatkan agamanya dan mempunyai filsafat sebagai alat untuk
memperkuat kepercayaan mereka.

7 Abu al-Wafa Al-Ghanimi, Ilmu al Kalam waba’du Muskilatihi, (Mesir 1966), hlm : 7
8 Asby ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Tauhid, (Jakarta: Bulan Bintang 1976), hlm: 143.

4
 Kaum Muslimin terutama golongan Muktazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran
Islam dan membela aqidah Islam dari orang-orang yang memusuhinya, mereka menyadari
untuk dapat menghadapi lawan-lawanya harus terlebih dahulu mengetahui pendapat-pendapat
lawan beserta dalil- dalilnya yang lebih cenderung mengaktualkan pemikiran akal.

 Adanya pengaruh filasafat dan logika dikalangan kaum Muslimin dalammenyerang


kepercayaan-kepercayaan Atheis. Hal ini disebabkan orang-orang Atheis, Yahudi, Masehi dan
Majusi yang menggunakan filsafat dan logika sebagai alatnya. Keadaan ini mengharuskan
sebagian Ulama Islam mempelajari dengan keras filsafat dan logika.

 Pengaruh penterjemahan. Kaum Muktazilah mulai menterjemahkan buku-buku filsafat dan


ilmu pengetahuan Yunani kedalam bahasa Arab, terpengaruh oleh pemakaian rasio atau akal
yang mempunyai kedudukan tinggi dalam kebudayaan Yunani Klasik. Pemakaian dan
kepercayaan rasio ini dibawa oleh kaum Muktazilah kedalam lapangan Teologi Islam dan
dengan demikian Teologi mereka menganbil corak Teologi Liberal, dalam arti bahwa
sungguhpun kaum Muktazilah banyak menggunakan rasio mereka tidak meninggalkan wahyu.
Dalam pemikiran-pemikiran mereka selamanya terikat kepada wahyu yang ada dalam Islam.9

BAB II

Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam

Dasar Ilmu Kalam adalah hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan atau pokok aqidah
Islam, penetapan serta penolakan terhadap pemikiran-pemikiran yang bertolak belakang dengan
dasar-dasar pemikiran dalil naqli dan dalil aqli. Tujuan Ilmu Kalam adalah menopang aqidah
agama dengan dalil-dalil aqli yang objek pembahasannya pada dasarnya ialah Allah dan sifat-
sifat-Nya serta hubungan Allah dengan alam dan manusia yang hidup dipermukaan bumi ini
sesuai dengan apa yang diturunkan Allah dalam kitab-kitab-Nya.

Karena itu para Mutakallimin memahami aqidah Islam sebagaimana yang tertera dalam
Al-Qur’an sebagai satu hal yang telah ditetapkan dan tidak ada kemungkinan keraguan
didalamnya; seperti adanya Allah, keesaan-Nya, keadilan-nya dan kebangkitan-Nya diakhirat
kemudian mereka berusaha memperkuatnya dengan argumentasi rasional.10

Untuk itu ruang lingkup Ilmu kalam dapat dibagi kedalam tiga bagian:

a. Ma’rifatul Mabda’; mengetahui Allah dan sifat-sifat-Nya, dinamakan “Qismul Ilahiyaat”.

b. Ma’rifatul Wasithoh; beriman dengan utusan-utusan, Malaikat, kitab-kitab dan kewajiban-


kewajiban, bagian ini dinamakan “Qismun nubuwwat”.

9 Harun Nasution, Teologi Islam, hlm: 8.


10 Muhammad Abduh, Risalah at-Tauhid, Terjemahan H.Pirdaus, hlm: 28.

5
c. Ma’rifatul Ma’ad; beriman dan mempercayai hari kebangkitan, hisab, balasan dan sebagainya.
Bagian ini dinamakan “Qismussam’iyyat”.11

A. Pengembangan Ilmu Kalam


Ilmu kalam dapat dikembangkan melalui berbagai cara, antara lain :

Pengembangan teoritis-epistemologis
Secara toeri ilmu kalam sudah dipaparkan di atas. Ilmu kalam terbentuk sebagai ilmu
tersendiri pada abad ke-2 H (8M), tepatnya pada masa al-Makmun setelah ulama Mu’tazilah
mempelajari kitab-kitab filsafat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, para
ahli menganggap pendiri ilmu ini adalah kelompok Mu’tazilah. Melalui terjemahan-terjemahan
itu, mereka mempertemukan cara (sistem) filsafat dengan sistem ilmu kalam. Sejak saat itu pula
dipakailah perkataan al-kalam untuk ilmu yang berdiri sendiri.

Proses terbentuknya ilmu kalam sangat terkait dengan situasi politik pasca terbunuhnya
Usman. Saat itu kaum muslimin terpecah-terpecah menjadi beberapa partai yang masing-masing
merasa sebagai pihakyang benar dan menganggap calon dari golongannyayang berhak menjadi
pimpinan umat Islam. Kemudian partai-partai itu menjadi partai agama dan mengemukakan
dalil-dalil agama untuk membela pendiriannya, dan selanjutnya perselisihan diantara mereka
menjadi perselisihan agama, dan berkisar pada soal iman dan kafir.

Menurut segolongan kecil umat Islam saat itu, Usman melakukan kesalahan dalam
memimpin, bahkan kafir. Pembunuhnya berada pada pihak yang benar. Sebaliknya pihak lain
mengatakan pembunuh Usman telah melakukan kejahatan besar. Oleh karena itu, mereka
berdosa besar dan kafir, mengingat Usman adalah pemimpin umat Islam yang syah. Dari sinilah
mulai timbul presoalan besar yang selama inimemenuhi buku-buku keislaman, yaitu persoalan
dosa besar, iman dan hakikatnya, dan persoalankepemimpinan. Dari persoalan dosa besar
kemudian muncul persoalan sumber kejahatan atau sumber perbuatan, apakah semata-mata dari
manusia atau dari Tuhan. Dari persoalan ini muncul golongan Jabariyyah dan Qadariyyah, di
samping Mu’tazilah dan Asy’ariyyah.

Aliran-Aliran Ilmu Kalam


Dalam Ilmu Kalam terdapat berbagai aliran, diantaranya sebagai berikut :

1) Kaum Khawarij

Khawarij timbul dari kalangan pasukan Sayyidina Ali tatkala terjadi perang hebat-hebatnya
perang antara Ali dan Mu’awiyah di Shiffin. Mu’awiyah merasa kewalahan dan bermaksud
melarikan diri. Kemudian timbul pemikiran tahkim. Pasukannya mengangkat al-Qur’an sebagai

11 127 Taib Thahir, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1985), hlm: 81.

6
isyarat agar tahkim dengan al-Qur’an. Pihak Ali tetap bertempur terus. Lalu ada sebagian
pengikut Ali meminta kepadanya agar mau menerima tahkim. Akhirnya Ali menerima Tahkim
dengan rasa terpaksa. Kemudian diperoleh kesepakatan masing-masing mengangkat seorang
hakim. Mu’awiyah memilih Amr ibn al-Ash. Semula Ali sendiri bermaksud memilih Abdullah
bin Abbas, tetapi orang-orang khawarij ini menghendaki Abu Musa al-Asy’ari. Tahkim
bermaksud dengan berkesudahan turunnya sayyidina Ali dari khalifah dan tetapnya Mu’awiyah,
yang berarti kemenangan baginya.

Harun Nasutiaon (1986:22) berpendapat bahwa pada mulanya kaum khawarij merupakan
golongan yang tidak mau berturut campur dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi ketika
itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang yang
bertentangan itu kepada Tuhan.

Ajaran-ajaran pokok khawarij adalah khilafah,dosa dan iman. Apabila firqah Syi’ah
berpendapat bahwa khilafah itu bersifat waratsah, yaitu warisan turun-temurun, dan demikian
pula yang terjadi kemudian khilafah-khilafah Bani Umayyah dan Bani Umayyah, maka berbeda
sama sekali pendirian khawarij ini tentang khilafah. Mereka menghendaki kedudukan khalifah
dipilih secara demokratis melalui pemilihan bebas.

2) Kaum Murjiah

Murjiah berasal dari bahasa Arab yang artinya menunda ; atau dari kata yang berarti
mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail dari kata tersebut diatas, berarti orang yang
menunda atau orang yang mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti
golongan atau faham yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya, persoalan orang
yang berbuat dosa besar) nanti kelak di kemudian hari di sisi Allah. Sedang pengertian dalam arti
yang kedua, dimaksud dengan Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan
atas kesalahan dan dosanya (asal persoalannya adalah orang mukmin yang berbuat dosa besar,
mati sebelum ia bertaubat).

Golongan Murjiah lahir sebagaimana golongan Khawarij, lahir karena didahului oleh
persoalan politik, yaitu persoalan imamah yang berakibat terjadinya pertumpahan darah,
sehingga timbul persoalan bagaimana hukum yang berbuat dosa besar karena membunuh orang
tanpa sebab yang dibenarkan. Apakah ia masih tetap mukmin atau sudah menjadi kafir
sebagaimana pendapat golongan Khawarij, jika ia mati belum bertaubat.Golongan Murjiah tidak
ingin menetapkan hukumnya menjadi kafir, tetapi menangguhkan keputusannya di akhirat nanti
di sisi Tuhan, dan mengharapkan rahmat dan ampunannya.

Persoalan semula adalah orang-orang Khawarij menganggap Ali telah berdosa besar dan
kafir, demikian pula Usman, tidak demikian halnya dengan Abu Bakar dan Umar. Sebaliknya
pengikut-pengikut yang setia kepada Ali, mereka menganggap Abu Bakar, Umar, dan Usman
telah merampas jabatan khalifah yang menurut pendapat mereka seharusnya jebatan itu diduduki

7
oleh Ali. Tampaknya golongan Murjiah tidak ingin melibatkan diri dalam soal kafir-
mengkafirkan ini, akan tetapi menyerahkan saja urusan itu kepada Allah. Dengan demikian
lahirlah golongan Murjiah.

3) Golongan Qadariyah dan Jabariyah

Golongan Qadariyah adalah golongan yang berpendapat bahwa manusia mempunyai


kemampuan untuk melaksanakan kehendaknya ; manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya ; manusia mempunyai kebebasan dan
kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan –perbuatannya. Pengertian Qadariyah di sini
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia itu terpaksa tunduk kepada qadar Allah.

Sebaliknya golongan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan


dan kebebasan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia terikat kepada mutlak
Tuhan. Jadi Qadariyah berasal dari qadar yang berarti kemampuan atau kekuatan manusia, bukan
diambil dari arti qadar atau kepastian Tuhan. Dan Jabariyah diambil dari jabara yang berarti
memaksa ; bukan manusia memaksa kehendak-Nya, tetapi Tuhan memaksakan kehandak-Nya,
sebaliknya manusia berbuat atau mengerjakan sesuatu dalam keadaan terpaksa.

4) Kaum Mu’tazilah

Mu’tazilah adalah kelompok yang mengadopsi faham Qadariyah, yaitu faham yang mengingkari
taqdir Allah ; dan menjadikan akal (rasio) sebagai satu-satunya sumber dan metodologi
pemikirannya.

Ajaran pokok aliran Mu’tazilah adalah panca-ajaran atau panca Mu’tazilah. Lima ajaran tersebut
adalah sebagai berikut;

1) Keesaan Tuhan (al-tauhid);

2) Keadilan Tuhan (al- ‘adl);

3) Janji dan ancaman (al-wa’d wa al-waid);

4) Posisi diantara dua tempat (al-manzilah bain al-manzilatain);

5) Amar ma’ruf nahi mungkar (al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar)

8
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan
tentang wujud Tuhan (Allah), sifat-sifat Tuhan yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak
ada pada-Nya, dan sifat yang mungkin ada pada-Nya, dan membicarakan tentang rasul-rasul
Tuhan, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya dan
sifat-sifat yang tidak ada padanya, serta sifat yang mungkin terdapat padanya.

Ontologi atau pokok pembahasan ilmu kalam adalah segala pengetahuan yang berkaitan dengan
penetapan akidah keagamaan baik secara dekat (langsung) maupun jauh (tidak langsung).
Sementara aksiologinya atau faedahnya ilmu kalam adalah meningkatkan keyakinan para
pengkajinya, membimbing pengkajinya dengan argumentasi yang kuat, menjaga kaidah agama
dari kerancauan, menjadi dasar ilmu-ilmu syariat, dan meluruskan niat serta keyakinan para
pengkajinya.

DAFTAR PUSTAKA
[1]
Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, Al Ta’rifat Liddari At tunisyiyah, 1971,
hlm: 98

[2]
Ibid, hlm:102

[3]
Muhammad Abduh, Risalah at-Tauhid, Terjemahan H.Pirdaus. (Jakarta: Bulan Bintang, 1969),
hlm:25

[4]
Ibnu Khaldun, Mukhadimah juz 3, (Libanon Al-Arabi, 1967), hlm:169

[5]
Ibid, hlm: 3

[6]
A. Hanafi, PengantarTeologi Islam, (Jakarta : Bulan Bintang 1962), hlm : 13.

[7]
Abu al-Wafa Al-Ghanimi, Ilmu al Kalam waba’du Muskilatihi, (Mesir 1966), hlm : 7

[8]
Asby ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Tauhid, (Jakarta: Bulan Bintang 1976), hlm: 143.

[9]
Harun Nasution, Teologi Islam, hlm: 8.

[10]
Muhammad Abduh, Risalah at-Tauhid, Terjemahan H.Pirdaus, hlm: 28.

9
[11]
127 Taib Thahir, Ilmu Kalam, (Jakarta: Wijaya, 1985), hlm: 81.

Fanani, Muhyar. 2008. Metodologi Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan sebagai Cara
Pandang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hakim, Atang Abdul, Jaih Mubarok. 1999. Metodologi Studi Islam.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Machasin. 2003. Epistemologi Kalam Abad Pertengahan. Yogyakarta: LkiS.

Nata, Abidin. 2010. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

10

Anda mungkin juga menyukai