Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ISTILAH LAIN YANG DIGUNAKAN ULAMA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
1. FINI FITRIAH (105721111821)
2. RINDI GUSTINA (105721111621)
3. JULIARTI SAFITRI (105721108721)

PROGRAM STUDI MANAJAMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan taufiq dan inayah dari Allah SWT, makalah tentang ISTILAH
LAIN YANG DIGUNAKAN ULAMA ini dapat disusun dan disajikan sebagai tugas dari mata
kuliah AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAAN III. Diimana penulisan menyadari bahwa makalah
ini belum sempurna, sebagai bantuan dan dorongan serta bimbingan yang telah diberikan,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan prmbaca.
DAFTAR ISI

BAB I..............................................................................................................................................iv
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................v
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................v
1.3 Tujuan....................................................................................................................................v
PEMBAHASAN..............................................................................................................................v
2.1 Pengertian Aqidah islamiyah................................................................................................vi
2.2 Istilah lain Aqidah islam.......................................................................................................vi
2.3 Istilah-istilah Khusus dalam Mazhab Syafi’i........................................................................ix
PENUTUP....................................................................................................................................xiii
3.1 KESIMPULAN...................................................................................................................xiii
3.2 SARAN..............................................................................................................................xiii
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................xiii
BAB I

1.1 Latar Belakang


Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar
nilai, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama
adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Sang Pencipta, yakni Allah SWT.
Dalam makalah ini yaitu tentang Aqidah Islam dan Beberapa Istilah Lain
Aqidah Islam. Kata “a qidah” diambil dari kata al-'aqdu yakni, atau juga
pemantapan. Aqidah Islam adalah kepercayaan yang mantap kepada Allah, para
Malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, qadar yang baik
dan yang buruk, serta seluruh muatan Al-Qur'an Al-Karim dan As- Sunnah Ash-
Shahihah berupa pokok-pokok agama, perintah-perintah dan berita-beritanya,
serta apa saja yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih (ijma'), dan
kepasrahan total kepada Allah Ta'ala dalam hal keputusan hukum, perintah,
takdir, maupun syara' , serta ketundukan kepada Rasulullah dengan cara
mematuhinya, menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Istilah lain ulama
1.3 Tujuan
1. Agar memahami istilah lain yang digunakan ulama
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aqidah islamiyah


Aqidah Islamiyyah adalah hidup yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan
segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, kepada para malaikat-
malaikat-Nya. Rasul–rasulnya kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimanai seluruh apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),
perkara-perkara yang ghaib, percaya kepada apa yang menjadi Ijma' (konsensus) dari
Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun
amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma'
Salafush Shalih.1
2.2 Istilah lain Aqidah islam
Adapun penamaan 'aqidah atau istilah lain 'aqidah islam Menurut Ahlus Sunnah dan
menurut selain Ahlus Sunnah.
a) Menurut Ahlus Sunnah
Nama-nama 'aqidah menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, sinonimnya aqidah
Islamiyyah memiliki nama lain, di antaranya, Al-Iman,
ara ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu 'aqidah dengan istilah 'Aqidah Salaf:
'Aqidah Ahlul Atsar dan al-I'tiqaad di dalam kitab-kitab mereka.
TI'tiqaad, Tauhid, As-Sunnah, Ushuluddin, Al-Fiqbul Akbar dan Asy-Syari'iah.
1. Al-Iman
Aqidah disebut juga dengan al-Iman sebagaimana sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena 'aqidah
membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sebagaimana
penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang masyhur disebut dengan hadits Jibril
Alaihissallam. Dan para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah 'aqidah dengan al-
Iman dalam kitab-kitab mereka.
2. 'Aqidah (I'tiqaad dan 'Aqaa-id)
3. Pauhid
'Aqidah Mulus dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar Tauhid
atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma' wa Shifat.
Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu 'aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan
utamanya. Oleh karena itu ilmu ini disebut dengan ilmu Tauhid secara umum menurut
ulama Salaf.
4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. 'Aqidah Salaf disebut As-Sunnah karena para
pengikutnya mengikuti jalan yang dicapai oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

1
Lihat Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah, Syaikh DR. Nashir Al-Aql, hal. 9-10
dan para Sahabat Radhiyallahu anhum di dalam masalah 'aqidah. Dan istilah ini
merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga generasi pertama.
5. Ushuluddin dan Ushulddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang
qath'i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.
6. Al-Fiqhul Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqhul Ashghar, yaitu
kumpulan hukum-hukum ijtihadi.
7. Asy-Syariah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa
Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok
adalah Ushuluddin (masalah-masalah 'aqidah).
2

b) Menurut selain Ahlus Sunnah


Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah (sekte) selain Ahlus Sunnah
sebagai nama dari ilmu 'aqidah, dan yang paling terkenal di antaranya adalah:
1. Ilmu Kalam
Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mu-takallimin
(pengagung ilmu kalam), seperti aliran Mu'tazilah, Asyaa'irah dan kelompok yang
sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu Kalam itu sendiri
merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan memiliki prinsip taqawul
(mengatakan sesuatu) atas Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.
Kalam berarti kata-kata. Ilmu kalam secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Al-
Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai berikut: “Ilmu Kalam adalah sebuah
disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat-sifat Allah serta eksistensi semua yang
mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sebelum mati
yang berlandaskan doktrin agama Islam. Menekankan akhirnya adalah memproduksi
ilmu ketuanan secara filosofis…”
Sedangkan Ibnu Kaldun mendefinisikan ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang
mengandung berbagai argumentasi tentang aqidah imani yang merupakan dalil-dalil
rasional. Dan menurut Syekh Muhammad Abduh Ilmu Kalam adalah ilmu yang
membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap bagi-Nya, sifat-
sifat yang jaiz disifatkan kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang wajib yang
ditiadakan dari pada- Nya. Dan juga membahas tentang Rasulullah untuk menetapkan
kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada mereka, hal-hal yang jaiz pada diri
mereka dan hal-hal yang terlarang menghubungkan pada mereka. Musthafa Abdul
Raziqjuga berkomentar bahwa ilmu kalam adalah yang berkaitan dengan aqidah imani
ini sesungguhnya dibanngun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Atau, ilmu
yang berkaitan dengan aqidah Islami bertolak dari bantuan nalar.

2
Seperti Kitaabul Iimaan karya Imam Abu 'Ubaid al-Qasim bin Sallam (wafat th. 224 H), Kitaabul Iimaan karya al-
Hafizh Abu Bakar 'Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah (wafat th. 235 H), al-Imaan karya Ibnu Mandah (wafat
th. 359 H) dan Kitabul Iman karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H),‫ رحمهم هللا‬.
2. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini
adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam 'aqidah, karena dasar Filsafat itu adalah
khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang
ghaib.
3. Tasawuf
ini dipakai oleh sebagian istilah shufi, filosof, orientalis, serta orang-orang yang
sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam 'aqidah,
karena is pe-namaan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan
kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka yang dijadikan
sebagai rujukan dalam 'aqidah.3
Penamaan Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Penamaan ini
terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan
selain Islam.
Shabir Tha'imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah
Mu'taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf dipengaruhi oleh kehidupan para
pendeta Nasrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di
biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ketika melakukan
setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pengaruh yang baik terhadap
kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum
Islam.”
Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) rahimahullah berkata di dalam
bukunya at-Tashawwuful-Mansya' wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan
dengan teliti tentang ajaran Shufi yang pertama dan terakhir (belakangan) serta
pendapat-pendapat yang dinukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi
baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat perbedaan yang jauh antara
Shufi dengan ajaran Al-Qur-an dan As-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat
adanya bibit-bibit Shufi dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
para Sahabat beliau Radhiyallahu anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan
Allah Subhanahu wa Ta'ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul).
Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran Tasawuf diambil dari para pendeta Kristen,
Brahmana, Hindu, Yahudi,
Syaikh 'Abdurrahman al-Wakil rahimahullah berkata di dalam kitabnya,
Mashra'ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling
hina dan tercela. Syaithan telah membuat hamba Allah dengannya dan memerangi
Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya
Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli
ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih
mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme,
Budhisme, Zoroasterisme, Platoisme, Yahudi, Nasrani, dan Paganisme.”
4. Ilaahiyyat (Teologi)

3
}Lihat Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah, Syaikh DR. Nashir Al-Aql, hal. 9-10
Illahiyat adalah kajian 'aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang
dipakai oleh mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga
merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang
mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum
mutakallimin tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala menurut persepsi mereka.

5. Kekuatan di Balik Alam Metafisik


Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang
yang mirip dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasarkan
pertimbangan manusia semata dan bertentangan dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.
Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau
pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan meskipun hal itu palsu (bathil) atau
tidak memiliki dasar (dalil) 'aqli maupun naqli. 'Aqidah sejati yang memiliki
pengertian yang benar yaitu 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang bersumber dari
Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma'
Salafush Shalih.

2.3 Istilah-istilah Khusus dalam Mazhab Syafi’i


1. Al-Aqwâl (Perkataan-perkataan/Pendapat-pendapat)
Yaitu pendapat-pendapat Imam Syafi’i rahimahullâh. Adakalanya dua pendapat
tersebut adalah pendapat mazhab beliau yang lama (mazhab qadîm), atau keduanya pendapat
mazhab beliau yang baru (mazhab jadîd), dan adakalanya yang satu adalah mazhab lama dan
yang lain mazhab baru. Adakalanya dua pendapat itu disampaikan oleh Imam Syafi’i dalam
satu waktu, atau pada dua waktu yang berbeda. Adakalanya Imam Syafi’i menguatkan salah
satunya, atau tidak.

2. Al-Awjuh (Pandangan-pandangan)
Yaitu pandangan-pandangan ulama yang menisbahkan diri kepada Mazhab
Syafi’i. Para ulama ini mengeluarkan pandangan tersebut berdasarkan usul fikih dan
kaidah-kaidah ijtihad mazhab Syafi’i. Namun terkadang, mereka melakukan ijtihad
sendiri tanpa melandaskan ijtihad tersebut kepada usul fikih Mazhab Syafi’i. Makanya,
pendapat-pendapat ulama tersebut tidak akan disebut sebagai wajh (bentuk tunggal dari
awjuh), kecuali jika pendapat tersebut benar-benar dilandaskan kepada kaidah-kaidah
usul fikih Imam Syafi’i. Adakalanya dua pandangan (wajhan – dua wajh) bersumber
dari dua orang yang berbeda, bisa jadi juga bersumber dari satu orang yang sama.
Pembagian dua pandangan dari satu orang ini sama dengan pembagian aqwâl di atas.
Jika sebuah pandangan dilandaskan atas kaidah usul fikih di luar kaidah yang telah
disusun oleh Imam Syafi’i, maka pendapat tersebut dinisbatkan kepada ulama yang
menyatakannya saja, tidak kepada mazhab.

3. At-Thuruq (Jalur-jalur)
Yaitu perbedaan ulama-ulama Syafi’iyyah dalam meriwayatkan fikih Mazhab
Syafi’i. Misalnya, seorang alim menyatakan, “Dalam masalah ini terdapat dua pendapat
(qawlan – dua qawl), atau dua pandangan (wajhân – dua wajh),”, sedangkan alim lain
menyatakan, “Dalam masalah ini hanya terdapat satu pendapat atau satu pandangan,”.
Atau bentuk lainnya, saat sebagian ulama menyatakan, “Di dalam permasalahan ini
terdapat rincian,” sedangkan yang lain menyatakan, “Dalam permasalahan ini ada
perbedaan yang mutlak (tanpa memandang rincian)”.4

4. Al-Azh-har (Yang Lebih Zahir)


Yaitu pendapat yang lebih kuat di antara pendapat-pendapat Imam Syafi’i, jika
khilafiah antara pendapatpendapat tersebut punya landasan yang kuat (dengan kata lain,
khilafiahnya kuat , tetapi salah satu pendapat landasannya lebih kuat dari pendapat
[2]

lainnya. Yang lebih kuat ini disebut dengan azh-har,

5. Al-Masyhûr (Yang terkenal)
Yaitu pendapat yang kuat dari beberapa pendapat Imam Syafi’i, jika khilafiahnya
lemah. Yang kuat ini disebut dengan al-Masyhûr, sedangkan lawannya yang dha’îf
marjûh disebut dengan istilah wa fî qawl.

6. Al-Ash-hâb (Teman Sehaluan / Ulama Berhaluan Mazhab Syafi’i)


Yaitu ulama-ulama yang memiliki pandangan-pandangan (muktabar) dalam
Mazhab Syafi’i. mereka menisbatkan diri kepada Mazhab Syafi’i, mengeluarkan
pandangan berdasarkan usul fikih Mazhab Syafi’i, menetapkan hukum juga
berlandaskan kaidah-kaidah Mazhab Syafi’i. Terkadang, mereka melakukan ijtihad
sendiri di luar kaidah-kaidah usul fikih Mazhab Syafi’i. Istilah ini berlaku untuk ulama
yang semasa dengan Imam Syafi’i (murid-murid beliau) dan juga untuk ulama-ulama
setelahnya. Istilah lengkapnya adalah: Ash-hâb al-wujûh. Contohnya adalah Imam Al-
Muzani, Imam al-Qaffâl dan Imam Abu Hamid al-Isfirayini.

7. Al-Ashahh (Pandangan yang Lebih Sahih)


Yaitu hukum fikih yang lebih kuat di antara pandangan-pandangan ash-hâb, jika
khilafiahnya kuat, karena setiap alim melandaskan pandangannya kepada dalil yang
jelas. Pendapat muktamad dan kuat ini disebut dengan ashahh, sendangkan istilah untuk
pendapat lain lawannya adalah : wa muqâbiluhu kadzâ atau wa ats-tsâni kadzâ . [3]

8. Ash-Shahîh (Pandangan yang Sahih)


Yaitu pandangan yang lebih kuat di antara pandangan-pandangan ash-hâb, jika
khilafiahnya lemah, sehingga pandangan lain lawannya jelas lemah. Pendapat yang
sahih ini akan langsung diklaim pendapat muktamad, sedangkan lawannya lemah (tidak
bisa dinisbatkan kepada Mazhab Syafi’i). istilah untuk pendapat lemah ini adalah : wa fî
wajhin kadzâ 

9.an-Nash (Teks)
Yaitu pendapat yang tertulis di dalam kitab-kitab karya Imam Syafi’i. Disebut dengan
istilah nash karena memang dinaskan oleh Imam Syafi’i, atau karena para ulama
memakai istilah “Saya terima perkataan ini secara nas dari fulan,” jika jalur
4
Jika khilafiyah kuat, maka masing-masing pendapat sah untuk disandarkan kepada mazhab. Karena
perbandingannya adalah yang satu lebih kuat dan yang satu kuat. Namun jika khilafiahnya lemah, maka yang bisa
dinisbatkan kepada mazhab hanya yang kuat, karena perbandingannya adalah yang satu kuat dan yang satu lemah.
periwayatannya bersambung kepada si fulan. Lawannya disebutkan dengan ibarat wajh
dha’îf (pandangan lemah) atau qawl mukharraj

10. Al-Mazhab
Yaitu pendapat kuat saat terdapat perbedaan ash-hâb dalam meriwayatkan
mazhab melalui dua jalur atau lebih.

11. At-Takhrîj
Yaitu saat Imam Syafi’i memberikan jawaban berupa dua hukum yang berbeda
untuk dua bentuk permasalahan yang serupa, namun tidak dapat dijelaskan perbedaan
pada dua bentuk permasalahan tersebut. Al-Ash-hâb kemudian menukilkan jawaban
Imam Syafi’i dalam satu permasalahan kepada permasalahan lainnya (karena ada
keserupaan), sehingga tiap masalah memiliki dua pernyataan hukum, yang satu disebut
dengan manshûsh, yang lainnya disebut mukharraj  . Manshûsh pada permasalahan
[4]

pertama menjadi mukharraj pada permasalahan kedua, begitu pula sebaliknya. Istilah
lain untuk menyatakan dua jenis pernyataan hukum ini yaitu: fîhimâ qawlân bi`n naql
wa`t takhrîj (ada dua pernyataan dalam dua permasalahan ini, 1. melalui jalur nukilan
asli dan 2. melalui penarikan dari permasalahan lain yang serupa <takhrîj>).
Biasanya, para ash-hâb tidak begitu memedulikan takhrîj, tetapi ada juga yang menukilkannya.
Yang menukilkan takhrîj ada yang menjelaskan perbedaan antara dua bentuk permasalahan
tersebut, sehingga masing-masingnya memiliki hukum tersendiri berdasarkan perbedaan
tersebut.
12. Al-Jadîd
Yaitu pernyataan fikih yang dibuat oleh Imam Syafi’i di Mesir, baik berbentuk tulisan
ataupun fatwa lisan. Periwayat mazhab jadîd ini adalah : al-Buwaithi, al-Muzani, ar-Rabi’ al-
Muradi, Harmalah dan lain-lain. Kitab-kitab mazhab jadîd yang paling penting adalah : al-
Umm, al-Imla`, Mukhtashar al-Buwaithi dan Mukhtashar al-Muzani.

13. Al-Qadîm
Yaitu pernyataan fikih yang dibuat oleh Imam Syafi’i di Irak, baik berbentuk
tulisan di dalam kitab beliau al-Hujjah, ataupun fatwa lisan. Mazhab Qadîm ini
diriwayatkan pula oleh sekelompok ulama, yang masyhur adalah Imam Ahmad bin
Hambal, Az-Za’farani, al-Karabisi dan Abu Tsaur. Imam Syafii banyak rujuk dari
mazhab qadîm beliau ini. Makanya dalam setiap permasalahan, biasanya ada dua
pendapat Imam Syafi’i,

14. Shîghat at-Tadh’îf


Yaitu ibarat-ibarat yang menunjukkan lemahnya suatu pendapat atau
pandangan.Diantaranya adalah:
– Qîla kadzâ (dikatakan begini..), lawannya adalah ash-shahîh atau al-ashahh.
– Fî wajh kadzâ (menurut satu pandangan seperti ini..), ini adalah ibarat yang
menunjukkan kelemahan pandangan para ash-hab, sebelumnya telah dijelaskan.
– Fî qawl kadzâ (menurut satu pernyataan, seperti ini..), maka yang kuat adalah
5
Secara global, lafaz-lafaz yang menunjukkan lemahnya sebuah pernyataan menggunakan format majhûl
lawannya, yang merupakan pernyataan langsung Imam Syafi’i.
– Rûwiya (diriwayatkan..), lafaz ini digunakan untuk meriwayatkan hadis, namun
menunjukkan kelemahan hadis tersebut [7

15. Metode Irak dan Metode Khurasan


Yaitu dua metode dalam Mazhab Syafi’i yang berkembang pada abad empat dan
lima Hijriyah. Meskipun dua metode ini telah digabungkan oleh ulama-ulama setelah
itu, sejarah mencatat bahwa dinamika Mazhab Syafi’i pernah dihiasi oleh dua metode
ini.

Metode Irak dipelopori oleh Abu Hamid al-Isfirayini (w.406). Beliau merupakan
guru bagi para ulama diIrak, dan hulu Mazhab Syafi’i di Bagdad. Begitu banyak ulama
yang mengikuti beliau, di antaranya adalah al-Mawardi (w.450), Qadhi Abu at-Thayyib
ath-Thabari (w.450), Abu Ali al-Bandaniji (w.425), al-Mahamili Ahmad bin
Muhammad (w.415), Sulaim ar-Razi (w.447) dan Syaikh Abu Ishaq asy-Syirazi
(w.475). Metode ini mereka gunakan dalam menyusun dan menulis hukum bagi
permasalahan-permasalahan fikih.

Metode Khurasan dipelopori oleh al-Qaffal ash-Saghir al-Marwazi Abdullah bin


Ahmad (w.417). Beliau merupakan pemuka ulama-ulama Khurasan. Di antara pengikut
beliau adalah Syaikh Abu Muhammad alJuwaini (w.438) yang merupakan ayah Imam
Haramain, al-Faurani (w.461) yang merupakan penulis kitab al-Ibânah, Qadhi Husain
al-Marwazi (w.462) penulis kitab at-Ta`liqah yang masyhur, Abu Ali as-Sinji (w.430)
dan al-Mas’udi Muhammad bin Abdullah (w.420). 

16. Istilah-istilah gelar ulama


Beberapa ulama memiliki gelar dan titel khusus di dalam kitab-kitab Mazhab
Syafi’i. Contohnya, jika ada lafaz “asy-Syaikh” maka yang dimaksud adalah Abu Ishak
al-Isfirayini rahimahullah. Jika ada lafaz “alImâm” maka yang dimaksud adalah Imam
al-Haramain al-Juwaini rahimahullah. Jika ada lafaz “al-Qâdhi” maka yang dimaksud
adalah al-Qadhi Husain al-Marwazi.

BAB III

6
pernyataan Imam Syafi’i, “Jika sebuah hadis itu sahih, maka itulah mazhabku,” yang menjelaskan
bahwa Mazhab Syafi’i adalah metode Imam Syafi’i, bukan pendapat pribadi beliau. Makanya ada beberapa
pendapat pribadi Imam Syafi’i yang tidak dihitung sebagai muktamad mazhab, karena setelah dikaji oleh ulama-
ulama Syafi’iyah setelahnya tidak sesuai dengan usul fikih mazhab beliau.
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Aqidah Islamiyyah adalah hidup yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan
segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, kepada para malaikat-malaikat-
Nya. Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu 'aqidah dengan istilah 'Aqidah Salaf:
'Aqidah Ahlul Atsar dan al-I'tiqaad di dalam kitab-kitab mereka. Aqidah disebut juga dengan al-
Iman sebagaimana sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, karena 'aqidah membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Sebagaimana penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang masyhur disebut dengan
hadits Jibril Alaihissallam. 'Aqidah Mulus dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar
Tauhid atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma' wa Shifat. Jadi,
Tauhid merupakan kajian ilmu 'aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. As-
Sunnah artinya jalan. 'Aqidah Salaf disebut As-Sunnah karena para pengikutnya mengikuti jalan
yang dicapai oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum
di dalam masalah 'aqidah. Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-
masalah yang qath'i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.

3.2 SARAN

Pembahasan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita, bahwa satu
mazhab (dalam hal ini Mazhab Syafi’i) tidak dibangun oleh satu ulama saja. Ia melewati
banyak fase, periwayatan (saat Imam Syafi’i masih hidup), pengembangan (saat ulama-
ulama lulusan mazhab/ perguruan Syafi’i melakukan penulisan dan fatwa lisan
berdasarkan ijtihad), tahkik (saat ulama mazhab melakukan pemilahan mana hukum dan
fatwa yang benar-benar berdasarkan usul fikih mazhab, dan mana yang merupakan ijtihad
pribadi ulama tersebut, seperti yang dilakukan oleh pentahkik pertama mazhab (Imam
Rafi’i dan ImamNawawi) dan pentahkik ke-dua mazhab (Imam Haitami dan Imam
Ramli), dan itu terus berlanjut hingga sekarang.
Mempelajari istilah-istilah ini juga diharapkan dapat membantu pemahaman lebih
saat para pelajar membaca karya-karya ulama Syafi’iyah, dan juga mengetahui
bagaimana aturan dalam menukil hasil ijtihad mereka sebagai fatwa di tengah-tengah
masyarakat. Satu hal lagi, salah satu bukti bahwa Mazhab Syafi’i begitu melekat di
grassroot umat Islam Indonesia adalah, banyaknya nama-nama seperti Sayuti, Ramli,
Mawardi, Muzani dan seterusnya, yang merupakan nama-nama ulama Syafi’iyyah.
Faltata`ammal!

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak dan Rosihin Anwar, Ilmu Kalam , (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011).
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penerbit Pustaka Imam
Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M.

Ilyas dan Suhairi, Etika Remaja Islam, Bukit tinggi: Yayasan Al-Anshar, 1990.

Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Kamus Istilah Teologi Islam , (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002).

Anda mungkin juga menyukai