Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi

http://url.unair.ac.id/cf758369
e-ISSN 2301-7090

ARTIKEL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA WORK STRESS DENGAN WORKPLACE INCIVILITY


BEHAVIOR PADA KARYAWAN SALES DI PERUSAHAAN MULTIMEDIA X

DAMIANUS YANNA KRISTIANTO & FENDY SUHARIADI


Departemen Psikologi Industri dan Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk melihat hubungan antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior
pada karyawan sales. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian korelasional. Jumlah subjek dalam
penelitian ini sebesar 150 subjek. Alat ukur yang digunakan ialah General Work Stress Scale (GWSS) dan
Indonesia Incivility Behavior Scale (IIBS) dengan perspektif untuk mengukur perilaku pelaku (instigated
workplace incivility behavior). Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif dan signifikan
antara work stress dengan workplace incivility behavior (ρ= 0,422; p<0,05). Kelima faktor workplace
incivility behavior juga memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan work stress, yaitu turut
ikut campur urusan orang lain (ρ= 0,412; p<0,05), pengabaian (ρ= 0,284; p<0,05), komunikasi tidak
bersahabat (ρ= 0,384; p<0,05), tindakan semaunya sendiri (ρ= 0,326; p<0,05), dan pelanggaran privasi
(ρ= 0,378; p<0,05). Penelitian ini menemukan salah satu faktor yang dapat menyebabkan workplace
incivility behavior, yaitu work stress.

Kata kunci: Work Stress, Workplace Incivility Behavior, Karyawan Sales.

ABSTRACT
The purpose of this research is to discover the relationship between Work Stress and Workplace
Incivility Behavior on Sales Employee. This is a correlational research. Number of subject in this
research is 150. Measurement used is General Work Stress Scale (GWSS) and Indonesia Incivility
Behavior Scale (IIBS) in order to measure instigated workplace incivility behavior. The findings show a
positive and significant correlation between work stress and workplace incivility behavior (p= 0,422;
p<0.005). The five factors of workplace incivility behavior also possess positive and significant with
work stress, which are interfering with other people business (ρ= 0,412; p<0,05), ignorance (ρ= 0,284;
p<0,05), unfriendly communication (ρ= 0,384; p<0,05), selfish behavior (ρ= 0,326; p<0,05), and the
invasion of privacy (ρ= 0,378; p<0,05). This research discovers one of the factors that could cause
workplace incivility behavior, which is work stress.

Key words: Work Stress, Workplace Incivility Behavior, Sales Employee.

*Alamat korespondensi: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Kampus B Universitas Airlangga Jalan
Airlangga 4-6 Surabaya 60286. Surel: fendy.suhariadi@psikologi.unair.ac.id

Naskah ini merupakan naskah dengan akses terbuka dibawah ketentuan the Creative
Common Attribution License (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0), sehingga
penggunaan, distribusi, reproduksi dalam media apapun atas artikel ini tidak dibatasi, selama
sumber aslinya disitir dengan baik.
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 52

PENDAHULUAN
Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 memiliki tujuan untuk menjamin hak-hak
dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas
dasar apapun. Namun fakta yang terjadi bahwa ternyata masih banyak perusahaan-perusahaan yang
belum sepenuhnya menjamin semuanya itu. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Bank Dunia (2010)
yang menyatakan bahwa adanya UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 ternyata hanya memberikan sedikit
perlindungan nyata bagi pekerja formal yang dikontrak. Kemudian mereka melanjutkan bahwa
karyawan yang paling rentan (mereka yang berupah rendah, pekerja perempuan dan pekerja “luar”)
berpeluang paling kecil untuk mendapat manfaat dari peraturan yang ada.
Adanya bukti dari PT. Persada Harapan Kahuripan memaksa 40 karyawan untuk segera
mengundurkan diri dengan perkataan tidak sopan (Iga, 2016). Kemudian terdapat bukti bahwa
karyawan di perusahaan X diperlakukan berbeda dengan rekan kerjanya oleh atasan (Wawancara
tanggal 14 Januari 2016). Selanjutnya bukti datang dari Karyawan PNS mendapat perlakuan bullying di
tempat kerja (Wawancara 19 Januari 2016). Lalu terdapat penelitian yang dilakukan oleh Fox News
(dalam Safitri, 2015) menyatakan bahwa perilaku bullying dapat mengakibatkan adanya intensi bunuh
diri pada karyawan. Tidak hanya itu, penelitian dari University of British Columbia, Vancouver, Canada
(2012) menyatakan target bullying cenderung berpikir berhenti bekerja (Utami, 2013). Terakhir ada
bukti kembali dari penelitian yang dilakukan Better Work Indonesia (2012) yang menemukan bahwa
87,4% pekerja melaporkan kekerasan fisik, 85,2% pekerja melaporkan kekhawatirannya dengan
pelecehan seksual, 79,3% pekerja prihatin adanya pelecehan verbal di 42 perusahaan Indonesia.
Fenomena-fenomena diatas dapat digolongkan ke dalam bentuk intimidasi di tempat kerja.
Menurut International Labour Office (2012), intimidasi di tempat kerja merupakan perilaku apapun
yang diulangi setiap waktu, sistematis dan ditujukan pada seorang karyawan atau sekelompok
karyawan. Pelaku intimidasi bertujuan untuk menjadikan orang lain sebagai korban dengan cara
menghina, merongrong atau mengancam yang dapat menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Namun pada perkembangannya, ahli Psikologi Industri dan Organisasi sedang berusaha menjelaskan
konsep baru mengenai bentuk perilaku merugikan lainnya yang dapat merusak organisasi selain yang
telah dipaparkan sebelumnya. Konsep tersebut dinamakan perilaku ketidaksopnan (incivility behavior)
(Andersson & Pearson, 1999). Ketika perilaku incivility dilakukan di tempat kerja biasanya disebut
dengan workplace incivility behavior (Handoyo, Suhariadi, Sami'an, & Syarifah, 2016).
Workplace incivility behavior dapat didefinsikan sebagai sebuah perilaku penyimpangan dengan
intensitas rendah dimana adanya keinginan yang ambigu untuk melukai, mencederai, atau berbuat
buruk kepada target, yang melanggar norma kerja terkait kehormatan bersama (Andersson & Pearson,
1999). Blau & Andersson (2005) menjelaskan bahwa penelitian incivility yang sudah ada telah menguji
persepsi dan tanggapan dari sisi target atau korban yang pernah mengalami workplace incivility
behavior (experience) (Cortina, Magley, Williams, & Langhout, 2001; Cortina & Magley, 2003;
Montgomery, Kane, & Vance, 2004; Pearson, Andersson, & Wegner, 2001). Sedangkan, menurut mereka
penelitian mengenai pelaku workplace incivility behavior (instigated) masih terbatas. Selain itu,
penelitian dari komponen incivility dan hubungannya dengan pelaku incivility (instigated) dalam
menemukan komponen lainnya di workplace incivility juga masih perlu diperbanyak (Holm, Torkelson,
& Bäckström, 2015). Kemudian Porath & Pearson (2013) menjelaskan bahwa perilaku incivility
merupakan perilaku yang merugikan dan hanya beberapa organisasi yang mengenalinya atau
mengambil tindakan untuk membatasinya. Kurangnya informasi mengenai incivility behavior
menyababkan organisasi kurang paham dan peka terhadap perilaku tersebut di lingkungan kerjanya.
Sehingga dari ketiga pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai
instigated workplace incivility behavior penting untuk diteliti dan masih perlu diperbanyak. Hal tersebut
perlu dilakukan agar perusahaan dapat memahami dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari
perilaku workplace incivility behavior (Pearson, Andersson, & Wegner, 2001, dalam Roberts, Scherer, &
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 53

Bowyer, 2011; S. Lim & Cortina, 2005, dalam Roberts, Scherer, & Bowyer, 2011; Porath & Erez, 2007,
dalam Roberts, Scherer, & Bowyer, 2011; Everton, Jolton, & Mastrangelo, 2005, dalam Roberts, Scherer,
& Bowyer, 2011; Cortina, Magley, William, & Langhout, 2001; V.K.G. Lim & Teo, 2009, dalam Roberts,
Scherer, & Bowyer, 2011; Penney & Spector, 2005, dalam Roberts, Scherer, & Bowyer, 2011).
Barlett, Barlett, & Reio (2008) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan workplace
incivility behavior dapat terjadi di tempat kerja. Pertama ialah faktor perspektif individual. Faktor ini
menjelaskan bahwa incivility behavior dapat terjadi jika ada pengaruh kekuasaan dari atasan terhadap
karyawan, kurangnya ketegasan dari diri karyawan, kepribadian karyawan, dan cara karyawan
merespon amarahnya (Barlett, Barlett, & Reio, 2008). Selain itu, proses incivility behavior yang terjadi
di tempat kerja juga dapat disebabkan karena hubungan interpersonal antar karyawan yang kurang
baik. Kedua ialah faktor lingkungan kerja. Aamodt (2010) menjelaskan bahwa karyawan yang merasa
tidak bahagia dengan struktur dan lingkungan organisasi, akan berdampak pada pekerjaan yang
dilakukannya dan memiliki kecenderungan untuk melakukan incivility behavior.
Lingkungan kerja sangat mempengaruhi kinerja dari seorang individu (Manggiasih & Sunardi,
2014). Sehingga, kekondusifan dari lingkungan kerja suatu organisasi harus diperhatikan agar kinerja
karyawan tetap optimal. Lingkungan yang kondusif berperan sebagai penyemangat karyawan agar
selalu termotivasi dalam bekerja dan sebaliknya, karyawan tidak akan bersemangat dan termotivasi jika
lingkungan kerjanya tidak kondusif dan cenderung akan terjadi konflik (Wati, 2014). Jika iklim atau
lingkungan kerja yang tidak kondusif dapat menyebabkan stres kerja (work stress) (Ahghar, 2008; Putra
et. al., 2014; Sert et al., 2014, dalam Abdillah, Anita, & Anugerah, 2016). Stres kerja (work stress) dapat
didefinisikan sebagai sebuah pernyataan ketidaknyamanan secara psikologis yang dihasilkan atas
penilaian subjektif individu mengenai tuntutan yang dirasakan di tempat kerja melebihi kemampuan
individu untuk dapat berhasil memenuhi tuntutan tersebut (Bruin, 2006). Cox (2006, dalam Sari, 2015)
menjelaskan bahwa stres kerja dapat mempengaruhi perilaku seseorang, antara lain peledakan emosi
dan perilaku impulsif.
Roberts (2012) menjelaskan bahwa stres kerja (work stress) dapat diakibatkan dari tuntutan
organisasi, perubahan organisasi, konflik interpersonal, dan gangguan pekerjaan/ kehidupan yang
mampu menyebabkan emosi negatif pada karyawan. Emosi negatif dapat berupa permusuhan, frustasi,
ketakutan, dan kesedihan. Menurutnya, emosi negatif dapat menyebabkan munculnya incivility behavior
di tempat kerja. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Roberts, Scherer, & Bowyer (2011)
menyatakan bahwa individu yang merasa terlalu banyak pekerjaan atau tekanan.
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menemukan bahwa pekerja yang
paling rentan mengalami stres kerja ialah karyawan yang berada pada posisi terendah didalam
organisasi (Sulsky & Smith, 2005). Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Samson & Daft (2015) bahwa
non-management employee merupakan jabatan yang terletak paling bawah dari tingkat manajemen
hirarki organisasi. Selain itu, Roberts (2012) juga menjelaskan bahwa karyawan yang bekerja full-time
akan lebih mengalami pengalaman emosi negatif dibandingkan part-time. Hal tersebut dikarenakan
komitmen mereka terhadap organisasi, tugas, dan perubahan yang lebih rendah dibandingkan dengan
karyawan penuh waktu (full-time). Sehingga subjek dari penelitian ini adalah karyawan yang memiliki
posisi pada bagian non-management employee serta bekerja secara full-time.
Pada salah satu perusahaan multimedia X di Surabaya, penulis menemukan permasalahan
workplace incivility behavior pada non-management employee dengan kategori pekerjaan sebagai
karyawan sales yang bekerja full-time. Ia mengatakan bahwa kurang lebih dari 280 karyawan pada
posisi sales, sekitar 50% seringkali mengeluhkan permasalahan tersebut kepada HRD mengenai rekan
kerjanya. Ia melanjutkan bahwa karyawan sales memiliki tuntutan pekerjaan yang sangat tinggi,
sehingga beberapa kali karyawan mengeluhkan stres dan melakukan segala cara yang negatif untuk
mencapai tuntutan perusahaan. Perilaku workplace incivility behavior yang sering muncul atau cara

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 54

negatif agar karyawan mencapai tuntutan dari perusahaan ialah membicarakan sesama rekan kerja
karyawan sales dari belakang (Wawanara pada tanggal 19 Mei 2017).
Sehingga penelitian ini ingin membuktikan apakah stres kerja (work stress) tidak memiliki
hubungan dengan perilaku ketidaksopanan di tempat kerja (workplace incivility behavior) pada
karyawan non-manajemen kategori pekerjaan karyawan sales di perusahaan multimedia X Surabaya
(hipotesis null (H0)). Jika penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis null (H0) ditolak maka hipotesis
alternatif (Ha) diterima. Selain itu, tujuan dari penelitian ini ialah ingin mengetahui hubungan antara
work stress terhadap workplace incivility behavior pada non-management employee dengan kategori
pekerjaan sebagai karyawan sales di perusahaan multimedia X Surabaya.
Selanjutnya, terdapat dua manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Manfaat teoritis penelitian ini ialah memberikan sumbangan terhadap perkembangan
ilmu psikologis pada umumnya serta Psikologi Industri dan Organisasi di Indonesia dan menambah
literatur yang terkait dengan incivility behavior di Indonesia. Sedangkan, manfaat praktis penelitian ini
adalah dapat membantu perusahaan di Indonesia untuk memberikan pengetahuan bahwa keamanan
dan kenyamanan karyawan di tempat kerja perlu dijaga kekondusifannya agar tidak menyebabkan
stres kerja dan menimbulkan incivility behavior di tempat kerja; menambah pengetahuan Human
Resource Development (HRD) dalam usaha untuk memahami karyawan mengenai konsep baru dalam
bidang Psikologi Industri Organisasi di Indonesia yaitu workplace incivility behavior; dan membantu
Human Resource Development (HRD) dalam mengidentifikasi faktor-faktor workplace incivility
behavior dan dampaknya bagi perusahaan.

METODE
Penelitian ini menggunakan 150 subjek yang memiliki jabatan sebagai non-management employee
kategori pekerjaan karyawan sales di perusahaan multimedia X Surabaya. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik probability sampling jenis simple random sample. Selain itu,
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, teknik metodologi survei, dan tipe penelitian
korelasional. Penelitian korelasional tujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel
berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lainnya (Azwar, 2011). Sehingga penulis
menentukan satu variabel bebas (variabel X) dan satu variabel terikat (variabel Y). Variabel X dalam
penelitian ini ialah work stress, sedangkan variabel Y penelitian ini ialah workplace incivility behavior.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penelitian ini ingin melihat hubungan antara variabel bebas (work
stress) dan variabel terikat (workplace incivility behavior) yang memiliki sifat kausal.
Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian General Work Stress Scale (GWSS) (Bruin &
Taylor, 2005) dan Indonesia Incivility Behavior Scale (IIBS) (Handoyo, dkk., 2016). GWSS dimaksudkan
untuk menjadi skala unidimensional singkat dari work stress. Secara tidak langsung alat ukur ini akan
menunjukkan suatu skor total tunggal yang digunakan sebagai ringkasan pernyataan dari pegalaman
subjektif karyawan atas work stress atau job strain yang dialami (Bruin & Taylor, 2005). Pada awalnya,
IIBS diciptakan untuk mengukur perilaku tidak beradab di tempat kerja dari sisi korban yang terjadi di
Indonesia (Handoyo, dkk., 2016). Kemudian penulis memodifikasi alat ukur tersebut untuk mengukur
perilaku tidak beradab dari sisi pelaku (instigated workplace incivility). Alat ukur GWSS memiliki
koefisien korelasi sebesar 0,824 tanpa ada aitem yang digugurkan. Sedangkan, alat ukur IIBS memiliki
koefisien korelasi sebesar 0,935 tanpa ada aitem yang digugurkan.
Pada akhirnya, penelitian ini dianalisis menggunakan teknik Spearman’s Rho. Hal tersebut dikarenakan
data penelitian ini tidak memenuhi uji asumi. Sehingga, data penelitian ini termasuk kategori statistik
non-parametrik dan harus melakukan pengujian korelasi dengan teknik Spearman’s Rho.

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 55

HASIL PENELITIAN
Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan
atau menggambarkan karakteristik dari sampel atau subjek penelitian (Pallant, 2011). Hasil
analisis deskriptif dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Analisis Deskriptif

Work Stress Workplace Incivility Behavior


N 150 150
Nilai Minimum 9 28
Nilai Maksimum 45 140
Jangkauan 36 112
Standar Deviasi 6,04363 14,33927
Rata-rata 16,8933 42,7933
Median 16 39
Skewness 1,292 2,742
Standar Eror Skewness 0,198 0,198
Kurtosis 2,689 13,663
Standar Eror Kurtosis 0,394 0,394

Pada Tabel 1. dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar rangenya maka semakin
heterogen distribusinya. Kemudian dari nilai skewness dan kurtosis pada Tabel 1. dapat ditarik
kesimpulan bahwa skor responden lebih banyak berkumpul ke kiri dan distribusi data agak
memuncak (berkumpul ditengah). Jika dilihat dari nilai rata-rata variabel work stress dan
workplace incivility behavior dapat memperoleh nilai sebesar 1,88 dan 1,53 dengan nilai
tertinggi masing-masing 5.

Tabel 2. Uji Normalitas


Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 56

Work Stress 0,152 150 0,000 0,908 150 0,000


Workplace Incivility Behavior 0,170 150 0,000 0,783 150 0,000

Penelitian ini telah melewati uji asumi seperti uji normalitas, uji linearitas, dan uji
homogenitas. Hasil dari uji normalitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. dimana
hasil tersebut menunjukkan variabel work stress dan workplace incivility behavior memiliki
distribusi data yang tidak normal.

Tabel 3. Uji Linearitas


F Sig.
Workplace Incivility Behavior Linearity 82,823 0,000
* Work Stress Deviation from Linearity 3,049 0,000

Kemudian penelitian ini juga telah melewati uji linearitas. Uji linearitas bertujuan untuk
melihat kenaikan nilai pada satu variabel (Field, 2009). Tabel 3. menjelaskan bahwa kedua
variabel memiliki hubungan yang linear karena nilai signifikansinya < 0,05 (Widhiarso, 2010).

Tabel 4. Uji Homogenitas


Uji Homogenitas dengan Levene Test df1 df2 Sig.
1,539 18 125 0,087

Selanjutnya penelitian ini juga telah melewati uji homogenitas. Pallant (2011)
menjelaskan bahwa uji homogenitas bertujuan untuk melihat sejauh mana asumsi bahwa data
sampel yang diperoleh sudah memiliki varians yang sama dengan populasi. Jika memiliki data
yang homogen, maka variabilitas skor untuk masing-masing kelompok adalah sama (Pallant,
2011). Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa kedua variabel ini bersifat homogen.
Setelah melewati tahapan uji asumsi, dapat diketahui bahwa data penelitian ini termasuk
dalam kategori statistik non-parametrik. Sehingga, penelitian ini menggunakan pengujian
korelasi dengan teknik Spearman’s Rho.

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 57

Tabel 5. Uji Korelasi


TOT_WS TOT_IB
Spearman’s TOT_WS Correlation 1,000 0,422
Rho Coefficient
Sig. (2-tailed) 0,000
**) Korelasi signifikan pada tingkat 0,01 (two-tailed)

Beradasarkan Tabel 5. diketahui bahwa terdapat hubungan antara work stress dengan
workplace incivility behavior. Hal tersebut dikarenakan nilai signifikansinya kurang dari 0,05,
yaitu sebesar 0,000. Sehingga dari adanya hasil tersebut H0 ditolak sedangkan Ha diterima.
Selain analisis data yang telah dilakukan diatas, data penelitian ini diolah lebih lanjut oleh
penulis. Hal ini bertujuan agar penulis memiliki kesimpulan yang beragam. Pada penjelasan
selanjutnya, penulis ingin mengetahui lebih lanjut apakah variabel work stress memiliki
hubungan dengan kelima faktor workplace incivility behavior, yaitu turut ikut campur urusan
orang lain, pengabaian, komunikasi tidak bersahabat, tindakan semaunya sendiri, dan
pelanggaran privasi.

Tabel 6. Uji Korelasi Work Stress dengan Faktor Turut Ikut Campur Urusan Orang Lain

TOT_WS FA_1
Spearman’s TOT_WS Correlation 1,000 0,412
Rho Coefficient
Sig. (2-tailed) 0,000
**) Korelasi signifikan pada tingkat 0,01 (two-tailed)

Setelah dilakukan uji asumsi kembali dan melakukan uji korelasi dengan teknik
Spearman’s Rho, ditemukan bahwa faktor turut ikut campur urusan orang lain merupakan
faktor yang paling kuat hubungannya dengan work stress. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 6.
bahwa nilai siginifikansinya kurang dari 0,05, yaitu sebesar 0,000 dan koefisien korelasinya
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 58

sebesar 0,412. Nilai tersebut memiliki artinya bahwa variabel work stress dan faktor pertama
workplace incivility behavior memiliki hubungan yang cukup kuat dan bernilai positif (Cohen,
1988, dalam Pallant, 2011).

DISKUSI
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dan positif antara work stress dengan workplace incivility behavior
pada karyawan non-manajemen, khususnya pada karyawan yang memiliki kategori pekerjaan
sebagai karyawan sales di perusahaan multimedia X Surabaya. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel work stress bukanlah satu-satunya faktor yang dapat
mempengaruhi workplace incivility behavior dapat terjadi. Menurut Bartlett, dkk. (2008)
terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi workplace incivility behavior, yaitu status
karyawan di tempat kerja, kepribadian Tipe A, keahilan serta pengetahuan seorang pemimpin,
dll. Selain itu, kelelahan kerja (work exhaustion) juga merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi berkembangnya workplace incivility behavior (Blau & Andersson, 2005).
Namun faktor-faktor lainnya yang telah disebutkan (faktor yang dapat mempengaruhi
workplace incivility behavior) masih perlu terus dikembangkan karena masih penelitiannya
masih terbatas (Blau & Andersson, 2005; Holm, Torkelson, & Bäckström, 2015).
Selanjutnya, hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Roberts,
Scherer, & Bowyer (2011) yang menyatakan bahwa individu yang merasa terlalu banyak
pekerjaan atau tekanan dapat merespon stres dengan menyerang rekan kerja mereka dengan
cara yang kasar dan tidak sopan. Roberts, Scherer, & Bowyer (2011) menemukan bahwa
adanya hubungan antara stres kerja dengan kemunculan incivility behavior di tempat kerja.
Kemudian hasil penelitian ini juga didukung dari disertasi Roberts (2012) yang menjelaskan
bahwa stres kerja dapat menyebabkan workplace incivility behavior.
Kemudian, alasan lain yang menyebabkan work stress berhubungan dengan workplace
incivility behavior adalah faktor dari lingkungan yang merupakan salah satu anteseden dari
incivility behavior di tempat kerja. Wati (2014) menjelaskan lingkungan kerja tidak kondusif
dan cenderung terjadi konflik, maka karyawan tidak akan bersemangat dan termotivasi. Iklim
atau lingkungan kerja yang tidak kondusif inilah yang akan menyebabkan stres kerja (work

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 59

stress) (Ahghar, 2008; Putra et. al., 2014; Sert et al., 2014, dalam Abdillah, Anita, & Anugerah,
2016). Selain itu, pendapat Aamodt (2010) juga memperkuat alasan penelitian ini melalui
pernyataan bahwa karyawan yang merasa tidak bahagia dengan struktur dan lingkungan
organisasi akan berdampak pada pekerjaan yang dilakukannya. Sehingga, mereka dapat
memiliki intensi untuk melakukan incivility behavior.
Jika ditinjau dari lingkungan perusahaan multimedia X memang ditemukan adanya
lingkungan kerja yang kurang baik (Wawancara pada tanggal 19 Mei 2017). Ia mengatakan
bahwa beberapa kali karyawan sales terlihat melakukan segala cara yang cenderung negatif
untuk mencapai tuntutan perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena tuntutan kerja pada
karyawan sales sangat tinggi. Kemudian penulis juga melakukan observasi tidak terstruktur
terhadap karyawan sales ketika mereka sedang bekerja di lapangan. Beberapa karyawan sales
seringkali terlihat seperti menghina dengan Bahasa Jawa (mengeluarkan kata-kata umpatan);
membicarakan sesama rekan kerja dalam satu tim ketika ada rekan kerja lainnya yang belum
mencapai target; dan mengganggu rekan kerja lainnya yang sedang beristirahat dengan Bahasa
Jawa (membangunkan dengan cara tidak sopan dan teriakan). Kemudian penulis juga
menemukan asisten manajer wilayah (assistant territory manager) yang membeda-bedakan
karyawan pada timnya berdasarkan jumlah atau target pelanggan yang harus didapat pada
bulan Juli 2017. Karyawan yang memperoleh peningkatan target jumlah pelanggan dari bulan
sebelumnya, dipuji-puji oleh asisten manajer wilayah (assistant territory manager) dihadapan
rekan sekerjanya dan diberitahukan bahwa ia akan dipromosikan untuk kenaikan gajinya pada
bulan depannya (Observasi dilakukan pada tanggal 19 Juli 2017 ketika mengambil data di
Warkop Sahabat Java, Kutisari, Surabaya). Herachwati (2013) menjelaskan bahwa ketika
supervisor membanding-bandingkan kinerja karyawan dengan karyawan yang lain, hal itu
merupakan kesalahan dalam menilai kinerja karyawan (performance appraisal). Dampak dari
perlakuan tersebut dapat mengakibatkan karyawan merasa diperlakukan tidak adil dan
akhirnya mereka akan saling membanding-bandingkan dirinya dengan karyawan lain dengan
cara membicarakan rekannya dari belakang (Wawancara pada tanggal 18 Agustus 2017).
Selain itu hasil penelitian ini juga didukung dari data demografis. Subjek karyawan sales
pada penelitian ini didominasi oleh karyawan yang memiliki masa kerja dalam rentang 1 hingga

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 60

2 tahun, yaitu sebanyak 77% dengan jumlah 118 karyawan. Padahal, rentang masa kerja
karyawan dapat berfungsi sebagai prediktor OCB karena masa kerja dapat mewakili indikator
terhadap investasi karyawan di perusahaan tersebut (Sommer, Bae, dan Luthans, 1996, dalam
Kusumajati, 2014). Kemudian salah satu perilaku OCB ialah bersikap sopan & sesuai aturan
sehingga mencegah timbulnya konflik interpersonal (Greenberg & Baron, 2000, dalam Teresia
& Suyasa, 2008). Sedangkan karyawan sales di perusahaan multimedia X karyawannya banyak
yang melakukan resign yang berdampak pada tidak terbentuknya perilaku OCB di tempat kerja
(Wawancara tidak terstruktur dengan asisten manajer wilayah terjadi pada tanggal 21 Juli
2017 ketika mengambil data di komplek Pondok Benowo Indah, Benowo, Surabaya). Kemudian
penulis menemukan bahwa hasil data demografis lainnya juga dapat mendukung penelitan ini.
Subjek laki-laki dalam penelitian ini sebanyak 83% (124 karyawan sales). Sedangkan subjek
perempuannya 17% (26 karyawan sales). Menurut Estes & Wang (2008) karyawan berjenis
kelamin laki-laki lebih berpeluang untuk menjadi pelaku workplace incivility behavior atau
disebut sebagai instigated workplace incivility behavior.
Temuan selanjutnya, penulis menemukan bahwa faktor pada workplace incivility behavior
yang memiliki hubungan paling kuat dan bernilai positif dengan work stress. Berdasarkan hasil
tersebut penulis melakukan wawancara dengan kepala HRD agar dapat mengetahui lebih jelas
alasan work stress memiliki hubungan yang paling kuat dan bernilai positif dengan faktor turut
ikut campur urusan orang lain dari workplace incivility behavior. Menurut kepala HRD, adanya
tekanan membuat karyawan sales di perusahaan multimedia X melakukan segala cara untuk
mencapai target tersebut. Tekanan tersebut mengakibatkan karyawan saling membicarakan
rekan kerja dari belakang dan menggosip di belakang rekan kerja agar dapat mengetahui dan
membandingkan hasil mereka dengan rekan kerja lainnya. Informasi yang mereka peroleh
(dengan berpura-pura menjadi teman dekat) digunakan untuk mengetahui pelanggan atau
customer yang sudah didapat. Kemudian mereka melakukan input atau pelaporan kepada
kantor pusat, bahwa hasil tersebut diakui sebagai hasil kerjanya oleh karyawan yang
membicarakan dari belakang tersebut (pelaku workplace incivility behavior) (Wawancara
dengan HRD pada tanggal 18 Agustus 2017).

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 61

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian
ini, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis null (H0) ditolak dan hipotesa alternatif (Ha)
diterima. Maka dari itu, penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara work
stress dengan workplace incivility behavior pada karyawan non-manajemen, khususnya
karyawan sales, di perusahaan multimedia X Surabaya.
Saran dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu, bagi penelitian selanjutnya,
bagi human resource development (HRD) di perusahaan multimedia X, dan bagi perusahaan di
Indonesia. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan faktor-faktor
lainnya yang dapat mempengaruhi workplace incivility behavior di Indonesia dan
memperbanyak penelitian mengenai workplace incivility behavior di Indonesia. Bagi human
resource development (HRD) di perusahaan multimedia X diharapkan dapat mengurangi work
stress yang terjadi di perusahaan multimedia X agar tidak terjadi workplace incivility behavior
dengan melakukan intervensi kelompok yang terdiri dari lima tahapan manajemen stress
kepada karyawan sales (Davis, Eshelman, dan Mckay, 2008, dalam Astari, 2012). Kemudian,
bagi perusahaan di Indonesia perlu menjaga keamanan dan kenyamanan karyawan di tempat
kerja sesuai yang diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2013 agar tidak
terjadi work stress yang dapat meningkatkan workplace incivility behavior.

PUSTAKA ACUAN
Aamodt, M. G. (2010). Industrial/Organizational Psychology: An Applied Approach. Belmont:
Wadsworth. doi:0-495-60106-3
Abdillah, M. R., Anita, R., & Anugerah, R. (2016). Dampak Iklim Organisasi Terhadap Stres Kerja
dan Kinerja Karyawan. Jurnal Manajemen, 121-141.
Andersson, L. M., & Pearson, C. M. (1999). Tit for Tat? The Spiralling Effect of Incivility in the
Workplace. Academy of Management, XXIV, 432-471.
Azwar, S. (2011). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bank Dunia. (2010). Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia: Menuju Terciptanya Pekerjaan
yang Lebih Baik dan Jaminan Perlindungan Bagi Para Pekerja. 1-30.
Barlett, J. E., Barlett, M. E., & Reio, T. G. (2008). Workplace Incivility: Worker and Organizational
Antecedents and Outcomes. 8.
Better Work Indonesia. (2012). Better Work Impact Survey Reveals Concerns of Factory Workers
on Work and Life Conditions. International Labour Organization. Dipetik Agustus 30,
2017, dari http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/documents/publication/wcms_187277.pdf

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 62

Blau, G., & Andersson, L. (2005). Testing a Measure of Instigated Workplace Incivility. Journal
of Occupational and Organizational Psychology, 595-614.
Bruin, G. P. (2006). The Dimensionality of The General Work Stress Scale: A Hierarchical
Exploratory Factor Analysis. SA Journal of Industrial Psychology, 68-75.
Bruin, G. P., & Taylor, N. (2005). Development of the Souces of Work Stress Inventory. South
African Journal of Psychology,, 748-765.
Cortina, L. M., & Magley, V. J. (2003). Raising Voice, Risking Retaliation: Events Following
Interpersonal Mistreatment in the Workplace. Journal of Occupational Health
Psychology, 247–265.
Cortina, L. M., Magley, V. J., William, J. H., & Langhout, R. D. (2001). Incivility in the Workplace:
Incidence and Impact. Journal of Occupational Health Psychology, 64-80.
doi:10.1037//1076-8998.6.1.64
Estes, B., & Wang, J. (2008). Workplace Incivility: Impacts on Individual and Organizational
Performance. Human Resource Development Review, 218-240.
doi:10.1177/1534484308315565
Field, A. (2009). Discovering Statistics Using SPSS. London: SAGE Publications Ltd.
Handoyo, S., Suhariadi, F., Sami'an, & Syarifah, D. (2016). Identifikasi dan Intervensi Organisasi
untuk Pengembangan Perilaku Berabad Sebagai Upaya Menjaga Karakter Bangsa
Indonesia. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Holm, K., Torkelson, E., & Bäckström, M. (2015). Models of Workplace Incivility: The
Relationships to Instigated Incivility and Negative Outcomes. BioMed Research
International, 1-10.
Iga. (2016, Desember 04). PT. PHK Diduga Kembali Intimidasi Karyawan. Dipetik Desember 21,
2016, dari Kenali.co: http://kenali.co/berita-7159-ptphk-diduga-kembali-intimidasi-
karyawan.html
Indonesia, R. (2003). Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lembaran
Negara RI Tahun 2003, Nomor 39.
International Labour Office. (2012). Pedoman Pencegahan Pelecehen di Tempat Kerja:
Pedoman untuk Perusahaan. Better Work Indonesia, 1-21.
Kusumajati, D. A. (2014). Organizational Citizenship Behavior (OCB) Karyawan pada
Perusahaan. Humaniora, 62-70.
Manggiasih, R., & Sunardi, H. P. (2014). Analisis Lingkungan Kerja dan Stres Kerja Dampaknya
Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di RSUD). Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis, 23-
33.
Pallant, J. (2011). SPSS Survival Manual: A Step by step guide to data analysis using SPSS.
Australia: Allen & Unwin.
Pearson, C. M., Andersson, L. M., & Wegner, J. W. (2001). When Workers Flout Convention: A
Study of Workplace Incivility. Human Relations, 1387–1419.
Porath, C., & Pearson, C. (2013, Januari-Februari). Harvard Business Review. Diambil kembali
dari The Price of Incivility: https://hbr.org/2013/01/the-price-of-incivility
Roberts, S. J. (2012). Application of the Stressor-Emotion Model of Counterproductive Work
Behavior to Incivility. Omaha, Nebraska: University of Nebraska.
Roberts, S. J., Scherer, L. L., & Bowyer, C. J. (2011). Job Stress and Incivility: What Role Does
Psychological Capital Play? Journal of Leadership & Organizational Studies, 449-458.
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Tahun 2017, Vol. 6, 51-63
Hubungan Antara Work Stress dengan Workplace Incivility Behavior Pada Karyawan Sales di
Perusahaan Multimedia X 63

Safitri, K. (2015, September 19). Intimidasi di Tempat Kerja Bisa Tingkatkan Risiko Bunuh Diri.
Diambil kembali dari Analisa: http://lifestyle.analisadaily.com/read/intimidasi-di-
tempat-kerja-bisa-tingkatkan-risiko-bunuh-diri/172375/2015/09/19
Samson, D., & Daft, R. L. (2015). Management. South Melbourne: Cengage Learning Australia.
Sari, R. P. (2015). Pengaruh Stres Kerja dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Jambuluwuk Malioboro Boutique Hotel Yogyakarta. Skripsi.
Sulsky, L., & Smith, C. (2005). Work Stress. Canada: Thomson Learning.
Teresia, N., & Suyasa, P. Y. (2008). Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship
Behavior pada Karyawan Call Centre di PT. X. Phronesis Jurnal Ilmiah Psikologi Industri
dan Organisasi, 154-169.
Utami, K. W. (2013, Juli 26). Kompas. Diambil kembali dari "Bullying" di Kantor Memicu Pekerja
"Resign":
http://lifestyle.kompas.com/read/2013/07/26/1548063/.Bullying.di.Kantor.Memicu.
Pekerja.Resign.
Wati, Z. S. (2014). Peran Lingkungan Kerja dan Fasilitas Kerja Dalam Meningkatkan Kinerja
Karyawan BMT Madani Sepanjang Sidoarjo. Skripsi.
Widhiarso, W. (2010). Uji Linieritas Hubungan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi


Tahun 2017, Vol. 6, 51-63

Anda mungkin juga menyukai