Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


PADA PASIEN DENGAN SINDROM KORONER AKUT

OLEH :

KELOMPOK 3

1. NI NENGAH ANGGRENI PUSPITA SARI


2. SUCI NIRMALA
3. RAHAYU OKTAVIANA
4. HARIANTI
5. FALKURIATI AINUN
6. BASORI PUTRA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) MATARAM


PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana berkat Hidayah-
Nya kami selaku penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami telah mendapatkan bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan banyak terima kasih, dan semua pihak yang telah banyak memberikan fasilitas dan
informasi sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Kami berharap semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan sumbangan
pengetahuan yang bermanfaat terutama bagi kami sendiri maupun pihak lain.

Mataram, 21 September 2019

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
LATAR BELAKANG ............................................................................................................... 4
RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................... 5
1. Definisi Sindrom Koroner Akut ....................................................................................... 5
2. Etiologi Sindrom Koroner Akut ....................................................................................... 5
3. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut .................................................................................. 5
4. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut ............................................................................... 5
5. Pathway Sindrom Koroner Akut ...................................................................................... 5
6. Manifestasi Sindrom Koroner Akut ................................................................................. 5
7. Pemeriksaan Diagnostik Sindrom Koroner Akut ............................................................. 5
8. Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut ......................................................................... 5
BAB II............................................................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 6
BAB III ......................................................................................................................................... 13
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS......................................................................................... 13
BAB IV ......................................................................................................................................... 16
PENUTUP..................................................................................................................................... 16
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah salah satu
manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan
kematian (Departemen Kesehatan, 2006). SKA merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan
meskipun dunia kedokteran sudah cukup maju dalam bidang kardiovaskuler, angka kematian pada
infark miokard dan serangan ulang penderita SKA masih cukup besar (Hamm dkk., 2011).

SKA yang terdiri atas infark miokard dengan atau tanpa elevasi segmen ST merupakan
gangguan yang mengancam dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi meskipun
penatalaksaan terapi SKA telah berkembang (Kolansky, 2009). SKA menyebabkan angka
perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional dan
merupakan masalah utama saat ini. Pada tahun 2010, secara global PJK menjadi penyebab
kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan
bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar
36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker
(Departemen Kesehatan, 2006).

Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi)


merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini
empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain,
lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK
(Departemen Kesehatan, 2006). Menurut data statistik dari American Heart Association (AHA),
sekitar 18% pada pria dan 23% pada wanita dengan usia >40 tahun meninggal dalam kurun waktu
1 tahun yang memiliki infark miokard untuk diagnosa pertama, 20% pasien SKA masuk rumah
sakit untuk serangan ulang dalam 1 tahun dan 60% dari biaya rumah sakit terkait dengan pasien
SKA yang mengalami ulangan masuk rumah sakit (Kolansky, 2009).

Tingginya angka morbiditas, mortalitas, dan biaya pada pasien SKA maka diperlukan
strategi penatalaksanaan terapi pada pasien SKA untuk mengurangi beban penyakit. Kini telah
banyak pedoman dan evidence-based untuk penatalaksanaan terapi pasien SKA (Kolansky, 2009).

4
Berbagai pedoman dan standar terapi telah dibuat untuk penatalaksanaan terapi pada pasien SKA
agar strategi penatalaksanaan terapi pasien SKA berlangsung secara optimal, efektif, dan efisien
sesuai dengan pedoman dan standar terapi yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan, 2006).
Standar terapi yang digunakan sebagai pedoman manajeman penatalaksaan terapi SKA
diantaranya adalah The American College of Cardiology (ACC)/American Heart Association
(AHA) dan European Society of Cardiology (ESC). Pemilihan obat dalam tatalaksana terapi SKA
antara lain adalah antiiskemik, antikoagulan, antiplatelet, trombolitik/fibrinolitik, serta obat
pendukung lain seperti ACE inhibitor untuk mencegah remodelling dan obat golongan statin untuk
stabilisasi plak (Braunwald dkk., 2002).

RUMUSAN MASALAH

1. Definisi Sindrom Koroner Akut


2. Etiologi Sindrom Koroner Akut
3. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut
4. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut
5. Pathway Sindrom Koroner Akut
6. Manifestasi Sindrom Koroner Akut
7. Pemeriksaan Diagnostik Sindrom Koroner Akut
8. Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA)
adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard
Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q
(IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur
plak aterosklerosis yang tak stabil.

Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini
untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner
Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina
tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST,
maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom
Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak
enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

2.2 Etiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada


penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat
hal, meliputi:

a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi


kolesterol tinggi.
b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).
c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.
d. Infeksi pada pembuluh darah.

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi
oleh beberapa keadaan, yakni:

a. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)


b. Stress emosi, terkejut
c. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan
kontraktilitas jantung meningkat.

6
2.3 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut
Braunwald (1993) adalah:

a) Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu
istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b) Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c) Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:
1) Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
2) Klas B: Primer.
3) Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti
angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan
nitrogliserin intravena.
2.4 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)
Rilantono (1996) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur
plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran
darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan
fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’.
Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor
VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai
penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi,
menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner.

Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan
aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak
serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak
melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang
menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu,
adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian
koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic.

Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium
mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor
maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel
(bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi
nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH
(nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase

7
(eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes,
aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung.

Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding
pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga
merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding
pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan
protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan
dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih
dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator
(yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot
polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.

Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan
kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom
koroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis
yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis -
tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik
stress mekanik. Adapun mulai terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh
beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi,
terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan
(Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis
sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran koroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat
tempat sebagai pencegahan dan terapi.

8
2.5 Pathways SKA Arteriosclerosis
Trombosis koroner
Konstriksi arteri koronaria

Aliran darah

O2 & nutrisi

Jar. Miokard iskemik

Nekrosis ( jika > 30 menit )

Infark Miokardium Infark


transmural Infark
Subendokardial

Iskemia jaringan, Metabolisme anaerob


hipoksemia, perubahan Suplai O2 ke miokard
kontrol saraf otonom,
Sellular hipoksia Produksi Asam laktat
gangguan metabolisme,

Integritas membran sel berubah Nyeri Akut

Kontraktilitas Resiko penurunan


Ketidakseimbangan
curah jantung
elektrolit
Beban jantung

Gagal jantung kiri

Forward failure Backware failure

Bendungan atrium kiri

Vena pulmonalis pressure


Suplai O2 cerebral Pe perfusi perifer
Pe perfusi koroner Tekanan hidrostatik
Pe perfusi paru kapiler paru
Gangguan
kesadaran
Hipotensi, asidosis metabolik Tekanan onkotik
dan hipoksemia
Transudasi cairan

Resiko tinggi gangguan Edema paru


perfusi jaringan

Syok kardigenik Gg. pertukaran gas Resiko tinggi


kelebihan
volume cairan

Sumber:
Suzanne C Smeltzer&Brenda G
Bare, 2001. Depkes, 1996. Nanda,
2005-2006, Muttaqin, 2009

9
2.6 Manifestasi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Rilantono (1996) mengatakan gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah
dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu
hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat
ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai
kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:

1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan
daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi
nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari
20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta
ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada
penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang
pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat
atau lebih sering.
3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh
seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati.
Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Sindrom Koroner Akut (SKA)

Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus
ditemukan, yakni:
a. Sakit dada
b. Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik
c. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama
CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai
normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.

10
2.8 Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut (SKA)

Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien sindrom koroner akut
(SKA) adalah:
a. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen
pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan
sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung.
b. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x
NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi
arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet
(masih menjadi pertanyaan).
c. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan
tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga
preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan.
Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan
depresi pernapasan
d. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase
–1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut
menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. Penelitian ISIS-2 (International
Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak
19%, sedangkan "The Antiplatelet Trialists Colaboration" melaporkan adanya penurunan
kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%.
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable"
dari pada tablet, terutama pada stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat
diberikan pada pasien yang mual atau muntah 4. Aspirin boleh diberikan bersama atau
setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam
menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.
e. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat
agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah
dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet.,
sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46%
kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk
prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi
stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi

11
dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine
2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko
trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari
10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan
trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik
trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun
tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila
dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan
setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah
17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai
dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic
Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA
untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis
(Product Monograph New Plavix).

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)


a. Pengkajian:
1) Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)
2) Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada
retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri
berlangsung ± 10 menit)
3) Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di
dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10),
nyeri berlangsung ± 10 menit)
4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress),
dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal).
b. Pemeriksaan Penunjang:
1) Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik)
2) Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama
CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai
normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).
c. Pemeriksaan Fisik
1) B1: dispneu (+), diberikan O2 tambahan
2) B2: suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin
3) B3: pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+)
4) B4: oliguri
5) B5: penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)
6) B6: tidak ada masalah

d. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


Masalah Keperawatan Intervensi

1. Nyeri akut b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap IMA
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri setelah mendapat perawatan 1x24 jam
Nyeri berkurang setelah intervensi selama 10 menit
Kriteria hasil :
a. Skala nyeri berkurang

13
b. Klien mengatakan keluhan nyeri berkurang
c. Klien tampak lebih tenang
1. Anjurkan klien untuk istirahat
(R: istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah satu relaksasi klien sehingga rasa nyeri
yang dirasakan berkurang, selain itu dengan beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga
jantung tidak berkontraksi melebihi kemampuannya)
2. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam
(R: relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks dan distraksi, kondisi relaks akan
menstimulus hormon endorfin yang memicu mood ketenangan bagi klien)
3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg
(R: Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga respon nyeri klien berkurang)
4. Evaluasi perubahan klien: Nadi, TD, RR, skala nyeri, dan klinis
(R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan)

Masalah Keperawatan Intervensi


2. Penurunan curah jantung
Tujuan: Curah jantung meningkat setelah untervensi selama 1 jam
Kriteria hasil :
a. TD normal, 100/80 -140/90
b. Nadi kuat, reguler

1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari ekstrimitas)


(R: posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas (30 o) memperlancar aliran darah balik ke jantung,
sehingga menghindari bendungan vena jugular, dan beban jantung tidak bertambah berat)
2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)
(R: beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi
kemampuannya)
3. Berikan masker non reservoir 8 lt/mnt
(R: pemberian oksigen akan membantu dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh)
4. Kolaborasi medikasi: Pemberian vasodilator captopril, ISDN, Pemberian duretik furosemide
(R: vasodilator dan diuretic bertujuan untuk mengurangi beban jantung dengan cara
menurunkan preload dan afterload)
5. Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis
(R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan dan sebagai perbaikan intervensi selanjutnya)
Masalah Keperawatan Intervensi
3.Gangguan keseimbangan elektrolit : hypokalemia
Tujuan : Terjadi keseimbangan elektrolit setelah intervensi 1 jam
Kriteria hasil :

14
a. TD normal (100/80 – 140/90 mmHg)
b. Nadi kuat
c. Klien mengatakan kelelahan berkurang
d. Nilai K normal (3,8 – 5,0 mmmo/L)

1. Pantau TD dan nadi lebih intensif


(R: penurunan Kalium dalam darah berpengaruh pada kontraksi jantung, dan hal ini
mempengaruhi Td dan nadi klien, sehingga dengan memantau lebih intensif akan lebih
waspada)
2. Anjurkan klien untuk istirahat
(R: beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi
kemampuannya)
3. Kolaborasi pemberian kalium : Kcl 15 mEq di oplos dengan RL (500 cc/24 jam) dan Pantau
kecepatan pemberian kalium IV
(R: koreksi Kalium akan membantu menaikkan kadar Kalium dalam darah)
4. Evaluasi perubahan klien: TD, nadi, serum elektrolit, dan klinis
(R: untuk mengevaluasi terapi yang sudah diberikan dan untuk program intervensi selanjutnya)

15
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Sindrom koroner akut adalahkejadian dengan mortalitas tinggi dimana perlu diklakukan
penanganan cepa, cermat dan tepat baik dari segi diasnostik, terapi non invasif serta invasive
maupun dari keperawatan.

Tujuan dari penanganan SKA adalah mengatasi nyeri, melakukan refrensi sedini meungkin serta
mengatasi aritmia perlu pemantauan yang ketat terhadap klien dengan kasus SKA agar dapat
mengantisipasi komplikasi yang akantimbul untuk itu di perlukan tenaga kesehatan yang trampil
dalam menangani kasus SKA

16
DAFTAR PUSTAKA

Andra. (2006). Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=197. Diakses di Surabaya,
tanggal 30 September 2010: Jam 19.01 WIB

Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC

Rilantono, dkk. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKU

Suzanne C Smeltzer&Brenda G Bare, 2001. Depkes, 1996. Nanda, 2005-2006, Muttaqin, 2009

17

Anda mungkin juga menyukai