Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

PENGARUH PENAMBAHAN MASSA ZEOLIT TERHADAP TINGKAT


KADAR Cl-, KESADAHAN, ZAT ORGANIK, ZAT PADAT TERSUSPENSI
DAN ORGANOLEPTIK AIR SUNGAI KALIMAS BARAT, SURABAYA

Disusun oleh :

1. Danny Adi Kurniawan / 16030234010 / KB-2016


2. Sa’adah / 16030234016 / KB-2016
3. Michel Angel Luntungan / 16030234035 / KB-2016
4. Rif’ah Raudhatul Jannah / 16030234053 / KB-2016
5. Khisba Diniyah / 16030234054 / KB-2016

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
PRODI KIMIA
2019

1
ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN MASSA ZEOLIT TERHADAP TINGKAT KADAR


Cl-, KESADAHAN, ZAT ORGANIK, ZAT PADAT TERSUSPENSI DAN
ORGANOLEPTIK AIR SUNGAI KALIMAS BARAT, SURABAYA

Kurniawan, D. A., Sa’adah, Luntungan, M. A., Jannah, R. R., dan Diniyah, K.


Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan


massa zeolit yang digunakan sebagai adsorben terhadap kualitas dan kelayakan air sungai
Kalimas, Surabaya. Di sekitar sungai ini terdapat beberapa industri misalnya industri
minyak, industri tekstil, dan industri kabel, sehingga membuat sungai ini tercemar dan
perlu dianalisa kelayakannya sebagai air bersih yang dapat digunakan untuk kebutuhan
masyarakat sehari-hari. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menangani masalah
tersebut adalah dengan teknologi tepat guna yang menggunakan zeolit sebagai adsorben.
Zeolit yang teraktivasi memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat yang ada di
dalam cairan atau padatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan perbedaan
pengaruh variasi massa zeolit sebagai adsorben sampel terhadap lima uji kelayakan air
yang telah dilakukan yaitu Penentuan Kadar Cl-, Kesadahan, Zat Organik, Zat Padat
Tersuspensi dan Uji Organoleptik berupa pemeriksaan bau, kekeruhan dan pH larutan.
Semakin besar massa adsorben zeolit yang diberikan ke dalam sampel, semakin rendah
kadar zat cemaran dalam sampel. Berdasarkan beberapa uji tersebut sampel air sungai
Kalimas dikategorikan sebagai air yang masih layak digunakan yaitu pada uji Kadar Cl-,
Kesadahan, Zat Tersuspensi serta Pemeriksaan bau dan pH. Namun sampel dikategorikan
air yang tidak layak konsumsi pada uji Kadar Zat Organik dan pemeriksaan kekeruhan
pada uji Organoleptik.

2
ABSTRACT

THE EFFECT OF ADDITION OF ZEOLITE MASS ON CL - LEVEL,


CONSCIOUSNESS, ORGANIC SUBSTANCES, SUSPENSIVE SOLID AND
ORGANOLEPTIC SUBSTANCES OF KALIMAS BARAT RIVER, SURABAYA

Kurniawan, D. A., Sa’adah, Luntungan, M. A., Jannah, R. R., dan Diniyah, K.


Chemistry, Faculty of Math and Science, State University of Surabaya

This research was conducted with the aim to determine the effect of differences
in zeolite mass used as an adsorbent on the quality and feasibility of the Kalimas river
water, Surabaya. Around this river there are several industries such as the oil industry, the
textile industry, and the cable industry, so that this river is polluted and it needs to be
analyzed for its feasibility as clean water that can be used for everyday people's needs.
One of the efforts made to deal with this problem is with appropriate technology that uses
zeolite as an adsorbent. Activated zeolites have the ability to absorb heavy metals in
liquids or solids. From the results of the research, there were differences in the effect of
zeolite mass variations as the sample adsorbent on five water feasibility tests that were
carried out, namely Cl-, Hardness, Organic Substances, Suspended Solids and
Organoleptic Tests in the form of odor, turbidity and pH of the solution. The greater the
mass of zeolite adsorbent given to the sample, the lower the content of contaminants in
the sample. Based on some of the tests, the Kalimas river water sample is categorized as
water that is still suitable to be used, namely in the Cl-Level test, Hardness, Suspended
Substance and odor and pH Examination. However, the sample was categorized as
unsuitable water consumption in the Organic Substance Test and turbidity test in the
Organoleptic Test.

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan
yang luar biasa ini yaitu kesempatan menyelesaikan tugas makalah Kimia
Lingkungan tentang “Pengaruh penambahan massa zeolit terhadap tingkat kadar
Cl-, kesadahan, zat organik, zat padat tersuspensi dan organoleptik terhadap air
sungai Kalimas Barat, Surabaya”.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni
syari’ah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia yang
paling besar bagi seluruh alam semesta.
Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-
banyaknya untuk Tim Dosen Kimia Lingkungan yang telah menyerahkan
kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu
berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
terkait tingkat kadar Cl-, kesadahan, zat organik, zat padat tersuspensi dan
organoleptik terhadap air sungai Kalimas Barat, Surabaya.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali lagi kami menyadari bahwa tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif. Di akhir kami
berharap makalah sederhana kami dapat dimengerti oleh setiap pihak yang
membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam
majalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Surabaya, 25 Maret 2019

Penyusun

4
DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................... 2
ABSTRACT .......................................................................................................... 3
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 4
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 7
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian...................................................................................... 8
D. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 8
E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
F. Asumsi Penelitian ..................................................................................... 8
G. Batasan Penelitian .................................................................................... 8
H. Definisi Operasional ................................................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Air Limbah ............................................................................................. 10
B. Zeolit ...................................................................................................... 11
C. Klorida ................................................................................................... 12
D. Kesadahan .............................................................................................. 16
E. Zat Organik ............................................................................................ 20
F. TSS (Total Suspended Solid) ................................................................. 26
G. Kualitas Air Bersih ................................................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 35
B. Subjek Penelitian .................................................................................... 36
C. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 36
D. Analisis Data .......................................................................................... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..........................................................................................
B. Pembahasan................................................................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5
A. Simpulan ................................................................................................ 50
B. Saran ...................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 53

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Saat ini, air adalah unsur yang memiliki peran paling penting dalam
kehidupan setiap makhluk hidup di muka bumi ini. Air bisa diartikan sebagai
sebuah senyawa kimia yang terdiri dari dua unsur, yaitu unsur H 2 yang
berikatan dengan unsur O2 yang kemudian menghasilkan senyawa air
(H2O).Selain untuk minum dan memenuhi kebutuhan air dalam tubuh, air
juga memiliki peran lain bagi manusia salah satunya adalah untuk memasak.
Dapatdiketahui bahwa makanan juga merupakan sumber kehidupan bagi
manusia, namun untuk bisa membuat bahan mentah menjadi makanan yang
bisa dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi, manusia juga harus
menggunakan air.Dalam bidang industri air bisa membantu dalam mengolah
segala produk mentah menjadi produk yang siap dipakai oleh manusia.
Penggunaan air pada rumah tangga juga merupakan hal yang sangat
penting. Selain untuk dikonsumsi, air juga dimanfaatkan untuk keperluan
lainnya yaitu mandi, cuci, dan kakus (MCK). Air yang telah digunakan dalam
keperluan rumah tangga maupun untuk industri biasanya akan terbuang ke
sungai tanpa ada pengolahan untuk dijadikan air bersih. Hal ini yang
mendasari untuk melakukan penelitian terhadap air sungai yang dapat diolah
menjadi air bersih kembali.
Penelitian ini digunakan sampel air yang berasal dari sungai Kalimas
dikawasan Perak, Surabaya. Pada daerah pengambilan sampel tersebut
terdapat kawasan pemukiman warga, terminal petikemas, dan berbagai
macam industri kecil. Sehingga memungkinkan aliran sungai tersebut dapat
tercemar berbagai materi-materi kimia. Dari uraian tersebut, peneliti
memfokuskan untuk mengetahui layak tidaknya air sungai pada Kalimas
untuk dijadikan air bersih kembali sehingga air tersebut dapat dimanfaatkan
manusia untuk keperluan sehari-hari dengan pengujian menggunakan zeolit
sebagai materi yang mengadsorp zat yang terdapat pada air sungai Kalimas.
Pengujian air tersebut meliputi penentuan kadar Cl-, kesadahan air,

7
kandungan zat organik, zat padat tersuspensi, serta organoleptik (bau,
kekeruhan, pH).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diangkat rumusan masalah
yaitu bagaimana pengaruh perbedaan massa zeolit yang digunakan sebagai
adsorben terhadap kualitas dan kelayakan air sungai Kalimas?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh perbedaan
massa zeolit yang digunakan sebagai adsorben terhadap kualitas dan
kelayakan air sungai Kalimas

D. Hipotesis Penelitian
H0 : Perbedaan massa zeolit yang digunakan sebagai adsorben berpengaruh
terhadap kualitas dan kelayakan air sungai Kalimas
H1: Perbedaan massa zeolit yang digunakan sebagai adsorben tidak
berpengaruh terhadap kualitas dan kelayakan air sungai Kalimas

E. Manfaat Penelitian
1. Menambah data baru tentang kondisi air sungai Kalimas saat ini
2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan

F. Asumsi Penelitian
Pada penelitian ini diasumsikan bahwa kecepatan pengadukan
menggunakan magnetic stirrer tidak mempengaruhi daya adsorbsi zat pada
sampel

G. Batasan Penelitian
Permasalahan yang perlu dibatasi dalam penelitian ini yaitu hanya
mengetahui kelayakan air sungai dengan pengujian penentuan kadar Cl-,

8
kesadahan air, kandungan zat organik, zat padat tersuspensi, serta
organoleptik (bau, kekeruhan, pH).

H. Definisi Operasional
Berikut adalah definisi operasional dari penelitian ini.
1. Ion klorida ialah salah satu anion anorganik yang ditemukan di perairan
alami dalam jumlah yang lebih besar dibandinkan dengan ion halogen
lainnya.
2. Titrasi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar
Cl- dalam larutan dengan menggunakan larutan AgNO3 sebagai titernya.
3. Kesadahan adalah salah satu sifat kimia yang dimiliki oleh air
4. Cara penentuan kesadahan yaitu dengan titrasi kompleksometri dengan
EDTA sebagai titernya.
5. Senyawa organik merupakan senyawa yang terdiri atas karbon, hidrogen,
dan oksigen. Banyaknya senyawa organik pada air mengindikasikan
bahwa air tersebut tercemar.
6. Penentuan senyawa organik pada air dapat dilakukan dengan titrasi
permanganometri dimana KMnO4 sebagai titernya.
7. Total Suspended Solid (TSS) adalah padatan yang terdapat dalam larutan
namun tidak terlarut, dapat menyebabkan larutan menjadi keruh, dan
tidak dapat langsung mengendap pada dasar larutan.
8. Padatan ini terdiri dari senyawa organik dan anorganik yang terlarut
dalam air, garam, dan mineralnya.
9. Uji organoleptik ialah uji menggunakan indera sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan pada sampel.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. AIR LIMBAH
Air adalah kebutuhan dasar bagi ke-hidupan di muka bumi. Setiap
penggunaan air untuk suatu kebutuhan, diperlukan syarat-syarat kualitas air sesuai
peruntukannya. Salah satu syarat yang penting adalah ukuran banyaknya zat
organik yang terdapat dalam air. Oleh karena itu, penentuan zat organik dalam air
menjadi salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air, karena bisa
menjadi salah satu ukuran seberapa jauh tingkat pencemaran pada suatu perairan
(Febrian, 2008).
Kalimas merupakan muara dari sungai Brantas (sungai terbesar di Jawa
yang pecah menjadi 9 cabang besar yakni: Kali Greges, Kali Anak, Kali
Krembangan, Kali Mas, Kali Pegiringan, Kali Anda, Kali Palaka, Kali Bokor, dan
Kali Pacekan) (Purnomo,1982) yang memecah belah kota Surabaya, Kalimas
menjadi Bandar pelabuhan tradisional di Surabaya sejak masa kolonial Belanda.
Dalam buku Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe wilayah Kalimas dimulai dari
Gunungsari, kemudian menelusur ke arah Timur. Lantas di dekat Wonokromo
terpecah menjadi dua, yang satu ke arah Jagir Wonokromo sedang yang satunya
menuju ke arah Darmokali, Dinoyo, Kaputran dan Kayoon. Berbelok ke arah
Ketabangkali dan Ngemplak (Imam Widodo,2013).
Lantas, di pertemuan jalan antara Plampitan dan jalan Ambengan, Kalimas
terpecah lagi. Yang sebelah Timur menyusuri Ngemplak, Kalisari, Penyindilan,
gembong, Srengganan, Kertopaten, Tenggumung, terus berlikuliku hingga
bermuara di Selat Madura. Sedangkan yang satunya setelah Plampitan, Peneleh,
Pandean, jalan Semut, lurus saja tidak berbelok-belok menuju kearah utara hingga
ke Dermaga Ujung, jalur sampai ke Dermaga Ujung inilah yang merupakan
pelabuhan tradisional Kalimas Surabaya.
Pada tahun 2019, sebagian Sungai Kalimas sudah tidak lagi digunakan
sebagai jalur transportasi air kapal-kapal besar. Hanya saja tempat-tempat tertentu
yang masih digunakan untuk bersandar kapal-kapal kecil pengangkut barang-
barang (misalnya: bawang, dll) yang berada di Sungai Kalimas Ujung. Sedangkan

10
di Sungai Kalimas Monkasel digunakan untuk sarana wisata air menggunakan
kapal kecil yang dihiasi lampu.
Sampel air yang di ambil dari Sungai Kalimas yang bertempat di Jln.
Kalimas Barat merupakan sungai yang dekat dengan pemukiman padat penduduk
di sekitar hantaran sungai, gudang–gudang besar penyimpanan barang (Depo
Petikemas), terminal bemo, penjual barang–barang bekas, bahkan sungai ini
sejalur dengan sungai yang di Kalimas Ujung (Jembatan Pete’an) yang merupakan
tempat bersandarnya kapal–kapal kecil pengangkut barang dan tersambung juga
dengan sungai yang ada di sekitar JMP dan pasar.

B. ZEOLIT
Salah satu usaha yang dilakukan untuk menangani masalah tersebut adalah
dengan teknologi tepat guna yang menggunakan zeolit sebagai adsorben. Zeolit
yang teraktivasi memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat yang ada di
dalam cairan atau padatan. Zeolit adalah mineral dengan strukur kristal alumino-
silikat yang berbentuk rangka (framework) tiga dimensi, mempunyai rongga dan
saluran serta mengandung ion-ion logam seperti Na, K, Mg, Ca dan Fe serta
molekul air. Zeolit memiliki empat sifat utama yaitu sebagai sorben, ion-
exchange, molecular sieving dan katalis. Struktur rangka tiga dimensi pada zeolit
memungkinkan zeolit mempunyai luas permukaan yang besar dalam menyerap
molekul gas pada posisi molekul air dalam kristal zeolit (Gunawan, 2018).
Zeolit memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat yang ada di
dalam cairan atau padatan. Kemampuan ini bisa dimaksimalkan dengan cara zeolit
harus dilakukan aktivasi terlebih dahulu sehingga terjadi dekationisasi yang
menyebabkan berkurangnya pengotor yang menutupi pori-pori zeolit sehingga
menambah luas permukaan zeolit. Bertambahnya luas permukaan zeolit
diharapkan meningkatkan kemampuan zeolit dalam melakukan proses penyerapan
(Iswanto dkk., 2016).
Kemampuan menyerap pada zeolit ditentukan oleh ukuran partikel, muatan
serta lokasi kation yang berada dalam rongga zeolit. Zeolit perlu diaktivasi untuk
menguapkan molekul air sebelum dipakai sebagai adsorben. Zeolit banyak
dimanfaatkan pada industri mulai dari sebagai bahan baku sampai pada sistem

11
pengolahan limbahnya (Las dan Zamroni, 2002). Komposisi kandungan kimiawi
dari zeolit alam yaitu Alumina (Al2O3) dan Silika (SiO2) yang merupakan
komponen utama pembentuk rangka (framework) dari zeolit alam (Setiadi dan
Pertiwi, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yoesoef (tanpa tahun)
menunjukkan bahwa zeolit dapat meminimalkan, menurunkan atau bahkan
menghilangkan besi dalam air sumur. Dari gambar 1 menunjukkan bahwa
efisiensi penurunan konsentrasi besi dengan adsorben zeolit temyata memiliki
hasil yang baik. Efisiensi penurunan konsentrasi besi akan meningkat seiring
dengan bertambahnya berat adsorben karena zeolit memiliki struktur yang berpori
maka zeolit ini mengandung banyak sekali pori-pori yang halus dan luas
permukaan yang besar yang memungkinkan partikel besi menempati ruang
kosong semakin padat. Kondisi ini akan menyesuaikan dengan variabel perlakuan
yaitu massa adsorben dan juga mempengaruhi jumlah sel yang terjerap. Semakin
berat adsorben zeolit juga menghasilkan hasil yang baik seperti dapat dilihat pada
gambar di bawah ini yang dapat disimpulkan bahwa semakin banyak massa
adsorben maka akan terjadi penurunan konsentrsi besi dalam sampel.
Pada penelitian ini dilakukan lima analisis uji kelayakan air sebagai
pemenuhan keperluan masyarakat sehari hari. Kelima uji itu adalah Penentuan
Kadar Cl-, Kesadahan, Zat Organik, Zat Padat Tersuspensi dan Uji Organoleptik
berupa pemeriksaan bau, kekeruhan dan pH larutan.
C. KLORIDA
Pengertian Klorida
Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan
satu elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl-.
Garam dari asam klorida (HCl) mengandung ion klorida, contohnya adalah
garam meja, yang disebut natrium klorida dengan rumus kimia NaCl. Dalam
air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl-. Klorida dalam senyawa
kimia, satu atau lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul.
Ini berarti klorida dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh
paling sederhana dari suatu klorida anorganik adalah asam klorida (HCl),

12
sedangkan contoh sederhana senyawa organik (suatu atau organoklorida)
adalah klorometana (CH3Cl), sering disebut metil klorid (Oputu, 2013).
Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air
minum maupun sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium.
Bila dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis yang
merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas). Hidrolisis ini
menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang digunakan
sebagai koagulan pada pengolahan limbah dan produksi air minum. Larutan
ini juga digunakan sebagai pengetsa untuk logam berbasis-tembaga pada
papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat dari besi (III) klorida adalah asam
Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis
organik (Bagus, 2010).
Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya
hanya ditemui di kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida
biasanya dihasilkan melalui elektrolisis natrium klorida yang terlarut dalam
air. Dalam konsentrasi yang wajar, klorida tidak akan membahayakan bagi
manusia. Rasa asin terhadap air merupakan pengaruh dari klorida dalam
jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/L. Oleh karena itu, penggunaan klorida
dibatasi untuk kebutuhan manusia.
Metode Penentuan Klorida
Dalam menentukan klorida dikenal 3 macam metode argentometri,
yaitu: metode Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans. Istilah
argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti perak. Jadi
argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam
suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan
dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah
dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat
AgNO3. Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam
larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood, 2002).
Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil
reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip

13
dasarnya ialah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan
pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu serta
diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi
pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi (Oputu, 2013).
Penetapan titik akhir dalam reaksi pengendapan ini dapat
diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan bromide.
Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak nitrat,
sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai
indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk
membentuk perak kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut.
Titrasi ini hendaknya dilakukan dalam suasana netral atau sangat sedikit
sekali basa, yakni dalam jangkauan pH 6,59 (Bassett, 1994).
Tentu saja penting bahwa pengendapan indicator terjadi pada titik
eqivalen atau didekat titik eqivalen dari titrasi tersebut. Perak kromat lebih
mudah larut (sekitar 8,4 x 10-5 mol /liter) daripada perak klorida (sekitar
1x10-5 mol/ liter). Jika ion ion perak ditambah kedalam suatu larutan yang
mengandung ion klorida dengan konsetrasi besar dengan ion kromat dengan
konsentrasi kecil, perak klorida akan mengandap terlebih dahulu: perak
kromat tidak terbentuk sebelum konsentrasi ion perak meningkat sampai
kenilai yang cukup besar untuk melebihi Ksp dari perak kromat.
(Underwood, 2002).
1. Metode Mohr
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10.
Dalam larutan yang lebih basa perak oksida akan mengendap. Dalam
larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi, karena
HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali. Hidrogen kromat berada dalam
kesetimbangan dengan dikromat :
2H+ + 2CrO42- ↔ Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya
menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak
kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya
garam dikromat cukup dapat larut (Vogel, 1985).

14
Metode Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi ion bromida
dengan perak, dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak basa.
Efek adsorpsi menyebabkan titrasi ion iodida dan tiosianat tidak layak.
Perak tak dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan
menggunakan indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada
sejak awal, pada titik kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi,
orang dapat menambahkan larutan klorida standar secara berlebih, dan
kemudian menitrasi balik, dengan menggunakan indikator kromat
(Vogel, 1985).
2. Metode Volhard
Titrasi Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe(III) sebagai indikator
adalah contoh metode Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna di
dalam larutan. Selama titrasi, Ag(CNS) terbentuk sedangkan titik akhir
tercapai bila NH4CNS yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk
warna merah gelap (FeCNS)2+. Jumlah thiosianat yang menghasilkan
warna harus sangat kecil. Jadi kesalahan pada titik akhir harus sangat
kecil, dengan cara mengocok larutan dengan kuat pada titik akhir
tercapai, agar Ag yang teradsorpsi pada endapan dapat didesorpsi. Pada
metode Volhard untuk menentukan ion klorida, suasana haruslah asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 yang
ditambahkan berlebih ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan
Ag tersebut kemudian di titrasi balik dengan menggunakan Fe(III)
sebagai indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan karena
AgCNS kurang larut dibandingkan AgCl. Sehingga :
AgCl + CNS- → AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan
Cl- seakan-akan lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan
mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau
menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi
dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini
dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui
ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama HNO3, kemudian campuran

15
tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang (Oputu,
2013)
3. Metode Fajans
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan
menggunakan indikator adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang
mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan
berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan,
tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan
adanya adsobsi indikator pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk
dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan (Harjadi, 1993).
Penentuan klorida dilakukan dengan beberapa metode diantaranya
adalah metode argentometri and metode spketrofotometer. Pengunaan
metode titrasi argentometri nerupakan metode yang klaisk untuk
menganalisis kadar klorida yang dilakukan dengan mempergunakan
AgNO3 dan indicator K2Cr2O4, kelebihan dari analisis klorida dengan
cara ini yaitu pelaksanaan yang mudah dan cepat, memiliki ketelitian dan
keakuratan yang tingga dan dapat digunakan untung menetukan kadar
yang memiliki sifat yang berbeda beda (Titis, 2009).
Standar Klorida Dalam Air
Klorida dalam bentuk ion Cl- adalah anion anorganik yang banyak
terdapat dalam air. Adanya klorida yang berlebihan dalam air minum dapat
menyebabkan gangguan pada sifat fisis air, gangguan pipa logam, dan
gangguan kesehatan. Persyaratan kualitas air minum sesuai dengan
Permenkes, RI No 907/ Menkes/ SK/ VII/ 2002, sebagai mana kadar
maksimal klorida yang diperbolehkan untuk air minum adalah 250 mg/l.

D. KESADAHAN
Kesadahan
Kesadahan merupakan istilah yang digunakan pada air yang
mengandung kation penyebab kesadahan dalam jumlah yang tinggi. Pada
umumnya kesadahan disebabkan oleh adanya logam-logam atau kation-
kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg, tetapi penyebab

16
utama dari kesadahan adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) (Widayat,
2002).
Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah
kalsium dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh
jumlah kalsium dan magnesium. Kalsium berikatan dengan anion penyusun
alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbnat (Effendi, Hefni. 2003).
Sumber Kesadahan
Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tanah dan
bebatuan. Air hujan sebenarnya tidak memiliki kemampuan melarutkan ion-
ion penyusun kesadahan yang banyak terikat didalam tanah dan batuan
kapur. Larutan ion-ion yang dapat meningkatkan nilai kesadahan lebih
banyak disebabkan oleh aktivitas bakteri di dalam tanah, yang banyak
mengeluarkan karbon dioksida (Effendi, Hefni. 2003).
Jenis Kesadahan
Terdapat dua jenis kesadahan, yakni sebagai berikut:
1. Kesadahan sementara
Kesadahan sementara merupakan kesadahan yang mengandung ion
bikarbonat (HCO3-), atau boleh jadi air tersebut mengandung senyawa
kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2)
Air yang mengandung ion atau senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah
sementara karena kesadahannya dapat dihilangkan dengan pemanasan air,
sehingga air tersebut terbebas dari ion Ca2+ dan Mg2+. Dengan jalan
pemanasan senyawa-senyawa tersebut akan mengendap pada dasar ketel
(Kusuma Rini, D., & Anthonius, L. 2010).
Reaksinya:
Ca(HCO3)2(aq) + dipanaskan → CO2(g) + H2O(l) + CaCO3(s)
Mg(HCO3)2(aq) + dipanaskan → CO2(g) + H2O(l) + MgCO3(s)
2. Kesadahan Tetap
Kesadahan tetap adalah kesadahan yang mengadung anion selain ion
bikarbonat, misalnya dapat berupa ion Cl-, NO3- dan SO42-. Berarti senyawa
yang terlarut boleh jadi berupa kalsium klorida (CaCl2), kalsium nitrat
(Ca(NO3)2), kalsium sulfat (CaSO4), magnesium klorida (MgCl2),

17
magnesium nitrat (Mg(NO3)2), dan magnesium sulfat (MgSO4). Air yang
mengandung senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah tetap, karena
kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya dengan cara pemanasan. Untuk
membebaskan air tersebut dari kesadahan, harus dilakukan dengan cara
kimia, yaitu dengan mereaksikan air tersebut dengan zat-zat kimia tertentu
(Sulistyani dkk, 2012).
Kesadahan tetap dapat dikurangi dengan penambahan larutan soda-
kapur (terdiri dari larutan natrium karbonat dan magnesium hidroksida)
sehingga terbentuk endapan kaslium karbonat (padatan/endapan) dan
magnesium hidroksida (padatan/endapan) dalam air.
Reaksinya:
CaCl2(aq) + Na2CO3 → CaCO3(s) + 2NaCl(aq)
CaSO4(aq) + Na2CO3 → CaCO3(s) + Na2SO4(aq)
MgCl2(aq) + Ca(OH)2 → Mg(OH)2(s) + CaCl2(aq)
MgSO4(aq) + Ca(OH)2 → Mg(OH)2(s) + CaSO4(aq)
Standart Jenis Kesadahan
Air yang layak digunakan, mempunyai standar persyaratan tertentu
yakni persyaratan fisis, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut
merupakan satu kesatuan, sehingga apabila ada satu saja parameter yang
tidak memenuhi syarat maka air tesebut tidak layak untuk digunakan. Salah
satu parameter kimia dalam persyaratan kualitas air adalah jumlah
kandungan unsur Ca2+ dan Mg2+ dalam air yang keberadaannya biasa
disebut kesadahan air. Pada umumnya kesadahan menunjukkan jumlah
kalsium karbonat dalam milligram perliter atau bagian perjuta. Kesadahan
dalam air sangat tidak dikehendaki baik untuk penggunaan rumah tangga
maupun untuk penggunaan industri. Berdasarkan PERMENKES RI No. 32
tahun 2017 tentang standar baku mutu kesehatan lingkugan dan persyaratan
kesehatan air untuk keperluan higine sanitasi, kadar maksimum kesadahan
(CaCO3) pada air untuk keperluan higine sanitasi adalah sebesar 500 mg/L.
Tingkat kesadahan air baik Mg maupun Ca biasanya digolongkan
seperti ditunjukkan pada tabel berikut (Widayat, W, 2002):

18
Kalsium dan Magnesium (Ca dan Mg)
a) Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan unsur logam alkali tanah yang reaktif, mudah
ditempa dan dibentuk serta berwarna putih perak. Kalsium bereaksi dengan
air dan membentuk kalsium hidroksida dan hidrogen. Di alam kalsium
ditemukan dalam bentuk senyawa-senyawa seperti kalsium karbonat
(CaCO3) dalam batu kalsit, pualam dan batu kapur, kalsium sulfat (CaSO4)
dalam batu pualam putih atau gypsum, kalsium fluorida (CaF2) dalam
fluorit, serta kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dalam batuan fosfat dan silikat.
Kalsium bereaksi lambat dengan oksigen di udara pada temperatur kamar
tetapi terbakar hebat pada pemanasan. Kalsuim terbakar hanya
menghasilkan oksidanya (Marsidi, 2001).
b) Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur logam alkali tanah yang berwarna putih
perak, kurang reaktif dan mudah dibentuk atau ditempa ketika dipanaskan.
Magnesium tidak bereaksi dengan oksigen dan air pada suhu kamar, tetapi
dapat bereaksi dengan asam. Pada suhu 800 oC magnesium bereaksi dengan
oksigen dan memancarkan cahaya putih terang. Di alam magnesium banyak
terdapat pada lapisan-lapisan batuan dalam bentuk mineral seperti
carnallite,dolomite dan magnesite yang membentuk batuan silikat. Selain
itu dalam bentuk garam seperti magnesium klorida. Sedangkan dalam
laboratorium magnesium dapat diperoleh melalui elektrolisis lelehan
magnesium klorida.
Magnesium adalah ion paling umum ketiga yang dijumpai dalam air
laut setelah natrium dan klorida, sehingga air laut merupakan sumber paling
besar untuk industri logam ini. Kenyataannya, 1 km3 air laut mengandung
kira-kira satu juta ton ion magnesium. Dengan 103 Km3 air laut di planet
bumi kebutuhan logam magnesium lebih dari cukup. Logam magnesium

19
teroksidasi oleh udara secara perlahan pada temperatur kamar tetapi sangat
hebat pada pemanasan. Pembakaran logam magnesium memberikan nyala
putih yang sangat terang. Pembakaran serbuk magnesium, pada awal
fotografi digunakan sebagai sumber penerangan (iluminasi) (Marsidi, 2001).

E. ZAT ORGANIK
Zat organik adalah zat yang pada umumnya merupakan bagian dari
binatang atau tumbuh-tumbuhan dengan komponen utamanya adalah
karbon, protein, dan lemak lipid. Zat organik ini mudah sekali mengalami
pembusukan oleh bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Sisa dari
zat organik yang dibuang ke lingkungan disebut juga dengan limbah
organik. Limbah organik adalah sisa atau buangan dari berbagai aktifitas
manusia seperti rumah tangga, industri, pemukiman, peternakan, pertanian,
dan perikanan. Bahan organik biasanya tersusun oleh karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur, dan mineral lainnya. Limbah organik
masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan yang terendap, koloid,
tersuspensi, dan terlarut. Pada umumnya bentuk padatan akan langsung
mengendap menuju dasar perairan, sedangkan bentuk lainnya berada di
badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob. Dimanapun limbah
organik berada, jika tidak dimanfaatkan oleh fauna perairan lain seperti
ikan, kepiting, bentos (organisme yang hidup di dasar perairan), dan
lainnya, maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba, baik mikroba
aerobik (mikroba yang hidupnya memerlukan oksigen), mikroba anaerobik
(mikroba yang hudupnya tidak memerlukan oksigen), dan mikroba fakultatif
(mikroba yang dapat hidup pada perairan aerobik dan anaerobik) (Halim,
2007 dalam Sunawiruddin Hadi dkk, 2014).
Keberadaan zat organik di dalam air menimbulkan warna dan bau
serta dapat membantu pertumbuhan bakteri. Senyawa humus di dalam air
akan menimbulkan senyawa trihalometan setelah klorinasi. Telah diketahui
bahwa senyawa trihalometan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu senyawa
organik harus sedapat mungkin disisihkan pada pengolahan air terutama
dengan proses kimia (Krisma, 2008).

20
Analisa zat organik dalam air dapat ditentukan dengan menggunakan
metode titrasi permanganometri. Metode titrasi ini menggunakan kalium
permanganat yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini
didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium
permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari
100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah, dan tidak memerlukan
indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat
beraksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi
+2, +3, +4, +6, dan +7 (Day & Underwood, 2002).
Hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai nilai permanganat. Nilai
permanganat adalah jumlah miligram kalium permanganat yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat organik dalam 1000 mL air pada kondisi mendidih
(SNI 06-6989.22-2004, 2004). Waktu yang digunakan untuk mendidihkan
sampel agar bereaksi sempurna dengan kelebihan KMnO4 sesuai dengan
SNI 06-6989.22-2004 adalah tepat 10 menit. Dari hasil pengamatan di
lapangan, kadang-kadang waktu pemanasan yang digunakan untuk
mendidihkan sampel tidak diperhatikan. Padahal menurut penelitian Farida
(2006), pemanasan berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan zat organik di
dalam sampel air.
Dalam air sumur, terdapat beberapa kandungan bahan kimia.
Kandungan ini memiliki efek positif dan negatif bagi tubuh. Kondisi
lingkungan atau daerah sumber air masing-masing mempengaruhi
karakteristik air sumur tersebut sehingga bahan kimia yang terkandung pun
beragam jumlahnya. Berdasarkan keragaman jumlah bahan-bahan kimia
dalam air, maka dibutuhkan suatu standard yang mengatur kualitas air yang
baik untuk dikonsumsi. Standard kualitas air ini diatur oleh Departemen
Kesehatan berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) yang harus dipatuhi
oleh semua produsen air minum. Berikut ini syarat mutu air minum menurut
SNI 01-3553-2006.

21
(Sumber: SNI 01-3553-2006, 2006. Syarat Mutu Air)
Nilai permanganat adalah jumlah milligram kalium permanganat yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam 1000 mL air pada
kondisi mendidih. Adanya zat organik yang melebihi dari yang disyaratkan

22
berarti menunjukkan adanya pencemaran/pengotoran terhadap air tersebut.
Zat organik merupakan makanan mikroorganisme yang menyebabkan
pesatnya pertumbuhan, sehingga membahayakan masyarakat yang
menggunakannya. Zat organik dapat pula mengganggu proses pengolahan,
disamping menyebabkan air menjadi berwarna, memberikan rasa, dan bau
yang tak sedap. Adanya zat organik dalam air menunjukan bahwa air
tersebut telah tercemar oleh kotoran manusia ,hewan atau oleh sumber
lain.zat organik merupakan bahan makanan bakteri atau mikroorganisme
lainnya . Makin tinggi kandungan zat organik didalam air,maka semakin
jelas bahwa air tersebut telah tercemar (Kurniawan, 2009).
Zat organik dalam air atau air limbah dalam bentuk Protein,
Karbohidrat, serta minyak dan lemak. Zat lain yang ada dalam air limbah
dapat berupa garam, mineral renik, pestisida dan logam. Keberadaan bahan
organik dalam air diketahui menggunakan parameter BOD (Biological
Oxygen Demand = Jumlah Oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk mengoksidasi zat organik secara biokimiawi), COD (Chemical
Oxygen Demand = sama seperti BOD, hanya saja secara kimiawi), dan lain-
lain. Adanya zat organik dalam air dapat ditentukan dengan mengukur
angka Permanganat (KMnO4 = Kalium Permanganat).
Pengukuran angka permanganat adalah pengukuran zat organik dalam
air, dimana zat organik di dalam air dioksidasi oleh oksidator kuat KMnO 4
pada suhu mendidih (±100oC) selama 10 menit. Semakin banyak zat organik
di dalam air maka akan semakin banyak oksidator KMnO4 yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi senyawa organik.
Prinsip pengukuran permanganat:
Mengoksidasikan zat organik dalam air dengan larutan baku, KMnO 4
0,01 N, kemudian sisa dari KMnO4 0,01N ini akan direduksi oleh asam
oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat ditritasi kembali dengan KMnO 4
0,01 N sampai titik akhir berwarna merah muda seulas.
a) Reaksi oksidasi KMnO4 dalam kondisi asam sebagai berikut :
2KMnO4 + 3H2SO4  2MnSO4 + K2SO4 + 3H2O + 5O2
b) Oksidasi KMnO4 dalam kondisi basa sebagai berikut :

23
2KMnO4 + H2O2  MnO2 + KOH + 3O2 + 3H2O
c) Zat organik dapat dioksidasi dengan reaksi sebagai berikut :
C2H2O + O2  2CO2 + H2O
Semakin tinggi kandungan zat organiknya maka akan semakin tinggi
pula nilai permanganat. Cara untuk mengurangi angka permanganat dalam
air adalah dengan mengurangi kandungan zat-zat kimiawi dan organik di
dalam air. Proses pengurangan tersebut dapat berupa proses sedimentasi,
filtrasi, ataupun penambahan koagulan yang dapat menggumpalkan partikel-
partikel organik dalam air, yang semuanya ini terdapat di dalam unit
pengolahan air bersih.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion
permanganat. Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, jadi
titrasi permanganometri ini tidak memerlukan indikator, dan umumnya
titrasi dilakukan dalam suasana asam karena karena akan lebih mudah
mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih
mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin,
sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat . Permanganat bereaksi secara cepat
dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa
pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk
mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi
permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan
ditemukan dalam penggunaan reagen ini. Sebagai contoh, permanganat
adalah agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II)
menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan:
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan
standar kalium permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam
suasana asam maupun dalam suasana basa. Berdasarkan jumlah elektron
yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka berat ekivalen
Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau
31,606.

24
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam
sulfat, dan asam sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan
permanganat. Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan
untuk larutan yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika
larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka penambahan
indikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan
seperti feroin, asam N-fenil antranilat. Dalam bidang industri, metode titrasi
permanganometri dapat dimanfaatkan dalam pengolahan air, dimana secara
permanganometri dapat diketahui kadar suatu zat sesuai dengan sifat
oksidasi reduksi yang dimilikinya, sehingga dapat dipisahkan apabila tidak
diperlukan atau berbahaya.
Prinsip
Zat organik dalam sampel dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana
asam dengan pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebih.
Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO 4. Reaksi dalam
suasana netral yaitu:
MnO- + 4H+ + 3e- → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan. Reaksi
dalam suasana alkalis:
MnO4- + 3e- → MnO42-
MnO42- + 2H2O + 2e- → MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2O + 3e- → MnO2 + 4OH-
Selain itu reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi adalah:
Oksidasi : H2C2O4  2CO2 + 2H+ + 2e- (x5)
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O (x2)
Reaksi total : 5H2C2O4 + 2MnO4- + 6H+  10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Kelebihan dari titrasi permanganometri adalah mudah dilakukan dan
efektif, dan tidak memerlukan indikator. Sedangkan Kekurangannya
adalah (a)Larutan kalium permanganat jika terkena cahaya atau dititrasi
cukup lama maka mudah terurai menjadi MnO2, sehingga pada titik akhir
titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat. Oleh karena itu
penggunaan buret yang berwarna gelap itu lebih baik dan (b)Penambahan

25
KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan
H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO 4 -
dengan Mn2+. Dengan reaksi :
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
Oleh karena itu pula, penambahan titran pada proses titrasi harus sedikit
demi sedikit, agar kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi dapat
dihindari (Abadi, 2011). Rumus menghiung kadar zat organik yaitu sebagai
berikut (Tim, 2019).
mg [(10 + a)b − (10 × c) × 31,6 × 1.000]
=
L d
Dengan:
a : mL KMnO4 0,01N yang dibutuhkan pada titrasi
b : N KMnO4 sebenarnya
c : N asam oksalat
d : mL sampel yang digunakan

F. TSS (Total Suspended Solid)


Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan
air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari partikel-
partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya
tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan
sebagainya (Nasution, M. I, 2008). Zat padat tersuspensi merupakan tempat
berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai
bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi
kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward,
2003).
TSS berhubungan erat dengan erosi tanah dan erosi dari saluran
sungai. TSS sangat bervariasi, mulai kurang dari 5 mg L -1 yang yang paling
ekstrem 30.000 mg L-1 di beberapa sungai. TSS tidak hanya menjadi
ukuran penting erosi di alur sungai, juga berhubungan erat dengan
transportasi melalui sistem sungai nutrisi (terutama fosfor), logam, dan
berbagai bahan kimia industri dan pertanian.

26
Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah
bahan-bahan tersuspensi dengan ukuran (diameter > 1μm) (Effendi, 2003).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-6989-26 Tahun
2005, untuk menganalisis zat padat tersuspensi menggunakan metode yaitu
Kertas saring 934-AHTM circle 90mm dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Kertas saring dibilas terlebih dahulu dengan air aquades
2. Dipanaskan dalam oven selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator
selama 15 menit dan kemudian ditimbang dengan cepat.
3. Sampel yang telah dikocok merata, sebanyak 100mL dipindahkan
dengan menggunakan pipet, ke dalam alat penyaring yang sudah ada
kertas saring didalamnya dan disaring dengan sistem vakum.
4. Kertas saring diambil dari alat penyaring secara hati-hati kemudian
dikeringkan didalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam di desikator
selama 15 menit dan timbang.
5. Kemudian dihitungan menggunakan rumus untuk mengetahui zat padat
terlarut pada sampel.
(𝑎−𝑏)𝑥1000
Rumus TSS: mg/L zat tersuspensi = 𝑥 1000
𝑐

Keterangan :
a = massa filter dan residu sesudah pemanasan 1050C(g)
b = massa filter kering (sudah dipanaskan 1050C) (g)
c = mL sampel
Akumulasi TSS pada perairan akan menyebabkan menurunkan
ketersediaan oksigen yang dapat menururnkan jumlah organisme aerob.
Selain itu juga akan mengganggu organisme yang lain seperti ikan dan
udang karena kesulitan bernafas dan infeksi pada insang.
Sifat Kimia dan Fisika Total Suspended Solid(TSS)
Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-
reaksi kimia dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling
awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik disuatu
perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih
dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi

27
sehingga fotosintesis tidak berlangsung sempurna. Sebaran zat tersuspensi
diperairan antara lain dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat
melalui aliran sungai, ataupun dari udara dan perpindahan karena
resuspensi endapan akibat pengikisan (Sugiharto, 1987).
Sifat fisis suspensi, seperti titik beku atau tekanan uap suspensi
padatan dalam cairan kurang dipengaruhi oleh partikel yang tersuspensi.
Jadi, air berlumpur membeku pada 0 0C seperti halnya air murni. Partikel
tersuspensi terlalu besar, dan jumlahnya terlalu kecil dibandingkan dengan
jumlah molekul air dalam campuran sehingga pengaruhnya tidak terukur
(Brady, J.E. 1994).

G. KUALITAS AIR BERSIH


Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau
kecocokan air untuk pengunaan tertentu, misalnya air untuk diminum, air
bersih, perikanan, dan lain sebagainya. Berdasarkan Permenkes RI No.32
Tahun 2017 berikut parameter yang perlu diperhatikan.

28
Parameter Air
• Warna Air
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu
warna yang sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent
color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan
oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan warna

29
sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan
kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna
yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh
bahan tersuspensi (Effendi, 2003). Dalam analisa air, keduanya
penting untuk dibedakan.
Warna perairan dapat ditimbulkan karena adanya bahan-bahan
organik (keberadaan plankton atau humus) maupun anorganik (seperti
ion-ion logam besi, dan mangan). Adanya kandungan bahan-bahan
anorganik seperti oksida pada besi menyebabkan air bewarna
kemerahan, sedangkan oksida pada mangan menyebabkan air menjadi
berwarna kecoklatan/kehitaman. Kalsium karbonat yang berasal dari
daerah berkapur juga dapat menimbulkan warna kehijauan pada air.
Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang
berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan
warna kecoklatan (Effendi, 2003). Selain itu, tingkat kekeruhan
meskipun sangat sedikit dapat menyebabkan air memiliki warna yang
terlihat dari warna sesungguhnya.
Pewarna alamiah pada air dalam kondisi air yang berawa-rawa
dapat disebabkan oleh karena adanya aktivitas pembusukkan (de
compotition) dari sejumlah bagian bahan-bahan organis seperti daun,
batang pohon, ranting-ranting pohon, dan lain sebagainya yang
mengalami kontak langsung terhadap sumber-sumber air. Adanya
kelarutan bahan-bahan tersebut dalam air dapat memberikan wana
kuning-kecokelatan pada air tersebut. Warna air dapat diamati secara
visual (langsung) ataupun diukur dengan menggunakan skala platinum
kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan
warna air sempel dan warna standar (Effendi, 2003). Nilai satu skala
PtCo sebanding dengan satuan skala TCU (True Color Unit).
• Bau Air

Bau merupakan salah satu parameter fisis pada air yang


keberadaannya cukup mudah untuk diamati. Bau pada air dapat
disebabkan oleh adanya zat-zat atau material organik yang terkandung

30
di dalam air. Bau air dapat juga ditimbulkan akibat adanyainteraksi air
dengan suhu. Bila semakin tinggi suhu air, maka semakin rendah daya
larut oksigen di dalam air dan sebaliknya. Kadar oksigen yang terlalu
rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat adanya
degradasi anaerobik yang mungkin terjadi.
Alat penguji bau yang paling pokok adalah dengan
menggunakan hidung manusia. Uji terhadap bau air dilakukan untuk
memperoleh suatu gambaran secara kualitatif dan mendekati
pengukuran kuantitatif dari intensitas bau (Djalil, 1993). Selain
dengan menggunakan indera penciuman (hidung), untuk menentukan
derajat bau air juga dapat dilakukan dengan cara pengenceran.
Misalnya, air bau diencerkan dua kali hingga menjadi tidak bau,
berarti derajat bau itu rendah. Sebaliknya, jika diencerkan berkali-kali
tetap masih bau berarti derajat bau tinggi (Kusnaedi, 2010).
Secara kualitatif kondisi air pada parameter bau air dibedakan
menjadi air yang tidak memiliki bau dan air yang berbau. Apabila
dikaitkan dengan kualitas air bersih, maka kondisi air yang tidak
berbau adalah air dengan kualitas yang baik. Karena air yang baik
memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dekat
(Kusnaedi, 2010). Air yang berbau menunjukan adanya zat-zat
tertentu yang terkandung di dalamnya.
 Kekeruhan Air
Air yang banyak mengandung partikel bahan tersuspensi dapat
menimbulkan kesan warna yang berlumpur dan kotor. Dalam kondisi
yang demikian, air dikatakan keruh. Kekeruhan pada air dapat
mempengaruhi tingkat kecerahan suatu perairan. Kekeruhan dapat
dipengaruhi oleh: (a) benda-benda halus yang disuspensikan, seperti
lumpur dan sebagainya, (b) adanya jasad-jasad renik (plankton), dan
(c) warna air (Khordi, 2011).
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara
dengan mg/l SiO2. Peralatan yang pertama kali digunakan untuk
mengukur turbiditas atau kekeruhan adalah Jackson Candler

31
Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silica. Kemudian
Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau
standar bagi pengukuran kekeruhan. Satu unit turbiditas Jackson
Candler Turbidimeter dinyatakan dengan 1 JTU.
Selain dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter,
kekeruhan dapat juga diukur dengan metode Nephelometric. Metode
ini didasarkan atas perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan
oleh contoh pada kondisi tertentu dengan intensitas cahaya yang
dihamburkan oleh suspensi standar pembanding pada kondisi yang
sama. Makin tinggi intensitas yang dihamburkan, makin tinggi tingkat
kekeruhannya (Djalil, 1993). Satuan kekeruhan yang diukur dengan
metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit)
(Khordi, 2011).
Melalui pangamatan secara visual, tingkat kekeruhan air dapat
ditentukan secara sederhana. Klasifikasi yang ditentukan sudah barang
tentu akan bersifat kualitatif. Apabila air diketahui memiliki
panampilan yang keruh dan tidak tembus pandang berarti air memiliki
tingkat kekeruhan yang tinggi. Air yang terlalu pekat dapat
menghalangi penglihatan oleh mata akibat banyaknya benda-benda
halus yang ikut tercampur dan larut di dalam air. Namun ada kalanya,
air yang terlihat keruh masih memiliki penampilan yang tembus
pandang meskipun terbatas. Dalam kondisi tersebut, maka tingkat
kekeruhan air diklasifikasikan menengah atau cukup keruh. Sementara
air yang jernih menunjukkan kekeruhan air yang rendah.
• pH Air
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH
(puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H
(hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau
pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan
dinyatakan sebagai kosentrasi ion hidrogen (dalam mol perliter) pada
suhu tertentu (Khordi, 2011). Dengan kata lain, pH air dapat diartikan

32
sebagai suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan air dalam
keadaan yang asam atau basa.
Kriteria nilai pH air dalam bentuk Tabel berikut ini:

Berdasarkan Tabel diatas dapat diuraikan bahwa air memiliki


sifat yang asam (pH rendah) apabila kadar pH kurang dari 7 atau lebih
dari 0. Sebaliknya, air dikatakan bersifat basa (alkalis) apabila derajat
pH di dalam air kurang dari 14 dan lebih dari 7. Sedangkan air bersifat
netral apabila derajat keasaman sama dengan 7. Nilai pH suatu
perairan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti perubahan
cuaca. Fenomena cuaca yang terkait adalah curah hujan. Khordi
(2007) menyatakan, jika air hujan merupakan air yang sadah dan
terkandung beberapa unsur dan molekul, di antaranya CO2, H2S, Fe,
dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut akan mempengaruhi air, terutama
pH. Selain itu, sumber air yang dekat dengan rawa dapat
menyebabkan pH air menjadi cukup asam, mengingat pembusukkan
kadar zat organik yang berasal dari akar-akar tanaman cukup tinggi.
Dalam dunia kesehatan, air pH yang asam dapat mengakibatkan rasa
iritasi pada mata.
Keseimbangan nilai pH air secara alami dapat dipengaruhi oleh
nilai alkalinitas dan kesadahan air. Alkalinitas atau yang dikenal
dengan total alkalinitas adalah konsentrasi total unsur basa-basa yang
terkandung di dalam air dan biasanya dinyatakan dalam satuan mg/l
yang setara dengan total CaCO3 atau total kesadahan air. Dalam
kondisi air yang basa (pH>7), ion bikarbonat akan membentuk ion
karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga
keadaan pH air kembali atau relatif menjadi netral. Sebaliknya, bila
keadaan air terlalu asam (pH<7), ion karbonat akan mengalami

33
hidrolis menjadi ion bikaronat dan melepaskan hidrogen oksida yang
bersifat asam, sehingga pH air kembali dalam keseimbangannya.
Air yang baik adalah air yang seimbang (pH=7), tidak bersifat
basa maupun asam. Contoh air dengan kondisi yang demikian adalah
air murni. Namun, tidak semua air dalam pH yang netral, terutama air
alami. Seperti yang dikemukakan oleh Khordi, (2011:73), bahwa nilai
pH pada kebanyakan perairan alami berkisar antara 4-9. Sungguhpun
demikian, air yang normal memiliki kisaran nilai pH antara 6,5-8,5.
Dalam kisaran pH tersebut, air cocok dipergunakan sebagai air minum
dan air pengisian akuarium. Bahkan, Sutrisno (2010) menyatakan
bahwa kontak antara badan dan perairan pada pH 6,5-8,5 dianggap
aman.

34
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pendekatan
campuran/kombinasi (mixed methodology). Mixed method menghasilkan fakta
yang lebih komprehensif dalam meneliti masalah penelitian, karena peneliti ini
memiliki kebebasan untuk menggunakan semua alat pengumpul data sesuai
dengan jenis data yang dibutuhkan. Sedangkan kuantitatif atau kualitatif hanya
terbatas pada jenis alat pengumpul data tertentu saja. Mixed Methods Research
adalah suatu desain penelitian yang didasari asumsi filosofis sebagaimana metoda
inkuiri. Mixed methods research juga disebut sebagai sebuah metodologi yang
memberikan asumsi filosofis dalam menunjukkan arah atau memberi petunjuk
cara pengumpulan data dan menganalisis data serta perpaduan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif melalui beberapa fase proses penelitian. (John, 2014).
Sebagai sebuah metode, mixed methods research berfokus pada
pengumpulan dan analisis data serta memadukan antara data kuantitatif dan data
kualitatif baik dalam single study (penelitian tunggal) maupun series study
(penelitian berseri). Premis sentral yang dijadikan dasar mixed methods research
adalah menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk
menemukan hasil penelitian yang lebih baik dibandingkan jika hanya
menggunakan salah satu pendekatan saja.
Mixed Method adalah penelitian yang melibatkan penggunaan dua metode,
yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif dalam studi tunggal (satu
penelitian). Penggunaan dua metode ini dipandang lebih memberikan pemahaman
yang lebih lengkap tentang masalah penelitian daripada penggunaan salah satu di
antaranya. Penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang
mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif.
Pendekatan ini melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran (mixing) kedua
pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Pendekatan ini lebih kompleks dari
sekadar mengumpulkan dan menganalisis dua jenis data; tetapi juga melibatkan

35
fungsi dari dua pendekatan penelitian tersebut secara kolektif sehingga kekuatan
penelitian ini secara keseluruhan lebih besar daripada penelitian kualitatif dan
kuantitatif (Sugiyono,2012)

B. Subjek Penelitian
Yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah orang, tempat atau benda
yang diamati dalam rangka pembumbutan sebagai sasaran (Kamus Bahasa
Indonesia, 1989: 862). Adapun subjek penelitian dalam tulisan ini adalah Air
Sungai Kalimas Barat, Surabaya yang perlakuannya dengan penambahan zeolit
dengan variasi massa.

C. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan teknik kualitatif dan
kuantitatif dimana kualitatif mencakup hasil yang terjadi dari segi visual
sedangkan kuantitatif dilihat dari menggunakan persamaan rumus yang
didapatkan dari data volume dan sebagainya dilakukan melalui tahapan – tahapan
sebagai berikut :
1. Penentuan Kadar Cl-
a. Standarisasi Air PDAM dengan penambahan K2 Cr2O7 menggunakan
titran AgNO3 dengan metode Mohr didapatkan volume standarisasi.
b. Air Sungai dengan penambahan massa zeolit sebesar 0 gram; 10 gram;
15 gram dan 20 gram ditambahkan K2Cr2O7 menggunakn titran
AgNO3 dengan metode Mohr dan didapatkan volume titrasi AgNO3.
c. Dilakukan analisis data hasil penelitian, penentuan kadar Cl -
menggunakan perhitungan kadar ion klorida dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
(𝐕𝐭𝐢𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 − 𝐛𝐥𝐚𝐧𝐤𝐨) × 𝐍 × 𝐀𝐫𝐂𝐥 × 𝟏𝟎𝟎𝟎
(𝐦𝐠/𝐋) = × 𝟏𝟎𝟎
𝐕𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥
2. Kesadahan
a. Dibagi menjadi dua penentuan Ca2+ dan Mg2+ pada sampel Air Sungai
Kalimas Barat, Surabaya dengan penambahan variasi massa zeolit dan

36
PDAM di titrasi dengan larutan EDTA kemudian didapatkan volume
EDTA.
b. Dilakukan analisis data hasil penelitian, kesadahan Ca2+ dan Mg2+dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
𝐦𝐋𝐄𝐃𝐓𝐀 × 𝐍𝐄𝐃𝐓𝐀 × 𝟏𝟎𝟎𝟎 × 𝐌𝐫𝐂𝐚
𝐂𝐚𝟐+ (𝐦𝐠𝐫⁄𝐋) = × 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐜𝐞𝐫𝐚𝐧
𝐕𝐨𝐥𝐮𝐦𝐞𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐦𝐋)
𝐦𝐋𝐄𝐃𝐓𝐀 × 𝐍𝐄𝐃𝐓𝐀 × 𝟏𝟎𝟎𝟎 × 𝐌𝐫𝐌𝐠
𝐌𝐠 𝟐+ (𝐦𝐠/𝐋) = × 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐜𝐞𝐫𝐚𝐧
𝐕𝐨𝐥𝐮𝐦𝐞𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐦𝐋)
3. Penentuan Zat Organik
a. Standarisasi KMnO4 dengan menggunakan Asam Oksalat (H2C2O4)
untuk menentukan konsentrasi KMnO4.
b. Penentuan Kadar Zat Organik dengan menggunakan Air Sungai
Kalimas Barat, Surabaya dengan penambahan variasi massa zeolit
dan Air PDAM yang dititrasi menggunakan larutan KMnO 4 dan
didapatkan volume KMnO4.
c. Dilakukan analisis data hasil penelitian, Penentuan Kadar Zat
Organikdengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
[(𝟏𝟎 + 𝐚)𝐛 − (𝟏𝟎 × 𝐜)] × 𝟑𝟏, 𝟔 × 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐦𝐠𝐊𝐌𝐧𝐎𝟒 /𝐋 =
𝐝
4. Zat Padat Tersuspensi
a. Mendapatkan massa kertas saring dialiri menggunakan aquades
kemudian menggunakan setiap Air Sampel dan Air PDAM.
b. Dilakukan analisis data hasil penelitian, Zat Padat Tersuspensi
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(𝐚 − 𝐛)𝐱𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐳𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐮𝐬𝐩𝐞𝐧𝐬𝐢(𝐦𝐠/𝐋) = 𝐱𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐜

5. Organoleptik (Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH


a. Preparasi sampel Air Sungai.
b. Pemeriksaan bau Air Sampel dan Air PDAM.
c. Pemeriksaan kekeruhan Air Sampel dan Air PDAM
menggunakan alat turbidimeter menggunakan metode NTU
(Nephelometric Turbidity Unit).

37
d. Uji pH pada Air Sampel dan Air PDAM menggunakan alat pH
Meter dan didapatkan nilai pH pada setiap sampel.

D. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan dua teknik yaitu kualitatif
dan kuantitatif sebagai berikut.
1. Penentuan Kadar Cl-
Penentuan kadar Cl- menggunakan analisis kulitatif yaitu dengan
mengamati perubahan yang terjadi ketika direaksikan dengan K2Cr2O7 dan
dititrasi menggunakan AgNO3. Sedangkan menggunakan teknik analisis
kuantitatif dengan adanya hasil akhir ketika titrasi dengan AgNO 3 dan
didapatkan volume AgNO3 kemudian dilakukan perhitungan dengan
persamaan sebagai berikut:
(𝐕𝐭𝐢𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 − 𝐛𝐥𝐚𝐧𝐤𝐨) × 𝐍 × 𝐀𝐫𝐂𝐥 × 𝟏𝟎𝟎𝟎
(𝐦𝐠/𝐋) = × 𝟏𝟎𝟎
𝐕𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥

2. Kesadahan
Kesadahan juga menggunakan dua analisis kualitatif dan kuantitatif.
Kualitatif yaitu mengamati perubahan yang terjadi ketika direaksikan
dengan larutan NaOH, serbuk murexid, larutan EBT dan larutan buffer pada
masing – masing sampel Ca2+ maupun Mg2+ dan dititrasi menggunakan
larutan EDTA, sedangkan teknik analisis kuantitatif yang nantinya
didapatkan dari volume akkhir titrasi EDTA yaitu menggunakan persamaan:
𝐦𝐋𝐄𝐃𝐓𝐀 × 𝐍𝐄𝐃𝐓𝐀 × 𝟏𝟎𝟎𝟎 × 𝐌𝐫𝐂𝐚
𝐂𝐚𝟐+ (𝐦𝐠𝐫⁄𝐋) = × 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐜𝐞𝐫𝐚𝐧
𝐕𝐨𝐥𝐮𝐦𝐞𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐦𝐋)

𝐦𝐋𝐄𝐃𝐓𝐀 × 𝐍𝐄𝐃𝐓𝐀 × 𝟏𝟎𝟎𝟎 × 𝐌𝐫𝐌𝐠


𝐌𝐠 𝟐+ (𝐦𝐠/𝐋) = × 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐜𝐞𝐫𝐚𝐧
𝐕𝐨𝐥𝐮𝐦𝐞𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐦𝐋)

3. Penentuan Zat Organik


Penentuan zat organik menggunakan dua analisis kualitatif dan
kuantitatif. Kualitatif yaitu mengamati perubahan yang terjadi ketika
direaksikan dengan asam oksalat dan dititrasi menggunakan KMnO4.
Sedangkan teknik analisis kuantitatif yang nantinya didapatkan volume

38
KMnO4 pada titik akhir titrasi kemudian dilakukan perhitungan dengan
persamaan sebagai berikut:
[(𝟏𝟎 + 𝐚)𝐛 − (𝟏𝟎 × 𝐜)] × 𝟑𝟏, 𝟔 × 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐦𝐠𝐊𝐌𝐧𝐎𝟒 /𝐋 =
𝐝
4. Zat Padat Tersuspensi
Penentuan zat padat tersuspensi juga menggunakan dua analisis
kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif yaitu mengamati perubahan yang terjadi
ketika kertas saring dialiri menggunakan aquades dan air sampel.
Sedangkan analisis kuantitatif ketika didapatkan nilai massa pada kertas
saring kemudian dilakukan perhitungan zat padat tersuspensi menggunakan
persamaan sebagai berikut:
(𝐚 − 𝐛)𝐱𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐳𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐮𝐬𝐩𝐞𝐧𝐬𝐢(𝐦𝐠/𝐋) = 𝐱𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐜
5. Organoleptik (Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH
Pada pengujian Organoleptik (Pemeriksaan Bau, Kekeruhan dan pH)
menggunakan teknik analisis kualitatif saja dikarenakan tidak ada
perhitungan dan analisis ini mengamati dan memeriksa bau, kekeruhan dan
pH meskipun pada uji kekeruhan dan pH menghasilkan nilai tetapi nilai
tersebut tidak untuk menentukan suatu perlakuan.

39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan disajikan data hasil penelitian berjudul “Pengaruh
Penambahan Massa Zeolit Terhadap Tingkat Kadar Cl, Kesadahan, Zat Organik,
Zat Padat Tersuspensi dan Organoleptik Terhadap Air Sungai Kalimas Barat
Surabaya”. Hasil penelitian ini meliputi proses aktivasi zeolit, preparasi sampel,
proses penentuan kadar Cl, tingkat kesadahan, kadar zat organik, jumlah zat padat
tersuspensi, serta uji organoleptik. Sampel yang digunakan berasal dari sungai
Kalimas barat Surabaya. Air di daerah tersebut memiliki karakteristik berupa
warna air yang cukup keruh yang tercemari oleh limbah rumah tangga karena
disekitarnya banyak terdapat pemukiman. Dari karakteristik tersebut diduga air
sungai Kalimas barat mengandung zat organik maupun zat anorganik yang
melebihi ambang batas sehingga tidak layak digunakan untuk keperluan sehari-
hari oleh masyarakat sekitar. Pada penelitian ini yang divariasi adalah massa
zeolit yang ditambahkan pada air sampel sebagai adsorben. Variasi massa zeolit
yang ditambahkan adalah 0, 10, 15, dan 20 gram. Proses aktivasi zeolit dengan
cara fisika yaitu di oven selama 2 jam. Setelah itu preparasi sampelnya dengan
cara zeolit yang sudah diaktivasi ditimbang sesuai dengan variasi massa yang
sudah ditentukan kemudian ditambahkan ke air sampel, distirer selama 30 menit
dan dibuchner.
1. Penentuan kadar Cl
Penentuan kadar ion klorida pada sampel menggunakan persamaan
yaitu:
(𝐕 𝐭𝐢𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 − 𝐛𝐥𝐚𝐧𝐤𝐨) × 𝐍 × 𝐀𝐫 𝐂𝐥 × 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝐂𝐥 (𝐦𝐠/𝐋) = × 𝟏𝟎𝟎
𝐕 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥
Hasil perhitungan kadar ion klorida untuk masing–masing volume
yang didapatkan dari variasi massa diantaranya air sampel tanpa zeolit
sebesar 15,598 mg/L; air sampel dengan massa zeolit 10 gram sebesar
11,344 mg/L; air sampel dengan massa zeolit 15 gram sebesar 8,035 mg/L;
dan air sampel denganmassazeolit 20 gram sebesar7,09 mg/L. Secara teori,
berdasarkan PERMENKES Tahun 2010, dijelaskan bahwa kadar maksimum

40
ion klorida adalah sebesar 250 mg/L yang diperbolehkan untuk dikonsumsi
atau digunakan sebagai pemenuh kebutuhan sehari–hari. Berdasarkan data
dan perbandingan tersebut, air yang diperoleh dari sungai Kalimas barat
Surabaya dan telah mengalami adsorbsi denganzeolitdan penyaringan
dengan alat buchner layak untuk dikonsumsi.
2. Penentuan tingkat kesadahan Ca2+ dan Mg2+
Pada tingkat kesadahan yang pertama yaitu penentuan kesadahan Ca2+
pada sampel. Dari hasil percobaan tersebut, kemudian dapat dihitung kadar
kesadahan Ca2+ pada sampel dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
mL EDTA × N EDTA × 1000 × Mr Ca
Ca2+ (mgr⁄L) = × pengenceran
Volume sampel (mL)

Didapatkan nilai kesadahan Ca2+ pada sampel dengan berbagai perlakuan


sebagai berikut:
Zeolit (gr) Kadar Ca2+ (mg/L)
10 8,00
15 7,47
20 9,60
0 3,20

Didapatkan pula nilai kesadahan total dengan persamaan berikut:


(mL EDTA Ca +mL EDTA Mg)×N EDTA×1000 ×Mr CaCO3
Kesadahan total = Volume sampel (mL)

Zeolit (gr) Kesadahan total (mg/L)


10 36,00
15 37,36
20 46,68
0 30,68

Berdasarkan perhitungan kesadahan diatas, diperoleh kesadahan air


sampel dengan dan tanpa zeolit yang masih dibawah kadar maksimum yang
ditetapkan oleh PERMENKES RI No.32 Tahun 2017 yaitu sebesar 500
mg/L. Sehingga sampel air dengan zeolit maupun tanpa zeolit dapat

41
disimpulkan masih tergolong air yang layak digunakan karena kadarnya
masih dibawah kadar maksimum. Namun, dalam penentuan layak tidaknya
suatu sampel air, diperlukan uji parameter lainnya, yaitu parameter secara
kimia, fisika dan biologi yang telah ditetapkan oleh PERMENKES. Air
sampel dalam percobaan ini masih layak digunakan berdasarkan pengujian
kadar kesadahannya saja sehingga diperlukan uji parameter lain untuk air
keperluan Higiene Sanitasi.
Pada percobaan ini diperoleh kadar kesadahan air sampel dengan
zeolit yang lebih rendah dibandingkan kadar kesadahan air sampel tanpa
zeolit. Hal tersebut sesuai dengan teori, dimana zeolit dapat berfungsi
sebagai adsorben. Zeolit memiliki kemampuan adsorbsi yang tinggi karena
memiliki pori yang banyak dan mempunyai kapasitas tukar kation yang
tinggi dan dapat diaplikasikan pada rentang suhu yang luas sehingga cocok
digunakan sebagai adsorben. Perbedaan tingkat/kadar kesadahan pada air
sampel dalam percobaan ini menunjukkan bahwa zeolit dapat memiliki
fungsi sebagai adsorben. Selanjutnya penentuan kesadahan Mg 2+ pada
sampel. Dari hasil percobaan tersebut, kemudian dapat dihitung kadar
kesadahan Mg2+ pada sampel dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
mL EDTA × N EDTA × 1000 × Mr Mg
Mg 2+ (mg/L) = × pengenceran
Volume sampel (mL)

Zeolit (gr) Kadar Mg2+ (mg/L)


10 3,84
15 4,48
20 5,44
0 5,44

Dan dapat dihitung nilai kesadahan total dengan persamaan berikut :


(mL EDTA Ca × mL EDTA Mg) × N EDTA × 1000 × Mr CaCO3
Kesadahan total =
Volume sampel (mL)

Kesadahan total
Zeolit (gr)
(mg/L)
10 gr 36,00
15 37,36
20 46,68
0 30,68

42
Berdasarkan perhitungan kesadahan diatas, diperoleh kesadahan air
sampel dengan dan tanpa zeolit yang masih dibawah kadar maksimum yang
ditetapkan oleh PERMENKES RI No.32 Tahun 2017 yaitu sebesar 500
mg/L. Sehingga sampel air dengan zeolit maupun tanpa zeolit dapat
disimpulkan masih tergolong air yang layak digunakan karena kadarnya
masih dibawah kadar maksimum. Namun, dalam penentuan layak tidaknya
suatu sampel air, diperlukan uji parameter lainnya, yaitu parameter secara
kimia, fisika dan biologi yang telah ditetapkan oleh PERMENKES. Air
sampel dalam percobaan ini disimpulkan masih layak digunakan
berdasarkan pengujian kadar kesadahannya saja sehingga diperlukan uji
parameter lain untuk air keperluan Higiene Sanitasi.
3. Kadar zat organik
Teori massa pada pemakaian zeolit terhadap volume KMnO4 yang
digunakan yaitu berbanding terbalik, dimana semakin banyak massa zeolit
yang digunakan maka semakin sedikit volume KMnO4 yang digunakan
dalam titrasi. Karena zat organik dinyatakan sebagai nilai permanganat
maka hubungan massa zeolit yang digunakan berbanding lurus dengan
kadar zat organik, yaitu semakin sedikit volume KMnO 4 yang digunakan
dalam titrasi maka semakin sedikit pula konsentrasi zat organik yang
didapatkan. Pernyataan tersebut dapat digambarkan dengan grafik di bawah
ini.

Massa Zeolit vs Kadar Zat Organik


40
Kadar Zat Organik (mg/L)

30
20
y = -x + 40
10
R² = 1
0
0 10 20 30 40
Massa Zeolit (g)

Akan tetapi berdasarkan percobaan yang kami lakukan tidak terjadi


demikian dikarenakan dari percobaan tersebut didapatkan volume KMnO 4
pada titasi pengulangan pertama dan kedua sangat jauh hasilnya

43
dikarenakan adanya kesalahan pada proses pemanasan sampel. Pada saat
pemanasan yang seharusnya dilakukan satu per satu pada setiap erlenmeyer
yang berisi batu didih memiliki fungsi agar pemanasan dapat terjadi secara
rata tetapi kami langsung memanaskan sekaligus tiga erlenmeyer dalam satu
penangas air, jika tiga diantra erlenmeyer tersebut hanya satu yang terkena
batuh didih maka yang lain akan bisa terjadi overheating pemanasan yang
tidak merata, selain itu pada saat titrasi perlakuan praktikan yang berbeda-
beda juga dapat menyebabkan kesalahan pada volume yang didapatkan.
Dari hasil perhitungan kadar zat organik dapat dibuat tabel beserta
grafik sehingga dapat mengetahui pengaruh variasi massa zeolit yang
ditambahkan pada sampel terhadap kadar zat organik (volume KMnO 4 yang
digunakan untuk titrasi) setelah proses adsorpsi pada percobaan yang telah
dilakukan yaitu sebagai berikut.
Massa Zeolit yang Volume KMnO4 yang Kadar Zat Organik
ditambahkan (g) digunakan (mL) (mg/L)
0 1,50 18,960
10 0,95 12,009
15 1,80 18,960
20 1,60 20,224

Grafik pengaruh massa zeolit yang ditambahkan terhadap volume KMnO 4


yang digunakan:

Massa Zeolit vs Volume KMnO4


3.5
3
Volume KMnO4 (mL)

2.5
2
y = -0.1818x + 2.2818
1.5 R² = 0.0365
1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Massa Zeolit (g)

44
Grafik pengeruh massa zeolit yang ditambahkan terhadap kadar zat organik:

Massa Zeolit vs Kadar Zat Organik


25

Kadar Zat Organik (mg/L)


y = 0.0903x + 16.523
20
R² = 0.0426
15

10

0
0 5 10 15 20 25
Massa Zeolit (g)

4. Zat Padat Tersuspensi


Data yang didapatkan dari percobaan ini dapat disajikan berupa tabel
beserta grafiknya sebagai berikut.
Tabel: Massa Awal dan Massa Akhir Tiap-tiap Air
Jenis Air Massa Awal (g) Massa Akhir (g)
Air PDAM 0,3931 0,3966
Sampel tanpa zeolit 0,3919 0,4029
Sampel 10 g zeolit 0,3934 0,4025
Sampel 15 g zeolit 0,3986 0,3999
Sampel 20 g zeolit 0,3963 0,3971

Grafik: Massa Awal dan Massa Akhir Tiap-tiap Air

Massa Awal dan Akhir Air PDAM dan Air Sampel Tanpa Zeolit
0.405

0.4
Massa (g)

Air PDAM

0.395 Air Sampel tanpa


Zeolit
0.39
0 10 20 30

45
Massa Awal dan Akhir Air Sampel 10 g, 15 g dan 20 g
Zeolit
0.404

0.402

0.4
Massa (g) 10 g
0.398
15 g
0.396 20 g

0.394

0.392
0 5 10 15 20 25

Untuk menentukan kadar zat tersuspensi air sampel tanpa zeolit dapat
dihitung melalui rumus berikut.
mg (a − b) × 1000
zat tersuspensi = × 1000
l c
Dengan: a = berat kertas saring+ residu (TSS)
b = berat kertas saring kosong setelah dioven
c = volume sampel air (mL)
Sehingga didapatkan kadar zat tersuspensi pada sampel air sungai
Kalimas Barat, sebesar 220 mg/L. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 32 Tahun 2017 bahwa batas maksimum zat padat terlarut yang
diperbolehkan yaitu sebesar 1.000 mg/L. Hal tersebut menunjukkan bahwa
air limbah pada air sungai Kalimas Barat memenuhi kriteria yang
ditentukan.
5. Uji Organoleptik
a. Pemeriksaan Bau
Berdasarkan PERMENKES RI No.32 Tahun 2017 bau air untuk
keperluan hygiene sanitasi yaitu tidak berbau. Sehingga air PDAM dan
sampel yang tidak berbau pada percobaan ini menandakan bahwa air
tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan PMK no.32 Tahun
2017 untuk keperluan air hygiene dan saitasi, sehingga dapat
digolongkan sebagai air bersih.
b. Kekeruhan

46
Berdasarkan PERMENKES RI No. 32 Tahun 2017. Air dikatakan
keruh jika mengandung partikel bahan tersuspensi sehingga dapat
menimbulkan kesan warna yang berlumpur dan kotor.
Kekeruhan dapat dipengaruhi oleh:
(a) Benda-benda halus yang disuspensikan, seperti lumpur dan
sebagainya,
(b) Adanya jasad-jasad renik (plankton), dan
(c) Warna air
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara
dengan mg/L SiO2. Kekruhan selain dapat diukur dengan menggunakan
turbidimeter dapat pula diukur dengan menggunakan metode
Nephelometric. Metode ini didasarkan atas perbandingan intensitas
cahayayang dihamburkan oleh contoh pada kondisi tertentu dengan
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh suspensi standar pembanding
pada kondisi yang sama. Makin tinggi intensitas yang dihamburkan,
makin tinggi tingkat kekeruhannya (Djalil, 1993). Satuan kekeruhan
yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric
Turbidity Unit).
Pada percobaan ini diperoleh nilai kekeruhan yang diukur dengan
turbidimeter yaitu
Nilai kekeruhan
No. Jenis air
(NTU)
1 PDAM 0,02
2 Sampel (tanpa zeolit) 30,28
3 Sampel (zeolit 10 gram) 0,77
4 Sampel (zeolit 15 gram) 0,14
5 Sampel (zeolit 20 gram) 0,29

Batas maksimum kekruhan air untuk keperluan hygiene sanitasi


berdasarkan PERMENKES RI No.32 Tahun 2017 yaitu sebesar 25
NTU. Formazin Nephelometric Unit (FNU) sama dengan
Nephelometric kekeruhan Unit (NTU) dimana pengukuran didasarkan

47
padatersebarnya cahaya di 90 derajat dari light beam, tapi FNU diukur
dengan sumber cahaya inframerah berdasarkan metode ISO 7027
Sedangkan NTU diukur dengan cahaya putih menurut metode EPA
180.1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa satuan FNU sebanding
dengan NTU.
Berdasarkan hasil percobaan, kadar kekeruhan air sampel (tanpa
zeolit) melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh PERMENKES
RI, sehingga tidak digolongkan sebagai air bersih. Sedangkan air
PDAM dan air sampel (setelah pemberian zeolit dengan berbagai
massa) memiliki kadar kekeruhan air tidak melebihi batas maksimum
yang ditetapkan oleh PERMENKES RI dan digolongkan sebagi air
bersih.
c. Uji pH
Berdasarkan PERMENKES RI No. 32 Tahun 2017. pH
(puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H
(hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH
air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan
dinyatakan sebagai kosentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada
suhu tertentu. Dengan kata lain, pH air dapat diartikan sebagai suatu
istilah yang digunakan untuk menyatakan air dalam keadaan yang asam
atau basa. Hasil uji yang diperoleh yang diukur dengan pH meter tertera
pada tabel di bawah ini.

No. Jenis air pH larutan


1 PDAM 7,33
2 Sampel (tanpa zeolit) 7,47
3 Sampel (zeolit 10 gram) 8,38
4 Sampel (zeolit 15 gram) 8,33
5 Sampel (zeolit 20 gram) 8,38

Batas maksimum pH air untuk keperluan higiene sanitasi


berdasarkan PERMENKES RI No.32 Tahun 2017 yaitu sebesar 6,5-8,5.
Sehingga berdasarkan pengukuran pH dengan pH meter, air PDAM dan

48
air sampel (baik penambahan zeolit maupun tidak) merupakan air yang
tergolong air bersih. Namun, air sampel ini masih harus diuji lebih
lanjut untuk memastikan kelayakannya sebagai air Higiene Sanitasi,
dimana terdapat parameter lain selain derajat keasaman (pH). Parameter
yang diperhatikan meliputi parameter kimia, fisika dan biologi
berdasarkan PERMENKES RI No.32 Tahun 2017.

49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka disimpulkan
bahwa:
1. Berdasarkan hasil titrasi argentometri dengan metode Mohr didapatkan
hasil bahwa kadar ion kloridapadaair sampeltanpazeolit sebesar 15,598
mg/L; air sampel dengan massa zeolit 10 gram sebesar 11,344 mg/L;
air sampel dengan massa zeolit 15 gram sebesar 8,035 mg/L; air
sampel dengan massa zeolit 20 gram sebesar 7,09 mg/L dan air sampel
dengan massa zeolit 25 gram sebesar 4,254 mg/L. Secara teori,
berdasarkan PERMENKES tahun 2010, dijelaskan bahwa kadar
maksimum ion klorida adalah sebesar 250 mg/L yang diperbolehkan
untuk dikonsumsi atau digunakan sebagai pemenuh kebutuhan sehari–
hari. Berdasarkan data dan perbandingan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa air yang diperoleh dari daerah Kali mas yang berlokasi di dekat
JMP Surabaya dan telah mengalami adsorbsdenganzeolitdan
penyaringan dengan alat buchner layak untuk dikonsumsi.
 Penentuan kesadahan air dapat dilakukan dengan metode
kompleksometri menggunakan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Asetat)
sebagai zat pembentuk kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air,
dimana batas maksimum kesadahan air yang dibolehkan adalah 500
mg/L (PERMENKES No.492 tahun 2010).
 Kesadahan total Ca2+ dan Mg2+ dalam sampel air sungai yang diambil
dari air sungai Kalimas adalah sebagai berikut :
 10 gr : 36 mg/L
 15 gr : 37,36 mg/L
 20 gr : 46,68 mg/L
 25 gr : 33,36 mg/L
 Tanpa zeolit : 30,68 mg/L

50
Artinya kesadahan Ca2+dan Mg2+ dalam sampel air sungai yang
diambil dari air sungai Kalimas dengan dan tanpa penambahan zeolit
tidak melebihi ambang batas sehingga masih layak digunakan sebagai
air bersih.
4. Kesadahan total pada sampel air PDAM sebesar 56 mg/L yang artinya
kesadahan Ca2+dan Mg2+ sampel air PDAM tersebut tidak melebihi
ambang batas sehingga masih layak digunakan sebagai air bersih.
 Untuk mengetahui kadar zat organik dalam air dapat ditentukan
dengan mengukur angka permanganatnya (KMnO 4). Di dalam standar
kualitas air berdasarkan PERMENKES RI No.32 Tahun 2017 tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air untuk keperluan higiene sanitasi, kolam renang, solus
per aqua dan pemandian umum menyatakan bahwa kadra zat organik
sebagai angka permanganat dalam air minum maksimal 10 mg/L.
Dari hasil perhitungan kadar zat organik pada sampel air yang diambil
di Sungai Kalimas organik sebesar 18,960 mg/L sehingga
menunjukkan bahwa air sampel tersebut tidak layak digunakan untuk
keperluan higiene sanitasi, kolam renang, solus per aqua dan
pemandian umum.
6. Didapatkan kadar zat padat tersuspensi sampel air sungai dekat
berlokasi di Jl. Kalimas Barat, sebesar 220 mg/L, yakni dibawah batas
maksimal yang telah ditentukan. Maka air sampel tersebut masih
layak untuk dikonsumsi.
7. Hasil uji pemanasan maupun dibiarkan di udara terbuka pada air
sampel maupun air PDAM adalah tidak berbau yang menandakan
bahwa air sampel masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan PMK
No.32 Tahun 2017 untuk Keperluan Air Hygiene dan Sanitasi,
sehingga dapat digolongkan sebagai air bersih.
8. Hasil uji kekeruhan pada air sampel, air sampel memiliki kekeruhan
sebesar 30,28 NTU sedangkan air PDAM memiliki kekeruhan sebesar
0,02 NTU, yang menandakan bahwa air sampel memiliki kekeruhan
di atas kadar maksimum yang ditetapkan PMK No.32 Tahun 2017

51
untuk Keperluan Air Hygiene dan Sanitasi, sehingga air sampel tidak
digolongkan sebagai air bersih.
9. Hasil uji pH pada air sampel, air sampel memiliki pH sebesar 7,43
sedangkan air PDAM memiliki pH sebesar 7,33 yang menandakan
bahwa air sampel maupun air PDAM memiliki pH yang masih
diperbolehkan persyaratan yang ditetapkan PMK No.32 Tahun 2017
untuk Keperluan Air Hygiene dan Sanitasi, sehingga dapat
digolongkan sebagai air bersih.

B. Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan logam berat yang ada
di dalam air sungai Kalimas, Surabaya.

52
DAFTAR PUSTAKA

Agung, Titis Utami. 2009. Analisis Kadar Khlorida Pada Air dan Air Limbah
dengan Metode Argentometri. Karya Ilmiah. Medan: Departemen Kimia,
Program Studi Diploma-3 Kimia Analis, Fakultas Mattematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Agus, Fitrah. 2014. Penetapan Bilangan Permanganat. Jakarta: Universitas
Trisakti.
Antara, I K. G., I W. Budiarsa Suyasa, dan A. A. Bawa Putra. 2008. Kajian
Kapasitas dan Efektivitas Resin Penukar Anion untuk Mengikat Klor dan
Aplikasinya pada Air. Jurnal Kimia 2. Vol. 2 No. 87.
Asmadi, M. 2013. Kesadahan Air Dan Penanggulangannya. Jakarta :UI Press.

Badawi, Rachmat, Ismulawardi, Agoes Noegraha, dan Subroto. 2010.


Pemanfaatan Grafit Pensil sebagai Elektrode Selektif Ion Bermembran
AgCl/Ag2S untuk Analisa Ion Klorida. Surabaya: Fakultas Farmasi
Universitas Airlangga.
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Breck, D.W. 1974. Zeolite Molecular Sieves. New York: John WilleyInterscience.
Day, R.A., dan Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Febrian, M. B. 2008. Pengembangan Sensor Chemical Oxygen Demand (COD)
Berbasis Fotoelektrokatalisis:Evaluasi Respon Terhadap Beberapa
Surfaktan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Harjadi, W.1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Erlangga.
Herwantoro, Yana. 2017. Laporan Pemeriksaan Warna Bau Kekeruhan dan Ph.
(online) https://www.scribd.com/doc/248141531/Laporan-Pemeriksaan-
Warna-Bau-Kekeruhan-Dan-PH.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah: A.
Saptorahardjo. Jakarta: UI Press.

53
Las, Thamzil, dan Husen Zamroni. 2002. Penggunaan Zeolit Dalam Bidang
Industri dan Lingkungan. JURNAL ZEOLIT INDONESIA Vol.,1 No.1.Hal
27- 34.
Nasution, M I. 2008. Penentuan TSS pada Air Limbah. Medan: USU.
Nishizawa, J., Suzuki, R, and Aizawa, K. 1984. Adsorption by Zeolite
Composition. US Patent 4.425.143.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/Menkes/Per/IX/1990.
(1990).
PERMENKES RI nomor 32 tahun 2017 tentang Standart Baku Mutu Air.
PERMENKESRI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010.
PP No.82 Tahun 2001 Pasal 8.
Rivai, Harizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Soebiyanto, Nur Hidayati, dan Dewi Sulistyawati. 2005. Konsentrasi Indikator
Terkontrol Pada Argentometri Mohr. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Setia Budi.
Sutarti, Mursi et.al. 2000. Zeolit. Tinjauan literature. Pusat Dokumentasi dan
Informasi LIPI.
Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke
Lima. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
Tarigan dan Edward. 2003. Kandungan TSS di Perairan Sulawesi Tenggara.
Jakarta: LIPI.
Tim Dosen Kimia Lingkungan. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan.
Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA Unesa.
Winarno. 1986. Air Untuk Industri Pangan. Jakarta: Gramedia.
Yudhi, Noor dan Aminhar Lakoni. 2006. Analisis Klorida di Dalam Serbuk UO 2
dengan Teknik Titrasi Potesiometrik. Prosiding Presentasi Ilmiah Daur
Bahan Bakar Nuklir VI. Jakarta: tidak diterbitkan.

54
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur penentuan kadar Cl-


1. Pembuatan Blanko

25 mL air PDAM

- Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer


- Ditambahkan 1 mL larutan K2Cr2O7 1 M
- Dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,01 N hingga terjadi perubahan
warna menjadi merah bata

Volume larutan AgNO3 0,01 N dan kadar


Cl- (mg/mL)

2. Penentuan Kadar Klorida dalam Air Sampel


 Tanpa Perlakuan (tanpa zeolit)

25 mL air
sampel
- Dikocok sampai tercampur rata
- Dimasukkan kedalam Erlenmeyer
- Ditambahkan 1 mL larutan K2Cr2O7 1 M
- Dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,01 N hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah bata

Volume larutan AgNO3 0,01 N dan


kadar Cl- (mg/mL)

55
 Dengan Perlakuan (ditambah zeolit)

250 mL air sampel

- Dimasukkan ke dalam 4 gelas kimia masing-masing gelas kimia


- Ditambahkan zeolit masing-masing 10,15,20,25 g
- Distirrer selama 30 menit
- Disaring dengan corong Buchner
- Diambil 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan 1 mL larutan K2Cr2O7 1 M
- Dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,01 N hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah bata

Volume larutan AgNO3 0,01 N dan kadar


Cl- (mg/mL)

Lampiran 2. Alur Penentuan kesadahan


1. Kesadahan Ca2+ dengan zeolit

Sampel

mLDimasukkan ke dalam labu erlenmeyer


- Ditambahkan 1 mL NaOH 0,1 N
- Ditambahkan 1 tetes serbuk murexid
- Dititrasi dengan larutan EDTA dan diaduk dengan
engaduk magnet sampai terjadi perubahan dari
merah muda menjadi ungu
- Catat volume larutan EDTA yang digunakan
- Diencerkan dengan aquades bila EDTA > 15 mL
- Diulang 3 kali

EDTA Ca2+

56
2. Kesadahan Mg2+ dengan zeolit

jambu25 mL Sampel

labu erlenmeyer
- Ditambahkan 1 mL larutan penyangga pH 10
- Ditambahkan 1 tetes indikator EBT
- Dititrasi dengan larutan EDTA dan diaduk dengan
engaduk magnet sampai terjadi perubahan dari
merah muda menjadi ungu
- Catat volume larutan EDTA yang digunakan
- Diencerkan dengan aquades bila EDTA > 15 mL
- Diulang 3 kali

Volume EDTA Mg2+

3. Blanko Ca2+

25 mL Air PDAM25 mL

- Dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer


- Ditambahkan 1 mL NaOH 0,1 N
- Ditambahkan 1 tetes serbuk murexid
- Dititrasi dengan larutan EDTA dan diaduk dengan
engaduk magnet sampai terjadi perubahan dari
merah muda menjadi ungu
- Catat volume larutan EDTA yang digunakan
- Diencerkan dengan aquades bila EDTA > 15

Volume EDTA Ca2+Volume

57
4. Blanko Mg2+

25 mL Air PDAM

- Dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer


- Ditambahkan 1 mL larutan penyangga pH 10
- Ditambahkan 1 tetes indikator EBT
- Dititrasi dengan larutan EDTA dan diaduk dengan
engaduk magnet sampai terjadi perubahan dari
merah muda menjadi ungu
- Catat volume larutan EDTA yang digunakan
- Diencerkan dengan aquades bila EDTA > 15 mL

Volume EDTA Mg2+

Lampiran 3. Alur Penetapan zat organik


1. Standarisasi Larutan KMnO4 dengan Larutan Asam Oksalat

50 mL aquades
- Dimasukkan kedalam erlenmeyer
- Ditambahkan 25 mL H2SO4 8 N
- Dimasukkan beberapa butir batu didih
- Dipanaskan pada suhu 60oC
- Ditambahkan 5 mL asam oksalat 0,01 M
- Dititrasi dengan KMnO4 hingga larutan
berubah warna
Larutan berwarna merah jambu

58
2. Penentuan Kadar Zat Organik dalam Larutan Blanko (Air PDAM)

25 mL Air PDAM

- Dimasukkan kedalam erlenmeyer


- Ditambahkan 2 tetes KMnO4 0,01 N hingga larutan berubah warna

Larutan berwarna merah


- Ditambahkan 1,25 mLH2SO4 8 N
- Dimasukkan beberapa butir batu didih
- Dipanaskan dalam penangas air sampai mendidih
- Ditambahkan 2,5 mLKMnO4 0,01 M
- Didihkan kembali selama 10 menit
- Ditambah 2,5 mL asam oksalat 0,01 M
- Dititrasi dengan larutan standar KMnO4Dimasukkan ke dalam

Larutan berwarna merah jambu


- Dihitung kadar zat organik dalam sampel

Kadar zat organik sampel

59
3. Penentuan Kadar Zat Organik dalam Larutan Sampel

25 mL sampel

- Dimasukkan kedalam erlenmeyer


- Ditambahkan 2 tetes KMnO4 0,01 N hingga larutan berubah warna

Larutan berwarna merah jambu


- Ditambahkan 1,25 mLH2SO4 8 N
- Dimasukkan beberapa butir batu didih
- Dipanaskan dalam penangas air sampai mendidih
- Ditambahkan 2,5 mLKMnO4 0,01 M
- Didihkan kembali selama 10 menit
- Ditambah 2,5 mL asam oksalat 0,01 M
- Dititrasi dengan larutan standar KMnO4

Larutan berwarna merah jambu


- Dihitung kadar zat organik dalam sampel

Kadar zat organik sampel

60
Lampiran 4. Alur Zat padat tersuspensi
1. Penimbangan kertas saring

Kertas saring 1 dan 2

- Diletakkan pada corong


- Dilewatkan 50 mL Aquadest
- Diambil kertas saring
- Diletakkan pada kaca arloji
- Dikeringkan pada oven selama 1jam (103oC –
105oC)
- Dikeluarkan
- Ditimbang dengan kertas saring untuk berat
kosong

Hasil Pengamatan

2. Pengujian pada sampel

Sampel

- Diambil 50 mL
- Disaring pada kertas saring yang digunakan pada
percobaan sebelumnya
- Diambil kertas saring
- Diletakkan pada kaca arloji
- Dikeringkan pada oven selama 1 jam (103oC –
105oC)
- Dikeluarkan
- Ditimbang

Hasil Pengamatan

61
Lampiran 5. Alur Organoleptik
1. Bau
Air sampel Air PDAM

- Dimasukkan tabung reaksi - Dimasukkan tabung reaksi


- Dibiarkan di udara terbuka - Dibiarkan di udara terbuka
- Ditunggu beberapa menit - Ditunggu beberapa menit
- Dicium bau gas - Dicium bau gas

Bau Bau

2. Kekeruhan

20 mL Air sampel 20 mL Air PDAM

- Dimasukkan botol turbidimeter - Dimasukkan botol turbidimeter


- Dibaca kekeruhannya - Dibaca kekeruhannya
- Diperiksa kekeruhan dengan - Diperiksa kekeruhan dengan
dibandingkan dengan standar (air dibandingkan dengan standar (air
PDAM), dinyatakan dalam FTU PDAM), dinyatakan dalam FTU

Hasil Hasil

3. pH

50 mL Air sampel 50 mL Air PDAM

- Dimasukkan gelas ukur - Dimasukkan gelas ukur


- Dicelupkan elektroda pH meter / - Dicelupkan elektroda pH meter /
dicelupkan kertas indikator dicelupkan kertas indikator
universal universal
- Dicatat angkan yang muncul pada - Dicatat angkan yang muncul pada
pH meter / dibandingkan warna pH meter / dibandingkan warna
pada kartu indicator dengan pada kartu indicator dengan
indikatornya indikatornya

pH pH

62
Lampiran 6. Grafik massa zeolit vs kadar zat organik

Massa Zeolit vs Kadar Zat


Organik
25
y = 0.0903x + 16.523

Kadar Zat Organik (mg/L)


20 R² = 0.0426
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25
Massa Zeolit (g)

Lampiran 7. Grafik Massa Zeolit Vs Volume KMnO4

Massa Zeolit vs Volume KMnO4


3.5
Volume KMnO4 (mL)

3
2.5
2
y = -0.1818x + 2.2818
1.5
R² = 0.0365
1
0.5
0
0 1 2 3
Massa Zeolit (g)

Lampiran 8. Grafik Massa Awal dan Akhir Air PDAM dan Air Sampel Tanpa
Zeolit

Massa Awal dan Akhir Air PDAM dan


Air Sampel Tanpa Zeolit
0.405
Massa (g)

0.4 Air PDAM

0.395 Air Sampel tanpa


Zeolit
0.39
0 10 20 30

63
Lampiran 9. Grafik Massa Awal dan Akhir Air Sampel 10 g, 15 g dan 20 g Zeolit

Massa Awal dan Akhir Air Sampel 10 g,


15 g dan 20 g Zeolit
0.404
0.402

Massa (g) 0.4


10 g
0.398
15 g
0.396
20 g
0.394
0.392
0 5 10 15 20 25

Lampiran 10. Perhitungan penentuan kadar Cl-


(𝐴−𝐵)×𝑁 ×35,450 ×1000
Rumus : Cl- (mg/L) =
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
 Variasi zeolit 10 gr
 V = 4,9 mL
(4,9 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 12,762 mg/L
 V = 4,7 mL
(4,7 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 9,926mg/L
 V= 4,8 mL
(4,8 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 11,344mg/L
 Variasi zeolit 15 gr
 V= 4,9 mL
(4,9 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 12,762mg/L
 V= 4,5 mL
(4,5𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 7,09mg/L

64
 V= 4,3 mL
(4,3 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 4,254mg/L
 Variasi zeolit 20 gr
 V= 4,6mL
(4,6 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 8,508mg/L
 V= 4,6 mL
(4,6 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 8,508 mg/L
 V= 4,3 mL
(4,3 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 4,254mg/L
 Variasi zeolit 25 gr
 V= 4,6 mL
(4,6 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 8,508 mg/L
 V= 4,2 mL
(4,2𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 2,836mg/L
 V= 4,1 mL
(4,1 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 1,418mg/L
 Tanpa zeolit
 V= 5 mL
(5 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 14,18mg/L
 V= 5,2 mL
(5,2 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 17,016mg/L

65
 V= 5,1 mL
(5,1 𝑚𝐿−4 𝑚𝐿)×0,01𝑁 ×35,450 ×1000
Cl- (mg/mL) =
25 𝑚𝐿
= 15,598mg/L

Lampiran 11. Penetapan zat organik


a. Standarisasi KMnO4 dengan Asam Oksalat
Diketahui : N H2C2O4 = 0,01N
V H2C2O4 = 5 mL
V1KMnO4 = 4,3 mL
Ditanya : N KMnO4?
Penyelesaian:
Mol ekivalen H2C2O4 = molekivalen KMnO4
N1 × V1 = N2 × V2
0,01N × 5 mL = N2 × 4,3 mL
o,o5
= N2
4,3

0,0116 = N2
b. Penentuan Kadar Zat Organik dalam Larutan Blanko (Air PDAM)
Karenakadarzatorganik yang terkandungdalamsampel = kadar KMnO4
yang digunakanuntukmenitrasikelebihanasamoksalat.
Diketahui : V blanko PDAM = 0,4 mL
Ditanya : kadar zat organik?
Penyelesaian :
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 0,4)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 26, 0889 mg/L
c. Penentuan Kadar Zat Organik dalam Larutan Sampel
- Sampel tanpa zeolit : V1titrasi = 2 mL
V2titrasi = 1 mL
Penyelesaian :
 Untuk V KMnO4titrasi I = 2 mL

66
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 2)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 49,5488 mg/L
 Untuk V KMnO4titrasi II = 1 mL
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 1)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 34,8864 mg/L
 Kadar Zat Organik dalam Sampel Tanpa Zeolit rata-rata :
KMnO4 49,5488 + 34,8864
mg = = 42,2176 mg/L
L 2
- Sampel variasi massa 10 gram zeolit : V1titrasi = 1,1 mL
V2titrasi = 0,8 mL
 Untuk V KMnO4titrasi I = 1,1 mL
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 1,1)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 36,3526 mg/L
 Untuk V KMnO4titrasi II : 0,8 mL
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 0,8)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 31,9539 mg/L
 Kadar Zat Organik dalam Sampel Variasi Massa 10 gram Zeolit rata-
rata :
KMnO4 36,3526 + 31,9539
mg = = 34,1532mg/L
L 2
- Sampel variasi massa 15 gram zeolit : V1titrasi = 1,9 mL
V2titrasi = 1,7 mL
 Untuk V KMnO4titrasi I : 1,9 mL

67
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 1,9)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 48,0825 mg/L
 Untuk V KMnO4titrasi II : 1,7 mL
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 1,7)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 45,1500 mg/L
 Kadar Zat Organik dalam Sampel Variasi Massa 15 gram Zeolit rata-
rata:
KMnO4 48,0825 + 45,1500
mg = = 46,6162 mg/L
L 2

- Sampel variasi massa 20 gram zeolit : V1titrasi = 1 mL


V2titrasi = 2,2 mL
 Untuk V KMnO4titrasi I : 1 mL
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 1)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 34,8864mg/L
 Untuk V KMnO4titrasi II : 2,2 mL
[(10 + a)b − (10 × c)] × 31,6 × 1000
mg KMnO4 /L =
d
[(10 + 2,2)0,0116 − (10 × 0,01)] × 31,6 × 1000
=
25
= 52,4813 mg/L
 Kadar Zat Organik dalam Sampel Variasi Massa 20 gram Zeolit rata-
rata :

34,8864 + 52,4813
mg KMnO4 /L = = 43,6838mg/L
2

68
Lampiran 12. Zat padat tersuspensi
(a − b) x 1000
zat tersuspensi (mg/L) = x 1000
c

1. Uji Air PDAM


Diketahui :
a = 0,3966 g
b = 0,3931 g
c = 50 mL
(0,3966 − 0,3931) g x 1000
zat tersuspensi (mg/L) = x 1000 = 70 mg/L
50 mL

2. Uji tanpa zeolit


Diketahui :
a = 0,4029 g
b = 0,3919 g
c = 50 mL
(0,4029 − 0,3919) g x 1000
zat tersuspensi (mg/L) = x 1000 = 220 mg/L
50 mL

3. Uji zeolit 10 g
Diketahui :
a = 0,4025 g
b = 0,3934 g
c = 50 mL
(0,4025 − 0,3934) g x 1000
zat tersuspensi (mg/L) = x 1000 = 182 mg/L
50 mL

4. Uji zeolit 15 g
Diketahui :
a = 0,3999 g
b = 0,3986 g
c = 50 mL
(0,3999 − 0,3986) g x 1000
zat tersuspensi (mg/L) = x 1000 = 26 mg/L
50 mL

5. Uji zeolit 20 g
Diketahui :
a = 0,3971 g
b = 0,3963 g
c = 50 mL
(0,3971 − 0,3963) g x 1000
zat tersuspensi (mg/L) = x 1000 = 4 mg/L
50 mL

69
Lampiran 13. Dokumentasi penentuan kadar Cl-

ALAT DAN BAHAN


Alat dan Bahan
Alat yang digunakan:
1. Erlenmeyer 50
mL
2. Gelas kimia 100
mL
3. Gelas ukur 25 mL

Penentuan Kadar Klorida dalam Air Sampel


1. Zeolit ditimbang
 Dengan perlakuan (ditambah zeolit)
sebanyak
10,15,20,25 gr
2. 250 mL air
sampel
dimasukkan
kedalam gelas
kimia yang sudah
berisi masing-
masing massa
zeolit
3. Di stirrer selama
30 menit
4. Disaring
5. Diambil 25 mL
dan dimasukkan
ke dalam
erlenmeyer
6. Ditambahkan 1
mL K2Cr2O7

70
7. Dititrasi dengan
larutan
AgNO3sampai
larutan menjadi
merah bata

 Tanpa perlakuan
1. 25 mL sampel air
dan dimasukkan
ke dalam
erlenmeyer
2. Ditambahkan 1
mL K2Cr2O7
3. Dititrasi dengan
larutan
AgNO3sampai
larutan berubah
menjadi merah
bata
Pembuatan Blanko
1. 25 mL air kran
dan dimasukkan
ke dalam
erlenmeyer
2. Ditambahkan 1
mL K2Cr2O7
3. Dititrasi dengan
larutan AgNO3
sampai larutan
berubah menjadi
merah bata

71
Lampiran 14. Dokumentasi penetapan zat organik

No Gambar Keterangan
Percobaan Ke-1
1. Standarisasi KMnO4 dengan
asam oksalat menghasilkan
larutan berwarna merah
jambu dengan volume
titrasinya 4,3 mL

2. Air PDAM sebagai blanko


diambil 25 mL dimasukkan
ke N dalam Erlenmeyer
ditambah 2 tetes KMnO4
berubah menjadi warna
merah jambu kemudian
ditambahkan asam sulfat 8
N 1,25mL dan dipanaskan
hingga mendidih, setelah
dipanaskan ditambah
KMnO4 lagi 2,5 mL dan
dipanaskan kembal iselama
10 menit, setelah
dipanaskan ditambah asam
oksalat 2,5 mL berubah
menjadi tidak berwarna dan
dititrasi dengan KMnO4
sampai larutan berwarna
merah jambu.

Percobaan Ke-2

72
1. Selanjutnya penentuan zat
organik pada sampel air
dengan variasi massa zeolit
yang dicampurkan pada air
sampel sebagai adsorben
yaitu 0, 10, 15, dan 20 gram
zeolit dengan alur yang
sama seperti pada blanko
(air PDAM) menghasilkan
larutan berwarna merah
jambu.

Lampiran 15. Zat padat tersuspensi

No. Gambar Keterangan


1 Kertas saring diberi nomer atau angka
sesuai dengan sampel yang diberikan

73
2 Kertas saring yang telah diberi nomer
kemudian dibilas menggunakan aquades

3 Kertas saring yang telah dibilas dengan


aquades kemudian dioven selama 1 jam
dengan suhu 104oC

4 Setelah dioven selama 1 jam dengan


suhu 104oC kertas menjadi kering.
Kemudian kertas saring ditimbang untuk
menentukan berat awal sebelum diberi
sampel

5 Kertas saring kemudian dialirkan dengan


sampel sebanyak 50 mL

6 Kertas saring yang telah diberi sampel


kemudian di oven kembali selama 1 jam
dengan suhu 104oC

74
7 Kertas saring yang telah kering
kemudian ditimbang kembali untuk
mengetahui banyaknya zat yang
tersuspensi

Lampiran 16. Dokumentasi Uji Organoleptik


Bau
10 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 10 mL
air PDAM dimasukkan
kedalam tabung reaksi
Dipanaskan sampai suhu
40◦C

Kekeruhan
10 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 10 mL air
PDAM dimasukkan
kedalam tabung
turbidimeter
Dibaca kekeruhannya
Diperiksa kekeruhan
dengan dibnadingkan
antara air PDAM dengan
air sampel (dalam FTU)
pH

75
50 mL air sampel (dari
preparasi percobaan
sebelumnya) dan 50 mL
air PDAM dimasukkan
kedalam gelas kimia
Dicelupkan elektroda pH
meter kedalam gelas kimia
Dicatat angka yang
muncul pada pH meter

Lampiran 17. Dokumentasi Penentun Kesadahan


ALAT DAN BAHAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
1. Erlenmeyer 50 mL
2. Gelas kimia 100
mL
3. Gelas ukur 25 mL

Penentuan Uji Ca2+


25 mL air PDAM
 Uji Menggunakan air PDAM
(larutan tidak
berwarna)
Ditambahkan dengan
NaOH 0,1 M
sebanyak 1 mL
(tetap larutan tidak
berwarna)
Ditambahkan sedikit
bubuk murexid
(larutan berwarna

76
soft pink). Kemudian
dititrasi dengan
larutan EDTA 0,01
M

 Tanpa Zeolit
25 mL air sampel
tanpa zeolit (larutan
tidak berwarna)
Ditambahkan dengan
NaOH 0,1 M
sebanyak 1 mL
(tetap larutan tidak
berwarna)
Ditambahkan sedikit
bubuk murexid
(larutan berwarna

 Menggunakan Zeolit 10 gram soft pink)


Kemudian di titrasi
dengan larutan
EDTA 0,01 M
(berwarna ungu)

25 mL air sampel
penambahan 10 gram
zeolit.
Langkah selanjutnya
sama dengan
percobaan tanpa
zeolit.

77
 Menggunakan zeolit 15 gram

 Menggunakan zeolit 20 gram

 Menggunakan 25 gram zeolit

78
Uji Mg2+
25 mL air PDAM
 Uji menggunakan air PDAM
larutan tidak
berwarna di
tambahkan dengan 1
mL larutan
buffer(tidak
berwarna)
Ditambahkan 1 tetes
indikator EBT
(larutan tidak
berwarna)
Dititrasi
menggunakan
larutan EDTA 0,01M
(larutan berwarna
soft biru)

 Tanpa Zeolit
25 mL air sampel
tanpa zeolit( tidak
berwarna)
Langkah selanjutnya
dan hasilnya sama
dengan percobaan air
PDAM

79
Larutan berwarna soft
 Menggunakan Zeolit 10, 15, 20, dan 25
biru.
gr

80

Anda mungkin juga menyukai