Menurut Dirjen POM (1995), suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai
bobot dalam bentuk, yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra. Bentuk dan
ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan ke dalam
lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan kejanggalan dalam
penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu waktu dan suhu tertentu.
Umumnya, supositoria rectum panjangnya ± 32 mm (1,5 inci), berbentuk silinder
dan kedua ujungnya tajam. Beberapa supositoria untuk rectum diantaranya ada yang
berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-jari kecil tergantung kepada bobot jenis bahan
obat dan habis yang digunakan, beratnya pun berbeda-beda. USP menetapkan berat
supositoria 2 gram untuk orang dewasa apabila oleum cacao yang digunakan sebagai basis.
Sedang supositoria untuk bayi dan anak-anak, ukuran dan beratnya ½ dari ukuran dan berat
untuk orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil. Supositoria untuk vagina yang juga
disebut pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai dengan
kompendik resmi beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao. Supositoria untuk
saluran urin yang juga disebut bougie bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk
dimasukkan ke dalam saluran urin pria atau wanita. Supositoria saluran urin pria bergaris
tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu
dengan lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Supositoria
untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70
mm dan beratnya 2 gram dan basisnya oleum cacao (Ansel, 1989).
Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
a) Suppositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau
melarut (persyaratan kerja obat).
b) Pembebasan dan responsi obat yang baik.
c) Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan,
penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan stabilitas yang
memadai dari bahan obat).
d) Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.
Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya menurut
Syamsuni (2006), yaitu:
a) Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk peluru,
digunakan lewat rektum atau anus. Menurut FI III bobotnya antara 2-3 g, yaitu
untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI IV kurang lebih 2 g.
b) Suppositoria vaginal (ovula), berbentuk bola lonnjong, seperti kerucut, digunakan
lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut FI III 3-6 g, umumnya 5 g. Menurut FI
IV, suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat
bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi memiliki bobot 5 g.
c) Suppositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk batang
dengan panjang antara 7-14 cm.
Keuntungan penggunaan obat dalam bentuk suppositoria dibanding per oral
menurut Syamsuni (2006), yaitu:
a) Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
b) Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung.
c) Obat dapat masuk langsung ke dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek
lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.
d) Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
Kerugian penggunaan obat dalam bentuk suppositoria dibanding per oral
menurut Lachman (2008), yaitu:
a) Meleleh pada udara yang panas, jika menggunakan basis oleum cacao.
b) Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama.
c) Dianggap tidak aman.
d) Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering, dingin) tidak dilindungi
dan cahaya, bebas dari udara.
Teknik Manufaktur Dalam Sediaan Suppositoria
Suppositoria dapat dibuat dengan beberapa metode yaitu pencetakan dengan
tangan, pencetakan kompresi, dan pencetakan dengan penuangan.
1. Pencetakan dengan tangan (manual)
Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan metode paling sederhana,
praktis dan ekonomis untuk memproduksi sejumlah kecil suppositoria. Caranya
dengan menggerus bahan pembawa / basis sedikit demi sedikit dengan zat aktif, di
dalam mortir hingga homogen. Kemudian massa suppositoria yang mengandung zat
aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu dipotong-potong sesuai diameter dan
panjangnya. Zat aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan dalam
air. Untuk mencegah melekatnya bahan pembawa pada tangan, dapat digunakan talk.
2. Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa / cold compression
Pada pencetakan dengan kompresi, suppositoria dibuat dengan mencetak
massa yang dingin ke dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat kompresi
ini terdapat dalam berbagai kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode kompresi,
dihasilkan suppositoria yang lebih baik dibandingkan cara pertama, karena metode
ini dapat mencegah sedimentasi padatan yang larut dalam bahan pembawa
suppositoria. Umumnya metode ini digunakan dalam skala besar produksi dan
digunakan untuk membuat suppositoria dengan pembawa lemak coklat / oleum
cacao. Beberapa basis yang dapat digunakan adalah campuran PEG 1450 –
heksametriol-1,2,6 6% dan 12% polietilen oksida 4000.
3. Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion
Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk
pembuatan skala industri. Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik pelelehan.
Cara ini dapat dipakai untuk membuat suppositoria dengan hampir semua pembawa.
Cetakannya dapat digunakan untuk membuat 6 - 600 suppositoria. Pada dasarnya
langkah-langkah dalam metode ini ialah melelehkan bahan pembawa dalam
penangas air hingga homogen, membasahi cetakan dengan lubrikan untuk mencegah
melekatnya suppositoria pada dinding cetakan, menuang hasil leburan menjadi
suppo, selanjutnya pendinginan bertahap (pada awalnya di suhu kamar, lalu pada
lemari pendingin bersuhu 7-10 0C, lalu melepaskan suppo dari cetakan. Cetakan
yang umum digunakan sekarang terbuat dari baj a tahan karat, aluminium, tembaga
atau plastik.
Cetakan yang dipisah dalam sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara
membujur. Pada waktu leburan dituangkan cetakan ditutup dan kemudian dibuka
lagi saat akan mengeluarkan suppositoria yang sudah dingin. Tergantung pada
formulasinya, cetakan suppo mungkin memerlukan lubrikan sebelum leburan
dimasukkan ke dalamnya, supaya memudahkan terlepasnya suppo dari cetakan.
Bahan-bahan yang mungkin menimbulkan iritasi terhadap membran mukosa
seharusnya tidak digunakan sebagai lubrikan (Sylvia Nurendah, skripsi)
Metode yang sering digunakan pada pembuatan suppositoria baik skala kecil
maupun skala industri adalah pencetakan dengan penuangan (Ansel, 378)