Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI FILTER BUDAYA BANGSA


MATA KULIAH: PANCASILA

DOSEN PENGAMPU: I WAYAN WARDANA, M.H

DISUSUN OLEH
NAMA : RIDHO ALAMSYAH
NIM : 19102129
KELAS : 1D

D3 PERHOTELAN
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan sebagai tugas.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Mataram, 26 Desember 2019

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i


DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULAN .........................................................................................1
1.1 Latar belakang ......................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................................................3
1.3 Tujuan ...................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4
2.1 Pancasila sebagai filter ...........................................................................................................4
2.2 Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai pancasila ..............................5
2.3 Tertutupnya budaya bangsa oleh budaya asing .....................................................................5
BAB III PENUTUP ................................................................................................8
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................8
3.2 Saran ......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pancasila merupakan ideologi dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai
ideologi dasar memiliki power seutuhnya sebagai pedoman keberlangsungan Negara
Indonesia, sehingga sebuah ideologi dasar suatu Negara akan tetap eksisi dalam
perkembangan zaman atau tanpa mengenal kekurangan ketika ditimpa sebuah polusi
gelobalisasi atau modernisasi. Pancasila mengkaper seluruh cakupan Negara Indonesia, baik
hubungan dengan Tuhan, maupun sesama manusia, pancasila menunjukkan identitas
Indonesia itu sendiri baik dalam mengambil suatu kebijakan, dan bahkan dalam
mempertahankan kedaulatan Negara Indonesia.
Kedaulatan dan keteguhan identitas Negara Indonesia dapat dilihat dari aplikasi
pancasila dalam kehidupan bermassyrakat, berbangsa dan bernegara. Pemahaman pancasila
dalam masyarakat harusnya di dapat sejak dini baik di lingkungan formal seperti sekolah
ataupun non formal seperti penyuluhan/pelatihan mengenai kebangsaaan dan dapat juga dari
kebiasaan-kebiasaan setiap hari dalam beraktifitas di lingkungan masyarakat, sehingga
pancasila tercerminkan dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya pada tulisan atau sebuah
mata peajaran dalam dunia pendidikan.

Eksistensi pancasila dalam mempertahankan identitas Negara Republik Indonesia


pada serbuan era global ini sangat memperihatinkan karena mulai terkikisnya kebiasaan-
kebiasaan atau adat istiadat yang mencerminkan identitas itu sendiri. Hal ini karena
terprovokasinya dan tergiurnya masyarakat Indonesia oleh budaya barat terutama budaya
liberal dan kebiasaan-kebiasaan yang menutup keberadaan bangsa sendiri. Pancasila sudah
begitu sempurna bagi Negara Indonesia, terlebih lagi sudah di rincikan dan dibenahi dengan
UUD 1945 serta peraturan-peraturan formal lainnya yang dapat mendukung,
mempertahankan serta dapat memfilter budaya asing yang menggoyahkan identitas bangsa
Indonesia. Namun kenyataannya sekrang ini sudah terlihat jelas tanpa mendapatkan
kesusahan untuk memperlihatkan bukti yang real mengenai tertutupnya budaya bangsa
Indonesia.
Pancasila sebagai filter budaya bangsa merupakan sebuah hal yang nyata atau
kebenaran yang seluruh bangsa Indonesia mengakuinya bahkan meneriakkannya serta
menorehkannya dalam sebuah buku dan media lain yang dapat dilihat, didengar serta
dipahami oleh masyarakat umum secara luas, tetapi cukup sampai disana. Artinya hanya
sampai melihat dan mendengar, hanya sedikit orang yang sampai memahami pancasila
dengan benar, dan sangat sedikit sekali yang mendengar, melihat, memahami dan
mengaplikassikannya dalam kehidupan berbudaya, berbangsa dan bernegara. Salah satu
contoh terkikisnya budaya bangsa yang termuat dalam pancasila yaitu persatuan dan
musyawarah, dikatakan terkikis karena perxsatuan hanya terlihat pada suatu golongan atau
organisasasi bukan atas nama bangsa, budaya gotong royong sudah menjadi kegiatan langka
di masyarakat, dan musyawarah hanya sebuah nama yang digunakan dalam mengumpulkan
masyarakat tetapi bukan budaya masyarakat yang termuat dalam pancasila, tetapi hanya
musyawarah menuju poting.
Kenyataan diatas yang menunjukkan kemerosotan budaya bangsa Indonesia bukan
karena pancasila tidak mampu sebagai filter budaya bangsa melainkan pancasila sudah di
filter oleh masyarakat Indonesia sendiri. Kenyataan atau fakta mengenai tertutupnya budaya
bangsa bukan kurangnya ideologi atau dassar Negara seperti pancasila, UUD 1945 serta
peraturan lainnya melainkan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya suatu
identitas sebuah Negara seperti budaya bangsa. Pemahaman masyarakat mengenai
pentingnya pancasila, UUD 1945, peraturan formal serta adat-istiadat yang menggambarkan
cirri khas bangsa Indonesia. Salah satu contoh real, bukan hanya pada masyarakat biasa
melainkan di lingkup pejabat Negara yang diakui memahami pancasila tetapi tidak
mengaplikasikan dalam kehidupan nyata, terlihat dari musyawarah yang tidak menghasilkan
mufakat, tercerai berainya masyarakat dalam berpolitik karena alasan ras, suku dan agama
khusunya dalam menentukan pemimpin suatu daerah.
Budaya yang dikagum-kagumi sebagai keindahan Indonesia yang menujukkan
keragaman dan keunikan bangsa harusnya bukan di filter tetapi dipertahankan oleh pancasila,
sedangkan budaya baru atau budaya asinglah yang berkolaborasi dengan budaya bangsa
seharusnya dapat di filter oleh pancasila, jika masyarakat Indonesia menyadari pentingnya
budaya bangsa, pentingnya memahami pancasila dan dapat ditunjukkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Pancasila akan benar-benar dapat memfilter budaya bangsa atau budaya baru, jika pemegang
kekuasaan khususnya pemerintah menyadari pentingnya pancasila sebagai filter budaya
bangsa dengan membuat aturan-aturan serta memberikan perhatian lebih baik di
dunia pendidikan serta tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Pancasila sebagai filter


2. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai pancasila
3. Tertutupnya budaya bangsa oleh budaya asing

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui makna pengertian dari pancasila sebagai filtur budaya


2. Mengetahui kekurangan pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai pancasila
3. Mengetahui apakah budaya bangsa tertutup atau tidak oleh budaya asing
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 PANCASILA SEBAGAI FILTER


Pancasila, sebagai dasar negara indonesia, sesungguhnya menghendaki pergaulan
yang luas, tetapi juga menginginkan bersatunya rakyat indonesia dalam segala hal, seperti
halnya dalam lingkup keluarga. Jika keluarga itu kompak, maka kita sebagai teman yang
berkunjung ke rumahnya, akan segan dan hormat kepada keluarga itu. Karena teman kita itu
tentu akan mengutamakan keluarganya terlebih dahulu ketimbang kepentingannya pribadi.
Begitulah seharusnya kita, kita harus bisa memilih kepentingan-kepentingan itu.

Dalam sebuah buku Jaendjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional(Hal. 16),


berpendapat seperti ini dalam salah satu babnya, pancasila, dibuat oleh soekarno, sebagai
sesuatu yang fundamen, filsafat, pikiran-pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang
sedalam-dalamnya untuk mendirikan bangunan indonesia merdeka. Sementara Hatta
memposisikan pancasila sebagai ideologi negara yang membimbing politik negara dan
hukum tata negara indonesia. Ini disebut juga oleh Yudi Latif (2011) yang menyatakan
sebagai basis moralitas dan haluan kebangsaan- kenegaran. Ia juga menyatakan bahwa secara
filsafat, pancasila memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dan jika semua
dijalankan akan menuju peradaban negara yang paripurna dan sulit sekali ideologi negara-
negara yang hendak ‘mengangkangi’ indonesia, untuk masuk dan mengatur-atur negara ini.

Intinya adalah menjadi tuan dinegeri sendiri, di rumah sendiri. Pancasila menghendaki
hal semacam itu. Misalkan kita ambil salah satu contoh konkrit sebuah tindakan seorang
pemimpin, kita ambil sampel Hugo Chaves,pemimpin venezuela. Rakyatnya menjuluki sang
legenda bagi rakyat miskin.

Perjuangan chaves dibuktikan selama 14 tahun ia menjabat pemimpin Venezuela, ia


berhasil mengentaskan orang miskin di atas 75% dan membebaskan mereka dari buta huruf.
Tidak hanya itu, ia juga telah membuatkan rakyatnya perumahan layak huni, dan ini dianggap
andalan Chaves untuk menyingkirkan saingannya dalam pemilu. Menurut Arif Sumantri
Harahap, mantan pejabat politik KBRI caracas, yang saya petik dari opininya di koran
kompas, 7 maret 2013, Chaves memanfaatkan minyak sebagai senjata dalam berdiplomasi
agar tidak tundukkepada ideologi militer, dan kebijakan negara adidaya, Amerika
serikat(AS). Senjata itu memang berhasil, dan terbukti dengan sumber minyak itu, negara ini
mampu membuat AS sedikit kewalahan, dan tak mampu menguasai negara itu. Selain itu
juga, Chaves mampu membuat rakyatnya perlahan makmur dari minyak untuk sandang, dan
papan rakyatnya. Sumber daya alam yang ada diolah pemerintah hingga sedemikian rupa
untuk kepentingan bersama, atau bersama-sama berpikir dan bekerja untuk mengolah sumber
daya alam yang ada untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tindakan ini juga diikuti oleh para Pemimpin negara di Amerika Latin, dan Chaves
mendukung mereka. Belum lagi untuk sumbangan bencana alam untuk Aceh, dan beberapa
negara yang tertimpa bencana alam lainnya. Leganda Chaves ini, sesungguhnya mengajak
kita untuk merefleksikan sejarah bangsa dan kekayaan alam di dalamnya, di era globalisasi
yang kian merebak ini.

Tindakan tersebut di atas, telah mengamalkan sekian banyak butir di dalam Pancasila.
Misalnya dari Sila ketiga Pancasila yaitu, Persatuan Indonesia. Bagaimana seharusnya kita di
tengah arus globalisasi ini? Maka jawabannya tidak lain adalah kembalilah kepada prinsip
kita sebagai negara dan pancasila. Revitalisasi Pancasila perlu untuk mengembalikan kita
kepada nasib dan takdir kita sebagai bangsa, baik itu sebagai cara berpikir, mengambil
keputusan dan bertindak. Pendidikan mengenai dasar negara kita itu, perlu ditingkatkan lagi,
sehingga pengetahuan kita tentang itu bertambah, bisa dimengerti dan dapat dipahami. Kita
harus mengetahui dan paham dasar negara kita sendiri, agar dapat menyaring ideologi-
ideologi yang masuk ke negeri kita ini, dan Pancasila bisa menjadi pisau kritik bagi kita
kepada pemerintah yang tidak menjalankan negara ini sebagaimana yang terkandung di
dalam Pancasila.

Jan Aart Scholte membagi-bagi definisi globalisasi dalam berbagai hal: pertama dalam
kaitannya dengan Internasionalisasi yang Globalisasi dan diartikan untuk meningkatnya
hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan
identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain. Kedua,
dalam hal Liberalisasi, diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya
hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi. Ketiga, universalisasi,
digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia.
Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia. Keempat, westernisasi
sebagai satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari
barat sehingga mengglobal. Dan yang terakhir, kelima, hubungan transplanetari dan
suprateritorialitas, yang berarti dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar
gabungan negara-negara.

Globalisasi juga menjadi perlu, tapi tidak semua harus ditiru. Kita harus bisa memilah, sekali
lagi, mana yang baik buat kita dan negara kita. Misalnya cara belajar orang barat, juga perlu
kita pelajari, sebab di sana para ilmuwan banyak bermunculan. Tetapi jangan lupa, kita
tetaplah orang timur, banyak juga orang timur yang lebih tinggi dari mereka, dan orang-orang
barat banyak juga terinspirasi dengan para ilmuwan timur, yang lebih mengutamakan adab
dalam belajar dan saling menghormati antar sesama teman, dan yang lebih tua dari kita.

Jika diamati, globalisasi adalah semacam alat bagi paham neoliberalisme untuk menegakkan
kaki kaum pemilik modal untuk meraup keuntungan, dan hal ini akan membuat yang kaya
semakin kaya, dan yang miskin terus dihisap. Neoliberalisme, melalui globalisasi, seperti
hendak mengajarkan budaya konsumtif dan menekan daya kritis individu dalam menghadapi
kehidupannya sendiri. Oleh sebab itu, jadikan Pancasila sebagai pisau bagi kita sebagai
rakyat dan pemilik sah negeri ini, untuk mengkritisi ideologi-ideologi yang merasuk lewat
pintu pemerintah. Kita patut curiga, kita patut juga protes terhadap kebijakan yang ada.
Tentunya dengan dasar-dasar yang jelas pula dan tidak ngawur. Oleh sebab itu, Pancasila
perlu kita pelajari dan pahami lagi untuk kehidupan dan identitas nasional kita, baik sebagai
individu, suku bangsa, dan negara.
2.2 KURANGNYA PEMAHAMAN DAN KESADARAN MASYARAKAT MENGENAI
PANCASILA

Pemahaman masyarakat mengenai pancasila sangat begitu dangkal, baik secara teoris
apalagi empirisnya. Pemahaman disini maksudnya yaitu pengetahuan tentang pancasila itu
sendiri, terutama masyarakat pedalaman. Pancasila hanya dikenalkan di dunia pendidikan
atau di sekolah saja, dan itupun hanya sebagai sebuah mata pelajaran di sekolah, brbeda
dengan kedudukan mata pelajaran lain misalnya bahasa, IPA atau pelajaran lain yang
mengharahkan dan bahkan mewajibkan siswa untuk praktik pada mata pelajaran tersebut.
Jadi pancasila hanya dikenalkan sampulnya saja dan hanya pada yang berpredikat siswa.
Pancasila tidak terbatas pada memahami atau mengerti tentang pancasila itu sendiri,
melainkan kesadaran akan pentingnya pancasila itu. Ketika dapat memahami pancasila dari
pelajaran formal tetapi tidak menyadari pentingnya pancasila, maka setelah selesai di
lingkungan formal pancasila akan di lupakan. Begitu pula sebaliknya, ketika menyadari
pentingnya pancasila, maka masyarakat akan berusaha untuk memahami atau
mempelajarinya.
Pancasila dapat di pahami oleh siswa/mahasiswa jika kurikulum dalam mata pelajaran
pancasila ada penekanan pada aplikasi yang bersifat program sekolah dengan pengawasan
dari pihak sekolah. Sedangkan untuk memberikan pemahaman kepada masyrakat luas secara
umum dapat melibatkan pendidikan maupun pelatihan atau pengayaan. Pendidikan sekolah
dapat melibatkankan orang tua siswa melalui praktik tersebut baik sebagai pengawas dengan
memberikan pembekalan kepada orang tua siswa, dan membuat laporan kepada sekolah
tentang keterlaksanaannya secara lisan atau tertulis.
Pemahaman dan pembinaan mengenai pentingnya pancasila juga dapat dilakukan
melalui pejabat daerah dan khusus kepala desa/lurah, dana desa dalam pemberdayaan
masyarakat dapat digunakan dalam memberikan pemahaman mengenai pancasila itu sendiri
serta secara rela dapat di buat tugu/tulisan yang bentuknya dapat dilihat oleh masyrakat
umum seetiap hari. Pemahaman pancasila kepada masyrakat, bukan hanya sebatas
dipercayakan kepada konsultan pancasila yang dibentuk di hotel-hotel atau tempat mewah,
melainkan akan lebih baik di organisasi pemuda atau masyarakat serta tempat-tempat
pendidikan non formal seperti TPA, lembaga belajar masyarakat atau tempat semacamnya
yang lain sehingga masyarakat dapat memahami dan menyadari pentingnya pancasila.
Kesadaran meruapakan bagian psikis individu yang sejatinya dapat dibentuk individu
itu sendiri, tetapi kesadaran juga dapat dipengaruhi dari luar individu. Kesadaran mengenai
pentingnya pancasila dapat dibina melalui pendidikan dan pengayaan yang diawasi secara
bertahap oleh pihak yang dapat dipercaya. Selain pengarahan yang lebih di sekolah, juga
dapat di siarkan melalui media-media terutama televisi mengenai kejadian-kejadian yang
merusak bangsa karena kurangnya kesadaran mengenai pentingnya pancasila.

2.3 TERTUTUPNYA BUDAYA BANGSA OLEH BUDAYA ASING

Keanekaragaman budaya meruapakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia serta


identitas bangsa Indonesia. Silih bergantinya waktu dan akhirnya sekarang di zaman modern
yang di sebut era globalisasi merupakan zaman yang bebas baik secara media, perdagangan
maupun wisatawan. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari pulau-pulau dan suku,
adat yang beranekaragam, namun di satukan oleh pancasila dalam bentuk karakteristik
Negara Inodonesia.
Masyarakat asing yang menjamur di Indonesia memanipulasi masyrakat Indonesia
dengan budaya yang dibawa sehingga masyrakat Indonesia lupa akan budaya sendiri
sehingga budaya sendiri tertutup oleh budaya asing. Eksistensi budaya bangsa dapat dijaga
melalui banyak cara salah satunya dengan aturan daerah untuk mengadakan pentas budaya
setiap tahunya. Budaya asing boleh masuk, tetapi bukan untuk menutupi budaya bangsa.
Budaya dapat dipertahankan juga melalui dunia pendidikan, dengan memsaukkan adat-adat
istiadat dalam muatan local. Ketegasan pemimpin Negara dan pemimpin daerah mengenai
masukkan budaya asing serta boleh tidaknya berada di Indonesia merupakan cara yang
terbaik untuk melindungi tercemarnya budaya Indonesia. Cara lainnya yaitu melalui media,
atau tontonan-tontonan budaya local dalam ajang perlombaan. Hal ini dapat menimbulkan
rasa ingin tahu anak akan budaya bangsa.

2.4 PANCASILA BELUM MAMPU SEBAGAI FILTERISASI BUDAYA BANGSA


SECARA EMPIRIS

Pancasila merupakan dasar Negara, dikatakan belum mampu memfilter budaya


bangsa dalam hal ini pada aplikasi atau kenyataan penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari. Pancasila secara teoritis sangat mampu sebagai filterisasi budaya bangsa, tetapi
masyarakat atau pelaksana budaya belum menerapkan apa keinginan pancasila itu sendiri.
Pancasila tentunya ingin mempertahankan budaya bangsa dari tercemarnya oleh budaya
asing, tetapi masukknya budaya asing di Indonesia tidak dapat dipungkiri sehingga terjadi
kolaborasi budaya dan tidak filter oleh masyaraat Indonesia.
Budaya bangsa seutuhnya, atau budaya Indonesia yang belum tercemar oleh budaya
asing harus dipertahankan bukan di filter, tetapi budaya bangsa yang sudah tercemar oleh
budaya asing yang perlu di filter dan bahkan tidak boleh masuk. Mengatasi pergolakan
budaya sangat sulit di era globalisasi sekarang ini, karena masyrakat yang senang akan
budaya luar, masyarakat Indonesia yang banyak tinggal di daerah luar juga sangat
berpengaruh ketika kembali ke Indonesia. Hanya saja secara legalitas budaya Indonesia asli
dapat di lakukan melalui keabsahan budaya. Pertunjukkan budaya, festival, lomba atau hal-
hal lain yang melibatkan budaya Indonesia harusnya tidak di izinkan jika tampil budaya yang
sudah tercemar. Kepedulian masyarakat akan ciri khas bangsa merupakan factor utama dan
alat utama dalam menyaring budaya bangsa dengan menerapkan pancasila dalam kehidupan.

2.5 PANCASILA SEBAGAI FILTER PENGARUH GLOBALISASI


TERHADAP NILAI-NILAI NASIONALISME

Beberapa pengaruh yang muncul sebagai akibat dari globalisasi memang tidak secara
langsung akan berpengaruh terhadap nasionalisme suatu bangsa. Akan tetapi, secara
keseluruhan pengaruh globalisasi tersebut dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap
bangsa dan negara menjadi berkurang atau hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka
cakrawala masyarakat secara global. Apa yang terjadi atau terdapat di luar negeri yang
dianggap bagus, maka akan mampu memberi inspirasi dan aspirasi kepada masyarakat kita
untuk diterapkan di negara kita. Namun jika hal tersebut terjadi, maka akan menimbulkan
suatu persoalan yang dilematis. Karena apa yang dinilai baik tersebut, belum tentu sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia. Tetapi bila tidak dipenuhi, akan dianggap tidak
aspiratif, atau ketinggalan zaman, yang pada akhirnya akan mampu mengganggu stabilitas
nasional, ketahanan nasional, bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Oleh karenanya, peranan Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa Indonesia menjadi
sentral. Peran Pancasila dalam upaya memfiltrasi dampak-dampak negatif yang muncul dari
globalisasi harus mulai diterapkan oleh masyarakat Indonesia melalui penerapan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya dalam upaya menjaga keutuhan masyarakat dan bangsa
Indonesia.
2.6 PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS DAN FILTER GLOBALISASI

Istilah globalisasi, sebenarnya sudah sejak lama muncul, di sekitar tahun 1980-an.
Tetapi istilah itu menjadi sangat tenar akhir-akhir ini dan kehadirannya terasa di lingkungan
kita. Hal itu disebabkan karena adanya persiapan yang dilakukan oleh pemerintah, baik dari
pidato Presiden, visi misi sekolah menengah umum, dan obrolan sehari-hari. Globalisasi
menjadi tantangan tersendiri yang dielu-elukan oleh masyarakat untuk menyingkap tirai
pembatas geografis antar negara untuk pergaulan yang lebih luas lagi (pergaulan ini juga
menjadi salah satu butir dalam pengamalan Pancasila 1 [2]), oleh sebab itu pemerintah
menjadikannya sebuah tantangan bagi masyarakat Indonesia.

Untuk mempersiapkan menuju globalisasi itu, maka pemerintah dengan visi-misi-nya,


mengadakan pembangunan di setiap bidang. Pembangunan ini tentu akan menelan banyak
biaya, sehingga merasa perlu untuk mengundang pihak asing untuk berinvestasi di negeri kita
tercinta ini. Memang tak bisa dielakkan lagi bahwa ada dampak negatif dan dampak
positifnya. Contohnya bisa kita lihat perkembangan penjualan buku-buku impor, alat-alat
industri dan kebutuhan akan bahan baku untuk diproduksi.

Wujud konkrit dari persiapan itu adalah berdirinya perusahaan asing di Indonesia,
mereka mencoba memenuhi kebutuhan permintaan pasar dunia dan pasar domestik serta
pembangunan di negeri ini. Di bidang farmasi berdiri perusahaan yang kedudukannya penting
bagi farmasi di Indonesia, seperti: Sanofi Aventis, Pfizer Indonesia, Bayer Indonesia,
Otsuka, Dan Sebagainya2[3].

Di bidang Migas, yaitu: Chevron (Perusahaan minyak Amerika yang memproduksi 35


persen dari total produksi Indonesia. Beroperasi di lapangan Duri di Riau sejak tahun 1952,
lalu dua blok yang dimiliki oleh Chevron adalah di Sumatera, Rokan dan Siak, telah menjadi
blok dengan produksi minyak terbesar di Indonesia), Total (Perusahaan migas asal Prancis,
beroperasi di blok Mahakam di Kalimantan Timur dengan anak usahanya yaitu Total E&P
Indonesie), ConocoPhillips (Perusahaan Amerika, beroperasi di Natuna Sea Block B, Kuma
dan Laut Arafuru), dan lain sebagainya . Belum lagi di bidang makanan, elektronik, serta
impor yang seharusnya bisa ditangani sendiri oleh negara ini3[4]. Belum lagi permasalahan
rokok yang masih mengundang perdebatan di dunia4[5].
Berarti terbukti pengertian dimensi yang dikatakan Friedman tersebut. Penggambaran
situasi perindustrian di Indonesia telah berada di arah kapitalisme5[6] dan pasar bebas. Pasar
bebas memang bisa menanggulangi sempitnya sasaran konsumen, dan globalisasi
membuatnya semakin luas. Tapi tentu pasar bebas tidak akan terjadi jika tidak ada
pengetahuan sebelumnya, maka pemahaman tentang kapitalisme juga telah diajarkan sejak
dulu, dan hal ini akan berkaitan dengan neoliberalisme yang pernah menjadi perdebatan di
kalangan masyarakat ketika Budiono digandeng oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono6[7]

Menurut yang dilansir Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas 7 [8],


Neoliberalisme atau neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad
keduapuluhan, yang merupakan redefinisi dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori
perekonomian neoklasik untuk mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah
dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi8[9] dan High Cost
Economy 9 [10] yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif 10 [11]. Dalam
penjabaran di situs itu, Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas
serta merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional juga investasi agar semua
negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau
rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan
mengalirnya investasi.
Berarti globalisasi adalah alasan mengapa neoliberalisme ada. Jika diibaratkan, globalisasi itu
seperti sebuah ruang tamu yang kosong, dan neoliberalisme adalah style atau tata ruang. Dan
kita harus tau, bahwa sistem ini juga menguntungkan bagi pembangunan negara ini, tetapi
tidak ada batasan antara negara lain dengan negara kita, terutama negara pemilik modal, dan
jika dilihat keuntungan yang kita dapat, itu sangat dikit, karena tergantung pembagian hasil
kedua negara pemilik modal dan negara kita.

Para Globalis, seperti yang dilansir Wikipedia Berbahasa Indonesia, percaya bahwa negara-
negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang
homogen. Sementara kaum tradisionalis, tidak percaya akan hal ini, mereka lebih percaya
bahwa yang terjadi saat ini, adalah lanjutan dari merebaknya kapitalisme. Tetapi kaum
transformasionalis memiliki pendapat yang berbeda dari keduanya, tapi meraka setuju bahwa
pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Mereka berpendapat,
seharusnya globalisasi dianggap sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan
dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung".

Dalam hal teknologi informasi, memang nyata di depan mata kita, bahwasannya pengetahuan
tentang dunia, semakin tak berjarak. Tetapi kita jadi tidak bisa menyaringnya, mana yang
baik untuk kita dan mana yang tidak baik untuk kita. Secara kultural, negeri kita menjadi
banyak hal yang baru, misalkan saja budaya Punk11[12]. Budaya Punk yang digandrungi
sebagian anak-anak muda itu, sebenarnya sebuah perkumpulan yang anti kemapanan, mereka
menentang bentuk-bentuk kapitalis yang ada di London dan Amerika di abad 20. Budaya
anak muda ini adalah budaya counter atau budaya perlawanan. Tapi di sini, bukanlah itu yang
ditangkap, melainkan style. Jika kita memahaminya sebagai budaya, maka itu akan
disesuikan ke budaya kita, tapi jika itu style, maka yang terjadi, adalah peniruan bentuk
belaka. Sebagai contoh, anak muda kita tak segan-segan mengambil gaya rambut, pakaian
dan apa yang mereka lakukan, tanpa mempertimbangkan resiko dan efeknya.

Melihat penggambaran itu, maka itu masuk ke dalam ciri yang dituliskan oleh laman di
Wikipedia 12 [13], ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan adalah Berkembangnya
pertukaran kebudayaan internasional, penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism)
dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya,
Berkembangnya turisme dan pariwisata, semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke
negara lain, berkembangnya mode yang berskala global (seperti pakaian, film dan lain lain),
bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA, Persaingan
bebas dalam bidang ekonomi, dan meningkakan interaksi budaya antar negara melalui
perkembangan media massa dan jejaring sosial.
Jika informasi itu membentuk semacam kebudayaan baru bagi sebagian manusia di
Indonesia, maka persiapan yang harus dilakukan adalah penguatan identitas akan negara,
bangsa, dan individual. Teknologi adalah alat untuk mempermudah kita melakukan sesuatu
hal. Internet, komputer adalah semacam alat untuk mempermudah pekerjaan kita, benda-
benda itu bukanlah style atau sebuah trend.

2.7 PANCASILA SEBAGAI FILTER NILAI-NILAI ASING DI ERA GLOBALISASI

Presiden Soekarno pada saat berpidato dalam sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945, pernah mengatakan
mengenai pentingnya bangsa Indonesia memiliki sebuah “philosofische gronslaag” atau
filosofi dasar yang memuat pandangan tentang dunia dan kehidupan (weltanschauung).
Menurutnya dasar negara dan ideologi nasional tersebut, merupakan suatu hal yang abadi
yang harus tetap dipertahankan selama berdirinya negara.

Ungkapan dari presiden pertama sekaligus proklamator Republik Indonesia tersebut, jelas
memperlihatkan menganai pentingnya dasar negara dan ideologi nasional sebagai landasan
berdiri dan tegaknya sebuah negara. Oleh sebab itu, perumusan dasar negara Indonesia
dilakukan melalui penggalian yang mendalam terhadap pandangan hidup dan falsafah hidup
bangsa Indonesia yang mencerminankan nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran
budi yang mengakar dan teranyam dalam kehidupan bangsa Indonesia. Hal itu pulalah yang
kemudian menjadi landasan dari lahirnya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa
Indonesia.

Pancasila lahir dari sebuah perjanjian luhur berdasarkan hasil musyawarah para founding
father (pendiri bangsa dan negara) Indonesia dalam sidang BPUPKI yang dilaksanakan
selama dua kali masa persidangan, yaitu pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan 10-16 Juni
1945. Sejak pertama kali ditetapkan sebagai dasar negara oleh Panitia Persiapan kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, tepat satu hari setelah bangsa Indonesia
menyatakan kemerdekannya, Pancasila dianggap sebagai sublimasi dari pandangan hidup dan
nilai-nilai budaya yang mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan keberagaman suku, ras,
bahasa, dan agama, sehingga keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral
maupun sosio-kultural. Moral dalam arti tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang
berlaku di Indonesia, sosio-kultural berarti mencerminankan nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia. Oleh sebab itu, Pancasila kemudian menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan
bernegara yang memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum tertinggi,
menjadi pandangan hidup bagi bangsa Indonesia, dan jiwa yang mencerminkan kepribadian
ada di masyarakat, seperti nilai sosial-budaya, ideologi, agama, politik, dan ekonomi.

Bebarapa pengaruh yang muncul sebagai akibat dari globalisasi memang tidak secara
langsung akan berpengaruh terhadap nasionalisme suatu bangsa. Akan tetapi, secara
keseluruhan pengaruh globalisasi tersebut dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap
bangsa dan negara menjadi berkurang atau hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka
cakrawala masyarakat secara global. Apa yang terjadi atau terdapat di luar negeri yang
dianggap bagus, maka akan mampu memberi inspirasi dan aspirasi kepada masyarakat kita
untuk diterapkan di negara kita. Namun jika hal tersebut terjadi, maka akan menimbulkan
suatu persoalan yang dilematis. Karena apa yang dinilai baik tersebut, belum tentu sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia. Tetapi bila tidak dipenuhi, akan dianggap tidak
aspiratif, atau ketinggalan zaman, yang pada akhirnya akan mampu mengganggu stabilitas
nasional, ketahanan nasional, bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Ada tiga unsur utama yang senantiasa bergerak dalam era globalisasi seperti sekarang ini,
yaitu unsur manusia, unsur barang dan modal, serta informasi. Melalui ketiga gerak tersebut,
apa yang terjadi pada dunia luar akan dapat kita ketahui. Rumah-rumah kita akan terbuka
terhadap dunia luar secara keseluruhan melalui media-media seperti televisi, surat kabar,
telepon, internet dan lain sebagainya. Akibatnya, kita tidak bisa tertutup lagi terhadap
pengaruh yang datang dari luar. Sehingga mau tidak mau, mereka harus siap menerima segala
hal baru yang masuk ke negaranya, termasuk bangsa Indonesia.

Berdasarkan beberapa fenomena tersebut, kita dapat melihat bahwa Pancasila seakan rapauh
dalam kedudukannya sebagai dasar dan ideologi negara. Oleh sebab itu, memahami peran
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional di era globalisasi yang ditandai dengan
semakin berkembangnya arus teknologi informasi, merupakan tuntutan yang “hakiki” dari
setiap warga negara Indonesia agar memiliki pemahaman, persepsi, dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peran, serta fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Masuknya pengaruh budaya asing ke Indonesia melalui berbagai media seperti yang
disebutkan di atas, tentunya akan sangat mempengaruhi perkembangan budaya di Indonesia,
karena akan terjadi proses interaksi antara budaya Indonesia dengan budaya asing yang
masuk. Proses interaksi yang terjadi tersebut pada hakekatnya merupakan sesuatu hal yang
wajar dalam era globalisasi seperti sekarang ini, karena melalui interaksi dengan dunia luar
kemajuan akan dapat diperoleh tergantung dari bagaimana kita menyikapinya.

Bangsa Indonesia seperti kita ketahui memiliki keanekaragaman budaya dengan keunikan
serta ciri khas yang berbeda jika dibandingkan dengan budaya dari negara-negara lain.
Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam tersebut, seharusnya dapat dijadikan
sebagai suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk dapat kita pertahankan serta kita warisi
kepada generasi selanjutnya. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai
dengan semakin derasnya arus globalisasi, perlahan budaya asli Indonesia mulai terlupakan.
Akibatnya, tidak jarang masyarakat kita khususnya kaum muda lebih memilih kebudayaan
baru yang mungkin dinilainya lebih moderen (kekinian) dibandingkan dengan budaya lokal.

Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan pada masa sekarang ini, salah satu
penyebabnya adalah karena masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke Indonesia
sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga
budaya lokal perlahan mulai terlupakan. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya
pengajaran dan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal sebagai
identitas budaya bangsa Indonesia.

Dalam kondisi seperti ini lah Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara bangsa
Indonesia, memegang peranan penting untuk dapat menjadi filter (penyaring) nilai-nilai baru,
sehingga mampu mempertahankan nilai budaya asli Indonesia di era globalisasi seperti
sekarang ini. Pancasila akan memilah-milah nilai-nilai mana saja yang seyogyanya bisa
diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru
yang berkembang nantinya akan tetap berada di bawah kepribadian bangsa Indonesia. Selain
itu untuk mangatasi dampak dari globalisasi, Pancasila juga seharusnya benar-benar dipegang
teguh oleh masyarakat Indonesia sebagai pandangan hidup yang harus tetap menjadi pijakan
dalam bersikap.

Talcott Parsons seorang Sosiolog asal Amerika dalam bukunya yang berjudul Social System
(sistem sosial) mengatakan, jika suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari, ada empat
paradigma fungsi (function paradigm) yang harus terus dilaksanakan oleh masyarakat
bersangkutan. Pertama, pattern maintenance (pola pemeliharaan), yaitu kemampuan
memelihara sistem nilai budaya yang dianut dan

berlaku di dalam masyarakat, karena budaya pada hakikatnya merupakan endapan dari
perilaku manusia. Budaya masyarakat itu akan berubah karena terjadi transformasi nilai dari
masyarakat terdahulu ke masyarakat baru atau pun karena masuknya pengaruh budaya dari
luar, tetapi dengan tetap memelihara nilai-nilai yang dianggapnya luhur, budaya lama akan
tetap bertahan meskipun akan terbentuk masyarakat baru yang lain.

Kedua, kemampuan masyarakat beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat.
Sejarah membuktikan banyak peradaban masyarakat yang telah hilang karena tidak mampu
beradaptasi dengan perubahan dunia. Pada hal menurut Talcott, masyarakat yang mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan serta mampu memanfaatkan peluang yang timbul, maka
dialah yang akan unggul.

Ketiga, adanya fungsi integrasi dari unsur-unsur masyarakat yang beragam secara terus-
menerus, sehingga terbentuk kekuatan sentripetal yang akan kian menyatukan masyarakat itu.
Artinya, sebuah sistem yang ada di dalam masyarakat, harus mampu mengatur dan menjaga
antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya.

Keempat, masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari masa ke
masa bertransformasi karena terus diperbaiki oleh dinamika masyarakatnya dan oleh para
pemimpinnya. Jika negara kebangsaan Indonesia terbentuk oleh kesamaan sejarah masa lalu,
maka ke depan perlu lebih dimantapkan lagi oleh kesamaan cita-cita, pandangan hidup,
harapan, dan tujuan tentang masa depannya.

Dalam perspektif negara-bangsa, empat paradigm fungsi yang dikemukakan oleh Parson
tersebut setidaknya perlu diterapkan oleh masyarakat Indonesia, terutama untuk menjaga
nilai-nilai Pancasila agar dapat tetap hidup dan berkembang dalam kedudukannya sebagai
dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, nilai-nilai Pancasila seakan terlupakan sebagai sebuah dasar negara dan ideologi
nasional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua masyarakat Indonesia, terlebih dengan
semakin cepatnya perkembangan zaman yang diimbangi oleh derasnya arus globalisasi dan
masuknya budaya asing. Oleh sebab itu, agar Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
bangsa tetap mempunyai semangat untuk diperjuangkan, kita perlu menerima kenyataan jika
Pancasila belum dapat dijadikan sebagai pijakan dalam bersikap oleh semua pihak. Pancasila
perlu disosialisasikan agar benar-benar dipahami oleh masyarakat Indonesia khususnya kaum
muda sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia dalam mempertahankan eksistensi dan
mengembangkan dirinya menjadi bangsa yang sejahtera dan modern.
Sebagai dasar negara, Pancasila harus benar-benar dijadikan sebagai acuan dasar hukum dan
dasar moral dalam penyelenggaraan bernegara. Sebagai ideologi atau pandangan hidup
bangsa Indonesia, Pancasila perlu benar-benar di hayati sebagai suatu sistem nilai yang
dipilih dan didianut oleh bangsa Indonesia karena kebaikan, kebenaran, keindahan dan
manfaatnya bagi bangsa Indonesia, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
kehidupan sehari-hari yang pengamalannya bersifat subjektif, artinya tergantung kepada
individu yang bersangkutan. Karena berbagai tantangan yang dihadapi dalam menjalankan
ideologi Pancasila, sejatinya tidak akan mampu untuk menggantikankan Pancasila sebagai
ideologi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, Pancasila harus terus dipertahankan oleh segenap
bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia, karena Pancasila
merupakan nyawa yang telah tertanam sejak bangsa dan negara Indonesia lahir.

Tantangan pada era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi budaya dan kepribadian
bangsa Indonesia seperti sekarang ini, harus ditangkal melalui nilai-nilai yang terkandung di
dalam Pancasila sebagai sebuah dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia.
Meskipun perkembangan zaman berkembang dengan sangat cepat, tetapi perlu diingat bahwa
bangsa dan negara Indonesia tidak harus kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang
memiliki nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan keluhuran budi yang sebenarnya sudah jelas
tergambar dari nilai-nilai luhur Pancasila. Oleh karena itu, tantangannya yang sebenarnya
dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini adalah menyiapkan secara matang
generasi muda penerus bangsa agar arah dari pembangunan Indonesia dapat berjalan dengan
baik. Salah satu caranya adalah melalui pendidikan yang lebih menekankan pada nilai-nilai
yang tertuang dalam Pancasila.

Seperti kita ketahui, pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan karakter
manusia dan faktor terpenting dalam menjaga keberlangsungan hidup bangsa dan negara.
Melalui pendidikan yang lebih menekankan pada nilai-nilai Pancasila, diharapkan hal
tersebut akan dapat menjadi solusi yang mampu mengerem dan mengurangi dampak negatif
dari globalisasi. Sehingga kedepannya diharapkan akan tertanam ideologi dan identitas
bangsa yang mampu menghasilkan manusia dengan sikap dan perilaku yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, berkemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung persatuan
bangsa Indonesia, mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan individu/golongan, serta mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan
sosial di dalam masyarakat, sehingga Indonesia ke depannya dapat menjadi negara yang
memiliki kepribadian yang baik dan berkarakter.

Salah satu bentuk pendidikan yang dapat diterapkan adalah pendidikan moral Pancasila.
Pendidikan moral Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arahan dalam upaya mengatasi
krisis dan disintegrasi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada era globalisasi sekarang ini.
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Oleh sebab itu, perlu dipersiapkan
lahirnya generasi-generasi yang sadar dan terdidik berdasarkan nilai-nilai moral yang ada
pada Pancasila. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk
melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang
mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai
sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan muncul generasi-
generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila. Sehingga dari sini
lah diharapkan akan tercipta generasi penerus bangsa yang akan mampu membangun bangsa
Indonesia menuju kesejahteraan.
Oleh karena itu, kita harus sadar akan pentingnya menanam dan mengamalkan nilai-nilai
Pancasila. Sehingga pada akhirnya, masyarakat dan bangsa Indonesia dapat menjaga
keharmonisan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan
berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, serta penuh spirit Pancasila untuk mewujudkan
bangsa yang sejahtera, adil dan makmur di masa mendatang. Melalui pemahaman makna
Pancasila yang dikembangkan dengan penuh semangat dan keyakinan, maka bangsa
Indonesia akan mampu menjaga dan mengembangkan nilai-nilai sesuai dengan kebutuhan
masyarakatnya yang serba pluralistik pada era globalisasi seperti sekarang ini. Tetap
melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional, sebagaimana yang telah dirintis oleh para pendahulu kita dan merupakan suatu
kawajiban etis dan moral yang harus tetap dilestarikan oleh generasi-generasi berikutnya,
sehingga apa pun tantangan yang akan dihadapi, bangsa Indonesia tidak akan pernah
kehilangan jatidirinya sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai peradaban, kebudayaan, dan
keluhuran budi.

Pancasila merupakan sebuah kekuatan ide yang berakar dari bumi Indonesia untuk
menghadapi nilai-nilai dari luar, sebagai sistem syaraf atau filter terhadap berbagai pengaruh
yang datang dari luar. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila akan dapat membangun
sistem dalam masyarakat kita, untuk menghadapi ancaman kekuatan yang datang dari luar
sekaligus menyeleksi hal-hal baik untuk diserap. Melalui Pancasila, moral sosial, toleransi,
dan kemanusiaan, bahkan juga demokrasi bangsa ini dibentuk. Untuk itu Pancasila harus bisa
kita telaah secara analitis dengan kekayaan nilainya yang selayaknya digali, diperdalam, lalu
dikontekstualisasikan lagi pada perkembangan situasi yang kita hadapi. Karena Pancasila
tidak akan memiliki makna tanpa pengamalan. Pancasila bukan sekedar simbol persatuan dan
kebanggaan bangsa. Tetapi, Pancasila adalah acuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi bangsa Indonesia.

Dalam pergaulan dunia yang kian global, tidak ada alasan untuk bangsa Indonesia menutup
diri rapat-rapat dari dunia luar, karena jika hal itu terjadi bisa dipastikan bangsa Indonesia
akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan dari bangsa-bangsa lain. Maka dari itu,
yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar nilai-
nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia saja yang
terserap, dengan tetap menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya sendiri. Sebaliknya, nilai-
nilai budaya yang tidak sesuai apalagi dapat merusak tata nilai budaya nasional bangsa
Indonesia harus ditolak dengan tegas.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa globalisasi
bukan menjadi alasan hancurnya nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang terkandung di dalam
Pancasila. Bahkan sebaliknya, jika di era globalisasi bangsa kita mampu menyelaraskan
pengaruh yang datang dari luar dengan tetap mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila,
maka hal tersebut akan mampu memperkuat jati diri bangsa Indonesia di era yang serba
moderen ini. Globalisasi bukan semata-mata menelan budaya Barat secara mentah-mentah.
Akan tetapi sebaliknya, globalisasi yang berarti hilangnya batas-batas antarnegara dapat
dijadikan sebagai ajang promosi budaya luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Globalisasi telah memberikan tantangan baru yang mau tidak mau harus di hadapi dan di
sikapi oleh semua elemen masyarakat. Era keterbukaan sudah mulai mengakar kuat di era
globalisasi seperti sekarang ini, sehingga identitas nasional adalah salah satu bagian mutlak
yang harus dipegang agar tidak hilang dan terbawa arus globalisasi. Untuk dapat mangatasi
dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari globalisasi tersebut, maka Pancasila
sebagai pandangan hidup dan dasar negara harus tetap menjadi pijakan dalam bersikap.
Karena Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa
Indonesia, memiliki posisi yang abadi di dalam jiwa bangsa Indonesia.

Pancasila akan mampu menyaring segala pengaruh yang datang dari luar sebagai akibat dari
globalisasi, untuk kemudian dipilih mana yang baik dan mana yang buruk yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Sehingga apa pun tantangan yang akan dihadapi, bangsa Indonesia tidak
akan pernah kehilangan jatidirinya sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai peradaban,
kebudayaan, dan keluhuran budi. Oleh sebab itu, dengan memaknai dan mengamalkan
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional bangsa Indonesia, diharapkan hal
tersebut akan dapat membuat generasi muda dan generasi-generasi selanjutnya menjadi lebih
memiliki dan mencintai budaya dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Pancasila sebagai filter budaya bangsa merupakan dasar yang sudah Negara yang
sudah termuat sejak di resmikannya pancasila sebagai dasar ideologi Negara Indonesia
melalui UUD 1945 dan peraturan lainya baik aturan formal dan non formal. Pancasila sebagai
filter budaya bangsa maksudnya budaya asing yang mencemari budaya asli Indonesia.
Budaya asli Indonesia dapat di pertahankan dari pengaruh budaya asing melalui pemahaman
masyarakat mengenai pentingnya pancasila sebagai pedoman bangsa yangd dapat
mempertahankan eksistensi budaya bangsa serta kepedulian dan kesadaran masyrakat
Indonesia mengenai karakteristik dan daya tarik Negara Indonesia adalah keragaman
budayannya. Budaya yang tercermin dalam kebiasaan sehari-hari merupakan bagian dari
aplikasi pancasila yang dapat di bina melalui pendidikan formal dan non formal, namun
sejatinya identitas bangsa baik budaya bahkan pancasila sendiri dapat berdiri kokoh jika
masyarakatnya menyadari pentingnya dalam menjamin eksistensi Negara, sehingga yang
paling berperan dalam hal ini yaitu para pejabat Negara atau pemegang kekuasaan yang
membuat atauran-aturan yang ada di Negara Kesatuan Republic Indonesia.

3.2 SARAN
Setelah diamati dampak darimasuknya unsur-unsur budayaasing ke Indonesia penulis
memberikan saran kepada para pembaca karyatulis ini umumnya dan para
generasipenerusbangsa Indonesia khususnya, agar mengantisipasi terhadap budaya asing
yang masukke Indonesia karena budaya tersebut tidak sesuai dengan kebudayaan kita dan
akan berdampak sangat buruk terhadap eksistensi budaya ini, karena budaya asing, banyak
penyimpangan dilakukan oleh segelintir masyarakat Indonesia khususnya kaum pemuda yang
mengadopsi cara hidup mereka dari berbagai budaya asing yang masuk ke Indonesia, seperti
pergaulan bebas, lifestyle, sek sbebas dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Gaffar, Janedjri M., 2012. Demokrasi Konstitusional. Konpress, Jakarta.

Latief, Juraid Abdul, 2006. Manusia, Filsafat dan Sejarah. Bumi Aksara, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai