Sklerosis Sistemik (Nurefni)
Sklerosis Sistemik (Nurefni)
Definisi
Epidemiologi
Kejadian pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu sekitar 4:1,
dengan usia terbanyak pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. Di poliklinik
reumatologi RSCM/FKUI mendapatkan 43 kasus dalam kurun waktu 2 tahun
(2007-2008), dengan perbandingan wanita dan pria adalah 9,8:1 dengan median
usia adalah 32 tahun. 1,2,3
Etiologi
1
1. Faktor Genetik
2. Virus
1. Manifestasi vaskular
Fenomena Raynaud adalah perubahan warna yang episodik (palor,
sianosis, eritema) yang terjadi sebagai respon terhadap lingkungan yang
dingin atau stress emosional. Walaupun perubahan yang spesifik umunya
terjadi pada jari tangan, tapi dapat juga mengenai ibu jari kaki, daun
telinga, hidung dan lidah. Fenomena Raynaud dapat dijumpai pada
berbagai penyakit kolagen, yaitu 95% pada sklerosis sistemik, 91% pada
mixed connective tissues disease ( MCTD ) dan 40% pada lupus
2
eritematosus sistemik. Beratnya fenomena Raynaud pada sklerosis
sistemik ditandai oleh timbulnya ischemia jari yang akan diikuti oleh
ulserasi dan gangren.1
2. Manifestasi Kulit
Fibrosis pada kulit dan organ lainnya termasuk pembuluh darah
merupakan gambaran yang sering ditemukan. Peningkatan matriks
ekstraseluler pada dermis, terutama kolagen tipe I dan III, yang disertai
penipisan epidermis merupakan gambaran patologis yang khas pada
skleroderma sistemik. Seringkali gejala awal mengikuti fenomena
Raynaud adalah edema pada kedua tangan yang diseratai nyeri.
Keterlibatan kulit juga meliputi pruritus, salt-pepper appearance,
teleangiektasis, kalsinosis, kontraktur dan pursed lip appearance.1
3. Manifestasi Saluran Cerna
Keterlibatan saluran cerna cukup sering terjadi berupa mual,
muntah, kekeringan pada mulut, rasa kembung, disfagia, heartburn,
dismotilitas esophagus, striktur esophagus, diare, malabsorbsi dan
kehilangan berat badan. Diare akibat pertumbuhan bakteri usus yang
berlebihan sering terjadi.1
4. Manifestasi Pulmonum
Manifestasi pulmonum dapat berupa batuk kering, sesak nafas,
efusi pleura dan gangguan paru lainnya. Gangguan paru merupakan
gangguan visceral tersering kedua setelah di esophagus. Pada paru, dapat
ditemukan 2 gambaran patologi, yaitu fibrosis paru dan kelainan vaskuler.
Pada wanita dengan Skleroderma yang terbatas hanya didapatkan kelainan
pembuluh darah paru.5
5. Manifestasi Jantung
Keterlibatan jantung dapat ditandai dengan adanya keluhan nyeri
dada, palpitasi, aritmia, gangguan konduksi jantung pada EKG,
perikarditis konstriktif dan gagal jantung kongestif.1
6. Manifestasi Ginjal
Hipertensi merupakan manifestasi yang perlu diawasi ketat karena
kemungkinan terjadi krisis renal. Hal ini merupakan penyebab kematian
tersering pada sklerosis sistemik, sebelum era ACE inhibitor
diperkenalkan. Peningkatan kreatinin, proteinuria serta hematuria
merupakan tanda keterlibatan ginjal pada sklerosis sistemik.1
3
7. Manifestasi Sistem Muskuloskeletal
Pada otot rangka, akan tampak jaringan fibrosis perivasikular yang
menyebabkan penurunan kekuatan otot dan peningkatan ringan enzim otot
dalam serum. Secara klinis akan tampak kelemahan otot proksimal dan
peningkatan enzim otot serum yang bermakna. Pada tendon akan tampak
deposisi fibrin dalam sarung tendon, sehingga gerak tendon terbatas dan
akhirnya dapat timbul kontraktur fleksi, terutama pada jari-jari.1
Patogenesis
Diagnosis
1. Kriteria Mayor
4
Skleroderma proksimal : penebalan, penegangan dan pengerasan kulit
yang simetrik pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi
metakarpofalangeal atau metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai
seluruh ekstremitas muka, leher, dan batang tubuh.
2. Kriteria Minor
Klasifikasi
Penatalaksanaan
5
Terapi Umum
Terapi Vasoaktif
Terapi Imunosupresan
Terapi Antifibrotik
Terapi Selular
6
Prognosis
7
ILUSTRASI KASUS
Keluhan Utama :
8
Buang air kecil seperti biasa. Buang air kecil keluar pasir, berbatu dan
seperti cucian daging tidak ada.
Buang air besar dalam batas normal
Riwayat Pengobatan :
Pasien berobat ke Puskesmas 3 tahun yang lalu, diberikan obat untuk kulit
namun tidak ada perbaikan. Pasien kemudian berobat ke RS, didiagnosis
dengan gangguan imun dan dianjurkan untuk cek darah, namun pasien
belum ada biaya. Pasien kemudian rutin membeli obat sendiri untuk
mengurangi rasa nyeri.
Riwayat Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita alergi
9
Suhu : 36,9 0C
BB : 35 kg
TB : 150 cm
Ikterus : (-)
Edema : (-)
Anemia : (+)
teleangiektasis (+)
tonsil T1-T1
Gigi dan Mulut : Caries (-), candida (-), atrofi papil lidah (-),
ulkus (-)
10
Leher : JVP 5-2 cmH2O, deviasi trakea (-), kelenjar tiroid
tidak membesar.
Dada :
Paru depan
Paru belakang
Perkusi : Sonor
peranjakan paru 1 jari
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-)
Jantung
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas atas RIC II, batas kanan LSD, batas kiri 1 jari
11
Abdomen
Anggota Gerak : Reflek fisiologis (+/+), Reflek Patologis (-/-), Edema (-/-).
Kasar +↓ +↓
Halus +↓ +↓
A. Tibialis posterior +↓ +↓
A. Dorsalispedis +↓ +↓
A. Poplitea +↓ +↓
12
Total skor : 40
Kesan : Difus
Laboratorium
Hematokrit : 31 %
Leukosit : 9.130/mm3
Trombosit : 391.000/mm3
13
Hitung Jenis : 0/1/1/78/16/4
LED : 89 mm/jam
Urinalisis:
Protein :- Silinder :-
Feses:
Makroskopis : Mikroskopis:
Darah :- Amuba :-
Daftar Masalah
Sclerodaktili
Arthalgia
“Salt and pepper” apperance
Malnutrisi
Anemia ringan normositik normokrom
14
Sklerosis sistemik difus
Diagnosis Banding :
Mixed connective tissue disease (MCTD)
Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec non autoimun
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis
Terapi :
Istirahat/ML 1700 kkal (KH 1020 kkal/Protein 50 gr/Lemak 480 kkal)
Paracetamol 3x500 mg (po)
NTR 2x1 tab (po)
Pemeriksaan anjuran :
Follow Up
Tanggal 11 September 2014
S/ Kulit kaku dan keras (+), Nyeri (+)
Demam (-)
15
Nadi: 82x /menit, reguler Nafas : 22 x/menit Suhu : 37,2oC
EKG :
Irama : Sinus ST segmen : isoelektrik
Heart rate : 80x/menit Gelombang T : T inverted :(–)
Axis : normoaxis S V1 + R V6 < 35
Gel. P : 0.08 dtk R / S V1 <1
PR interval : 0.16 dtk QRS komp : 0.08 dtk
Kesan : EKG dalam batas normal
Hasil Laboratorium:
MCH : 24 pq
MCV : 83 um3
MCHC : 29 g/dl
Retikulosit : 1,41 %
Kesan : Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
Demam (-)
16
Trakea relatif ditengah. Cor tidak tampak membesar. Paru curiga infiltrat
parakardial kiri. Diafragma dan sinus kostofrenikus kiri suram, kanan baik.
Tulang intak.
Kesan : Suspect Bronkopneumonia
Demam (-)
Kesan : Skleroderma
Demam (-)
17
O/ KU : Sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70 mmHg
Jo-1 : positif
Terapi :
Metotrexate 10 mg/minggu
Metil prednisolon 8 mg - 4 mg - 0
Nifedipin 2x10 mg
Dorner 2x20 mg
Lansoprazole 1x30 mg
18
S/ - Pasien sedih karena ingat anak. Pasien mengakui bahwa sering merasa cemas
dan takut akan penyakitnya.
- Sering merasa lupa dan sukar untuk konsentrasi (-)
- Merasa mudah tersinggung (-)
- Sakit kepala (-)
- Sukar tidur (-)
- Penurunan nafsu makan (-)
- Kulit kaku dan keras (+), nyeri (+)
- Luka di ujung jari (+)↓
- Nyeri menelan (+)↓
- Demam (-)
Status Psikosomatis
19
- Axis III : Sklerosis sistemik difus
- Axis IV : Pasien teringat pada anak yang sudah lama tidak bertemu
- Axis V : Adaptasi baik
20
DISKUSI
21
Keluhan gastrointestinal pada pasien ini sebenarnya dapat ditelusuri
dengan endoskopi walaupun pemeriksaan ini jarang dilakukan kecuali dengan
kecurigaan adanya kerusakan struktur esophagus, barrett esofagus. Namun pada
kasus ini tidak dapat dilakukan karena keadaan pasien yang menyulitkan untuk
dilakukan endoskopi.
Penatalaksanaan pada pasien sklerosis sistemik, dilakukan secara non
farmakologik dan farmakologik. Dibutuhkan edukasi tentang penyakit pada
pasien dan keluarga, tentang pentingnya perlindungan kulit untuk mengurangi
gejala dari fenomena Raynaud, pengaturan pola makan, menghindari makan
makanan yang merangsang lambung, alkohol dan rokok, serta mengurangi stres.
Selain edukasi, teknik rehabilitasi seperti stretching, peningkatan gerak yang
berpengaruh terhadap kesembuhan dari sklerosis sistemik.
Sebagai akibat dari kronisitas sklerosis sistemik, dilaporkan meningkatnya
rasa sakit, kelelahan, dan gangguan fungsi fisik, seperti wajah dan perubahan
tangan. Perubahan ini dapat mempengaruhi hubungan sosial, menyebabkan
masalah fungsional, dan mengubah keadaan pasien, yang menyebabkan
ketidakpuasan, sehingga mengurangi kualitas hidup. Selain gangguan fisik dan
gejala, telah dilaporkan peningkatan rasa cemas dan depresi (berkisar antara 18%
hingga 65%) dibandingkan populasi umum dan kelompok pasien lain. Pada kasus
ini belum dapat ditegakkan suatu depresi, karena belum memenuhi kriteria DSM
IV-TR yaitu 2 kriteria mayor (mood depresi, mudah lelah) ditambah 4 kriteria
minor (perasaan bersalah, pesimis melihat masa depan, pola tidur berubah, nafsu
makan menurun) selama lebih dari 2 minggu. Namun pasien sudah mulai
mengalami gejala depresi, sehingga perlu diberikan terapi biofeedback dan terapi
ventilasi. Terapi ini diharapkan dapat mencegah pasien jatuh ke depresi yang akan
mempengaruhi penatalaksanaan sklerosis sistemiknya.9
Terapi farmakologi yang diberikan pada kasus ini yaitu methotrexate
(MTX), kortikosteroid, dihydropyridine-type calcium antagonist dan dorner.
Pemberian MTX pada sklerosis sistemik masih menjadi perdebatan namun
beberapa penelitian menunjukkan perbaikan sklerosis sistemik, dan tidak terdapat
peningkatan resiko terjadinya efek samping. Sedangkan pemberian kortikosteroid
pada sklerosis sistemik merupakan pilihan yang sering digunakan. Sebuah
22
penelitian menunjukkan perbaikan total skin score pada pemberian kortikosteroid.
Pemberian steroid dosis rendah juga berguna untuk arthritis dan miositis.
Didukung oleh penelitian lain yang menunjukkan perbaikan histopatologi.
Dihydropyridine-type calcium antagonist terbukti mengurangi dan mencegah
terjadinya iskemik.8
Pada perjalanannya, penyakit ini sangat mungkin melibatkan banyak
organ, mulai dari kulit, saluran cerna, paru, ginjal dan jantung. Saat ini pada kasus
ini yang dikenai adalah kulit dan saluran cerna, namun untuk mencegah terjadinya
perburukan, dilakukan pemeriksaan secara berkala 3-6 bulan sekali.
Angka harapan hidup 5 tahun penderita sklerosis sistemik adalah sekitar
68%. Harapan hidup akan semakin pendek dengan luasnya kelainan kulit dan
banyaknya keterlibatan organ viseral. Pada kasus ini harapan hidup lebih buruk
karena merupakan sklerosis sistemik difus. Pada sklerosis sistemik difus,
kematian biasanya terjadi karena kelainan paru, jantung atau ginjal.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamijoyo L. Sklerosis sistemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing 2014: 3277-86.
2. Dewi S. Diagnosis dan penatalaksanaan sklerosis sistemik. Kumpulan
Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2014. Perhimpunan Reumatologi
Indonesia 2014: 149-57.
3. Mayes MD. Skleroderma epidemiology. Rheumatology Disease Clinical
North America 2003; 29: 239-54.
4. Varga J, Denton CP. Scleroderma, Inflammatory Myopathies, and Overlap
Syndromes. In : Firestein GS, Budd RC, Harris ED et al (eds ). Kelley`s
Textbook of Rheumatology Vol. II 8th ed. Canada : Saunders Company,
2008 : 77
5. Hakim AJ, Clunie G, Haq I. Oxford Handbook of Rheumatologi. 2nd ed.
Oxford University Press, 2002 : 364-84
6. Pile K, Kennedy L. Problem Solving in Rheumatology. Ashland : Clinical
Publishing, 2008 : 139-44
7. Stone JH, Crofford LJ, White PH. The Pocket Primer on the Rheumatic
Disease 2nd ed. London : Springer, 2010 : 125-31
8. Kowal-bielecka O, Landewe R, Avouac J, Chwiesko S, Miniati I, Czirjak
L, et al. EULAR recommendations for the treatment of systemic sclerosis:
a report from the EULAR scleroderma trials and research group
(EUSTAR). Annual Rheumatology Disease 2009; 68: 620-8.
9. Del Rosso A, Mikhaylova S, Baccini M, Lupi I, Cerinic M, Bongi S. In
systemic sclerosis, anxiety and depression assessed by hospital anxiety
depression scale are independently associated with disability and
psychological factors. Hindawi Publishing Corporation BioMed Research
International 2013: 1- 8
24