Anda di halaman 1dari 24

SKLEROSIS SISTEMIK

Definisi

Sklerosis sistemik (Skleroderma) adalah suatu penyakit sistemik yang


mengenai jaringan ikat di kulit, organ dalam dan dinding pembuluh darah, yang
ditandai dengan disfungsi endotel, fibrosis dan produksi autoantibodi. Sklerosis
sistemik menyerupai gangguan jaringan penyambung lain dalam hal adanya masa
remisi dan eksaserbasi dalam perjalanan penyakit yang umumnya lambat,
sehingga pasien dapat tetap hidup dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi
penyakit ini dapat juga berjalan cepat dan mengakibatkan kematian dalam waktu
singkat bila organ vital ikut terserang dan menjadi rusak.1,2

Epidemiologi

Skleroderma sistemik merupakan penyakit yang jarang dijumpai


dibandingkan dengan penyakit jaringan ikat lain. Kasus ini ditemukan sporadik
dengan distribusi seluruh dunia dan mengenai semua ras. Epidemiologi terbukti
sulit untuk ditetapkan karena perbedaan klinis penyakit yang luas dan ketiadaan
kriteria diagnosis yang diterima secara luas. Meskipun demikian dilaporkan pada
orang dewasa sekitar 2,6 sampai 2,8 per 1 juta penduduk per tahun. Di Amerika
Serikat sekitar 20 kasus per 1 juta penduduk. Laporan dari Inggris dan Jepang
menunjukkan prevalensi yang lebih rendah dari sekitar 35 kasus per 1 juta
penduduk. 1

Kejadian pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu sekitar 4:1,
dengan usia terbanyak pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. Di poliklinik
reumatologi RSCM/FKUI mendapatkan 43 kasus dalam kurun waktu 2 tahun
(2007-2008), dengan perbandingan wanita dan pria adalah 9,8:1 dengan median
usia adalah 32 tahun. 1,2,3

Etiologi

1
1. Faktor Genetik

Faktor genetik berperan dalam kerentanan individu terhadap penyakit


ini. Suatu penelitian menunjukkan adanya peningkatan 13 sampai 15 kali
kemungkinan terjadinya sklerosis sistemik pada saudara dari penderita
sklerosis sistemik. Penelitian lain menunjukkan bahwa sklerosis sistemik
terjadi secara signifikan pada keluarga dengan sklerosis sistemik (1,6%)
dibandingkan pada populasi umum ( 0,026%).1,4

2. Virus

Seiring dengan paparan terhadap agen lingkungan, infeksi


cytomegalovirus manusia (hCMV) dan virus lainnya telah terlibat sebagai
pemicu potensial. Anti topoisomerase pada beberapa pasien sklerosis
menunjukkan reaktifitas silang dengan protein hCMV. Dalam fibrolas
manusia, CMV dapat menginduksi sintesis faktor pertumbuhan jaringan ikat
(CTGF atau CCN2).1,4

3. Paparan Lingkungan, Obat dan Radiasi

Frekuensi sklerosis sistemik meningkat diantara laki-laki dengan


pajanan debu silica. Begitu juga dengan polivinil klorida, trikloroetilen dan
pelarut organik. Obat sebagai penyebab potensial untuk sklerosis sistemik
seperti bleomicin, pentazosin dan kokain.5

Gejala dan Tanda

1. Manifestasi vaskular
Fenomena Raynaud adalah perubahan warna yang episodik (palor,
sianosis, eritema) yang terjadi sebagai respon terhadap lingkungan yang
dingin atau stress emosional. Walaupun perubahan yang spesifik umunya
terjadi pada jari tangan, tapi dapat juga mengenai ibu jari kaki, daun
telinga, hidung dan lidah. Fenomena Raynaud dapat dijumpai pada
berbagai penyakit kolagen, yaitu 95% pada sklerosis sistemik, 91% pada
mixed connective tissues disease ( MCTD ) dan 40% pada lupus

2
eritematosus sistemik. Beratnya fenomena Raynaud pada sklerosis
sistemik ditandai oleh timbulnya ischemia jari yang akan diikuti oleh
ulserasi dan gangren.1
2. Manifestasi Kulit
Fibrosis pada kulit dan organ lainnya termasuk pembuluh darah
merupakan gambaran yang sering ditemukan. Peningkatan matriks
ekstraseluler pada dermis, terutama kolagen tipe I dan III, yang disertai
penipisan epidermis merupakan gambaran patologis yang khas pada
skleroderma sistemik. Seringkali gejala awal mengikuti fenomena
Raynaud adalah edema pada kedua tangan yang diseratai nyeri.
Keterlibatan kulit juga meliputi pruritus, salt-pepper appearance,
teleangiektasis, kalsinosis, kontraktur dan pursed lip appearance.1
3. Manifestasi Saluran Cerna
Keterlibatan saluran cerna cukup sering terjadi berupa mual,
muntah, kekeringan pada mulut, rasa kembung, disfagia, heartburn,
dismotilitas esophagus, striktur esophagus, diare, malabsorbsi dan
kehilangan berat badan. Diare akibat pertumbuhan bakteri usus yang
berlebihan sering terjadi.1
4. Manifestasi Pulmonum
Manifestasi pulmonum dapat berupa batuk kering, sesak nafas,
efusi pleura dan gangguan paru lainnya. Gangguan paru merupakan
gangguan visceral tersering kedua setelah di esophagus. Pada paru, dapat
ditemukan 2 gambaran patologi, yaitu fibrosis paru dan kelainan vaskuler.
Pada wanita dengan Skleroderma yang terbatas hanya didapatkan kelainan
pembuluh darah paru.5
5. Manifestasi Jantung
Keterlibatan jantung dapat ditandai dengan adanya keluhan nyeri
dada, palpitasi, aritmia, gangguan konduksi jantung pada EKG,
perikarditis konstriktif dan gagal jantung kongestif.1
6. Manifestasi Ginjal
Hipertensi merupakan manifestasi yang perlu diawasi ketat karena
kemungkinan terjadi krisis renal. Hal ini merupakan penyebab kematian
tersering pada sklerosis sistemik, sebelum era ACE inhibitor
diperkenalkan. Peningkatan kreatinin, proteinuria serta hematuria
merupakan tanda keterlibatan ginjal pada sklerosis sistemik.1

3
7. Manifestasi Sistem Muskuloskeletal
Pada otot rangka, akan tampak jaringan fibrosis perivasikular yang
menyebabkan penurunan kekuatan otot dan peningkatan ringan enzim otot
dalam serum. Secara klinis akan tampak kelemahan otot proksimal dan
peningkatan enzim otot serum yang bermakna. Pada tendon akan tampak
deposisi fibrin dalam sarung tendon, sehingga gerak tendon terbatas dan
akhirnya dapat timbul kontraktur fleksi, terutama pada jari-jari.1

Patogenesis

Secara pasti, patogenesis sklerosis sistemik tidak diketahui. Pandangan


holistik mengintegrasikan 3 hal utama yaitu : kerusakan pembuluh darah, aktivasi
adaptif dan autoimunitas dan fibrosis intersisial dan pembuluh darah. Diduga,
sesuatu, faktor pencetus yang sampai sekarang belum diketahui, mengaktifkan
sistem imun dan menimbulkan kerusakan sel endotel akan mengaktifkan
trombosit, sehingga trombosit mengeluarkan berbagai mediator.5,7

Diagnosis

Secara klinis agak sulit menegakkan diagnosis sklerosis sistemik sebelum


timbul kelainan kulit yang khas, harus dipikirkan bila ditemukan gambaran
fenomena Raynaud pada wanita umur 20-50 tahun. Pemeriksaan autoantibodi
antitopo-1 dan antisentromer harus dilakukan karena memiliki spesifikasi yang
baik pada sklerosis sistemik. Evaluasi terhadap berbagai organ yang terkena juga
harus dilakukan. Bila keadaan meragukan dapat dilakukan biopsi kulit. 8

Pada tahun 1980, American Rheumatism Association (ARA) mengajukan


kriteria, dimana diagnosis ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau 2 atau
lebih kriteria minor: 8

1. Kriteria Mayor

4
Skleroderma proksimal : penebalan, penegangan dan pengerasan kulit
yang simetrik pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi
metakarpofalangeal atau metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai
seluruh ekstremitas muka, leher, dan batang tubuh.

2. Kriteria Minor

 Sklerodaktili : perubahan kulit seperti diatas, tetapi terbatas pada jari


 Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari (Digital pitting scars)
 Fibrosis pulmonal bibasilar

Klasifikasi

Secara klinik, sklerosis sistemik dibagi dalam 5 kelompok1, yaitu:

1. Sklerosis sistemik difus


2. Sklerosis sistemik terbatas ( CREST syndrome)
3. Sklerosis sistemik sine skleroderma
4. Sklerosis sistemik pada overlap sindrom
5. Penyakit jaringan ikat yang tidak terdiferensial

Penatalaksanaan

Terapi optimal masih merupakan tantangan hingga saat ini karena


pathogenesis sklerosis sistemik yang masih belum jelas. Oleh karena itu,
European League Againts Rheumatism (EULAR) Scleroderma Trials and
Research Group (EUSTAR) membuat suatu konsensus yang menjadi rekomendasi
untuk terapi sklerosis sistemik. Prinsip terapi ditujukan pada perbaikan kondisi
umum untuk memperhatikan faktor nutrisi, higieni dan dukungan psikologik.
Terapi terhadap gejala yang dialami pasien sangat individual. Selanjutnya terapi
bertujuan pada 3 kompartemen patogenik yaitu gangguan vaskulopati, fibrosis dan
imunologik (inflamasi, imunomodulasi dan autoimuniti). Penyakit ini tidak dapat
disembuhkan tapi dapat diterapi meskipun respon terhadap terapi umumnya
lambat.1,8

5
 Terapi Umum

Terapi simptomatik terdiri dari penghambat pompa proton (PPI) untuk


refluk lambung, obat prokinetik, penghambat kanal kalsium (nifedipin) untuk
vasodilator, dan penghambat ACE (captopril) atau antagonis angiotensin II
(losartan) untuk mencegah krisis renal. Jika malabsorbsi disebabkan
pertumbuhan bakteri usus, maka penggunaan antibiotic dapat bermanfaat.

 Terapi Vasoaktif

Infus intravena secara continue dengan prostasiklin dapat menurunkan


frekuensi dan keparahan fenomena Raynaud dan menginduksi penyembuhan
ulkus di jari. Antagonis reseptor endotelin-1 seperti bosentan mencegah dan
menyembuhkan ulkus serta mengontrol hipertensi pulmonum.

 Terapi Imunosupresan

Siklofosfamid atau metrotrexate menghasilkan efek yang signifikan


pada penebalan kulit dan fungsi paru. Metotrexate lebih ditujukan untuk
pasien yang mengalami miositis atau arthritis.

 Terapi Antifibrotik

Beberapa penelitian klinis menunjukkan fungsi imatinib mesylate


menghambat jalur extracellular-signal-regulated kinases 1 dan 2 (ERK ½)
dalam aktivasi fibroblast, dapat mengurangi proses fibrosis berbagai organ.

 Terapi Selular

Transplantasi sel punca (stem cell) dapat mengatur kembali disregulasi


system imun dengan terapi imunoablasi, diikuti dengan menginfus kembali
sel punca hematopoesis yang telah diisolasi sebelumnya. Pasien yang
ditransplantasi sel punca menunjukkan perbaikan dalam pengerasan kulit
secara bermakna dan disfungsi organ yang stabil. Bukti awal bahwa fibrosis
dapat mengalami perbaikan, memberikan harapan yang lebih baik pada terapi
ini.

6
Prognosis

Suatu meta-analisis mendapatkan rasio mortalitas sebesar 1,5 sampai 7,2


kali dibandingkan populasi normal. Sekitar 50% pasien meninggal atau
mengalami komplikasi pada organ mayor dalam 3 tahun setelah didiagnosis.
Namun penelitian mendapatkan terapi terhadap penyakit ginjal, hipertensi
pulmonum dan keterlibatan esophagus akibat penyakit ini dapat meningkatkan
harapan hidup 10 tahun hingga 80%. Prognosis sangat beragam, dalam 25 tahun
terakhir terjadi perbaikan prognosis.1

7
ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 32 tahun di Bangsal


Wanita, Penyakit Dalam RSUP dr.M.Djamil Padang sejak tanggal 10 September
2014 dengan:

Keluhan Utama :

Tangan dan kaki semakin kaku sejak 2 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Tangan dan kaki semakin kaku sejak 2 minggu yang lalu. Pasien tidak
dapat berjalan dan jari tangan tidak bisa diluruskan karena kaku dan nyeri.
Awalnya pasien merasakan sembab ditangan kanan sejak 3 tahun yang
lalu. Kemudian kulit menjadi bersisik berwarna kehitaman, menebal, dan
kulit sukar kembali bila ditekan, disertai rasa kaku, gatal. Setelah tangan,
keluhan yang sama mulai dirasakan di lengan atas, tungkai, wajah dan
seluruh tubuh.
 Penurunan berat badan sejak 1 tahun yang lalu, dimana berat badan
berkurang dari 80 kg menjadi 35 kg.
 Sukar membuka mulut sejak 6 bulan yang lalu, sehingga pasien sulit untuk
makan. Riwayat tersedak makanan tidak ada.
 Nyeri menelan sejak 6 bulan yang lalu, semakin meningkat sejak 1 minggu
yang lalu.
 Mual sejak 3 minggu yang lalu, dirasakan semakin meningkat sejak 1
minggu ini. Kadang disertai muntah apabila pasien makan banyak, muntah
berisi apa yang dimakan.
 Perut terasa cepat penuh sejak 3 minggu yang lalu.
 Luka di ujung jari sejak 2 minggu yang lalu. Luka terasa nyeri, nyeri
bertambah terutama bila udara dingin dan saat beraktifitas.
 Demam tidak ada.
 Sesak nafas tidak ada.
 Nyeri dada tidak ada
 Rambut rontok tidak ada.
 Kulit memerah saat terkena sinar matahari tidak ada.
 Tukak di bibir dan mulut tidak ada.

8
 Buang air kecil seperti biasa. Buang air kecil keluar pasir, berbatu dan
seperti cucian daging tidak ada.
 Buang air besar dalam batas normal

Riwayat Pengobatan :
 Pasien berobat ke Puskesmas 3 tahun yang lalu, diberikan obat untuk kulit
namun tidak ada perbaikan. Pasien kemudian berobat ke RS, didiagnosis
dengan gangguan imun dan dianjurkan untuk cek darah, namun pasien
belum ada biaya. Pasien kemudian rutin membeli obat sendiri untuk
mengurangi rasa nyeri.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat sakit gula tidak ada.
 Riwayat tekanan darah tinggi tidak ada.
 Riwayat alergi tidak ada.

Riwayat Keluarga:
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita alergi

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaan:


 Pasien telah menikah, mempunyai seorang suami dan 2 orang anak.
Namun saat ini suami dan anak pasien tidak tinggal bersama pasien.
 Pasien tinggal di Kambang, Pesisir Selatan bersama ibunya semenjak
sakit.
 Pasien sebelumnya bekerja sebagai guru honorer TK di Palalawan, Riau.
Namun saat ini pasien tidak bekerja lagi.
 Riwayat radiasi tidak ada
Pemeriksaan Umum

Kesadaraan : Kompos mentis Kooperatif

Keadaan Umum : Sedang

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Frekuensi Nadi : 82 x/mnt, denyut teratur, pengisian cukup

Frekuensi Nafas : 22 x/mnt

9
Suhu : 36,9 0C

BB : 35 kg

TB : 150 cm

BMI : 15,5 (underweight)

Ikterus : (-)

Edema : (-)

Anemia : (+)

Kulit : Indurasi (+), skuama coklat kehitaman (+)

Hiperpigmentasi (+) pada hampir seluruh tubuh,

Hipopigmentasi (+) pada kulit dada atas,

teleangiektasis (+)

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran KGB

Kepala : Normocephal, tidak tampak massa/benjolan

Rambut : Hitam, tidak mudah patah, tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis (+), Sklera ikterik (-)

Telinga : Deformitas (-), tanda-tanda radang (-)

Hidung : Deformitas (-), tanda-tanda radang (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis, pseudomembran (-),

tonsil T1-T1

Gigi dan Mulut : Caries (-), candida (-), atrofi papil lidah (-),

ulkus (-)

10
Leher : JVP 5-2 cmH2O, deviasi trakea (-), kelenjar tiroid

tidak membesar.

Dada :

Paru depan

Inspeksi : Simetris kiri = kanan, statis dan dinamis,

Palpasi : Fremitus kiri = kanan


Perkusi : Sonor
Batas pekak hepar RIC IV
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-)

Paru belakang

Inspeksi : Simetris kiri = kanan

Palpasi : Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor
peranjakan paru 1 jari
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat

Perkusi : Batas atas RIC II, batas kanan LSD, batas kiri 1 jari

medial LMCS RIC V

Auskultasi : Irama teratur, M1 > M2, P2 < A2, Bising (-)

11
Abdomen

Inspeksi : Tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien sukar dinilai

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) N

Punggung : Nyeri ketok dan tekan CVA tidak ada

Alat kelamin : Tidak ada kelainan

Anus : Tidak ada kelainan

Anggota Gerak : Reflek fisiologis (+/+), Reflek Patologis (-/-), Edema (-/-).

Indurasi (+), nail fold (+), Kaku (+)

Sensibilitas Kanan Kiri

Kasar +↓ +↓

Halus +↓ +↓

Pulsasi Arteri Kanan Kiri

A. Tibialis posterior +↓ +↓
A. Dorsalispedis +↓ +↓
A. Poplitea +↓ +↓

Pemeriksaan Modified Rodnan Skin Score (MRSS)

12
Total skor : 40

Kesan : Difus

Laboratorium

Hemoglobin : 9,1 gr/dl

Hematokrit : 31 %

Leukosit : 9.130/mm3

Trombosit : 391.000/mm3

13
Hitung Jenis : 0/1/1/78/16/4

LED : 89 mm/jam

Gambaran darah tepi : normositik normokrom

Kesan : anemia ringan normositik normokrom

Urinalisis:

Protein :- Silinder :-

Glukosa :- Epitel : gepeng +

Leukosit : 1-2/LPB Bilirubin :-

Eritrosit : 0-1/LPB Urobilinogen : +

Feses:

Makroskopis : Mikroskopis:

Warna : kuning Leukosit : 1-2

Konsisten : lunak Eritrosit : 0-1

Darah :- Amuba :-

Lendir :- Telur cacing :-

Kesan : Dalam batas normal

Daftar Masalah
 Sclerodaktili
 Arthalgia
 “Salt and pepper” apperance
 Malnutrisi
 Anemia ringan normositik normokrom

Diagnosis Kerja Primer:

14
 Sklerosis sistemik difus

Diagnosis Kerja sekunder:

 Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun


 Malnutrisi

Diagnosis Banding :
 Mixed connective tissue disease (MCTD)
 Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec non autoimun
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis

Terapi :
 Istirahat/ML 1700 kkal (KH 1020 kkal/Protein 50 gr/Lemak 480 kkal)
 Paracetamol 3x500 mg (po)
 NTR 2x1 tab (po)

Pemeriksaan anjuran :

 Darah perifer lengkap (MCV, MCH, MCHC, retikulosit)


 ANA Profile
 Rontgen thorak
 EKG
 Biopsi kulit

Follow Up
Tanggal 11 September 2014
S/ Kulit kaku dan keras (+), Nyeri (+)

Luka di ujung jari (+)

Nyeri menelan (+)

Demam (-)

O/ KU : Sedang Kesadaran: CMC TD: 100/70 mmHg

15
Nadi: 82x /menit, reguler Nafas : 22 x/menit Suhu : 37,2oC

Telah dilakukan biopsi kulit

EKG :
Irama : Sinus ST segmen : isoelektrik
Heart rate : 80x/menit Gelombang T : T inverted :(–)
Axis : normoaxis S V1 + R V6 < 35
Gel. P : 0.08 dtk R / S V1 <1
PR interval : 0.16 dtk QRS komp : 0.08 dtk
Kesan : EKG dalam batas normal

Hasil Laboratorium:
 MCH : 24 pq

MCV : 83 um3

MCHC : 29 g/dl

Retikulosit : 1,41 %
Kesan : Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik

Tanggal 12 September 2014


S/ Kulit kaku dan keras (+), nyeri (+)

Luka di ujung jari (+)

Nyeri menelan (+)

Demam (-)

O/ KU : Sedang Kesadaran: CMC TD: 100/60 mmHg

Nadi: 80x /menit, reguler Nafas : 21 x/menit Suhu : 37,4oC

Konsul Bagian THT-KL :


Kesan : Odinofagia ec faringitis akut
Terapi : Tantum vesde gargle 3x1

Keluar hasil ekspertise rontgen thoraks:

16
Trakea relatif ditengah. Cor tidak tampak membesar. Paru curiga infiltrat
parakardial kiri. Diafragma dan sinus kostofrenikus kiri suram, kanan baik.
Tulang intak.
Kesan : Suspect Bronkopneumonia

Tanggal 15 September 2014


S/ Kulit kaku dan keras (+), nyeri (+)

Luka di ujung jari (+)

Nyeri menelan (-)

Demam (-)

O/ KU : Sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70 mmHg

Nadi: 82x /menit, reguler Nafas : 20 x/menit Suhu : 37,5oC

Keluar hasil biopsi kulit :


Tampak potongan jaringan dengan permukaan dilapisi epitel berlapis gepeng yang
sebagian besar atrofi. Dibawahnya pada daerah dermis tampak stroma
fibrokolagen padat yang mengandung beberapa kelompokan kelenjar sudorifera,
adanya folikel rambut dan pembuluh darah. Tampak juga sebaran ringan sel-sel
limfosit diantara jaringan fibrokolagen dan perivaskular

Kesan : Skleroderma

Tanggal 16 September 2014


S/ Kulit kaku dan keras (+), nyeri (+)

Luka di ujung jari (+)

Nyeri menelan (-)

Demam (-)

17
O/ KU : Sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70 mmHg

Nadi: 84x/menit, reguler Nafas : 23 x/menit Suhu : 37,1oC

Keluar hasil ANA Profile :

ANA test : Positif

Antigen : RNP/Sm : negatif Centromere B : negatif

Sm : negatif PCNA : negatif

SS-A native : negatif dsDNA : negatif

Ro-52 recombinant: negatif Nucleosome : negatif

SS-B : negatif Histones : negatif

Scl-70 : strong positif RIB : negatif

PM-Scl : negatif AMA-M2 : negatif

Jo-1 : positif

Kesan : Sklerosis sistemik

Terapi :

 Metotrexate 10 mg/minggu

 Metil prednisolon 8 mg - 4 mg - 0

 Nifedipin 2x10 mg

 Dorner 2x20 mg

 Asam folat 1x5 mg

 Lansoprazole 1x30 mg

Tanggal 17 September 2014

18
S/ - Pasien sedih karena ingat anak. Pasien mengakui bahwa sering merasa cemas
dan takut akan penyakitnya.
- Sering merasa lupa dan sukar untuk konsentrasi (-)
- Merasa mudah tersinggung (-)
- Sakit kepala (-)
- Sukar tidur (-)
- Penurunan nafsu makan (-)
- Kulit kaku dan keras (+), nyeri (+)
- Luka di ujung jari (+)↓
- Nyeri menelan (+)↓
- Demam (-)

O/ KU : Sedang Kesadaran: CMC TD: 100/60 mmHg


Nadi: 80x /menit, reguler Nafas : 20 x/menit Suhu : 37,4oC

Hospital Anxiety Depression Scale (HADS) :


Ansietas :6
Depresi : 14

Beck Depression Index (BDI) :


Skor : 29 (Depresi sedang)
Kesan : Depresi sedang

Status Psikosomatis

Faktor predisposisi : Penyakit yang diderita

Faktor presipitasi : Ditinggal suami

Faktor agrafasi : - Gagal menyelesaikan pendidikan karena sakit

- Anak tinggal bersama suami

Kelainan organik : Sklerosis sistemik difus

Masalah dan Pengkajian


- Axis I : Depresi
- Axis II : -

19
- Axis III : Sklerosis sistemik difus
- Axis IV : Pasien teringat pada anak yang sudah lama tidak bertemu
- Axis V : Adaptasi baik

Terapi : - Terapi ventilasi


- Terapi biofeedback

Rencana : Follow up BDI

20
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan umur 32 tahun di Bangsal


Wanita, Penyakit Dalam RSUP dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis sklerosis
sistemik difus, serta anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik.
Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan bengkak pada
tangan dan kaki yang diikuti dengan penebalan kulit, lalu kekakuan dihampir
seluruh tubuh yang disertai nyeri. Serta adanya keluhan mual yang kadang disertai
muntah apabila pasien makan lebih banyak dari biasanya yang bisa dipikirkan
sebagai bagian manifestasi gastrointestinal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya sclerodaktili, indurasi, arthalgia, nail fold, dan “salt and pepper”
apperance. Hal tersebut didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang yaitu hasil
biopsi kulit yang sesuai dengan gambaran scleroderma dan adanya antibodi anti
nuclear spesifik, terutama anti sklero-70 (anti SCL-70). Berdasarkan American
Rheumatism Association (ARA), diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila
didapatkan 1 kriteria mayor atau 2 atau lebih kriteria minor. Pada pasien ini
didapatkan kriteria mayor yaitu skleroderma proksimal.
Pada kasus ini jika dilihat dari jenis kelamin dan usia pasien termasuk
pada kelompok yang beresiko menderita sklerosis sistemik karena penyakit ini
lebih sering menyerang usia 30-50 tahun dan dengan prevalensi terbanyak
perempuan 2-3 kali lebih beresiko daripada laki-laki.
Berdasarkan klasifikasinya kasus ini termasuk kedalam sklerosis sistemik
difus (Diffuse Systemic Sclerosis) dimana penebalan kulit terdapat pada ektremitas
distal, proksimal, wajah dan seluruh bagian tubuh, dimana terjadi pada 20%
pasien. Untuk menentukan klasifikasinya juga dapat digunakan Modified Rodnan
Skin Score (MRSS) yang membagi luas total permukaan kulit menjadi 17 wilayah
yang berbeda, dengan skor pada pasien ini adalah 40 dari skor maksimum 51.
MRSS juga merupakan suatu gold standart untuk aktivitas penyakit, dimana
pasien mengalami remisi total apabila MRSS<10, 50% perbaikan apabila MRSS
11-35, dan 35% perbaikan bila MRSS 35-51.

21
Keluhan gastrointestinal pada pasien ini sebenarnya dapat ditelusuri
dengan endoskopi walaupun pemeriksaan ini jarang dilakukan kecuali dengan
kecurigaan adanya kerusakan struktur esophagus, barrett esofagus. Namun pada
kasus ini tidak dapat dilakukan karena keadaan pasien yang menyulitkan untuk
dilakukan endoskopi.
Penatalaksanaan pada pasien sklerosis sistemik, dilakukan secara non
farmakologik dan farmakologik. Dibutuhkan edukasi tentang penyakit pada
pasien dan keluarga, tentang pentingnya perlindungan kulit untuk mengurangi
gejala dari fenomena Raynaud, pengaturan pola makan, menghindari makan
makanan yang merangsang lambung, alkohol dan rokok, serta mengurangi stres.
Selain edukasi, teknik rehabilitasi seperti stretching, peningkatan gerak yang
berpengaruh terhadap kesembuhan dari sklerosis sistemik.
Sebagai akibat dari kronisitas sklerosis sistemik, dilaporkan meningkatnya
rasa sakit, kelelahan, dan gangguan fungsi fisik, seperti wajah dan perubahan
tangan. Perubahan ini dapat mempengaruhi hubungan sosial, menyebabkan
masalah fungsional, dan mengubah keadaan pasien, yang menyebabkan
ketidakpuasan, sehingga mengurangi kualitas hidup. Selain gangguan fisik dan
gejala, telah dilaporkan peningkatan rasa cemas dan depresi (berkisar antara 18%
hingga 65%) dibandingkan populasi umum dan kelompok pasien lain. Pada kasus
ini belum dapat ditegakkan suatu depresi, karena belum memenuhi kriteria DSM
IV-TR yaitu 2 kriteria mayor (mood depresi, mudah lelah) ditambah 4 kriteria
minor (perasaan bersalah, pesimis melihat masa depan, pola tidur berubah, nafsu
makan menurun) selama lebih dari 2 minggu. Namun pasien sudah mulai
mengalami gejala depresi, sehingga perlu diberikan terapi biofeedback dan terapi
ventilasi. Terapi ini diharapkan dapat mencegah pasien jatuh ke depresi yang akan
mempengaruhi penatalaksanaan sklerosis sistemiknya.9
Terapi farmakologi yang diberikan pada kasus ini yaitu methotrexate
(MTX), kortikosteroid, dihydropyridine-type calcium antagonist dan dorner.
Pemberian MTX pada sklerosis sistemik masih menjadi perdebatan namun
beberapa penelitian menunjukkan perbaikan sklerosis sistemik, dan tidak terdapat
peningkatan resiko terjadinya efek samping. Sedangkan pemberian kortikosteroid
pada sklerosis sistemik merupakan pilihan yang sering digunakan. Sebuah

22
penelitian menunjukkan perbaikan total skin score pada pemberian kortikosteroid.
Pemberian steroid dosis rendah juga berguna untuk arthritis dan miositis.
Didukung oleh penelitian lain yang menunjukkan perbaikan histopatologi.
Dihydropyridine-type calcium antagonist terbukti mengurangi dan mencegah
terjadinya iskemik.8
Pada perjalanannya, penyakit ini sangat mungkin melibatkan banyak
organ, mulai dari kulit, saluran cerna, paru, ginjal dan jantung. Saat ini pada kasus
ini yang dikenai adalah kulit dan saluran cerna, namun untuk mencegah terjadinya
perburukan, dilakukan pemeriksaan secara berkala 3-6 bulan sekali.
Angka harapan hidup 5 tahun penderita sklerosis sistemik adalah sekitar
68%. Harapan hidup akan semakin pendek dengan luasnya kelainan kulit dan
banyaknya keterlibatan organ viseral. Pada kasus ini harapan hidup lebih buruk
karena merupakan sklerosis sistemik difus. Pada sklerosis sistemik difus,
kematian biasanya terjadi karena kelainan paru, jantung atau ginjal.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Hamijoyo L. Sklerosis sistemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing 2014: 3277-86.
2. Dewi S. Diagnosis dan penatalaksanaan sklerosis sistemik. Kumpulan
Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2014. Perhimpunan Reumatologi
Indonesia 2014: 149-57.
3. Mayes MD. Skleroderma epidemiology. Rheumatology Disease Clinical
North America 2003; 29: 239-54.
4. Varga J, Denton CP. Scleroderma, Inflammatory Myopathies, and Overlap
Syndromes. In : Firestein GS, Budd RC, Harris ED et al (eds ). Kelley`s
Textbook of Rheumatology Vol. II 8th ed. Canada : Saunders Company,
2008 : 77
5. Hakim AJ, Clunie G, Haq I. Oxford Handbook of Rheumatologi. 2nd ed.
Oxford University Press, 2002 : 364-84
6. Pile K, Kennedy L. Problem Solving in Rheumatology. Ashland : Clinical
Publishing, 2008 : 139-44
7. Stone JH, Crofford LJ, White PH. The Pocket Primer on the Rheumatic
Disease 2nd ed. London : Springer, 2010 : 125-31
8. Kowal-bielecka O, Landewe R, Avouac J, Chwiesko S, Miniati I, Czirjak
L, et al. EULAR recommendations for the treatment of systemic sclerosis:
a report from the EULAR scleroderma trials and research group
(EUSTAR). Annual Rheumatology Disease 2009; 68: 620-8.
9. Del Rosso A, Mikhaylova S, Baccini M, Lupi I, Cerinic M, Bongi S. In
systemic sclerosis, anxiety and depression assessed by hospital anxiety
depression scale are independently associated with disability and
psychological factors. Hindawi Publishing Corporation BioMed Research
International 2013: 1- 8

24

Anda mungkin juga menyukai