Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu tokoh besar islam yang pemikirannya banyak didiskusikan
dalam masyarakat akad diindonesia, khususnya perguruan tinggi islam seperti
UIN, IAIN, dan PTAIN adalah Mulla sadra. Posisi sadra seperti ditulis
Mulyadhi Kartanegara, Dinilai sebagai pemikir terbesar paca Ibn
Rusyd(1126-1198) karena telah berhasil mensistesiskan tiga aliran besar
pemikiran islam yaitu paripatetik, iluminasionis dan mistik. Sadra bahkan
dikatakan telah mendirikan madzab sendiri sebagai konsekuensi sistesisnya
yang biasanya disebut dengan teosofi transeden.
Menurut jalaludin Rahmat1 ada tiga karya besar yang memeberi
pengaruh dan menjadi fondasi bagi sistem pemikiran sadra. Pertama,
pemikiran Ibn Sina(980-1037M). Ajaran ibn Sina menjadi fondasi bagi
seluruh pembahasan filsasfat sadra. Sehingga, semua persoalan selalu diawali
dengan apa yang dikatakan al- Syaikh al-Rais(kepala guru) Ibn Sina. Ia juga
mengambil pendapat-pendapat Ibn Sina untuk mendukung konsep-konsepnya
sendiri, seperti soal realitas wujud dan kelemahan esensi. Namun, Sadra juga
mengkritik dan memodifikasi filsafat Ibn Sina.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Mulla sadra?
2. Bagaimana pemikiran Mulla sadra?

1
Jalaludin Rahmat, Hikamh Muta’aliyah hlm 76.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Mulla Sadra(1571-1640)

Nama lengkap Mulla Sandra adalah Sadr Al-Din Muhammad ibn Ibrahim bin
Yhya Qawami Al- Syirazi, Ia lahir di Syiraz pada tahun 1571 M diiran disebuah kota
yang dikenal sebagai pusat studi filsafat dan disiplin ilmu-ilmu islam tradisional
lainnya, Ayah beliau adalah seorang gubernur diProvinsi Fars. Ia belajar dikotanya
sendiri dalam bidang Al-Quran, Hadist, bahasa Arab dan Persia, kemudian
dilanjutkan ke Isfalah. Dio sana ia mendalami pengetahuan pada tokoh-tokoh Baha’
Al-Din Al- Amili(1547-1621M) Mir Damad (1631 M), dan Mir Abu Al-Qasim
Findiriski (w 1641 M).2
Menurut Husaen Nasr, Al-Amili adalah seorang saintis, ahli hukum(fiqh),
teolog,arsitek, dan pujangga. Sedangkan Mir Damad adalah seorang teolog, filosof,
dan mistikus disamping pujangga, mengajar filsafat Ibn Sina dengan interprestasi
isyraqiyah (ilumatif) karya master nya Qabasat(fire Brands) menjelaskan pergumulan
antara filsafat, teologrfrti. Tokoh ini yang mendirikan ajaran yang kemudian
dikembanghkan oleh mulla sadra yakni al-Hikmah al-Muta’aliyah(trancendent
Theosphy) sementara Al-Findiriski adalah guru besar filsafat dibidang Ibn Sina yang
banyak belajar dan menulis komentar tentang Hindhu dan Yoga.3
Setelah menyelesaikan studinya, menurut Fazlur Rahman, Sandra Berusaha
menyatukan ajaran-ajaran gurunya dengan penemuan intelektualnya sendiri. Tetapi
tujuan mulia ini ternyata terhalang pleh perlawanan kaum agama yang bahkan
kemudian menuduhnya telah keluar dari ajaran agama yang baku. Usahanya untuk
menyelelaraskan filsafat dengan agama juga tidak dipercaya, sebaliknya jurstru
dianggap sebagai upay a untuk lebih melestarikan filsafat. Karena itu lantas sadra
lantas memilih untuk mengundurkan diri dengan mengasingkan diri di Khalak, desa
kecil dekat Qum, iran selama 15 tahun. Disini ia merenungkan kembali persoalan-
persoalan yang telah menjadi kontrovesial, yaitu tyentang tuhan , wujud semesta dan

2
Saifan Nur, ‘Arti penting Mulla Sadra dan Karakter Aliran Pemikirannya’ dalam jurnal al-jami’iah, no. 59 tahun
1996 hlm.141.
3
Husaein Nars intelektual Islam terj. Suharsono(yogyakarta,pustaka pelajar,1996),hlm. 77.
lainya. Dibarengi praktek-praktek keagamaan yang ketat. Hasinya ia dibanjiri sudutb
pandang baru, tidak hanya kembali apa yang telah dipelajari lewat bukti-bukti rasional
dan intutif, tetapi juga menemukan kebenaaran –kebenaran baru yang tidak pernah
diimpikan sebelumnya. Pengalaman ini memompakan semangat baru dalam dirinya
sehingga memeberikan keberanuian untuk keluar dari pengasingan dan menulis karya
besarnya, al-Asfar al-Arba’ah.4
Tidak lama setelah itu , sadra diminta untukn mememimpin perguruan tinggi
ynag baru dibangun Gubernur Syiraz, Aliwardi Khan. Sejak saat itu sadra banyak
m,enghabiskan waktunya untuk mengajar dan menulis. Sebagian besar karyanya
ditulis pada periode ini. Akhirnya, pada saat pulang dari ibadah haji yang ketujuh
kalinya, sadra jatuh sakit dan meninggal di Basrah, 1640.5
Pemikiran sadra, saat ini, menjadi fokus kajian filsafat tradisional diiran juga
di beberapa perguruan tinggi modern. Dibarat, kajian tentang sadra dimulai oleh
Mximilian JH Horten(1874-1945M) dengan bukunya Das philosophische sistem von
schiraziterbit di Strasbourg ,jerman ,1913. Kemudian oleh Henri Corbin(1903-
1978M) dengan bukunya berjudul La Livre des penetration metaphysiques, terbit di
Teheran, 1964.6

B. SUMBER- SUMBER PEMIKIRAN


Salah satu tokoh besar islam yang pemikirannya banyak didiskusikan dalam
masyarakat akad diindonesia, khususnya perguruan tinggi islam seperti UIN IAIN
adalah Mulla sadra. Dinilai sebagai pemikir terbesar paca Ibn Rusyd(1126-1198)
karena telah berhasil mensistesiskan tiga aliran besar pemikiran islam yaitu
paripatetik, iluminasionis dan mistik. Sadra bahkan dikatakan telah mendirikan
mazhab sendiri sebagai konsekuensi sistesisnya yang biasanya disebut dengan teosofi
transenden(al-Hikmah al-mutaaliyah) sebuah pemikiran yang terus dikembangkan
oleh para pengikutnya terutama Muhsin Faidh kasyani (w. 1680M) dfan Hazin
Lahiji(1692-1776 M) pada masa berikutnya.
Menurut jalaludin Rahmat7 ada tiga karya besar yang memeberi pengaruh dan
menjadi fondasi bagi sistem pemikiran sadra. Pertama, pemikiran Ibn Sina(980-

4
Ibid, hlm 4; Husaein Nasr,’ Sadr al-Din Shirazi(mulla sadar)’ dalam MM. Syarif, A History of Moslem
philosophy, 1995, hlm 934.
5
Saifan Nur, Arti penting mulla sadra, hlm.143.
6
Rahman, Filsafat shadra hlm.28.
7
Jalaludin Rahmat, Hikamh Muta’aliyah hlm 76.
1037M). Ajaran ibn Sina menjadi fondasi bagi seluruh pembahasan filsasfat sadra.
Sehingga, semua persoalan selalu diawali dengan apa yang dikatakan al- Syaikh al-
Rais(kepala guru) Ibn Sina. Ia juga mengambil pendapat-pendapat Ibn Sina untuk
mendukung konsep-konsepnya sendiri, seperti soal realitas wujud dan kelemahan
esensi. Namun, Sadra juga mengkritik dan memodifikasi filsafat Ibn Sina.
Menurut Rahman, Kritik Sadra yang paling keras terhdap Ibn Sina adalah
dalam soal epistemologi, yakni ketika Ibn Sina menolak kesatuan absolut antara
subjek dan objek kedua pemikirab iluminasi suhrawardi(1153-1191M). Meski dalam
beberapa bagian sadra mengkritik dan menolak ajaran suhrawadi, pemikiran tokoh ini
tetap saja menberi bentuk bagi pemikiran sadra khas. Pandanghan suihrawardi
bahwea esensi bukan realitas diambil sadra dengan doktrinnyha tentang ashal al-
wujud(principiality of being) bahwa yang pokok dalam realitas adalah aksistensi,
bukan esensi. esensi sesuatu yang ada dalam, pikiran bukan realitas yang
sesungguhnya. Sementara itu, gagasan Suhrawardi tentang jenjang cahaya mengalami
sadra untuk menelorkan gagasannya tentang Tasykik al-wujud (gration of being)
bahwa meski realitas adalah tunggal tetapi ia muncul dalam berbagai tingkat
intensitas dan manifentasi.
Ketiga, pemikiran Ibn Arabi. Yang diambil sadra dari tokoh ini adalah soal
tiga isu penting filsafat islam yaitu kenabian sesnsi,realitas sifat-sifat Tuhan, dan
peran eksatalogis-psikologis alam citra. Gagasan tentang kenabian esensi diambil
untuk mendukung gagasannya bahwa eksistensi adalah satu-satunya realitas dan ia
bukan esensi. Doktrin tentang realitas sifat-sifat tuhan yang digunakan untuk
melahirkan gagasanbnya tentang “kesatuan wujud yang menyingkapkan diri”
sedangkan ajran “/alam citra” dipakai untuk membuktikan ajaran kebangkitan jasmani
seperti yang diyakini oleh sebagian kaum teolog.
Dengan demikian, sistem pemikiran Sadra yang dibangun di atas fondasi Ibn
Sina, dibentuk dengan sistem Suhreawardi dan dijadika isu-isu penting yang
disampaikan Ibn Arabi. Meskipun demikian menurut Rahman, filsafat sadra bukan
sekedar penyatuan dari aliran-aliran utama, bukan kompromi atau rekonsiliasi
permukaan, melainkan merupakan sintesis sejsati yang didasarkan atas sebuah prinsip
filsafat penting yabng baru kali pertama diuraikan dalam sejarah filsafat islam.

\
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jika kebesaran dan orisinalitas pemikiran seseorang diukur
berdasarkan penemuannya tentang prinsip besar yang mendasari realitas
semesta, kemampuan menafsirkannya sehingga benar-benar bermakna,
baru dan penting, juga diukur dari tawaran-tawaran solusi atas persoalan-
persoalan yang membingungkan pemikiran manusia, maka sadra bisa dan
harus diterima sebagai seorang pemikir besar dari orisinal. Ia telah
menemukan prinsip keqadiman wujud besrta gradasinya yang tidak
terhingga. Dalam karya besarnya, al-Hikmah al-Muta’liyah fil al-Asfar al-
Aqliyah al- Araba’ah, sadra menguraikan seluruh persoalan filsafat islam,
tentang hakikat Tuhan, hakikat semesta, dan hakikat sedrtya nasib
manusia. Karena itu, Max Horten(1874-1945) menyatakan” Syirazi(sadra)
adalah tonggak sebuah pertumbuhan pemikiran. Ia telah menghasilkan
filsafat yang sesuai pada zamanya”(Auf diese Weise gewinnt schirrazi
einen standpangkt) salah satu yang sangat menarik dan penting adalah
Sadra adalah pandangannya tentang gerak subtansi(al-Barakah al-
Jauhariyah) yang berbicara tentang terjadinya perubahan ud sementara.
Berbeda dengan pandangan filosof sebelumnya yangmenganggap spesies
sebagai sesuatu yang tetap pandangan sandra justru terjadi perubahan trus
menerus sehingga sebuah batui dimungkinkan menjadi tanaman, tanaman
menjadi hewan dan seterusnya yang sekarang dikenal sebagai teori
evolusionisme. Akan tetapi berbeda denghan evolusionalisme matearistik,
gerak evolusioner sadra tidak menunjukan pada perubahan-perubahan
material bersifat acak yang terseleksi alam sebagai mana dalam teori
Darwin(1809-1882M) tetapi merupakan perubahan substantif menuju
tingkat wujud yang tinggi karena tarikan wujud tertinggi, sang pencpta.
Dalam bahasa filosofis konporer, evolusioner sadradianggap sebagai
pandangan teologis yang mengikuti asas finalisme. Secara umum, dalam
kaitannya dengan pemikiran modern, pandangan sadra serasi dengan
pandangan , salah satu kutub dari intelektualisme postmo justru lebih cocol
dengan perenialisme suhrawadi(1153-1191M) meski demikian sebagai
nihilisme postmo yang bukan saja meniadakan esensi melaikan sebagai
pangkal eksistensi melalui proses dekonstruksi destruktifnya.
DAFTAR PUSTAKA

Affifi.1983.’Ibn Arabi’.Dalam MM.Syarif. A Histotory of Muslim philosophy. I. Karachi:


PPC.

Nasr, Husein.1996. Intelektual Islam. Terj. Suharsono: pustaka pelajar.

Nur, Syaifan. 1996. ‘Arti penting mu’la sadra dan karakter aliran pemikirannya’. Dalam
jurnal al-Jami’ah, no.59.

Rahman,Fazrun. 2000. Filsafat Shadrah. Terj. Munir Muin. Bandung: pustaka.

Rahmat, jalaludin. 1993. ‘Hikmah muta’aliyah filsafat islam pasca Ibn Rusyd’.dalam
jurnalal-Jami’ah, edisi10, september.

Soleh, Khudori. 2016. filsafat islam dari klasik hingga kontemporer. Yogyakarta .Ar-Rzz
media.

Anda mungkin juga menyukai