Dosen Pengampu
Nurmahmudah, M.Phil
Disusun Oleh :
FAKULTAS SYARIAH
KEDIRI
Fax.(0354)686564 Website :
www.iainkediri.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ FILSAFAT
MULA SADRA “ dapat selesai tepat pada waktunya . Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Filsafat Umum .
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dalam
pengejaan makalah ini mengalami banyak kesulitan diantaranya adalah keterbatan
sumber-sumber data . Oleh karena itu , kritik dan saran yang bersifat positif akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini dengan tujuan utnuk memperbaiki penulisan
makalah selanjutnya .
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Syiraz adalah kota bersejarah Iran dan terletak di wilayah Pars. Di zaman
Mulla Sadra, pemerintah Iran di bawah kekuasaan keturunan Shafawiyan yang
secara resmi mengakui kemerdekaan wilayah Pars, saudaranya menjadi raja di
wilayah Pars dan salah satu menterinya adalah ayah Mulla Sadra.
Ayah Mulla Sadra -Khajah Ibrahim Qiwami- seorang negarawan yang cerdas
dan mukmin serta memiliki kekayaan yang melimpah dan kedudukannya yang mulia
lagi terhormat, namun setelah menunggu bertahun-tahun ia baru dianugerahkan
seorang putra yang diberi nama Muhammad (Sadruddin) dan sehari-hari dipanggil
Sadra, setelah dia dewasa kemudian digelari mulla yang berarti ilmuwan besar lalu
digabungkan dengan nama kecilnya menjadi Mulla Sadra.
Sadruddin Muhammad (Sadra), merupakan anak tunggal seorang menteri
raja yang menguasai wilayah luas Pars, hidup di lingkungan yang religius, terhormat
dan mulia. Biasanya untuk anak-anak yang tinggal di lingkungan Istana pada saat itu
mereka diajar oleh guru privat di rumah mereka sendiri. Sadra seorang anak yang
cerdas, semangat dan rajin belajar, dalam waktu yang singkat dia menguasai seluruh
pelajaran yang diajarkan seperti, tata-bahasa Persia, Arab, seni dan tulisan indah.
Pelajaran-pelajaran lain yang juga diperlajari misalnya, Fiqih, Logika dan Filsafat,
tetapi Sadra yang belum balig waktu lebih condong ke Filsafat dan terkhusus dalam
bidang Irfan.
Di awal abad ke 11 terjadi perubahan besar dalam substansi pengkajian dan
sistimatika pembahasan konsep-konsep ketuhanan dalam filsafat Islam. Sebelum
abad kesebelas terdapat empat aliran filsafat yang bersifat mandiri, terpisah satu
sama lain dan masing-masing berpijak pada teori dan gagasannya sendiri-sendiri.
Tapi di awal abad ke sebelas empat aliran tersebut berhasil dipadukan dan
disatukan oleh Mulla Shadra sehingga melahirkan satu aliran dan sistem filsafat
baru yang dia sebut al-Hikmah al-Muta’aliyah.1
1
Nur, Syaifan. 2001. Filsafat Wujud Mulla Shadra, Yogyakarta
B. RUMUSAN MASALAH
1. Biografi Mulla Shadra
2. Karya-karya Mulla Shadra
3. Pemikiran Mulla Shadra terhadap filsafat islam
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang biografi mula sadra .
2. Untuk mengetahui karya-karya dari mula sadra .
3. Untuk mengetahui Pemikiran Mulla Shadra terhadap filsafat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Nasution.Hasyimsyah 1999, filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pustaka , Hal: 169
Al-Farabi3. Tampaknya, ketika Mulla Shadra ini muncul, filsafat yang ada, dan yang
umumnya diajarkan, adalah tradisi neoplatonik-peripatetik Ibn Sina dan para pengikutnya.
Pada abad ke 6 H/ke 12 M, Suhrawardi telah melakukan kritik terhadap beberapa ajaran
dasar parepatetisme. Ialah yang meletakkan dasar-dasar bagai filsafat Illuminasionis yang
bersifat mistis (Hikmat al-Isyraq).
Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Mulla Shadra terpaksa meninggalkan
Isfahan, karena kritikan nya terhadap pandangan-pandangannya dari Syi’ah dogmatis. Dia
menarik diri dari khalayak dan melakukan uzlad di sebuah desa kecil dekat Qum. Selama
pereode ini, pengetahuan yang diperolehnya mengalami kristalisasi yang semakin utuh,
serta menemukan tempat dalam mengasah kreativitasnya. Beberapa bagian dari Al-Asfar al-
Arba’ah disusunnya pada pereode ini. Dalam pereode ketiga, dia kembali mengajar di Syiraz,
dan menolak tawaran untuk mengajar dan menduduki jabatan di Isfahan. Semua karya
pentingnya dia hasilkan dalam pereode ini. Dia tidak berhenti untuk menghidupkan
semangat kontemplatifnya dan juga melakukan praktek asketis -sebagaimana disebutkan
dalam karyanya- sehingga beberapa argument filosofisnya dia peroleh melalui pengalaman-
pengalaman visionernya (mukasyafah).
Dengan demikian, sistem pemikiran Mulla Shadra yang khas tumbuh, yang kelihatannya
benar-benar berbeda dari situasi intelektual dan spiritual pada masanya. Kesalehan dan
ketaatannya terhadap agama dapat ditunjukkan antara lain oleh kenyataan bahwa ia
dikatakan meninggal di Basrah pada 1050 H/1641 M saat pulang menunaikan ibadah haji
yang ketujuh kalinya.4
3
Sholeh, A. Khodhori. 2004. Wacana Baru Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
4
Muntahari, Murtdha. 2002. Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Sadra, Bandung: Mizan.
Risalah fi ittihad al-aqil wa al-Ma’qul (soal epistemologi)
Ta’liqat ala Syarh Hikmah al-Isyraq (komentar terhadap filsafat iluminatif),
Ta’liqat ala Ilahiyyat Kitab al-Syifa’I (komentar terhadap kitab Asyifa’ Ibnu Sina)
Risalah al-Mazaj (tentang psikologi)
Mafatih al-Ghaib (tentang doktrin gnostik)
hudus Al-‘alam (penciptaan Alam)
dan masih banyak lagi karya dari Mulla Shadra .
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Nur, Syaifan. 2001. Filsafat Wujud Mulla Shadra, Yogyakarta
Nasution.Hasyimsyah 1999, filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pustaka , Hal: 169