Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT MULA SADRA

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah “Filsafat Umum”

Dosen Pengampu

Nurmahmudah, M.Phil

Disusun Oleh :

RIZKY TIARA PUTRI ( 931106320 )

RIA DHOTUL LI’UMAH ( 9411064320 )

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )

KEDIRI

TAHUN AJARAN 2020/2020

Jl. Sunan Ampel No.7 , Telp.(0354)689282

Fax.(0354)686564 Website :

www.iainkediri.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ FILSAFAT
MULA SADRA “ dapat selesai tepat pada waktunya . Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Filsafat Umum .

Penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Nurmahmudah , S.Ud.,M.,Phil selaku


dosen oengampu mata kuliah Filsafat Umum dan pihak –pihak yang telah ikut membantu
dalam menyelesaikan tugas makalah ini . Alhamdulillah makalah ini telah selesai
dikerjakan dengan sebaik – baiknya . Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dalam
pengejaan makalah ini mengalami banyak kesulitan diantaranya adalah keterbatan
sumber-sumber data . Oleh karena itu , kritik dan saran yang bersifat positif akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini dengan tujuan utnuk memperbaiki penulisan
makalah selanjutnya .

Nganjuk, 22 November 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Syiraz adalah kota bersejarah Iran dan terletak di wilayah Pars. Di zaman
Mulla Sadra, pemerintah Iran di bawah kekuasaan keturunan Shafawiyan yang
secara resmi mengakui kemerdekaan wilayah Pars, saudaranya menjadi raja di
wilayah Pars dan salah satu menterinya adalah ayah Mulla Sadra.
Ayah Mulla Sadra -Khajah Ibrahim Qiwami- seorang negarawan yang cerdas
dan mukmin serta memiliki kekayaan yang melimpah dan kedudukannya yang mulia
lagi terhormat, namun setelah menunggu bertahun-tahun ia baru dianugerahkan
seorang putra yang diberi nama Muhammad (Sadruddin) dan sehari-hari dipanggil
Sadra, setelah dia dewasa kemudian digelari mulla yang berarti ilmuwan besar lalu
digabungkan dengan nama kecilnya menjadi Mulla Sadra.
Sadruddin Muhammad (Sadra), merupakan anak tunggal seorang menteri
raja yang menguasai wilayah luas Pars, hidup di lingkungan yang religius, terhormat
dan mulia. Biasanya untuk anak-anak yang tinggal di lingkungan Istana pada saat itu
mereka diajar oleh guru privat di rumah mereka sendiri. Sadra seorang anak yang
cerdas, semangat dan rajin belajar, dalam waktu yang singkat dia menguasai seluruh
pelajaran yang diajarkan seperti, tata-bahasa Persia, Arab, seni dan tulisan indah.
Pelajaran-pelajaran lain yang juga diperlajari misalnya, Fiqih, Logika dan Filsafat,
tetapi Sadra yang belum balig waktu lebih condong ke Filsafat dan terkhusus dalam
bidang Irfan.
Di awal abad ke 11 terjadi perubahan besar dalam substansi pengkajian dan
sistimatika pembahasan konsep-konsep ketuhanan dalam filsafat Islam. Sebelum
abad kesebelas terdapat empat aliran filsafat yang bersifat mandiri, terpisah satu
sama lain dan masing-masing berpijak pada teori dan gagasannya sendiri-sendiri.
Tapi di awal abad ke sebelas empat aliran tersebut berhasil dipadukan dan
disatukan oleh Mulla Shadra sehingga melahirkan satu aliran dan sistem filsafat
baru yang dia sebut al-Hikmah al-Muta’aliyah.1

Aliran filsafat baru ini, disamping memanfaatkan warisan pemikiran dan


kaidah-kaidah filsafat terdahulu, juga dapat menjembatani antara pemikiran-
pemikiran filsafat dan doktrin-doktrin suci agama.

1
Nur, Syaifan. 2001. Filsafat Wujud Mulla Shadra, Yogyakarta
B. RUMUSAN MASALAH
1. Biografi Mulla Shadra
2. Karya-karya Mulla Shadra
3. Pemikiran Mulla Shadra terhadap filsafat islam
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang biografi mula sadra .
2. Untuk mengetahui karya-karya dari mula sadra .
3. Untuk mengetahui Pemikiran Mulla Shadra terhadap filsafat Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

1. BIOGRAFI MULA SADRA


Nama lengkapnya adalah ibn Ibrahim Yahya Qawawi Syirazi , sering disebut
shadr al-Dhin al-Syirazi Akhund Mulla Shadra atau Shard al-Muta’alihin, dan dikalangan
murid-murid serta pengikutnya disebut ‘Akhund’. Dia dilahirkan di Syiraz sekitar tahun
979-80 H/ 1571-72 M dalam sebuah keluarga yang cukup berpengaruh dan terkenal, yaitu
keluarga Qawam. Ayahnya adalah Ibrahim bin Yahya al-Qawami al-Syirazy salah seorang
yang berilmu dan saleh, dan dikatakan pernah menjabat sebagai Gubernur Propinsi Fars.
Secara sosial-politik, ia memiliki kekuasaan yang istimewa di kota asalnya, Syiraz 2
Dalam usia nya yang muda , Mula Shadra melanjutnya study nya di Isfahan. Sebuah
pusat budaya yang penting untuk Timur Islam pada saat itu. Ia berguru kepada teolog
Baha‘uddin al-‘amali (w. 1031 H/1622 M), yang meletakkan dasar fiqih-baru
Syi’ah. Selanjutnya ia belajar pada filosof peripatetik Mir Fenderski (w. 1050 H/1641 M)
namun gurunya yang utama adalah teolog-filosof, Muhammad yang dikenal sebagai Mir
Damad (1041 H/1631 M). Nampaknya merupakan pemikir papan atas yang mempunyai
orisinilitas dan juga dijuluki Sang Guru Ketiga (setelah Aristotles dan

2
Nasution.Hasyimsyah 1999, filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pustaka , Hal: 169
Al-Farabi3. Tampaknya, ketika Mulla Shadra ini muncul, filsafat yang ada, dan yang
umumnya diajarkan, adalah tradisi neoplatonik-peripatetik Ibn Sina dan para pengikutnya.
Pada abad ke 6 H/ke 12 M, Suhrawardi telah melakukan kritik terhadap beberapa ajaran
dasar parepatetisme. Ialah yang meletakkan dasar-dasar bagai filsafat Illuminasionis yang
bersifat mistis (Hikmat al-Isyraq).
Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Mulla Shadra terpaksa meninggalkan
Isfahan, karena kritikan nya terhadap pandangan-pandangannya dari Syi’ah dogmatis. Dia
menarik diri dari khalayak dan melakukan uzlad di sebuah desa kecil dekat Qum. Selama
pereode ini,  pengetahuan yang diperolehnya mengalami kristalisasi yang semakin utuh,
serta menemukan tempat dalam mengasah kreativitasnya. Beberapa bagian dari Al-Asfar al-
Arba’ah disusunnya pada pereode ini. Dalam pereode ketiga, dia kembali mengajar di Syiraz,
dan menolak tawaran untuk mengajar dan menduduki jabatan di Isfahan. Semua karya
pentingnya dia hasilkan dalam pereode ini. Dia tidak berhenti untuk menghidupkan
semangat kontemplatifnya dan juga melakukan praktek asketis -sebagaimana disebutkan
dalam karyanya- sehingga beberapa argument filosofisnya dia peroleh melalui pengalaman-
pengalaman visionernya (mukasyafah).
Dengan demikian, sistem pemikiran Mulla Shadra yang khas tumbuh, yang kelihatannya
benar-benar berbeda dari situasi intelektual dan spiritual pada masanya. Kesalehan dan
ketaatannya terhadap agama dapat ditunjukkan antara lain oleh kenyataan bahwa ia
dikatakan meninggal di Basrah pada 1050 H/1641 M saat pulang menunaikan ibadah haji
yang ketujuh kalinya.4

2. KARYA – KARYA MULLA SHADRA


Mulla Shadra mempunyai banyak karya yang ia ciptakan . diantararnya :
 al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al-Asrar al-Aqliyah al-Arba’ah (Hikmah Agung tentang
Empat Perjalanan Akal). Karya ini pertama kali terbit tahun 1873 M. terdiri dari 4
jilid besar. Bagian I membahas tentang soal ontologi, baian II menguraikan
substansi dan aksidensi, bagian III menjelaskan tentang Tuhan dan sifat-sifatnya,
bagian IV menguraikan manusia dan nasibnya.
 Al- Hasry ( tentang kebangkitan ).
 al-Hikmah al-Arsyiyah (tentang Tuhan dan eskatologi)

3
Sholeh, A. Khodhori. 2004. Wacana Baru Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
4
Muntahari, Murtdha. 2002. Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Sadra, Bandung: Mizan.
 Risalah fi ittihad al-aqil wa al-Ma’qul (soal epistemologi)
 Ta’liqat ala Syarh Hikmah al-Isyraq (komentar terhadap filsafat iluminatif),
 Ta’liqat ala Ilahiyyat Kitab al-Syifa’I (komentar terhadap kitab Asyifa’ Ibnu Sina)
 Risalah al-Mazaj (tentang psikologi)
 Mafatih al-Ghaib (tentang doktrin gnostik)
 hudus Al-‘alam (penciptaan Alam)
dan masih banyak lagi karya dari Mulla Shadra .

3. PEMIKIRAN MULLA SHADRA


Mulla Sadra mengkritisi pemikiran filsafat Islam ke dalam pendekatan sintesis akhir
berbagai pemikiran filsafat. Basis utama pemikirannya yaitu bertumpu pada ajaran al-Qur‟an
dan al-Sunnah, filsafat peripatetik, iluminatif, kalam sunni dan syi‟i serta irfani (gnosis), Mulla
Sadra membuat sistesis secara menyeluruh yang kemudian ia namakan al-hikmah almuta’aliyah.
Mulla Sadra merasa yakin bahwa ada tiga jalan terbuka bagi manusia untuk memperoleh
pengetahuan; wahyu, akal dan intelektual („Aql) dan visi batin atau pencerahan (kasyf) 5
Dalam filsafat Mulla Sadra empat aliran berpikir aliran paripatetik, iluminasi, kalam dan
tasawuf tergabung secara sempurna dan melahirkan aliran baru filsafat. Dalam pandangan
Mulla Sadra baik akal maupun syuhud keduanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam filsafat dan meyakini bahwa Isyraqi tanpa argumentasi rasional tidaklah memiliki nilai
apapun begitu juga sebaliknya. Mulla Sadra mempertemukannya dengan kebenaran Al-Qur‟an
dan Hadis. Harmonisasi yang dilakukannya menghasilkan sebuah sintesa yakni
mengintegrasikannya melalui tiga jalan Qur‟an (wahyu), burhan (demonstrasi atau inteleksi),
irfan spiritual atau “mistis”). Karena memang ketiganya tidaklah bertentangan dalam tujuannya
mencapai kebenaran. Mulla Sadra adalah keberhasilannya melakukan sintesis dan penyatuan
terhadap tiga arus kebenaran utama, antara lain, wahyu, demonstrasi rasional dan penyucian
jiwa, yang membelokkan arah filsafat menuju illuminasi. Baginya gnostik, filsafat dan wahyu
agama merupakan elemen harmonisasi yang keharmonisan tersebut bermuara pada pola
kebaikan hidup manusia. Dia memformulasi sebuah perspektif dalam kerangka demonstrasi
rasional filsafat sekalipun tidak terbatas pada filsafat Yunani namun juga menjadi sangat erat
kaitannya dengan al-Qur‟an, hadis dan pernyataan para Imam, dan kesemuanya menyatu dalam
doktrin gnostic sebagai hasil dari iluminasi yang diterima melalui penyucian diri. Karena itulah
5
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum. Akal & hati Sejak Thales Dan James, cet. 3, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993),
hal. 192
mengapa tulisan-tulisan Mulla Sadra merupakan kombinasi dari pernyataanpernyataan logika,
intuisi gnostic, hadis dan sunnah Nabi serta ayat-ayat alQur‟an. Al-Hikmah al-Muta’āl

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Di dalam bangunan Filsafat al-Hikmah al-Muta’ā liyyah Shadra, tergambar jelas Mulla


Shadrā melakukan harmonisasi semua elemen filsafat sebelumnya sehingga membentuk
warna baru yang masing-masing kesatuan saling terkait dan mendukung satu sama lain.
Kita kemudian dapat menemukan posisi filsafat al-Hikmah al-Muta’āliyyah yang jelas-jelas
memunculkan sebuah warna baru diantara aliran filsafat yang ada.
Karakteristik al-hikmah al-muta’aliyah yang bersifat sintesis merupakan hasil
kombinasi dan harmonisasi dari ajaran-ajaran wahyu, ucapan-ucapan para Imam,
kebenaran-kebenaran yang diperoleh melalui penghayatan spiritual dan iluminasi
intelektual, serta tuntutan-tuntutan logika dan pembuktian rasional. Sintesis dan
harmonisasi ini bertujuan untuk memadukan pengetahuan yang diperoleh melalui sarana
Sufisme atau ’irfan, Iluminasionisme atau isyraqiyyah, filsafat rasional atau yang identik
dengan Peripatetik atau masysya’iyyah, dan ilmu-ilmu keagamaan dalam arti sempit,
termasuk kalam. Dengan demikian, kemunculannya tidak dapat dipisahkan dari, dan harus
dilihat dalam konteks aliran-aliran pemikiran Islam yang mendahuluinya.
Secara epistemologis, hikmah muta’aliyah didasarkan pada tiga prinsip, yaitu: iluminasi
intelektual ( dzawq atau isyraq ), pembuktian rasional ( ‘aql atau istidlal ), dan
agama ( syari’ atau wahyu ). Hikmah Muta’aliyah dalam meraih makrifat menggunakan tiga
sumber yaitu: argumen rasional (akal), penyingkapan (mukasyafah), al-Quran dan hadis
Ahlulbait As, karenanya dikatakan paling tingginya hikmah.

DAFTAR PUSTAKA
Nur, Syaifan. 2001. Filsafat Wujud Mulla Shadra, Yogyakarta
Nasution.Hasyimsyah 1999, filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pustaka , Hal: 169

Sholeh, A. Khodhori. 2004. Wacana Baru Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Muntahari, Murtdha. 2002. Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Sadra, Bandung: Mizan.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum. Akal & hati Sejak Thales Dan James, cet. 3, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993), hal. 192

Anda mungkin juga menyukai