Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT
November 2019

SINDROM LOBUS PARIETAL

Disusun oleh:

Isa Anshariy Hatta (C014182018)


Adrizal Ramadhan Sudirman (C014282080)
Vira Indira Sakinah (C014182082)

Pembimbing:
dr. Amaludin Jaelani

Supervisor:
Dr dr Hasmawaty Basir, Sp.S(K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

1. Nama/NIM : Isa Anshariy Hatta/C014182018


2. Nama/NIM : Adrizal Ramadhan Sudirman/C014282080
3. Nama/NIM : Vira Indira Sakinah/C014182082

Judul referat : SINDROM LOBUS PARIETAL

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2019

Supervisor Pembimbing,

dr. Moch. Erwin R, M.Kes, Sp.S dr. Amaludin Jaelani


A. PENDAHULUAN

Korteks serebral terdiri dari asosiasi kompleks kumpulan neuron yang menutupi bagian terluar
otak dan merupakan kumpulan badan sel yang disebut dengan substansia grisea. Terletak di
bawah selaput meninges, korteks serebral terbagi menjadi empat lobus yaitu : lobus frontal,
temporal, parietal, dan oksipital,yang memiliki fungsi tertentu. Pembungkus otak adalah
adaptasi terhadap perkembangan otak selama pertumbuhan. Secara karakteristik terdapat
tonjolan atau lipatan jaringan otak yang dikenal sebagai gyri, dengan celah yang dalam yang
dikenal sebagai sulci. Sulci termasuk fisura Sylvian yang membagi lobus temporal dari lobus
frontal dan parietal, sulkus sentral yang memisahkan lobus frontal dan parietal, sulkus parieto-
oksipital yang membagi lobus parietal dan oksipital, sulkus calcarina yang membagi gyrus
kuneus dari gyrus lingual. 1

Korteks serebral berisi area sensorik, motorik dan area asosiasi yang penting. Talamus
menerima informasi somatosensori dan membawanya ke korteks somatosensorik primer di
gyrus postcentral lobus parietal. Area sensoris kortikal primer penting lainnya termasuk korteks
pendengaran lobus temporal dan korteks visual lobus oksipital. Setiap area sensorik memiliki
sensasi yang terkait diberikan rangsangan tertentu, memberikan makna sensasi. Daerah motor
korteks serebral terletak dominan di lobus frontal, anterior ke sulkus sentral, dan termasuk
korteks motor primer (ditemukan di gyrus prekursor) dan korteks premotor, yang memulai dan
mengatur gerakan volunter. 1

B. SINDROM LOBUS PARIETAL

Lobus parietal bertanggung jawab untuk persepsi, sensasi, dan mengintegrasikan input sensorik
dengan sistem visual. Lobus parietal adalah pusat korteks somatosensori primer, yang terletak
di gyrus postcentral, bagian posterior sulcus central. Selain itu, berfungsi untuk menerima
informasi sensorik kontralateral. Kerusakan korteks parietal dominan (biasanya kiri) akan
menyebabkan sindrom Gerstmann. Karakteristik sindrom ini termasuk kesulitan dalam menulis
(agraphia), kesulitan dengan matematika (akalkulus), agnosia jari, dan disorientasi kiri-kanan.
Kerusakan pada lobus parietal non-dominan (biasanya kanan) menyebabkan agnosia dari sisi
kontralateral, juga dikenal sebagai sindrom kelalaian hemispatial. Pasien dengan lesi di lobus
parietal non-dominan menunjukkan kesulitan dengan perawatan diri seperti berpakaian dan
mencuci. Kerusakan bilateral pada pada area asosiasi visual dari lobus parietal lateral dikenal
sebagai sindrom Balint, yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengendalikan
pandangan secara (apraxia okular), ketidakmampuan untuk mengintegrasikan komponen dari
pandangan visual (simultagnosia), dan ketidakmampuan untuk secara akurat meraih objek
dengan panduan visual (optic ataxia).1

1. HEMISPATIAL NEGLECT

Kondisi disabilitas akibat dari cedera otak unilateral tepatnya di hemisfer kanan. 2

1.1. Etiologi

Kondisi ini bisa terjadi karena berbagai sebab, namun bisasanya terjadi akibat cerebral
infarction atau perdarahan dan mempengaruhi dua pertiga hemisfer kanan penderita stroke
akut. 2

1.2.Tanda Dan Gejala

Pasien dengan neglect hemispasial sering gagal mengenali barang pada sisi kontralesi dan
mengikuti barang pada sisi sesuai lesi. Pasien juga tidak menyadari benda-benda besar,
bahkan seukuran manusia, di luar lingkungan dirinya. Banyak dari pasien neglect juga tidak
menyadari mengalami kelainan (anosognosia), kadang mereka menyangkal bahwa ada
yang salah pada persepsi, Kontrol, ataupun pergerakan mereka. Pasien dengan infark besar
pada arteri cerebri media kanan mempunyai kecenderungan untuk melihat ke kanan dan
tidak pernah memperhatikan sisi kiri. Jika diperlihatkan makanan atau buah-buahan mereka
cenderung melihat pada sisi kanan saja2

1.3. Pemeriksaan Tambahan

Untuk melakukan bedside screening dapat dilakukan tes menggambar jam ataupun
menggandakan objek. Kedua tes ini tidak terlalu sensitive dan tidak selalu mudah dinilai.
Namun tes ini dapat membedakan pasien dengan neglect dan pasien dengan apraksia
konstruksional.

Gambar 1. Tes menyalin objek dan menggambar jam2


Salah satu tes yang sering digunakan adalah cancellation task, yaItu pasien diminta untuk
mengisi lembaran di depannya dengan menandai kolom-kolom yang tersedia. Pasien
dengan lesi di posterior hemisfer cenderung mengisi kertas dari tengah ke kanan kertas.
Cara mudah mengetes pasien yaitu dengan menanyakan barang-barang yang ada dalam
ruangan (pasien akan cenderung menyebutkan benda-benda yang ada di ipsilateral).

Lesi pada hemisfer kanan jauh lebih mungkin semakin parah dan memburuk daripada
kerusakan belahan otak kiri. Hal ini bias terjadi karena spesialisasinya pada bahasa.
Kerusakan korteks yang melibatkan lobus parietal kanan inferior atau temporo-parietal
junction juga biasanya menyebabkan neglect. Bisanya juga, stroke arteri cerebri media
mengakibatkan syndrome neglect berat dan persisten. Banyak macam mekanisme yang
dapat menyebabkan neglect dari berbagai macam lesi baik kortikal maupun subkortikal2

1.4. Terapi Dan Rehabilitasi

Upaya awal untuk merehabilitasi neglect sering diupayakan mendorong pasien untuk
mengarahkan pandangan mereka ke arah ruang contralesi, dan pencitraan fungsional telah
menyarankan ini dikaitkan dengan peningkatan aktivasi hemisfer kanan yang terlibat
dalam pencarian visual. Meskipun pendekatan ini menunjukkan beberapa keberhasilan
dalam mengurangi neglect dalam tugas tertentu (misalnya, dalam membaca dengan
memberi isyarat kepada pasien untuk menemukan garis merah yang ditandai oleh para
peneliti di margin kiri), pasien menunjukkan sedikit atau tidak ada generalisasi mereka
untuk tugas di luar dari lingkungan tugas.Kegagalan untuk menggeneralisasi ini mungkin
sebagian disebabkan oleh ketergantungan paradigma ini pada pasien yang menyadari
defisit mereka dan sengaja memodifikasi perilaku mereka (‘‘ top-down ’) sebagai
konsekuensinya.Sayangnya, karena banyak pasien dengan neglect sering tidak menyadari
defisit mereka, mereka mungkin perlu sering diingatkan untuk memindai ke kiri, dan dalam
lingkungan dunia nyata yang kompleks, isyarat (seperti garis merah yang digunakan untuk
meningkatkan pembacaan kata pada kiri) seringkali tidak ada.

a. Kacamata modifikasi

Pendekatan alternatif baru-baru ini terdiri dari penggunaan kacamata yang menutup sisi
yang baik (ipsilesi) setiap mata, sehingga memaksa pasien neglect untuk membaca atau
melihat dari kiri(kontralesi) ke kanan. Namun pada pengalaman menggunakan
pendekatan ini hasilnya kurang optimal.
b. Inducing Shift in Spatial Representations

Metode yang digunakan termasuk kalor, vestibular, stimulasi, aktivasi anggota tubuh
contralesional, rotasi tubuh, getaran otot leher ,dan stimulasi listrik pada lymb, Meski
mekanismenya terlihat dalam berbagai teknik yang berbeda-beda telah terbukti
menghasilkan perbaikan dalam beberapa aspek neglect. Selain itu, mereka semua
otomatis menghasilkan (“bottomup”) perubahan perilaku, atau rekalibrasi mekanisme
sensorimotor, yang tidak tergantung pasien (‘‘ top-down”) strategi kontrol baru untuk
melihat ke kiri. Mungkin sebagai akibatnya, perbaikan dalam kinerja telah ditunjukkan
— setidaknya dalam beberapa kasus— untuk menggeneralisasi tugas-tugas yang tidak
digunakan dalam pelatihan. Yang pertama menunjukkan potensi teknik-teknik ini
menggunakan stimulasi kalor, yang melibatkan aplikasi air dingin ke telinga
contralesional (atau air hangat ke telinga ipsilesional), menyebabkan vestibular
diinduksi pergeseran contralesional dalam tatapan. Ini menghasilkan perbaikan
sementara pada pasien neglect selama dan setelah tugas (selama 10 hingga 15 menit) di
berbagai tugas.

Namun, sementara teknik ini menarik secara teoritis, namun durasi singkat efeknya,
bersama dengan ketidaknyamanan aplikasi, menjadikannya tidak praktis sebagai dasar
untuk rehabilitasi.

c. Adaptasi prisma

Merupakan erawatan baru yang murah, mudah diterapkan, tampaknya bebas dari efek
samping, dan yang bersifat umum pada berbagai tugas selama berminggu-minggu
sesudahnya telah menarik banyak minat baru-baru ini. Manfaat prisma adaptasi
pertama kali dilaporkan oleh Rossetti, yang meneliti efek adaptasi ke 10˚ ke kanan
perpindahan horisontal bidang visual mereka oleh prisma di 12 pasien neglect. Sambil
mengenakan prisma para pasien berulang kali menunjuk (hanya 50 uji coba) ke target
10 juga sisi garis tengah tubuh mereka (tetapi secara optik berbaring lurus di depan atau
20˚ ke kanan (gbr 3)). Segera setelah adaptasi mereka menemukan bahwa neglect
diperbaiki di tes neglect kelima yang mereka gunakan; peningkatan ini bahkan lebih
besar lagi setelah dua jam. Grup control pasien neglect yang menjalani prosedur yang
sama persis tetapi memakai lensa datar tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam kinerja mereka.
Frassinetti et al lebih lanjut menunjukkan terapi potensi adaptasi prisma dengan
menunjukkan bahwa hal itu dapat terjadi dalam perbaikan jangka panjang. 2,3,4

Gambar 2. Adaptasi prisma. Terapi dengan adaptasi prisma memberikan perbaikan


seiring berjalannya tes hingga tes berakhir3

2. GERSTMANN'S SYNDROME

Gerstmann's syndrome adalah pelemahan yang dihasilkan dari kerusakan area spesifik di
otak sebelah kiri lobus parietal di dalam daerah gyrus angular. Gerstmann's syndrome
pertama kali ditemukan oleh Josef Gerstmann pada tahun 1924 yang memiliki seorang
pasien stroke dengan gejala terhadap beberapa pasien dengan empat gejala.
Ketidakmampuan dalam menghitung (acalculia), deskriminasi terhadap jarinya sendiri
(finger agnosia), ketidakmampuan menulis dengan tangan (agraphia), dan kesulitan dalam
membedakan kiri dan kanan (left-right disorientation). Secara lebih lanjut, Gerstmann's
syndrome ini kemudian ditemukan pada orang-orang yang mengalami stroke yang
terasosiasikan dengan kerusakan terhadap lobus parietal. Sindrome ini juga sering dijumpai
pada anak yang mengalami kerusakan otak, kesulitan belajar, Hal ini yang kemudian
dikatakan sebagai Gerstmann’s Syndrome5

Efek Gerstmann’s syndrome


Banyak kasus teridentifikasi ketika anak mencapai usia sekolah, yaitu waktu dimana
mereka berkesempatan untuk latihan menulis dan belajar matematika. Pada umumnya,
anak dengan gangguan ini menunjukkan tulisan tangan dan mengeja yang buruk, dan
kesulitan dengan fungsi-fungsi matematika, termasuk menjumlah, mengurangi, mengkali,
dan membagi. Ketidakmampuan untuk membedakan kanan dengan kiri dan untuk
membedakan beberapa jari individu juga dapat terlihat. Selain empat gejala utama, banyak
anak juga menderita dari constructional apraxia, yaitu ketidak mampuan untuk meniru
gambar sederhana. yang juga seringkali ditandai dengan kelemahan anak dalam membaca.5

2.1. Etiologi

Gerstmann’s syndrome disebabkan adanya lesi spesifik pada bagian otak yang memberikan
pengaruh terhadap lobus posterior parietal di hemisfer otak yang dominan terutama pada
gyrus angularis dan struktur yang berkonflens dari parietal, temporal, dan lobus occipital.
Selain itu, juga adanya lesi pada bagian tengah kiri lobus frontalis di hemisfer yang
dominan.

Beberapa penyebab syndrome ini diantara lain5 :

1. Iskemis Stroke
2. Tumor
3. Carotid artery dissecting aneurism atau stenosis
4. Middle cerebral artery aneurism
5. Progressive multifocal leukoencephalopathy
6. Chronic subdural hematoma
7. Multiple sclerosis
8. Cortical Atrophy

Penyebab lain antara lain :

1. Alkoholism
2. Keracunan Carbon monoksida
3. Keracunan timbal
4. Syok Anafilaktik
5. Sistemik Lupus Eritematosus
2.2. Epidemiologi

Karena banyaknya variasi penyebab, sindroma ini biasanya muncul pada anak-anak,
remaja, dan pasien usia lanjut. Pada anak-anak dikatakan sebagai developmental
Gerstmann’s Syndrome.5

2.3. Patofisiologi

Gejala Gerstmann’s syndrome dapat dijelaskan dengan melihat kelainan spesifik pada area
otak. Contohnya, finger agnosia dan acalculia biasanya ditemukan kelainan pada girus
supramarginal atau yang dekat dengan intraparietal sulcus, dan keterlibatan girus parietalis
telah ditemukan sebagai respon agraphia.6

Selain itu, bentuk murni Gerstmann’s Syndrome disebabkan adanya pemutusan hubungan
dari subcortical parietal akibat dari lesi di substansia alba yang memberikan pengaruh
terhadap penyilangan traktus dan pemutusan jejaring kortikal.6

2.4.Tanda dan Gejala5

a. Agraphia atau dysgraphia


Agraphia atau dysgraphia merupakan gangguan berupa ketidakmampuan dalam
menulis. Ketidakmampuan menulis ini dikarakteristikkan dengan kesalahan dalam
mengeja dan menulis indah. Kesalahan mengeja yang paling umum ditemukan terkait
dengan keurutan huruf, seperti penghilangan kata,penggantian kata, dan kesalahan
perpindahan. Isu tulisan indah mendeskripsikan formasi huruf yang buruk, orientasi
huruf dan orientasi bagian huruf yang buruk. Menulis kurang selaras dan menunjukkan
jarak yang buruk.

b. Acalculia atau dyscalculia


Acalculia atau dyscalculia adalah kekurangpahaman dalam perhitungan atau
aritmatika. Berdasarkan penelitian, anak dengan gangguan ini memahami konsep
bentuk dasar perhitungan matematika, tetapi memiliki kemampuan yang buruk dalam
menulis dan keurutan angka. Gejala ini dapat diuji dengan meminta pasien untuk
melakukan pengurangan seri 7 mulai dari angka 100. Hal ini berarti 100, 93, 86, 79, 72,
dan seterusnya.
c. Finger agnosia (Finger aphasia)
Finger agnosia adalah hilangnya kemampuan untuk menyadari, mengidentifikasi,
menamai, memilih, mengidentifikasi, dan mengorientasikan jari sendiri atau orang lain,
membedakan kanan dan kiri, serta ketidakmampuan untuk mengidentifikasi jari dirinya
sendiri maupun orang lain. Hal ini dapat diuji dengan suatu permintaan seperti “sentuh
jari telunjuk saya dengan jari telunjuk anda” dan “sentuh hidung anda dengan jari
tengah”.

d. Left-right disorientation
Merupakan ketidakmampuan untuk membedakan tangan kanan dan tangan kiri diri
sendiri atau tangan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat deskripsi variasi
pada area ini dari kelambatan atau keraguan dalam berespon sampai ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk instruksional selama aktivitas sehari-hari. Gejala ini dapat
diuji dengan permintaan seperti “Tunjukkan pada saya tangan kiri anda. Sentuh kaki
kanan anda” dan “Sentuh telinga kiri anda dengan tangan kanan anda”.

2.5. Evaluasi
Pada pasien dengan tanda dan gejala Gerstmann’s syndrome semestinya dilakukan evaluasi
neuroimaging MRI/CT Scan. Abnormalitas dapat dilihat dengan adanya kelainan pada
girus angularis dengan atau tanpa keterlibatan sekelilingnya. Selain itu, perlu dievaluasi
adanya infark pada lobus parietal, chronic subdural hematoma, multiple sclerosis.
Diagnosis Gerstmann’s syndrome pada anak-anak akan mustahil didiagnosis pada fase
awalnya. Ini disebabkan karena fungsi otak masih lambat di fase perkembangan anak.7

2.6.Terapi dan Prognosis


Beberapa penyebab Gerstmann’s syndrome dapat reversible dan diatasi dengan
mengangkat tumor, perdarahan atau focus lesi epilepsy. Atau mengatasi penyebabnya
seperti keracunan karbon monoksida.5 Tidak ada penyembuhan spesifik untuk Gerstmann’s
syndrome. Perawatannya bersifat simptomatic dan suportif. Simptomatik berarti bahwa
perawatan yang dilakukan disesuaikan dengan simptom yang muncul pada pasien tersebut.
Adanya Gerstmann’s syndrome dengan penyakit lain dapat menyebabkan sulitnya
hidup normal, biasanya pada adanya disorientasi kiri dan kanan. Tapi pada anak-anak yang
memiliki developmental Gerstmann’s syndrome akan mengalami perbaikan dengan latihan
berbicara secara intensif terutama jika didiagnosis lebih dini.5
3. BALINT SYNDROME

Rudolf Balint pertama kali menjelaskan sindrom Balint pada tahun 1909. Dalam
pengamatan nya, terdapat gejala klinis yaitu; 1) Ketidakmampuan untuk
memvisualisasikan lebih dari satu objek dalam bidang visual pada suatu waktu (visual
inattention), 2) Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi item yang berbeda secara
bersamaan pada satu lapangan pandang (simultagnosia), 3) Kegagalan mencapai objek
dengan tangan kanannya tetapi mampu melakukannya dengan tangan kiri. (Misreaching
atau ataksia optik).

Pasien memiliki ketajaman visual yang normal, penglihatan warna, dan gerakan otot
ekstraokular yang intak. Pada pasien dengan balint sindrom hasil otopsi menunjukkan
bahwa terdapat perubahan yang mengarah ke penyakit serebrovaskular kronis pada lobus
parietal posterior bilateral.

Pada tahun 1919, Holmes dan Horrax menjelaskan sebuah studi yang menghasilkan
presentasi yang sama, tetapi dengan hipotesis bahwa adanya ketidakmampuan pasien untuk
menyentuh atau menunjuk ke objek hanya karena gangguan visual saja. Mereka
menganggap bahwa pasien tidak mengalami kesulitan dalam melakukan tugas sensorik
atau motorik yang tidak memerlukan input visual, oleh karena adanya defisit utama di
bidang visual. 3

3.1. Etiologi

Sindrom Balint umumnya akibat dari infark iskemik di daerah parietal dan oksipital
bilateral. Namun, beberapa studi melaporkan sindrom Balint dengan kelainan neurologis
lainnya seperti 5; Sindrom ensefalopati reversibel posterior (PRES), Penyakit Alzheimer,
Penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD), Atrofi kortikal posterior (PCA), Degenerasi
kortikobasal (CBD), Ensefalitis HIV subakut, Leukoensefalopati multifokal progresif
(PML), Trauma kepala Toksoplasmosis serebral, dan Metastasis otak. Dua laporan terbaru
ada kasus ensefalitis reseptor NMDA dengan presentasi klinis yang konsisten dengan
sindrom Balint. 6dan terdapat juga kasus sindrom Balint yang idiopatik10.

3.2. Epidemiologi

Literatur tentang sindrom Balint sebagian besar dalam bentuk laporan kasus. Tidak ada
laporan tentang kejadian dan prevalensi yang tepat dari sindrom Balint. Laporan biasanya
dalam populasi orang dewasa, tetapi beberapa laporan kasus juga dapat terjadi pada anak-
anak usia 4 tahun11.

3.3. Patofisiologi

Lesi yang melibatkan daerah parietal bilateral dan daerah oksipital dalam beberapa kasus
seperti yang sudah dijelaskan diatas yang dimana menghasilkan gejala klinis yang
ditemukan pada sindrom Balint. Di antara berbagai faktor etiologi, infark iskemik karena
berbagai penyebab tampaknya menjadi penyebab paling umum dari sindrom Balint.

3.4. Tanda Dan Gejala


a. Gangguan konstriksi atensi pada visual : Simultanagnosia

Simultagnosia adalah kurangnya kemampuan untuk memahami lebih dari satu objek
secara bersamaan. Misalnya, ketika diberikan gambar hutan dengan pohon, mereka
tidak dapat melihat hutan, meskipun mereka dapat melihat masing-masing pohon.
Akibat dari attentional visual deficit , pasien dapat buta secara fungsional dan akan
mengalami kesulitan membaca dan menghitung karena kegiatan ini membutuhkan
kemampuan untuk melihat lebih dari satu objek pada suatu waktu. Dan dapat
diklasifikasikan sebagai tipe ventral dan dorsal. Pada tipe dorsal, lesi berada di lobus
parietal bilateral, dan pasien sering tidak dapat melihat lebih dari satu objek pada suatu
waktu. Pada tipe ventral, lesi berada di lobus oksipitotemporal inferior kiri, dan pasien
memiliki keterlambatan dalam pemrosesan visual dan tidak dapat mengidentifikasi
bagian-bagian individu dari berbagai objek12.

b. Ataxia Optik

Ataksia optik adalah kurangnya koordinasi antara input visual dan gerakan tangan.
Sebagai contoh, pasien dapat secara akurat menyentuh tubuh mereka sendiri secara
volunter, tetapi ketika diberi tugas secara visual, mereka tidak dapat menyelesaikannya.
Namun, begitu diberikan isyarat proprioseptif atau pendengaran untuk mencapai objek
target, mereka dapat melakukan tugas dengan lancar. Teori menyatakan bahwa defisit
ini mungkin timbul karena kerusakan lobulus parietal superior, yang bertanggung
jawab untuk koordinasi antara input visual dan gerakan tangan13. Ataksia optik dapat
terjadi dari lesi di area Broadman 5, 7, 19, 37, dan 39. Meskipun literatur yang ada
menunjukkan bahwa lobus parietal dan oksipital adalah area utama keterlibatan dalam
sindrom Balint, lesi di area lain dari otak seperti korteks prefrontal dan lapangan
pandang frontal dilaporkan dikaitkan dengan gejala individual sindrom Balint14.

c. Apraxia Okulomotor

Apraxia okulomotor adalah ketidakmampuan untuk mengalihkan pandangan secara


volunter meskipun fungsi otot-otot ekstraokular masih baik. Walaupun pada awalnya
dijelaskan pada pasien dengan lesi parietal bilateral, penelitian kemudian menunjukkan
bahwa lesi terisolasi pada lapangan pandang depan juga dapat menyebabkan defisit
ini12.

3.5.Terapi Dan Prognosis

Tatalaksana utama dari sindrom Balint bergantung pada rehabilitasi dan mengurangi
tingkat kecacatan seminimal mungkin. Dalam beberapa kasus seperti infark, PRES, dan
etiologi infeksi, tindakan pencegahan sekunder dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
kekambuhan. Ada beberapa pendekatan berbeda dalam rehabilitasi okupasi yang telah
diusulkan untuk membantu individu membatasi gejala ketidakmampuan mereka.
Pendekatan adaptif adalah di mana kemampuan yang ada dipertahankan dan digunakan
secara efektif untuk mengurangi tingkat kecacatan yang disebabkan oleh gejala.
Pendekatan dalam penyembuhan bertujuan untuk memperbaiki area otak yang rusak
dengan melatih mereka dalam keterampilan perseptual. Pendekatan ketiga dan kompleks
adalah pendekatan multi-konteks yang melibatkan pembelajaran strategis dalam
lingkungan dengan banyak tugas17.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghoneim A, Pollard C, Greene J, Jampana R. Balint syndrome (chronic visual-spatial disorder)


presenting without known cause. Radiol Case Rep. 2018 Dec;13(6):1242-1245.
2. Parton, P Malhotra. 2004. Hemispatial neglect. J Neural Neurosurg Psychiatry.
3. Frassinetti F, Angeli V, Meneghello F, et al. 2002. Long-lasting amelioration of visuospatial
neglect by prism adaptation. Brain;
4. Farne A, Rossetti Y, Toniolo S, et al. 2002. Ameliorating neglect with prism adaptation: visuo-
manual and visuo-verbal measures. Neuropsychologia
5. Ibrahim W. Altabakhi, John W. Liang. Gerstmann Syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2019 Januari.
6. Ardila A. A proposed reinterpretation of Gerstmann's syndrome. Arch Clin
Neuropsychol. 2014 Dec;29(8):828-33
7. Bhattacharyya S, Cai X, Klein JP. Dyscalculia, dysgraphia, and left-right confusion from a left
posterior peri-insular infarct. Behav Neurol. 2014;2014:823591.
8. Moreaud O. Balint syndrome. Arch. Neurol. 2003 Sep;60(9):1329-31
9. Kumar S, Abhayambika A, Sundaram AN, Sharpe JA. Posterior reversible encephalopathy
syndrome presenting as Balint syndrome. J Neuroophthalmol. 2011 Sep;31(3):224-7.
10. Metzger A, Pisella L, Vighetto A, Joubert B, Honnorat J, Tilikete C, Desestret V. Balint
syndrome in anti-NMDA receptor encephalitis. Neurol Neuroimmunol Neuroinflamm. 2019
Jan;6(1):e532. [PMC free article] [PubMed]
11. Ghoneim A, Pollard C, Greene J, Jampana R. Balint syndrome (chronic visual-spatial disorder)
presenting without known cause. Radiol Case Rep. 2018 Dec;13(6):1242-1245.
12. Philip SS, Mani SE, Dutton GN. Pediatric Balint's Syndrome Variant: A Possible Diagnosis in
Children. Case Rep Ophthalmol Med. 2016;2016:3806056. [PMC free article] [PubMed]
13. Battaglia-Mayer A, Caminiti R. Optic ataxia as a result of the breakdown of the global tuning
fields of parietal neurones. Brain. 2002 Feb;125(Pt 2):225-37
14. Amalnath SD, Kumar S, Deepanjali S, Dutta TK. Balint syndrome Ann Indian Acad
Neurol. 2014 Jan;17(1):10-1.
15. Rizzo M, Vecera SP. Psychoanatomical substrates of Bálint's syndrome. J. Neurol. Neurosurg.
Psychiatry. 2002 Feb;72(2):162-78.
16. Chechlacz M, Humphreys GW. The enigma of Bálint's syndrome: neural substrates and
cognitive deficits. Front Hum Neurosci. 2014;8:123.
17. Al-Khawaja I, Haboubi NH. Neurovisual rehabilitation in Balint's syndrome. J. Neurol.
Neurosurg. Psychiatry. 2001 Mar;70(3):416

Anda mungkin juga menyukai