Tabel berikut ini menyajikan ringkasan argument pro dan kontra terhadap tanggung
jawab sosial perusahaan:
Ide mengenai CSR sebagai sebuah tanggung jawab sosial perusahaan kini semakin
diterima secara luas. Namun demikian, sebagai sebuah konsep yang masih relatif baru,
CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan masih tetap kontroversial, baik bagi
kalangan pebisnis maupun akademisi. Kelompok yang menolak mengajukan argument
bahwa perusahaan adalah organisasi pencari laba dan bukan kumpulan orang seperti
halnya organisasi sosial. Perusahaan telah membayar pajak kepada negara dan
karenanya tanggung jawabnya untuk meningkatkan kesejahteraan publik telah diambil
alih oleh pemerintah. Perusahaan, sekalipun telah membayar pajak kepada negara,
namun tidak berarti pula perusahaan tidak lagi bertanggungjawab kepada kesejahteraan
publik. Pada negara yang kurang memperhatikan kebijakan sosial atau kebijakan
kesejahteraan yang menjamin warganya dengan berbagai pelayanan dan skema
jaminan sosial yang merata, manfaat pajak seringkali tidak sampai kepada masyarakat
terutama kelompok miskin dan rentan yang tidak memiliki potensi tawar yang kuat
(Crawford dalam Milamarta, 2012).
Kemudian (Kotler & Nance, 2005) menambahkan dengan menekankan pada aspek
bisnis yaitu CSR dapat:
Sedangkan argumentasi yang menentang bahwa pada dasarnya CSR hanya (Anne,
2005):
Di sisi lain, mereka yang kontra terhadap tanggung jawab sosial yang harus
dipikirkan perusahaan beranggapan bahwa perusahaan tidak perlu terlibat dalam
tanggung jawab sosial karena pada dasarnya perusahaan tidak memiliki ahli-ahli
khusus untuk menangani tanggung jawab sosial ini dalam perusahaan. Selain itu,
mereka beranggapan bahwa keterlibatan perusahaan yang terlalu jauh dalam tanggung
jawab sosial justru akan memberikan kekuatan yang lebih besar bagi perusahaan untuk
dapat mengontrol masyarakat adalah pemerintah. Mereka juga beranggapan bahwa
pada dasarnya tujuan dari perusahaan adalah untuk meraih profit dan bukan untuk
membantu masyarakat sebagaimana halnya yang dilakukan oleh lembaga sosial seperti
yayasan, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya (Tisnawati, 2010).
Tabel berikut ini melaporkan hasil survei terhadap 560 eksekutif puncak
perusahaan dari beberapa sektor usah. Mereka diminta menjawab potensi efek positif
dan negative dari tanggung jawab sosial sosial perusahaan.
Efek Positif Proporsi Yang Efek Negatif Proporsi
Mengharapkan Mengharakan
1. Meningkatkan 97,4 % 1. Menurunkan 59,7 %
reputasi profitabilitas
organisasi jangka pendek
2. Memperkuat 89,0 % 2.konflikantara 53,9 %
sistem sosial tujuan
dimana ekonomi
organisasi berada dengan tujuan
3. Memperkuat sosial
sistem ekonomi 3.Menaikkan
dimana harga yang
organisasi berada dibebankan
untuk
konsumen
4. Kepuasan kerja 72,3 % 4.Konflik pada 27,2 %
kayawan yang kriteria untuk
lebih tinggi mengevaluasi
prestasi
manajemen
5. Menghindari 63,7 % 5.ketidakpuasan 24,1 %
peraturan dari investor
pemerintah
6. Kepuasan kerja 62,8 % 6.Menurunkan 18,8 %
eksekutif yang produktivitas
lebih tinggi
7. Probabilitas 60,7 % 7.Meningkatkan 11,0 %
bertahan hidup campur tangan
pemerintah
yang tinggi bagi
organisasi
8. Bisa menarik 55,5 % 8.Memperlemah 7,9 %
bakat manajerial sistem ekonomi
yang lebih baik di mana
organisasi
berada
9. Meningkatkan 52,9 % 9.Memperlemah 3,7 %
profitabilitas sistemsosial
jangka panjang dimana
organisasi
berada
10. Memperkuat 40,3 % 10.Menurunkan 13, 1 %
karakteristik profititabilitas
plurarisme jangka panjang
masyarakat
11. Mempertahankan 38,2 %
atau memperoleh
pelanggan
Argumentasi yang tidak mendukung adanya tanggung jawab sosial yang harus
dilakukan oleh perusahaan dapat dilihat sebagai berikut. Alwi La Masinu M.T Ketua
Program Studi Pendidikan Geografi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Kie Raha Ternate sebagai kandidat Doktor yang berasal dari Desa Soligi
Kecamatan Obi selatan menjelaskan, bahwa Pulau Obi memiliki kekayaan alam yang
sangat spektakuler dan bahkan di kenal pada tingkat internasional seperti kekayaan
flora dan fauna, kerang mutiara laut, deposit epitermal, deposit batu gamping
(limestone) yang belum di eksploitasi, beberapa cadangan lainnya belum di lakukan
penyelidikan tahap awal (riset) dan cadangan nikel laterit yang saat ini di kelola dan di
kuasai oleh perusahaan Asia atau PT. Harita Group dan PT Wanatiara.
Berdasarkan berita yang di rilis oleh Alexander Limenan melalui media (Malut)
pada hari Rabu (12/9/18) lalu, menjelaskan bahwa Dana Corporate Responsibility
Social (CSR) di klaim tidak bermasalah dan cenderung dimanfaatkan pada bidang
Infrastruktur, Pendidikan dan Pengembangan Ekonomi.
Alwi La Masinu menanggapi hal ini jika dana CSR pendidikan benar telah di
salurkan kepada warga Pulau Obi, hal ini akan dipertanyakan bahwa berapa jumlah
Sumber Daya Manusia yang di biayai oleh PT. Harita Group selama beberapa tahun
terakhir untuk di bidang Pendidikan terutama di tingkat SMP, SMA, Perguruan Tinggi
atau Universitas dari 24 desa yang ada di pulau Obi?”
Contoh nyata di lapangan Desa Soligi Kecamatan Obi Selatan yang letak
geografisnya berdekatan dengan Desa Kawasi, dalam setiap satu tahun berkisar 12
orang masuk keperguruan tinggi atau Universitas menggunakan biaya keluarga, lalu
apa alasan yang mendasar perusahaan PT. Harita Group mengkalim bahwa dana CSR
Pendidikan tidak bermasalah.
Seharusnya Pihak PT. Harita Group dan Wanatiara membuat satu standar
operasional prosedur (SOP) untuk membangun sumber daya manusia di Pulau Obi
terutama dari segi pendidikan yang bisa terukur dari 24 desa tersebut.