BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi kognitif merupakan salah satu terapi yang dilakukan terhadap klien
dengan berbagai gangguan kejiwaan. Terapi ini berorientasi terhadap masalah yang
sedang dihadapi oleh klien dan pemecahannya, agar klien dapat mengubah
pemikirannya secara adaptif.
Bencana alam dan peristiwa traumatik yang dialami dalam waktu yang lama
dapat menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran tinggi yang dialami oleh sebagian
besar masyarakat. Tekanan yang terus – menerus, tuntutan hidup, dan masalah yang
terjadi dalam kehidupan sehari – hari merupakan beberapa faktor yang dapat
menyebabkan seseorang membentuk perilaku maladaptif.
Aplikasi terhadap terapi ini sangat luas. Sehingga dalam perkembangannya,
terapi kognitif dapat dilakukan pada individu, kelompok, maupun bersamaan dengan
pemakaian obat. Terapi kognitif menjadi salah satu opsi disamping pemakaian obat
terhadap klien dengan gangguan jiwa. Walaupun beberapa obat anti depressan lebih
terjangkau dibandingkan dengan psikoterapi, namun tidak semua klien memberikan
respon positif terhadap pengobatan tersebut. Berdasarkan data klien depresi yang
mendapatkan terapi obat, hanya 60 – 65 % yang mengalami perkembangan. Sebesar
30 – 40 % klien dengan gangguan depresi tidak bereaksi positif pada percobaan
pertama konsumsi obat anti depresan. Psikoterapi yang dilakukan secara efektif lebih
menunjukkan manfaat dibandingkan dengan penggunaan obat jangka panjang.
Terapi kognitif membantu klien berpikir dan bertindak secara realistis dan
adaptive terhadap masalah psikologisnya serta mengurangi gejala yang ditimbulkan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui teori konsep terapi kognitif
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui definisi teori kognitif
b. Mengetahui jenis dan klasifikasi teori kognitif
c. Mengetahui indikasi dilakukannya teori kognitif pada klien
d. Mengetahui prosedur terapi kognitif pada klien
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Terapi kognitif merupakan terapi struktur jangka pendek teratur yang
menggunakan kolaborasi aktif antara pasien dan terapis untuk mencapai tujuan
terapeutiknya yaitu memberikan dasar berpikir pada klien untuk mengekspresikan
perasaan negatifnya dan memahami masalahnya, sehingga mampu mengatasi
perasaan negatifnya tersebut dan memecahkan masalahnya.
B. Jenis / Klasifikasi
1. Teknik Restrukturisasi Kognisi (Restructuring Cognitive)
Teknik ini digunakan untuk membantu klien untuk mengamati perasaan dan
pemikiran yang mungkin muncul dengan cara memperluas kesadaran diri.
Biasanya digunakan pendekatan 5 kolom, dimana masing-masing kolom terdiri
dari perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah. Contoh:
Tanggal Situasi Emosi Pikiran Respon Rasional Hasil
Otomatis
Tanggal Kejadian nyata Pikiran Respon Tulis
masalah yang menimbul- otoma- rasional kembali
dirasakan kan ketidak- tis yang terhadap tingkat
nyamanan muncul, pemikiran keperca-
emosi khusus- otomatis yaan
Pokok pikiran nya yang muncul terhadap
dan khayalan sedih, Persentase persen-
yang menimbul- cemas, kepercaya- tase
kan ketidak- marah annya dalam pikiran
nyamanan Skala rentang 0- otomatis
emosi emosi 100% 1-100%
dalam Persen-
rentang tase
0-100% emosi
secara
2
3
khusus
saat ini
dalam
rentang
1-100%
10 Teman Pikiran Mungkin Cemas
Nopember kelompok tidak otoma- ada kejadian 15%
2013 ada yang datang tis yang darurat Marah
Pukul untuk muncul: Mungkin 20%
22.00 mengerjakan cemas, masih Kecewa
WIB tugas, padahal marah, menger- 10%
sudah janjian kecewa, jakan hal Takut
akan mengerja- takut lain 5%
kan bersama- Cemas Mungkin
sama pukul 25% tidak punya
19.00 WIB. Marah pulsa dan
Tugas harus 40% tidak sempat
dikumpul besok Kecewa telepon.
pagi. Tidak ada 20% Tidak
yang memberi Takut mungkin
kabar dan tidak 10% teman
ada yang bisa sengaja
dihubungi. membo-
Jangan-jangan hongi saya
mereka sengaja karena tidak
membiarkan pernah
saya mengerja- terjadi
kan tugas sebelum-
sendirian atau nya.
mereka kerja Tim kami
kelompok tanpa adalah tim
mengajak saya. yang
kompak.
4
5. Reframing
Reframing adalah strategi dalam mengubah persepsi klien terhadap situasi atau
perilaku dengan cara fokus pada aspek lain dari masalah atau melihat masalah dari
sudut pandang yang lain. Hal ini akan menolong klien melihat masalah secara
seimbang dan dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan
negatif suatu masalah maka klien akan memperluas kesadaran dirinya dan memicu
kesempatan untuk mengubah dan menemukan makna baru, sebab begitu makna
berubah maka akan mengubah perilaku klien. Misalnya, kuliah di luar
daerah/negeri dapat dipandang sebagai stressor, tetapi setelah klien mengubah
maknanya maka dia dapat berpikir bahwa kuliah di luar daerah/negeri merupakan
kesempatan untuk mengupgrade ilmu dan keterampilan, menambah teman dan
pengalaman baru, memperluas wawasan tentang daerah lain dan memperkenalkan
daerah kita kepada orang lain.
6. Thought Stopping
Teknik berhenti memikirkannya (thought stoping) sangat baik digunakan pada
saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah, karena kesalahan berpikir
seringkali berdampak seperti bola salju dimana awalnya masalah tersebut kecil
tetapi lama kelamaan menjadi besar dan sulit dipecahkan. Klien dapat
menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai, bahwa bel berhenti berbunyi.
Untuk memulainya klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan membuat
rangkuman masalahnya dalam khayalan perawat mengatakan keras-keras
“berhenti” untuk menyela khayalan Klien mencoba melakukan sendiri tanpa
selaan dari perawat klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian.
7. Learning New Behavior With Modelling
Modelling adalah strategi mengubah perilaku baru dalam meningkatkan
kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran
perilakunya adalah memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa
urutan kesulitan klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil
mengatasi masalah serupa dengan cara modifikasi dan kontrol lingkungan klien
meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien mengatasi masalah
bersama dengan fasilitator, selanjutnya dia mencoba mengatasi sendiri
berdasarkan pengalamannya bersama fasilitator. Misalnya klien memiliki stressor
kesulitan ekonomi, maka klien bisa ikut magang dulu dengan orang lain sambil
6
belajar bisnis dan berdagang, setelah berpengalaman maka klien bisa melakukan
sendiri.
8. Membentuk Pola (Shaping)
Membentuk pola perilaku baru dengan perilaku yang diberikan reinforcement.
Misalnya anak yang suka terlambat ke sekolah berniat untuk bangun pagi dan
berangkat cepat sehingga bila tidak terlambat maka klien akan diberi pujian.
9. Token Economy
Token economy merupakan bentuk reinforcement positif yang sering digunakan
pada kelompok anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Misalnya bila
berbuat baik akan mendapat permen dan bila mengganggu temannya mendapat
gambar wajah menangis. Kegiatan ini dilakukan terus menerus sampai suatu saat
jumlahnya akan diakumulasi.
10. Role Play
Role play membuat klien belajar menganalisa perilaku salahnya melalui kegiatan
sandiwara yang dapat dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan
perilaku orang lain. Klien akan menilai dan belajar membuat keputusan
berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada didalam cerita dan melihat akibat-
akibat yang terjadi melalui cerita yang disajikan. Misalnya klien melihat role play
tentang pasien yang suka menunda-nunda pekerjaan, tidak mau belajar dan suka
bermain game online.
11. Social Skill Training
Dasar teknik ini adalah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh sebagai
hasil belajar. Beberapa prinsip memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah
bimbingan, demonstrasi, praktik dan feedback/umpan balik. Misalnya bagi klien
pemalas (abulia) dapat diajarkan keterampilan merapikan baju di lemari. Awalnya
perawat mendemostrasikan cara melipat dan meletakkan pakaian di lemari agar
rapi, selanjutnya klien harus mempraktikkan sendiri. Feedback diberikan untuk
menilai dan memperbaiki kegiatan yang belum memennuhhi harapan.
12. Aversion Therapy
Tujuan aversion therapy adalah untuk menghentikan kebiasaan buruk klien
dengan cara mengaversikannya dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya
kebiasaan merokok dengan cara membayangkan bahwa rokok tersebut adalah
kotoran kambing yang menjijikkan.
7
C. Indikasi
1. Kecemasan (anxiety)
2. Gangguan afek (affective)
3. Masalah makan (eating)
4. Schizofrenia
5. Ketergantungan zat (substance abuse)
6. Gangguan kepribadian (personality disorder)
D. Prosedur Terapi
Terapi kognitif lebih menekankan masa kini daripada masa lalu, meski bukan berarti
mengabaikan masa lalu, karena fokusnya adalah status kognitif masa kini untuk
mengubah hal negatif menjadi positif. Terapi kognitif berusaha untuk menerima masa
lalu klien sebagai bagian dari hidupnya dan mencoba membuat klien menerima masa
lalunya, untuk tetap berusaha melakukan perubahan pada pola pikir masa kini demi
mencapai perubahan di masa yang akan datang.
Pelaksanaan terapi kognitif terdiri dari :
Sesi I Tujuan: mengungkap pikiran otomatis
a. Jelaskan tujuan terapi kognitif
b. Identifikasi masalah : “what”, “where”, “when”, “who”
c. Diskusikan sumber masalah
d. Diskusikan pikiran dan perasaan
e. Catat pikiran otomatis, klasifikasikan dalam distorsi kognitif
Sesi II Tujuan: mencari alasan
a. Review ulang
b. Diskusikan pikiran otomatis
c. Tanya penyebab
d. Beri respon
8
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Terapi kognitif merupakan terapi struktur jangka pendek teratur dengan cara
kolaborasi aktif antara pasien dan terapis yang bertujuan mengganti pikiran dan
keyakinan buruk klien dengan konstruksi pola pikir yang lebih baik, sehingga bisa
memecahkan masalahnya.
Beberapa teknik kognitif terapi yang harus dikuasai oleh perawat jiwa adalah
teknik restrukturisasi kognisi, teknik penemuan fakta-fakta, teknik penemuan alternatif,
dekatastropik, reframing, thought stopping, learning new behavior with modelling,
membentuk pola, token economy, role play, social skill training, aversion therapy dan
contingency contracting.
Teknik kognitif terapi dapat bermanfaat secara efektif terhadap berbagai masalah
klinik untuk semua rentang usia yang meliputi kecemasan, gangguan afek, masalah
makan, schizofrenia, ketergantungan zat dan gangguan kepribadian.
B. Saran
1. Sebaiknya perawat dalam melakukan terapi kognitif pada klien gangguan kognitif
harus memperhatikan semua aspek secara komprehensif, tidak terbatas pada jiwanya
saja tetapi juga aspek fisiologi dan psikososial agar hasil yang dicapai optimal.
2. Perawat jiwa memiliki peran sebagai leader, fasilitator, evaluator dan motivator dalam
pemberian teknik kognitif terapi, sehingga harus mengetahui berbagai teknik kognitif
terapi agar bisa berfungsi secara optimal.
11
TINJAUAN PUSTAKA
Adrian, M.A (2008). Efek terapi kognitif dalam mengurangi kecenderungan perilaku
histrionik pada transeksualis. Diakses dari eprints.unika.ac.id/1256/ pada 16
September 2013
Keltner, L. N., Bostron. C. E., Mc.Guiness. M. T (2011). Psychiatric Nursing 6th Edition
Nasi,. A., Muhith. A (2011). Dasar – dasar keperawatan jiwa. Jakarta : salemba medika
Selvera, N.R (2013). Teknik restrukturisasi kognitif untuk menurunkan keyakinan irasional
pada remaja dengan gangguan somatisasi vol.1 (1), 63-76. Diakses dari
ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/viewfile/1349/1444 pada 16 September
2013
Setyono, T., Sumarwati. M., Astuti. M. W (2010). Pengaruh terapi kognitif rekonstrukturisasi
terhadap penurunan skor depresi pada pasien gangguan jiwa. Vol. 2 No. 3. Diakses
dari jks.fkik.unsoed.ac.id/index.php./jks/article/view/310
Suryaningrum, C (2013). Cognitive behavior therapy (cbt) untuk mengatasi gangguan obsesif
kompulsif vol. 1, no.1. diakses dari
ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/view/1352 pada 16 September 2013
Varcarolis and Halter (2010). Foundation of psychiatric nursing mental health: a clinical
approach 6th edition. St.louis: Elsevier saunders
TERAPI KOGNITIF
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5