Anda di halaman 1dari 43

VISI DAN MISI

PRODI D-IV KEERAWATAN PONTIANAK

VISI
Menjadi Institusi Pendidikan Diploma IV Keperawatan Unggulan
Kegawatdaruratan Yang Bermutu Dan Mampu Bersaing Di Tingkat Regional
Tahun 2020

MISI
1. Meningkatkan program pendidikan Diploma IV Keperawatan ungguran
Kegawatdaruratan yang berbasis kompetensi
2. Meningkatkan program pendidikan Diploma IV Keperawatan ungguran
Kegawatdaruratan yang berbasis penelitian
3. Mengembangkan upaya pengabdian masyarakat dibidang keperawatan
unggulan kegawatdaruratan yang berbasis IPTEK dan teknologi tepat guna
4. Mengembangkan program pendidikan Diploma IV Keperawatan unggulan
Kegawatdaruratan yang mandiri, transparan dan akuntabel
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional

i
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS GARVES


DISEASE (PEMBESARAN KELENJAR TIROID)

MATA KULIAH KEPERAWATAN GADAR III

Telah mendapat persetujuan dari dosen mata kuliah pada:

Hari / Tanggal :

Mengetahui,

Dosen Mata Kuliah

Ns. Halina Rahayu, M.Kep

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Askep Pada Pasien Dengan Graves Disease” ini.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak sekali menemukan kesulitan


dan hambatan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada bapak Ns. Halina Rahayu, M.Kep selaku dosen matakuliah yang telah
membantu dan membimbing kami dalam pembuatan tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan banyak
kekurangannya, walaupun demikian kami mengharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya.

Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar kami
dapat menghasilkan makalah yang lebih baik lagi. Permohonan maaf kami ucapkan
jika ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi mahasiswa dan pembaca lainnya.

Pontianak, 27 September 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ....................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 4

A. Pengertian Penyakit Graves Disease ............................................................ 4

B. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid ........................................................ 6

C. Etiologi ....................................................................................................... 10

D. Insiden ........................................................................................................ 12

E. Patofisiologi ............................................................................................... 12

F. Pathway ...................................................................................................... 15

G. Klasifikasi .................................................................................................. 16

H. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 17

I. Test Diagnostik .......................................................................................... 18

J. Komplikasi ................................................................................................. 21

K. Penatalaksanaan ......................................................................................... 22

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................ 24

A. IDENTITAS KLIEN .................................................................................. 24

B. ANALISA DATA ...................................................................................... 30

C. DIAGNOSA ............................................................................................... 32

iv
D. INTERVENSI DAN RASIONAL TINDAKAN ....................................... 33

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI ....................................................... 35

BAB III ................................................................................................................. 37

PENUTUP ............................................................................................................. 37

A. Kesimpulan ................................................................................................ 37

B. Saran ........................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelenjar tiroid adalah bagian dari sistem endokrin yang terletak di depan
trakea, yang berperan dalam menghasilkan hormon, salah satunya tiroid.
Hormon tiroid membantu mengatur metabolisme tubuh, yang oleh karenanya
membantu mengatur suasana hati, berat badan dan kadar energi. Normalnya,
kelenjar hipofise menghasilkan suatu stimulating hormone, yang merangsang
kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroid. Kelainan pada kelenjar tiroid
bisa berupa hiperfungsi dan hipofungsi dari kelenjar tiroid, goiter dan penyakit
Graves Disease.
Penyakit Graves Disease disease adalah suatu kondisi kesehatan dimana
terjadi peningkatan kadar hormon tiroid akibat produksi yang berlebihan dari
kelenjar tiroid. Pada Penyakit Graves Disease disease , tubuh menghasilkan
antibodi yang menyerang sel-sel yang sehat dari kelenjar tiroid. Antibodi-
antibodi tersebut, meniru kerja dari stimulating hormone yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofise, sehingga menyebabkan sekresi berlebihan dari hormon tiroid
oleh kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves Disease dapat menunjukkan
gejala, seperti rasa cemas, lekas marah, rasa lelah, kehilangan berat badan yang
tidak diharapkan dan bahkan penonjolan bola mata. Kondisi ini sering pada
wanita, terutama yang berusia antara 20 dan 40 tahun. Perokok juga memiliki
risiko tinggi dari penyakit Graves Disease. Meskipun kondisi ini secara umum
tidak mengancam jiwa, penanganan diperlukan untuk mempertahankan kualitas
hidup karena jumlah berlebihan dari hormon tiroid di dalam tubuh dapat
mempengaruhi suasana hati dan bahkan dapat menyebabkan depresi pada kasus
berat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai “Asuhan
Keperawatan Graves Disease”.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Grave Disease?
2. Bagaimana Etiologi dan Patofisiologi terjadinya Grave Disease?
3. Bagaimana Penatalaksanaan pada penyakit Grave Disease?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Grave Disease?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami gangguan kelenjar endokrin : penyakit Graves Disease pada
berbagai tingkat usia secara komprehensif berdasarkan ilmu dan ketrampilan
yang dimiliki.

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
a. Memahami konsep dasar Penyakit Graves Disease
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar endokrin
c. Memahami etiologi Penyakit Graves Disease
d. Mengetahui insidensi Penyakit Graves Disease
e. Memahami patofisiologi Penyakit Graves Disease
f. Mengetahui manifestasi klinik yang terjadi pada Penyakit Graves Disease
g. Mengetahui test diagnostik pada Penyakit Graves Disease
h. Memahami komplikasi Penyakit Graves Disease
i. Mengetahui penatalaksanaan pada Penyakit Graves Disease
j. Melakukan pengkajian pada klien dengan Penyakit Graves Disease
k. Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat berdasarkan prioritas pada
klien dengan Penyakit Graves Disease
l. Menyusun intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan yang sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang telah dibuat pada klien dengan
Penyakit Graves Disease

2
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Membantu dalam memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai
penyakit Grave Disease dan bagaimana penanganannya dan perumusan
asuhan keperawatan yang akan diberikan.

2. Bagi Pembaca
Membantu memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai asuhan
keperawatan grave disease

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Penyakit Graves Disease


Penyakit Graves Disease disebut juga Goiter Difus Toksik atau Penyakit
Basedow. Dari berbagai literatur, diperoleh beberapa pengertian Penyakit
Graves Disease, antara lain :
1. Penyakit Graves Disease adalah suatu penyakit yang disebabkan karena
proses autoimun, dimana terbentuknya antibodi yang disebut Thyroid
Stimulating Immunoglobulin (TSI) yang menempel pada sel-sel tiroid, yang
membuat TSH merangsang kelenjar tiroid untuk membuat hormon tiroid
yang sangat banyak (Tarwoto, 2012:hal.89).
2. Penyakit Graves Disease merupakan penyebab tersering hipertiroidisme
akibat proses autoimun, dimana antibodi IgG mengikat pada reseptor TSH
(Weetman, AP. 2005:hal. 352)
3. Penyakit Graves Disease adalah suatu keadaan terganggunya sistem imun,
dimana sistem imun memicu pembentukan Thyroid Stimulating
Immunoglobulins (TSIs) dan berikatan dengan reseptor TSH sehingga
menyebabkan produksi yang berlebihan dari hormon tiroid. (Loys, White.
2012:hal. 605)
4. Penyakit Graves Disease merupakan kelainan autoimun yang diperantarai
oleh abtibodi IgG yang berikatan dengan reseptor TSH aktif pada permukaan
sel-sel tiroid (Rumahorbo, Hotma. 2000:hal. 51)
5. Penyakit Graves Disease adalah suatu penyakit autoimun yang tidak
diketahui penyebabnya, bercirikan pembesaran kelenjar tiroid dan sekresi
hormon tiroid yang berlebihan, serta keadaan dimana antibodi berikatan
dengan reseptor TSH dan menstimulasi kelenjar tiroid untuk melepaskan T3,
T4 atau kedua-duanya secara berlebihan (Lewis, Sharon. 2014)

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan, Penyakit Graves Disease


adalah suatu keadaan terganggunya sistem imun akibat proses autoimune,
dimana sistem imun tersebut memicu pembentukan antibodi yang disebut

4
Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI), dan berikatan dengan Thyroid
Stimulating Hormone Reseptor (TSHR) yang menstimulasi kelenjar tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid secara berlebihan dan merupakan penyebab
tersering hipertiroidisme yang belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Terdapat berbagai macam antibodi antireseptor TSH, diantaranya :
1. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI) atau Thyroid Stimulating
Hormon Reseptor Antibody (TSHR-Ab atau TSHR-Ab(stim)), meningkatkan
sintesis hormon tiroid dan memicu terjadinya tiroktoksikosis.
2. TgAb (Thyroglobulin Antibody) yang dapat meningkatkan tiroglobulin.
3. TPO Ab (Thyroperoksidase Antibody) yang dapat memacu kerja enzim
peroksidase.
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit
Graves Disease maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSHR- Ab (stim) atau TSI
lebih spesifik untuk penyakit Graves Disease.

Ada juga yang membedakannya menjadi :


1. TSI  Thyroid-Stimulating Imunoglobulin : antibodi ini (terutama
Imunoglobulin G) bertindak sebagai LATS (Long-Acting Stimulan Tiroid),
mengaktifkan sel-sel dengan cara yang lebih lama dan lebih lambat dari
hormon thyroid-stimulating normal (TSH), yang menyebabkan produksi
tinggi hormon tiroid.
2. TGI  Tiroid Growth Imunoglobulin : antibodi ini mengikat langsung ke
reseptor TSH dan telah terlibat dalam pertumbuhan folikel tiroid.
3. TBII  Thyrotropin Binding-Inhibitor Imunoglobulin: antibodi ini
menghambat serikat normal TSH dengan reseptornya. Beberapa benar-benar
akan bertindak sebagai jika TSH sendiri adalah mengikat reseptornya, dengan
demikian menyebabkan fungsi thyroid. Jenis lain tidak dapat merangsang
kelenjar tiroid, tetapi akan mencegah TSI dan TSH dari mengikat dan
merangsang reseptor.

5
Dikenal juga, autoantigen terhadap kelenjar tiroid, yaitu
1. Tiroglobulin (Tg)
2. Thyroidal Peroxidase (TPO)
3. Sodium Iodida Symporter
4. Reseptor TSH (TSHR), yang merupakan autoantigen utama pada Penyakit
Graves Disease dan bertanggungjawab dalam manifestasi hipertiroidisme.

B. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid


1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar Tiroid terletak di anterior trakea, dibawah laring membentang
dari C5 sampai T1. Bentuknya seperti kupu-kupu dan merupakan kelenjar
endokrin yang terbesar dengan berat 10-20 gram. Tersusun atas dua buah
lobus, yang disatukan oleh jaringan tiroid yang tipis yang dinamakan
isthmus.
Mendapat suplai darah dari dua pasang arteri, yaitu arteri tiroidea superior
sebagai percabangan pertama arteri karotis eksterna yang menyuplai kelenjar
tiroid bagian superior dan arteri tiroidea inferior yang berasal dari trunkus
tiroservikalis yang merupakan cabang arteri subklavia. Ada tiga buah Vena
yang mengalirkan darah keluar dari kelenjar tiroid, diantaranya Vena Tiroidea
Superior, Medialis dan Inferior. Vena Superior dan Medialis mengalirkan
darah balik ke dalam Vena Jugularis Interna, sedangkan Vena Tiroidea
Inferior mengalirkan darah ke Vena Brakiosefalika.

Sumber : Saputra, Lyndon. Sinopsis Organ Sistem Endokrin . 2014:hal.55

6
Kelenjar Tiroid dipersarafi oleh saraf parasimpatis (adrenergik) dan
simpatis (kolinergik). Saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan
saraf kolinergik berasal dari nervus vagus.
Kelenjar tiroid dibentuk dari divertikulum tiroid yang berkembang dari
dasar foregut pada usia gestasi 3-4 minggu, bermigrasi ke kaudal dan
akhirnya mendapatkan posisi yang normal di bawah laring. Kelenjar tiroid
mulai mensekresikan hormonnya pada usia perkembangan janin 18 minggu.

Secara mikroskopik, kelenjar tiroid tersusun dari folikel-folikel tertutup


(>1juta), yang berbentuk sferis berongga, dilapisi bagian dalamnya oleh sel-
sel epitel kuboid. Bagian rongga folikel terisi oleh substansi sekretorik yang
disebut koloid, yaitu suatu zat berprotein yang terdiri atas tiroglobulin dan
berfungsi sebagai bentuk simpanan hormon tiroid. Tiroglobulin ini
diproduksi oleh sel folikel, mengandung senyawa asam amino tirosin, yang
selanjutnya akan terbentuk hormon T4 dan T3. Jika kelenjar inaktif, folikel
menjadi kecil, sel-sel pelapisan berbentuk kuboid atau kolumnar, koloid
berkurang, dan tepi-tepinya cekung, yang membentuk lakuna absorpsi.
Diantara folikel-folikel terdapat sel parafolikel, yang mengeluarkan
kalsitonin.
Pada penyakit Graves Disease, secara mikroskopis, sel-sel epitel folikel
tampak kolumnar dan bertambah jumlah dan ukurannya. Folikel tampak kecil
dan rapat. Koloidnya berkurang, tepi-tepinya mencekung akibat proteolisis
cepat tiroglobulin. Antara folikel terdapat sebaran limfosit.

7
Sumber : Saputra, Lyndon. Buku Ajar Patofisiologi Klinik. 2014:hal. 301

2. Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar Tiroid mensintesis dan mensekresi tiga hormon tiroid yaitu,
Tiroksin (T4), Tri-iodotironin (T3) dan Kalsitonin atau Tirokalsitonin.
Hormon Tiroksin dan Tri-iodotironin berperan dalam mengatur laju
pertumbuhan dan laju metabolisme. Sedangkan Kalsitonin berfungsi utama
menurunkan kadar kalsium plasma dengan cara menghambat reabsorbsi
kalsium di tulang.

Efek fisiologis hormon tiroid pada berbagai organ tubuh, antara lain :
Organ Target Efek Mekanisme

Jantung Kronotropik Meningkatkan jumlah dan afinitas


reseptor β-adrenergik

Inotropik Meningkatkan respon terhadap


katekolamin dalam darah.

Meningkatkan kontraktilitas jantung dan irama jantung

Jaringan Lemak Katabolik Merangsang lipolisis.

Otot Katabolik Meningkatkan penguraian protein

8
Tulang Perkembangan dan Mendorong pertumbuhan normal dan
Metabolik perkembangan tulang, mempercepat
penggantian tulang.

Sistem Saraf Perkembangan Mendorong perkembangan

Usus Metabolik Meningkatkan laju penyerapan


karbohidrat

Lipoprotein Metabolik Merangsang pembentukan reseptor


LDL

Reproduksi Perkembangan Meningkatkan reproduksi normal


wanita dan proses laktasi.

Lain-lain Kalorigenik Merangsang konsumsi O2 oleh


jaringan yang aktif bermetabolisme.

Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai


kompensasi tubuh terhadap kebutuhan O2 dalam
metabolisme.

Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh


melalui dua cara:

1). Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk


menghasilkan protein.
2). Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.

Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan


bekerja lebih cepat. Untuk menghasilkan hormon tiroid, kelenjar
tiroid memerlukan iodium yaitu elemen yang terdapat di dalam
makanan dan air.

9
Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung,
dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar
tiroid, sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih.

Hormon tiroid dibentuk melalui penyatuan satu atau dua


molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam
amino tirosin. Kompleks yang mengandung iodium ini disebut
iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian menyatu untuk membentuk
dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu:

1) Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh


kelenjar tiroid, hanya memiliki efek yang ringan terhadap
kecepatan metabolisme tubuh.
2) Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam
bentuk aktif, yaitu triiodotironin (T3).

T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium


yang terkandung (tiga untuk T3 dan empat untuk T4). Sebagian
besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam darah adalah
T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun
T4 dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.

C. Etiologi
Penyakit Graves Disease merupakan salah satu penyakit autoimun, yang
penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun diketahui
beberapa faktor predisposisi, yang turut berperan dalam meningkatkan resiko
penyakit Graves Disease, yaitu:
1. Faktor Genetik
Penyakit Graves Disease bersifat familial. Keluarga yang memiliki riwayat
penyakit Graves Disease, lebih beresiko 15x daripada keluarga yang tidak
memiliki riwayat. Ditemukan adanya kaitan dengan Human Leucocyte
Antigen tertentu, terutama pada lokus B dan D kromosom 6, seperti HLA-B8

10
dan HLA-DR3 pada Ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada Asia dan
HLA-B17 pada orang kulit hitam.
2. Faktor Imunologi
Defek pada limfosit Tsupressor (Ts), sehingga memungkinkan T helper (Th)
merangsang Limfosit B mengeluarkan autoantibodi tiroid.
3. Faktor Lingkungan
a. Infeksi Bakteri
Adanya infeksi bakteri gram negatif (E.colli, Yersinia) yang
memiliki titik kesamaan antigen pada membran sel bakteri dengan reseptor
TSH pada sel folikuler kelenjar tiroid akibat mutasi atau biomodifikasi
obat dan zat kimia yang menjadi penyebab timbulnya autoantibodi yang
mempromosi timbulnya penyakit Graves Disease. Terjadinya reaksi silang
dengan autoantigen pada kelenjar tiroid.
b. Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa
penyakit tertentu seperti penyakit jantung khronik. Kekurangan makanan
selama kehamilan dapat menyebabkan intoleransi glukosa pada kehidupan
dewasa serta rendahnya berat thymus dan limpa mengakibatkan
menurunnya sel T supresor.
c. Asupan Iodine
Asupan yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated
immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan
kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid autoimun. Penyakit
Graves Disease lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium.
d. Merokok
Selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru,
juga mempengaruhi sistim imun. Merokok akan menginduksi aktivitas
poliklonal sel B dan T, meningkatkan produksi IL-2, dan juga
menstimulasi sumbu HPA. Merokok akan meningkatkan risiko
kekambuhan penyakit Graves Disease serta eksaserbasi oftalmopatia
setelah pengobatan dengan lodium radioaktif.

11
e. Obat-obatan, seperti Lithium
Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam
pengobatan psikosa depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit
T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid autoimun.

D. Insiden
Penyakit Graves Disease adalah penyebab paling umum dari Hipertiroid,
kurang lebih 60-90%. Wanita 5x lebih sering menderita Graves Disease
dibandingkan pria, dengan rentang usia 20-40 tahun, dengan rasio perbandingan
10:1. Hal ini dikarenakan subunit α TSH identik dengan subunit yang terdapat
di FSH dan LH.

E. Patofisiologi
Penyakit grave merupakan kelainan autoimun. Kelenjar tiroid secara
abnormal dirangsang oleh Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI). TSI
merupakan antibodi yang diarahkan ke lokasi reseptor TSH dalam folikel
thyroid. Antibodi ini merangsang reseptor Thyroid Stimulating Hormon (TSH)
pada kelenjar tiroid dan menyebabkan aktivitas kelenjar tiroid yang berlebih
sehingga produksi hormon tiroksin berlebih. Akibatnya,TSI menyerupai kerja
TSH pada kelenjar tiroid. Pengendalian regulasi umpan-balik negatif normal
pada TSH, tidak bekerja pada TSI sehingga kelenjar teroid menjadi aktif secara
berlebih, menyebabkan produksi hormon tiroid berlebih.
Penyakit Grave timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam
serum pasien ini ditemukan antibody immunoglobulin (IgG) yang bereaksi
dengan reseptor TSH atau membrane plasma tiroid. Sebagai akibat interaksi ini,
antibody tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH
hipofisis, yang dapat mengakibatkan hipertiroidisme. Imunoglobuin yang
merangsang tiroid ini (TSI) mungkin disebabkan suatu kelainan imunitas yang
bersifat herediter, yang memungkinkan kelompok limfisoit tertentu dapat
bertahan, berkembang biak, dan menyekresi immunoglobulin stimulator sebagai
respon terhadap beberapa factor perangsang. Respon imun yang sama agaknya

12
bertanggung jawab atas oftalmopati yang ditemukan pada pasien-pasien
tersebut.
Penyebab peningkatan pelepasan hormone tiroid (hipertiroidisme) yang
paling sering adalah long-acting thyroid stimulator (LATS) atau thyroid
stimulating immunoglobulin(TSI), suatu IgG yang sepertinya “sesuai” dengan
reseptor TSH. Diantara berbagai macam akibatnya, hal ini menyebabkan
perangsangan pelepasan hormone dan pembesaran tiroid. Pelepasan TSH
ditekan oleh kadar T3/T4 yang tinggi.
Pembesaran kelenjar tiroid (struma) terjadi akibat pertumbuhan yang tidak
terkontrol (tumor), atau peningkatan perangsangan oleh TSH atau TSI. Pada
keadaan ini pelepasan hormon tiroid dapat meningkat.
Pada kebanyakan pasien hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua
sampai tiga kali ukuran normalnya, disertai dengan hyperplasia dan lipatan-
lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini sangat
meningkat. Selain itu setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa
kali lipat; dan penelitian ambilan yodium radioaktif menunjukkan bahwa
kelenjar-kelenjar hiperplastik ini menyekresi hormone tiroid dengan kecepatan
5-15 kali lebih besar daripada normal.
Perubahan pada kelenjar tiroid ini banyak keadaan mirip dengan perubahan
akibat kelebihan TSH. Akan tetapi pada sebagian besar pasien, besarnya
konsentrasi TSH dalam plasma lebih kecil dari normal dan seringkali nol.
Namun, pada sebagian besar pasien dijumpai adanya beberapa bahan yang
mempunyai kerja yang mirip dengan kerja TSH yang ada di dalam darah.
Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang berikatan
dengan reseptor membrane yang sama dengan reseptor membrane yang
mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi terus menerus system
cAMP di dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah timbulnya hipertiroidisme.
Antibodi ini disebut immunoglobulin perangsang tiroid dan disingkat sebagai
TSI. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid
yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung 1 jam.
Tingginya sekresi hormone tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga
menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior .

13
Antibodi yang menyebabkan timbulnya hipertiroidisme hampir pasti timbul
dari autoimunitas yang berkembang terhadap jaringan tiroid. Diduga, pada saat
tertentu perkembangan penyakit pasien, ada pelepasan bahan antigen sel tiroid
secara berlebihan dari sel-sel tiroid, dan timbulnya keadaan ini akibat dari
terbentuknya bahan antibody terhadap kelenjar tiroidnya sendiri.

Sumber : Patofisiologi Aplikasi pada Praktek Keperawatan. 2009:hal.118

14
F. Pathway

15
G. Klasifikasi
1. Klasifikasi Hipotiroid menurut penyebabnya:

a. Hipotiroidime primer (tiroidal)


Hipotiroidime primer (tiroidal) ini mengacu kepada difungsi
kelenjer tiroid itu sendiri. lebih dari 95% penderita hipotiroidime
mengalami hipotiroidime tipe ini.
b. Hipotiroidime sentral (hipotiroidime sekunder/pituitaria)
Adalah disfungsi tiroide yang disebabkan oleh kelenjer hipofisis,
hipolatamus, atau keduanya.
c. Hipotiroidime tertier (hipotalamus)
Ditimbulkan oleh kelainan hipotalamus yang mengakibatkan
sekresi TSH tidak adekuat aktibat penurunan stimulasi TRH.
(Brunner & Suddarth, 2010).

2. Klasifikasi hipotiroid menurut usia :

a. Kretinisme (Hipotiroidisme congietal)

Adalah difisiensi tiroid yang diderita sebelum atau segera sesudah


lahir. Pada keadaan ini, ibu mungkin juga menderita difisiensi tiroid.

b. Hipotiroidisme juvenilis

Timbul sesudah usia 1 atau 2 tahun.

c. Miksedema

Adalah penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan supkutan dan


intersisial lainnya. Meskipun meksedema terjadi pada hipotiroidime
yang sudah berlangsung lama dan berat, istilah tersebut hanya dapat
digunakan untuk menyatakan gejala ekstrim pada hipotiroidime yang
berat (Brunner & Suddarth, 2010).

16
H. Manifestasi Klinis
Trias Penyakit Graves Disease atau gejala yang khas berupa :
1. Hipertiroid atau tirotoxicosis (takikardi, atrium fibrilasi, tremor, badan
menjadi kurus).
2. Eksopthalmus (bola mata keluar)
3. Goiter atau Struma simetris diffuse (pembesaran kelenjar tiroid)
4. Pretibial Mixedema (pembengkakan subcutan pada pergelangan kaki bawah
bagian depan, eritema, mengkilat.
5. Gejala Hipertiroid lainnya :
a. Denyut jantung sangat cepat (lebih dari 100 kali per menit)

b. Keringat berlebih dari biasanya

c. Tangan gemetar

d. Peningkatan frekuensi buang air besar

e. Pertumbuhan kuku yang sangat cepat

f. Rambut rontok, Kulit tipis dan halus

g. Penurunan berat badan meskipun pola makan normal

h. Cemas, mudah tersinggung , Terjadi gangguan menstruasi

i. Mata melotot (exoptalamus) Hal ini terjadi sebagai akibat dari


penimbunan zat di dalam orbit mata.

j. Peningkatan frekuensi denyut jantung, Peningkatan tonus otot,


tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin

k. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan


panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan

l. Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)

17
m. Peningkatan frekuensi buang air besar

n. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid

o. Gangguan reproduksi, Tidak tahan panas, Cepat letih, Pembesaran


kelenjar tiroid

Gejala lainnya dapat berupa keluhan diplopia, oftalmoplegia, retraksi bola


mata, proptosis, kemosis, peka terhadap cahaya, mata berair, papiledema,
ketajaman penglihatan berkurang, akropachi (jari tabuh) dan keluhan
hipertiroidisme.

Sumber : Greenstein, Ben, Diana F. Wood. At a Glance Sistem Endokrin.2010

I. Test Diagnostik
1. Laboratorium
Tes laboratotium yang digunakan untuk memastikan hipotirodisme antara
lain : kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang rendah, BMR yang rendah
dan peningkatan kolesterol serum. Kadar TSH serum makin tinggi mungkin
pula rendah, tergantung pada jenis hipotirodisme. Pada hipotirodisme
primer, kadar TSH serum akan tinggi, sedangkan kadar tiroksiin rendah.

18
Sebaliknya, kedua penguukuran tersebut akan rendah pada pasien dengan
hipotirodisme sekunder. Pada Grave Disease ditandai dengan :
a. Peningkatan level T3 dan T4 plasma.
b. Penurunan level TSH hingga dibawah 0,1 μg/ml.
c. Peningkatan uptake RadioAktif Iodine (I131).
d. Peningkatan titer TSHR-Ab (N:titer <130% dari basal activity)

2. Penunjang Lainnya
Jarang diperlukan dalam menegakan diagnosis penyakit Graves Disease
a. Pemeriksaan radiologi : Pemeriksaan radiologi rangka
menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan dalam
pertumbuhan, disgenesis epifisis, dan keterlambatan perkembangan
gigi. Komplikasi utama dari hipotirodisme konginital dan
hipotirodisme juvenilis yang tidak diketahui dan tidak diobati
adalah retardasi mental. Keadaan ini dapat dicegah dengan
memperbaiki hipotirodisme secara dini. Para ahli medis yang
merawat bayi baru lahir dan bayi kecil harus menyadari
kemungkinan ini.

b. Tes darah hormon tiroid

c. X-Ray, CT-Scan, MRI scan (untuk mendetksi adanya tumor)

d. Pemeriksaan metabolisme basal : pemeriksaan metabolisme basal


bukan pemeriksaan diagnosis yang baik, harus dilakukan oleh orang
yang berpengalaman.

e. Pemeriksaan kadar serum hormon dalam darah : Untuk memastikan


diagnosis dan menilai berat ringan penyakit (severity) serta
merencanakan pengobatan. Meskipun pemeriksaan tunggal FT4
atau TSH dirasakan cukup, tetapi karena masing-masing
mempunyai kelemahan maka banyak ahli menganjurkan untuk
menggunakan sedikitnya 2 macam pemeriksaan fungsi tiroid yang

19
tidak saling selalu tergantung satu sama lain. Untuk maksud
tersebut, penggunaan FT4 dan TSH-sensitif memadai.

f. Pemeriksaan radioaktif yodium uptake leher, : Pemeriksaan 24 jam


akan menunjukkan nilai lebih tinggi dari normal, lebih-lebih di
daerah dengan defisiensi yodium. Kini karena pemeriksaan T4, FT4
dan TSH-s mudah dan dijalankan dimana-mana maka RAIU jarang
digunakan. Pemeriksaan ini dianjurkan pada : kasus dengan dugaan
toksik namun tanpa gejala khas (timbul dalam jangka pendek,
gondok kecil, tanpa oftalmopati, tanpa riwayat keluarga, dan test
antibodi negatif). Dengan uji tangkap tiroid, dapat dibedakan
etiologi tirotoksikosis apakah morbus graves atau sebab lain

g. Sidik tiroid : Jarang dikerjakan untuk graves, kecuali apabila


gondok sulit teraba atau teraba nodul yang memerlukan evaluasi.
Gambaran sindrom marine-lenhardt ditemukan waktu melakukan
sidik tiroid, yang ditanndai dengan satu atau lebih nodul (cold
nodul) atas dasar kelenjar toksik difus. Hal ini terjadi karena graves
terdapat pada gondok non toksik. Meskipun demikian tidak boleh
dilupakan untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan. Graves
selalu dengan gondok hyperthyroid diffuse, mengenai 2 lobus tiroid,
TRAb dan TPOAb

h. Pemeriksaan terhadap antibodi : Pada tiroiditis, prevalensi Ab anti


Tg lebih tinggi. Titer akan menurun dengan pengobatan OAT dan
menetap selama remisi, namun meningkat sesudah pengobatan
RAI. Anti TPOAb diperiksa untuk menggantikan anti-Tg-Ab,
sebab hampir semua anti Tg-Ab positif juga positif untuk anti TPO-
Ab, tetapi tidak sebaliknya.

20
J. Komplikasi
1. Thyroid Storm (Krisis Tiroid)
Merupakan suatu kondsi hipermetabolik yang mengancam jiwa, ditandai
demam tinggi, disfungsi sistem kardiovaskuler, sistem saraf, sistem saluran
cerna. Awalnya timbul hipertiroidisme sebagai akibat peningkatan kadar
hormon tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi
kumpulan gejala yang lebih berat. Thyroid Storm merupakan keadaan dimana
terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Gambaran
klinisnya distress berat, sesak napas, takikardia, hiperpireksia, lemah,
bingung, delirium, muntah dan diare.
2. Gagal jantung
3. Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroidisme dan
merupakan gejalah yang terjadi pada gangguan tersebut. Setiap individu
yang mengeluhkan artmia harus dievaluasi untuk mengetahui terjadinya
gangguan tiroid.
4. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksik (badai tiroid),
yang dapat terjadi secara spontan pada pasien hipertiroidisme yang
menjalani terpi atau selama pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi
pada pasien yang tadak terdiagnosis hiipertiroidisme. Akibatnya adalah
pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan
takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106°F) dan apabila tidak
diobati, terjadi kematian.
5. Tulang rapuh, hipertiroidisme yang tidak diobati dapat menyebabkan tulang
yang lemah dan rapuh (osteoporosis). Kekuatan tulang (sebagiannya)
tergantung pada jumlah kalsium dan mineral lain yang dikandungnya.
Terlalu banyak hormon tiroid dapat mengganggu kemampuan tubuh yang
memasukan kalsium ke dalam tulang.
6. Gangguan jantung. Jika tidak diobati, penyakit Graves dapat menyebabkan
gangguan detak jantung, dan ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang mencukupi bagi tubuh (gagal jantng kongestif)

21
K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Penyakit Graves Disease bertujuan untuk menurunkan
tingkat produksi hormon tiroid dan menghambat efek hormon tiroid yang
berlebihan.
1. Preparat Radioaktif Iodine (I131)
Merupakan isotop radioaktif iodium yang stabil. Preparat ini, secara kimia
serupa dengan iodium, bedanya memiliki sifat radioaktif. Setelah diberikan
per oral, preparat RAI ini akan diambil oleh kelenjar tiroid dan terkonsentrasi
di dalamnya, sehingga emisi partikel β radioaktif menghancurkan jaringan
tiroid. Kerusakan pada jaringan lain hanya sedikit, dikarenakan partikel β
tidak keluar dari kelenjar tiroid. Akan terjadi hipotiroid bila kelenjar tiroid
yang dihancurkan terlalu banyak.
2. Pembedahan
Pembedahan yang dilakukan berupa Thyroidectomi Subtotal bila struma
menjadi sangat besar, sehingga arteri leher atau batang tenggorokan menjadi
tersumbat, tetapi hanya sebagian struma yang dikeluarkan. Kelenjar yang
masih tersisa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon
tiroid, sehingga tidak diperlukan adanya terapi pengganti hormon. Untuk
mempermudah pembedahan, 1-2 minggu sebelum pembedahan diberi therapi
dengan iodida dan atau tiroistatika, dengan tujuan mengurangi vaskularisasi
tiroid dan memadatkan konsistensi tiroid. Pembedahan Total dilakukan pada
kasus kanker kelenjar tiroid. Pembedahan dilakukan bila OAT atau therapi
RAI tidak dapat mengatasi gejala, merusak kelenjar paratiroid dan saraf ke
laring.
3. Obat-obatan
a. Terapi Tunggal = Obat Anti Tiroid
Hanya menggunakan Golongan Tionamid, yaitu Tiourasil dan
Imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan
imidazol dipasarkan dengan nama metimazol, karbimazol dan tiamazol
yang isinya sama dengan metimazol. Pada penderita Graves Disease,
pertama kali diberikan OAT dalam dosis tinggi, yaitu PTU 300-
600mg/hari atau Metimazole 40-45mg/hari.

22
Untuk pengobatan hipertiroidismenya paling sering menggunakan obat
antitiroid. Indikasinya mengurangi aktivitas tiroid dengan cara
mengurangi produksi hormonnya. Akan tetapi, bila penggunaan obat ini
dihentikan, dapat terjadinya residif.
b. Terapi Kombinasi
Tionamida dan Tiroksin sering dijadikan terapi kombinasi. Indikasinya
mencegah hiperplasia dan resiko hipotiroidisme. Tionamida diberikan
terlebih dahulu baru tiroksin. Penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari
selama 6 bulan, selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 μg
perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3
tahun.
c. Golongan Beta Blocker
Propanolol 10-40mg setiap 6 jam untuk mengontrol takikardia, HT,
fibrilasi atrial melalui blokadenya pada reseptor β adrenergik.
d. Obat Glukokortikoid (Prednison 40-80mg/hari), dosis diturunkan secara
bertahap, paling tidak selama 3 bulan.

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. IDENTITAS KLIEN
Inisial klien : Tn. B
Umur : 55 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Hindu
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Pendidikan : SMP
Alamat : Jalan 28 Oktober Pontianak
Penanggung : Askes/ Jamkesda / Jamkesmas / Sendiri

I. PRIMARY ASSESSMENT
a. Circulation
 TD : 130/80 mmHg
 N : 78 x/menit
 CRT : < 2 detik
 Warna dan Temperatur kulit : Tubuh terasa panas dan memerah
 Lain-lain : Tidak ditemukan masalah

b. Airway
 Kepatenan jalan nafas : Tidak ada penyumbatan pada jalan
nafas, bernafas normal
 Suara nafas : tidak ada suara nafas tambahan
 Lain-lain : tidak ditemukan masalah

24
c. Breathing
 RR : 22 x/menit
 Pola nafas spontan/tidak : Nafas Normal, dan
Spontan
 Penggunaan alat bantu nafas dan oksigen : Pasien terpasang
oksigen
 Suara Nafas (Bilateral breath sound) : Tidak ada
ditemukannya suara
nafas tambahan
 Penggunaan Otot bantu nafas : Tindak ada
 Integritas dinding dada : Normal
 Warna kulit : Tidak anemis
 Lain-lain : Tidak ada masalah

d. Disability
 Kesadaran : Compos Mentis
 Gcs : 15 , E4, V5, M6
 Respon pupil : Normal, akomodatif
 Reflek syaraf : Normal
 Kekakuan otot : Normal
 Lain-lain : Tidak ada masalah

e. Exposure
 Temperature : 40˚C
 Lain-lain : Hipertermi

II. SECONDARY ASSESMENT


Re-Evaluasi
 Airway : Normal, tidak ditemukan
masalah
 Breathing : Normal, tidak ditemukan
masalah
 Circulation : Normal, CRT < 2 detik
 Disability : Normal, Compos mentis,
GCS : 15

25
 Exposure : Terjadi peningkatan suhu
tubuh
Kesimpulan masalah/gangguan pada klien : Hipertermia

III. RIWAYAT KEPERAWATAN NURSING HISTORY


 A : Allergic
Pasien mengatakan dirinya tidak memiliki alergi terhadap makanan,
minuman dan obat-obatan, Keluarga pasien mengatakan pasien tidak
memiliki riwayat alergi
 M : Medications
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit, dirinya sempat meminum
obat paracetamol untuk menurunkan panas tubuhnya sekitar 4 jam yang lalu
 P : past health history
Pasien mengatakan dirinya tidak pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya, pasien mengatakan tidak pernah masuk RS sebelumnya.
Keluarga pasien mengatakan memiliki keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama.
 L : Last Meal
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit, dirinya tidak nafsu makan
karena susah menelan dan sakit dibagian leher, pasien sempat makan bubur
kurang lebih 2 jam yang lalu sebanyak 2 sendok makan.
 E : Even/history
Pasien mengatakan dirinya bekerja sebagai buruh dan sering angkat benda
berat, kemudian dirinya mudah mengalami kelelahan dan terjadi
pembengkakan pada leher bawahnya dan terasa panas dan nyeri, serta sulit
menelan dan suhu badanya terjadi peningkatan

26
IV. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
KEADAAN UMUM :
TD : 130/80 mmHg
HR : 78x/menit
RR : 22x/menit
T : 40˚C
Tingkat ketergantungan : ( ) ringan ( √ ) sebagian ( ) total

TB : 164 Cm BB : 60 Kg.

5555 5555
Kekuatan Otot : ( ki ) ( ka )
5555 5555

SISTEM TUBUH :

Pernafasan ( B1 : Breating )

a. Inspeksi : Bentuk dinding dada normal, dan simetris


b. Palpasi : Gerakan dinding raba normal
c. Perkusi : Tidak ditemukan masalah
d. Auskultasi : Bronkovesikuler (suara normal di daerah bronkhi)
yaitu di sternum atas (torakal 3 – 4). Suara Vesikuler, suara normal di
jaringan paru, suara napas saat inspirasi dan ekspirasi sama. Tidak ada suara
nafas tambahan

Cardiovaskuler ( B2 : Bleeding )

a. Inspeksi : Tidak ada kelainan


b. Palpasi : Tidak ada edema dan pembengkakan, CRT < 2
detik, JVP normal
c. Perkusi : Normal, Tidak ada kelainan
d. Auskultasi : Suara Jantung normal, S1 S2 S3 S4 tunggal, irama
jantung reguler

27
Persyarafan ( B3 : Brain )

a. Kepala :
Bentuk simetris, tidak ada kelainan, tidak ada edema dan pembengkakan
b. Mata :
Bentuk simetris, tidak ada kelainan, konjungtiva tidak anemia,
pengelihatan jelas, sklera putih, pengelihatan norma
c. Hidung :
Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan, bersih dan tidak ada
penyumbatan pada jalan nafas, penciuman normal dan baik
d. Telinga :
Pendengaran normal, tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan
e. Mulit :
Bentuk simetris, mukosa bibir kering, tidak ada sariawan dan
pembengkakan
f. Leher :
Ada pembengkakan kelenjar tiroid, adanya nyeri tekan, dan terdapat
pembengkakan dan terasa panas

Perkemihan- Eliminasi Uri ( B4 : Bladder )

Pasien mengatakan dirinya sering BAK sebelum masuk RS dan kencingnya banyak
± 700-800 ml

Pasien mengatakan dirinya kurang minum karena susah menelan dan minum hanya
± 4 gelas/hari

Pasien mengatakan dirinya BAK sekitar ± 4 kali sebelum masuk RS

Pencernaan- Eliminasi Alvi (B5 : Bowel )

Pasien mengatakan dirinya kurang makan, dan makan hanya ± 2 sendok makan
sebelum masuk RS sekitar 2 jam yang lalu

28
Pasien mengatakan sebelum masuk RS dirinya makan hanya ± 3 kali sehari dan
jumlah vorsi sedikit

Pasien mengatakan sebelum masuk RS dirinya BAB 2 kali dan cair

Pasien mengatakan berat badannya sudah turun sejak 2 minggu yang lalu, BB
sebelumnya adalah 70 kg dan sekarang 60 kg

Tulang-Otot-Integumen ( B6 : Bone )

Turgor kulit jelek, kulit tampak memerah, tidak ada lesi, tidak ada perdarahan,
pergerakan sendi terbatas karena kelemahan, tidak ada fraktur dan tidak ada luka,
akral teraba hangat, dan tubuh terasa panas

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
a. TSH-S
b. Free-T4

V. TERAPI MEDIS
1. Propanoloi
2. Digoxin
3. PTU
4. Neomercazole Carbimazol
5. New diabets
6. Metimazol 30 — 60 mg / hari

Tanda Tangan

Perawat

29
B. ANALISA DATA
No Symtom Etiologi Problem

1 Ds : Hipertiroid Hypertermi
Pasien mengatakan badannya terasa panas
dan lemah Peningkatan
metabolisme basal
Pasien mengatakan dirinya demam sudah
± 3 hari
Prduksi panas
Pasien mengatakan tidak mau minum
meningkat
Do :
suhu : 40˚C Toleransi terhadap
RR : 22x/ menit panas menurun
Klien teraba panas
Kulit klien memerah hipertermia

Mukosa bibir kering

2 Ds : Hipertiroidisme Kekurangan volume


Pasien mengatakan dirinya sering BAK cairan
sebelum masuk RS dan kencingnya banyak Susah dalam
± 700-800 ml menelan
Pasien mengatakan dirinya kurang minum
karena susah menelan dan minum hanya ± Hipertermia
4 gelas/hari
Pasien mengatakan dirinya BAK sekitar ± Dehidrasi
4 kali sebelum masuk RS
Pasien mengatakan sering berkeringat Kekurangan volume
dimalam hari cairan
Do :
suhu : 40˚C
Turgor kulit jelek

30
Klien tampak lemas dan lemah
Mukosa bibir kering
Wajah tampak pucat

3 Ds : Hipertiroidisme Ketid akseimbangan


Pasien mengatakan dirinya kurang makan, nutrisi kurang dari
dan makan hanya ± 2 sendok makan Hipermetabolisme kebutuhan tubuh
sebelum masuk RS sekitar 2 jam yang lalu meningkat
Pasien mengatakan sebelum masuk RS
dirinya makan hanya ± 3 kali sehari dan Tidak mampu
jumlah vorsi sedikit mengabsorbsi
Pasien mengatakan sebelum masuk RS makanan
dirinya BAB 2 kali dan cair
Pasien mengatakan berat badannya sudah Penurunan berat
turun sejak 2 minggu yang lalu, BB badan
sebelumnya adalah 70 kg dan sekarang 60
kg Ketidak seimbangan
Do : nutrisi kurang dari
Klien lemah kebutuhan tubuh
Mukosa bibir kering
Wajah pucat

31
C. DIAGNOSA
No Diagnosa Tanggal Muncul Tanggal Teratasi Paraf
1 Hipertermi berhubungan dengan 26 – 09 – 2019 26 – 09 – 2019
peningkatan metabolik
2 Kekurangan volume cairan 26 – 09 – 2019
berhubungan dengan kehilangan
volume cairan
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 26 – 09 – 2019
kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
tidak mampu mengabsorbsi makanan
4 Pola nafas tidak efektif berhubungan 26 – 09 – 2019
dengan hiperventilasi
5 Penurunan curah jantung berhubungan 26 – 09 – 2019
dengan perubahan denyut/irama j
antung
6 Gangguan pola tidur berhubungan 26 – 09 – 2019
dengan cemas

32
D. INTERVENSI DAN RASIONAL TINDAKAN
No Diagnosa Tujuan Interven si Rasional

1 Hipertermi Setelah 1. Monitor suhu 1. Mengetahui suhu


dilakukan sesering mungkin tubuh pasien
tindakan 2. Monitor TD, 2. Mengetahui TTV
asuhan Nadi pasien
keperawatan 3. Berikan 3. Membantu
selama 8 jam kompres mengurangi panas
diharapkan hangat pada tubuh pasien
masalah lipat paha dan
hipertermi tangan
pada pasien 4. Selimuti pasien 4. Memberikan
dapat teratasi kenyamanan
dengan kriteria 5. Anjurkan klien 5. Untuk mencegah
hasil : untuk banyak terjadinya dehidrasi
- Suhu tubuh meminum air
normal putih
6. Membantu pemberian
kembali (36˚C) 6. Kolaborasi
obat dan penurunan
- Pasien tidak pemberian anti
suhu tubuh
demam piretik
- Tidak (Paracetamol)
dehidrasi

33
2 Kekurangan Setelah 1. Kaji TTV pasien 1. Mengetahui keadaan
volume dilakukan umum pasien
cairan tindakan asuhan 2. Pantau output 2. Mengetahui balance
keperawatan dan input cairan cairan
selama 3. Anjurkan Pasien 3. Mengganti cairan
8 jam untuk banyak tubuh dan mencegah
diharapkan minum air putih dehidrasi
masalah 4. Observasi kulit 4. Megetahui adanya
kekurangan dan membran tanda-tanda dehidrasi
volume cairan mukosa pasien
dapat teratasi 5. Anjurkan pasien 5. Membantu menjaga
dengan kriteria untuk kondisi tubuh pasien
hasil : mengurangi
- Pasien tidak aktivitas
dehidrasi 6. Kolaborasi dalam 6. Membantu
- TTV pasien pemberian cairan pemenuhan cairan
normal elektrolit (Pasang tubuh dan menjaga
- Pasien tidak Infus) keseimbangan cairan
lemah tubuh
- Kebutuhan
cairan
terpenuhi

34
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No Hari/Tanggal Implementasi Paraf Evaluasi Paraf
dan Jam
1 Kamis, 1. Mengkaji suhu tubuh Jam : 13:00 WIB
26-09-2019 pasien S:
Diagnosa 1 : R/ suhu : 40˚C Pasien mengatakan
Hipertermia 2. Melakukan badannya masih terasa
09:00 WIB pemeriksaan TTV panas namun sudah tidak
R/ TD : 130/80 mmHg seperti sebelumnya
N : 78x/menit, O:
RR : 22x/menit Kulit tampak memrah
3. Memberikan kompres Badan pasien terasa panas
hangat pada lipat Mukosa bibir kering
paha dan tangan Suhu tubuh 38˚C
R/ Pasien merespon A:
baik Masalah hipertermi
belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
1. Monitor suhu
sesering mungkin
2. Monitor TD, Nadi
3. Anjurkan klien
untuk banyak
meminum air putih
4. Kolaborasi dalam
pemberian obat

35
2 Kamis 1. Mengobservasi kulit Jam 13:00 WIB
26-09-2019 dan membran mukosa S:
Diagnosa 2 : pasien Pasien mengatakan
Kekurangan R/ Mukosa bibir kering dirinya masih merasa
Volume 2. Melakukan lemah dan kurang minum
Cairan Pemasangan Infus O:
09:00 WIB R/ Pasien merespon Tampak lemah
baik, terpasang infus Mukosa bibir kering
ditangan kanan Wajah sedikit pucat
3. Memberikan A:
Paracetamol Infus Masalah kekurangan
R/ Pasien merespon volume cairan belum
baik teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
1. Kaji TTV pasien
2. Pantau output dan
input cairan
3. Anjurkan Pasien
untuk banyak
minum air putih
4. Observasi kulit dan
membran mukosa
pasien
5. Kolaborasi dalam
pemberian cairan
elektrolit

36
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Graves Disease merupakan penyakit autoimun yang tidak dapat
diketahui secara pasti penyebabnya, kapan remisinya tercapai dan membutuhkan
penekanan proses autoimun secara terus menerus. Oleh karena itu, pengelolaan
penyakit Graves Disease ini memerlukan evaluasi teratur dan kerjasama dokter
dengan pasien, termasuk ketaatan pasien minum obat, sehingga tujuan
pengobatan dapat dicapai.
Penyakit Graves Disease adalah suatu keadaan terganggunya sistem imun
akibat proses autoimune, dimana sistem imun tersebut memicu pembentukan
antibodi yang disebut Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI), dan berikatan
dengan Thyroid Stimulating Hormone Reseptor (TSHR) yang menstimulasi
kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid secara berlebihan dan
merupakan penyebab tersering hipertiroidisme yang belum diketahui
penyebabnya secara pasti.

B. Saran
Adanya keterbatasan penulis dalam mencari buku sumber, oleh karena itu
penulis menyarankan agar pembaca dapat mempelajari dengan baik mengenai
kasus graves disease, agar teori yang dipelajari dapat diimplementasikan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Ester. 2009. Patofisiologi : Aplikasi Pada Keperawatan. Jakarta: EGC


Greenstein, Ben, Diana F. Wood. 2010. At a Glance Sistem Endokrin. Jakarta:
Erlangga
Ignatavicius, Donna D. 2010. Medical Surgical Nursing. Vol 2. Ohio: Saunders
Lemon, Priscilla & Karen Burke. 2004. Medical Surgical Nursing:Critical
Thinking in Client Care. New Jersey: Pearson Education
Saputra, Lyndon. 2014. Sinopsis Organ Sistem Endokrinologi. Tangerang Selatan:
Karisma Publishing Group
Saputra, Lyndon. 2014. Buku Ajar Patofisiologi Klinik. Tangerang Selatan:
Karisma Publishing Group
Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:
Trans Info Medika
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 –
NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
NOC(Edisi 9). Jakarta: ECG
Bunner & Suddart. 2014, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC

38

Anda mungkin juga menyukai