Anda di halaman 1dari 20

M AKALAH HIPOTIROIDISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB II : ASKEP SISTEM

ENDOKRIN

Dosen Pengampu : Damon Wicaksi,SST,M.Kes

Disusun Oleh :

CICI RISKIANA (19037140012)

MUSLIHOTIN HOFIFAH (19037140035)

TRI SUKMA ENDAYANI (19037140059)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

Tahun 2021-2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat serta keruniaNYA semata sehingga tugas mata kuliah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Tugas ini disuruh untuk memenuhi mata kuliah KMB
II : ASKEP SISTEM ENDOKRIN yang menjadi salah satu mata kuliah yang
wajib di Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso.
Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari semua pihak, maka tugas ini tidak akan
dapat disesuaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada.
1. Ibu Yuana Dwi Agustin SKM, M. Kes sebagai Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso.
2. Bapak Damon Wicaksi sebagai dosen pengampu mata kuliah KMB II : ASKEP
SISTEM ENDOKRIN.
3. Semua pihak yang telah membantu mengerjakan makalah ini.

Semoga sumbangsih yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan


imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sangat membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulisan makalah.

Bondowoso, 1 Agustus 2021

Penulis

                                                           
BAB I

LANDASAN TEORI

1.1 Definisi

Hipotiroidisme adalah keadaan defisiensi hormon tiroid (TH) yang


menyebabkan metabolisme tubuh berjalan lambat, penurunan produksi panas dan
penurunan konsumsi oksigen dijaringan. Aktivitas kelenjar tiroid yang kurang
dapat terjadi akibat disfungsi tiroid primer atau kejadian sekunder akibat disfungsi
hipofisis anterior.

Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh


konsentrasi hormon tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan laju
metabolisme tubuh secara umum. Kejadian hipotiroidisme sangat bervariasi ,
dipengaruhi oleh faktor geografik dan lingkungan seperti asupan iodium dan
goitrogen, predisposisi genetik dan usia.

Menurut American Thyroid Association dan American Association of


Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupa
peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar
tiroid melebihi normal (Bahn et al, 2011)

1.2 Etiologi

Kegagalan tiroid dapat disebabkan oleh penyakit pada kelenjer tiroid


(hipotiroidisme primer), kelenjer hipofisis (hipotiroidisme sekunder), atau
hipotalamus (hipotiroidisme tersier). Hipotiroidisme primer sering terjadi dan di
Eropa/Amerika biasanya merupakan akibat dari penyakit autoimun terapi radio-
iodin untuk hipotiroidisme sebelumnya (50% menjadi hipotiroid dalam 10 tahun).
Diseluruh dunia penyebab paling sering adalah difisiendi iodin. Walaupun
hipotiroid dapat bersifat kongiental, penyabab-penyebab penting pada orang
dewasa adalah (Medicine at a Glance, 2003) :

1. Autoimun : ada 2 bentuk tiroiditis autoimun yang mudah dapat dibedakan


melalui adanya stauma (atrofik) pada keduanya dapat ditemukan auto antibodi.
Anggota keluarga yang mungkin addison, anemia pernisiosa, atau diabetes.
Terkadang tiroiditis hashimoto menimbulkan nyeri pada fase akut dan lebih jarang
lagi, menyebabkan hipotiroidisme sementara.
2. pascaterapi tirotoksikosis : radio-iodin, operasi, obat-obatan antitiroid.

3. Difisiensi iodin : strauma endemik (misalnya leher Derby-shire) adalah


penyebab paling hipotiroidisme paling umum diseluruh dunia.

4. Kelebihan iodin : kelebihan yang kronis (misalnya ekspektoran atau


amiodaron) dapat menyebabkan hipotiroidisme.

1.3 Patofisiologi

Patofisiologi hipotiroid berkaitan dengan penurunan produksi hormon


tiroid akibat kelainan lokal pada kelenjar tiroid sendiri maupun akibat kelainan
hipotalamus atau kelenjar pituitari. Berkurangnya produksi hormon tiroid
menyebabkan penurunan laju metabolisme dan terjadinya gejala-gejala hipotiroid.

Aksis Hipotalamus Pituitari Tiroid

Pada kondisi normal, hipotalamus mensekresi thyrotropin releasing hormone


(TRH) yang kemudian menstimulasi kelenjar pituitari untuk memproduksi thyroid
stimulating hormone (TSH). TSH akan menstimulasi kelenjar tiroid untuk
mensekresi tiroksin (T4) dan juga sedikit triiodotironin (T3). Normalnya kelenjar
tiroid menghasilkan 100-125 nmol T4 setiap harinya. Waktu paruh T4 adalah 7-10
hari. T4 merupakan suatu prohormon yang akan dikonversi menjadi T3 (bentuk
aktif dari hormon tiroid) di jaringan perifer oleh 5’-deiodination. Kadar T3 dan T4
akan memberikan umpan balik negatif terhadap produksi TRH dan TSH.
Gangguan struktur dan fungsi organ-organ yang terlibat dalam aksis ini dapat
menyebabkan hipotiroid.

Pengaruh Hormon Tiroid Terhadap Sistem Organ

Hormon tiroid mempengaruhi hampir seluruh sistem organ di dalam tubuh seperti
sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat, sistem saraf otonom, tulang, sistem
gastrointestinal, dan juga metabolisme. Secara umum, pada saat hormon tiroid
berikatan dengan reseptor intranuklear, terjadi aktivasi gen untuk meningkatkan
laju metabolisme dan termogenesis. Peningkatan laju metabolisme meliputi
peningkatan konsumsi energi dan oksigen. Berkurangnya hormon tiroid
menyebabkan penurunan laju metabolisme

1.4 Pathway/WOC
Defisiensi iodium, disfungsi
hiposis, disfungsi TRH

Penekanan produksi Laju BNR melambat


H. tiroid

TSH merangsang Kekurangan Defisit achiorhydria


Penurunan produksi
kel.tiroid untuk vitamin B12 nutrisi
mensekresi
Motilitas
hipotermi Pembentuka tubuh
Kel. Tiroid membesar n eritrosit
tdk optimal
Penurunan GI
Menekan struktur
Produksi
dileher dan dada d
SDM konstipasi
menurun
Disfagia gangguan
respirasi
Anemia

Depresi ventilisasi
Kelemahan

Ketidakefektifan
Intoleransi
pola nafas
aktivitas

1.5 Manifestasi Klinis

1. Perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat

2. Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema),


dan penurunan curah jantung.

3. Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan

kaki.

4. Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan

nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cema

5. Konstipasi

6. Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi

7. Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh

1.6 Komplikasi

1. Koma miksedema

Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati.

Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi,

hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. Walaupun

jarang, ini dapat terjadi lebih sering dalam masa mendatang, dihubungkan dengan

peningkatan penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit Graves, dengan akibat

hipotiroidisme permanen. Karena ini paling sering pada pasien-pasien tua dengan

adanya dasar penyakit paru dan pembuluh darah, mortalitasnya sangat

tinggi.Pasien (atau seorang anggota keluarga bila pasien koma) mungkin ingat

akan penyakit tiroid terdahulu, terapi radioiodin, atau tiroidektomi: Anamnesis

menunjukkan awitan bertahap dari letargi terus berlanjut menjadi stupor atau

koma.

2. Miksedema dan Penyakit Jantung


Dahulu, terapi pasien dengan miksedema dan penyakit jantung, khususnya

penyakit arteri koronaria, sangat sukar karena penggantian levotiroksin seringkali

dihubungkan dengan eksaserbasi angina, gagal jantung, infark miokard. Namun

karena sudah ada angioplasty koronaria dan bypass arteri koronaria, pasien

dengan miksedema dan penyakit arteri koronaria dapat diterapi secara operatif dan

terapi penggantian tiroksin yang lebih cepat dapat ditolerir.

3. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik

Hipotiroidisme sering disertai depresi, yang mungkin cukup parah. Lebih jarang

lagi, pasien dapat mengalami kebingungan, paranoid, atau bahkan maniak

("myxedema madness"). Skrining perawatan psikiatrik dengan FT4 dan TSH

adalah cara efisien untuk menemukan pasien-pasien ini, yang mana seringkali

memberikan respons terhadap terapi tunggal levotrioksin atau dikombinasi dengan

obat-obat psikofarmakologik. Efektivitas terapi pada pasien hipotiroid yang

terganggu meningkatkan hipotesis bahwa penambahan T3 atau T4 pada regimen

psikoterapeutik untuk pasien depresi, mungkin membantu pasien tanpa

memperlihatkan penyakit tiroid. Penelitian lebih jauh harus dilakukan untuk

menegakkan konsep ini sebagai terapi standar

1.7 Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer, kebanyakan dokter hanya mengukur

jumlah TSH (Thyroid-stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kel. hipofisis.

a. Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenjar tiroid tidak menghasilkan

hormon tiroid yg adekuat (terutama tiroksin(T4) dan sedikit triiodotironin(fT3).


b. Tetapi untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier tidak dapat dgn

hanya mengukur level TSH.

c. Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan hipotiroidisme

masih disuspek), sbb:

1. free triiodothyronine (fT3)

2. free levothyroxine (fT4)

3. total T3

4. total T4

5. 24 hour urine free T3

1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipotiroid bertujuan untuk mencapai kadar thyroid

stimulating hormone (TSH) yang normal dan mencapai resolusi gejala fisik

maupun mental pada pasien. Penatalaksanaan standar pasien hipotiroid adalah

terapi pengganti hormon (thyroid hormone replacement) dengan pemberian

hormon tiroid eksogen untuk mendukung atau menggantikan hormon tiroid

endogen.

1.Medikamentosa

Pemberian terapi pengganti hormon diindikasikan pada pasien hipotiroid

yang memiliki kadar TSH di atas 10 mU/L. Pasien dengan hipotiroid subklinis

ringan (TSH antara 4-10 mU/L) dan dengan gejala minimal atau asimptomatik

dapat ditawarkan terapi pengganti hormon atau ditawarkan observasi rutin setiap

tahun tanpa intervensi. Progresivitas penyakit biasanya terjadi pada pasien dengan
antibodi antitiroid peroksidase (anti-TPO) yang positif. Pemberian levotiroksin

merupakan tatalaksana standar pada pasien dengan hipotiroid.

Dosis awal levotiroksin yang dapat diberikan adalah antara 50-100 µg per hari

yang dapat dititrasi berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi tiroid. Berdasarkan

Clinical Practice Guidelines for Hypothyroidism in Adults by American

Association of Clinical Endocrinologists and the American Thyroid Association

2012, pemberian terapi harus dievaluasi dan dititrasi berdasarkan kadar TSH dan

FT4 yang dilakukan setiap 4-8 minggu setelah pemberian terapi inisial, setelah

perubahan dosis, maupun setelah pemberian atau penghentian terapi lain yang

mempengaruhi kadar tiroksin. Apabila kondisinya stabil, interval evaluasi dapat

diperpanjang hingga 6 bulan dan setelah itu diperpanjang menjadi 12 bulan.

Dokter perlu menghindari undertreatment (terapi inadekuat) maupun

overtreatment yang justru menyebabkan hipertiroid. Kondisi hipertiroid akibat

overtreatment dapat menyebabkan pasien mengalami osteoporosis atau fibrilasi

atrium. Pasien yang menerima terapi pengganti hormon tiroid dalam jangka

panjang membutuhkan pemeriksaan jantung dan osteoporosis.

Pada saat evaluasi terapi pasien hipotiroid primer, terkadang dijumpai kadar FT4

yang meningkat. Hal ini tidak menjadi indikasi penurunan dosis tiroksin selama

TSH masih berada dalam nilai rujukan. Kadar TSH merupakan parameter utama

terapi hipotiroid primer. Namun, kadar TSH pada pasien hipotiroid sekunder

umumnya mengalami abnormalitas sehingga pada kasus hipotiroid sekunder,

pemeriksaan FT4 lebih disarankan sebagai parameter terapi.

2.Pembedahan
Pembedahan sebenarnya jarang dibutuhkan bagi pasien hipotiroid dan

lebih sering diperlukan oleh pasien hipertiroid. Namun, pembedahan

diindikasikan bagi pasien dengan goiter berukuran besar yang mengganggu fungsi

trakea dan esofagus.

3. Terapi Suportif

Terapi suportif pada kasus hipotiroid biasanya diperlukan bagi pasien

dengan komplikasi berat seperti koma miksedema. Terapi suportif untuk kasus ini

harus dilakukan di Intensive Care Unit (ICU) dengan manajemen cairan dan

elektrolit, penggunaan ventilator bila terjadi gagal napas, pemberian vasopressor

bila terjadi hipotensi, penanganan hipotermia dan terapi penyakit akut yang

menyertai
BAB II

ASKEP TEORI

3.1  Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu
lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak
mungkin informasi antara lain :

1.      Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan utama klien
 mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
1. Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi pleura, dipsnea
2. Sistem pencernaan : anoreksia, opstipasi, distensi abdomen
3. Sistem kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia, cardiomegali
4. Sistem musculoskeletal : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot lambat
5. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi intelektual lambat, berbicara
lambat dan terbata – bata, gangguan memori
6. Sistem reproduksi : perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido
7. Metabolik : penurunan metabolism basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi
terhadap dingin
b.      Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kelenjar teroid
yang mengalami atrofi.Perawat harus menanyakan dengan jelas tentang gejala
yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk.
c.       Riwayat penyakit  dahulu
Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi.
d.      Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama.
e.       Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
1. Pola makan
2. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
3. Pola aktivitas.
f.       Riwayat Psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial denganlingkungannya, mengurung
diri.Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang
hari.Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep
diri.

2.     Pemeriksaan Fisik


a.       Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar
mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah
tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban.Postur tubuh keen dan
pendek.Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b.      Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c.       Perbesaran jantung
d.      Disritmia dan hipotensi
e.       Parastesia dan reflek tendon menurun

3.      Pemeriksaan Penunjang


a.       Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
b.      Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi
peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat
menurun atau normal).
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. pola napas tidak efektif berhubungan dengan
2. defisit nutrisi berhubungan dengan
3. hipotermia berhubungan dengan
4. intoleransi aktivtas berhubungan dengan
5.konstipasi berhubungan dengan

2.3 INTERVENSI
No SDKI SLKI SIKI

1. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas I.01011
Efektif keperawatan selama 1x24 jam Observasi:
masalah keperawatan dapat
1. Monitor pola napas
diatasi dengan kriteria hasil:
2. Monitor bunyi napas
Pola Napas L.01004
tambahan
1. Kapasitas vital (5) 3. Monitor sputum
2. Tekanan ekspirasi (5) Terapeutik:
3. Tekanan inspirasi (5)
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas
2. Posisikan semi fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
Edukasi:

1. Anjurkan asupan cairan


2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi I.03119
keperawatn selama 2x24jam Observasi:
masalah keperawatan dapat
1. Identifikasi status nutrisi
teratasi dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi alergi dan
Status Nutrisi L.03030
intoleransi makanan
1. Kekuatan otot pengunah 3. Identifikasi kebutuhan
(5) kalori dan jenis nutrien
2. Kekuatan otot menelan 4. Identifikasi perlunya
(5) penggunan selang
3. Nafsu makan (5) nasogastrik
4. Membran mukosa (5) 5. Monitor asupan makanan
Terapeutik:
1. Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
4. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
5. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi:
1. Anjurkan kondiasi duduk
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
3. Hipotermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipotermia I.14507
keperawatan selama 2x24 jam Observasi:
masalah keperawatan dapat
1. Monitor suhu tubuh
teratasi dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi penyebab
Termoregulasi L.14134
hipotermia
1. Kulit merah (5) 3. Monitor tanda dan gejala
2. Pucat (5) akibat hipotermia
3. Takipneu (5) Terapeutik:
4. Hipoksia (5) 1. Sediakan lingkungan yang
hangat
2. Ganti pakaian klien yang
basah
3. Lakukan penghangatan
pasif
4. Lakukan penghangatan aktif
eksternal
5. Lakukan penghangatan aktif
internal
Edukasi:
1. Anjurkan makan/minum
hangat
4. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi I.05178
keperawatan selama 2x24 jam Observasi:
masalah keperawatan dapat
1. Identifikasi gangguan fungsi
teratasi dengan kriteria hasil:
tubuh yang mengakibatkan
Toleransi Aktivitas L.05047 kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik
1. Saturasi oksigen (5)
3. Monitor pola dan jam tidur
2. Kemudahan dalam
4. Monitor lokasi dan
melakukan aktivitas
ketidaknyamanan selama
sehari-hari (5)
melakukan aktivitas
3. Kecepatan berjalan (5)
Terapeutik:
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
2. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur jika todak dapt
berpindah atau berjalan
Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkanmenghubungi
perawat jka tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
5. konstipasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen konstipasi I.04155
keperawatan selama 2x24 jam Observasi:
masalah keperawatan dapat
teratasi dengan kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala
Eliminasi Fekal L.04033 konstpiasi
2. Periksa pergerakan usus,
1. Kontrol pengeluaran
karakteristik feses
feses (5)
3. Monitor faktor resiko
2. Konsistensi feses (5)
konstipasi
Terapeutik:
1. Anjurkan diet tinggi serat
2. Lakukan masase abdomen
jika perlu
3. Lakukan evakuasi feses
secara manual jika perlu
Edukasi:
1. Jelaskan etiologi masalah
dan alasan tindakan
2. Anjurkan peningkatan
asupan cairan
3. Latih buang air besar secara
teratur
4. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi
Kolaborasi:
1. Konsultasi dengan tim
medis tentang
penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus
2. Kolaborasi penggunaan obat
pencahar jika perlu
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan


memadukan fungsi tubuh.Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh.
Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang
mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan atau
ablasi radioisotope, atau akibat destruksi oleh antibody autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Cacat perkembangannya dapat juga menjadi penyebab tidak
terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme kongenital.
Hipotiroidism adalah suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang aktif dan
menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid.Hipotiroid yang sangat berat disebut
miksedema.
Hipotiroidism terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah.
Kelainan ini kadang-kadang disebut miksedema.

B. Saran

Dengan dibuatnya materi dan teori asuhan keperawatan dengan gangguan


endokrin hipotiroidsme ini diharapkan mahasiswa untuk lebih bisa memahami,
mengetahui dan mengerti materi tentang gangguan endokrin hipotiroidsme.

DAFTAR PUSTAKA
TIM POKJA SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia : definisi indicator dan diagnostic. DPD PPNI. Jakarta Selatan

TIM POKJA SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan

Indonesia : definisi dan kriteria hasil keperawatan. DPD PPNI. Jakarta

Selatan

TIM POKJA SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia : definisi dan tindakan keperawatan. DPD PPNI. Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai