Anda di halaman 1dari 8

Unsur-unsur transisi Periode keempat

Unsur-unsur transisi pada periode 4, terdiri dari scandium (Sc), titanium (Ti), vanadium
(V), krom (Cr), mangan (Mn), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni), tembaga (Cu) dan seng (Zn).
Sesuai dengan pengisian elektron pada subkulitnya, unsur ini termasuk unsur blok d, yaitu unsur-
unsur dengan elektron valensi yang terletak pada subkulit d dalam konfigurasi elektronnya.

Konfigurasi elektron Cr bukan (Ar) 3d4 4s2 tetapi (Ar) 3d5 4s1. Demikian halnya dengan
konfigurasi elektron Cu bukan (Ar) 3d9 4s2 tetapi (Ar) 3d10 4s1.

Hal ini berkenaan dengan kestabilan orbitalnya, yaitu orbital-orbital d dan s stabil jika terisi
penuh, bahkan 1/2 penuh pun lebih stabil daripada orbital lain.

Unsur transisi mempunyai sifat- sifat khas yang membedakannya dari unsur golongan
utama, antara lain:
1. Bersifat logam. Semua unsur transisi tergolong logam karena dengan titik leleh dan titik
didih yang relatif tinggi ( unsur – unsur golongan utama ada yang tergolong logam, metaloid,
dan logam).
2. Bersifat paramagnetik (sedikit tertarik ke dalam medan magnet).
3. Membentuk senyawa – senyawa yang berwarna (senyawa dari unsur logam golongan
utama tidak berwarna).
4. Mempunyai beberapa tingkat oksidasi (unsur logam golongan utama umumnya hanya
mempunyai sejenis tingkat oksidasi).
5. Membentuk berbagai macam ion kompleks (unsur logam golongan utama tidak banyak
yang dapat membentuk ion kompleks).

Sifat-sifat khas unsur transisi dapat dijelaskan berdasarkan konfigurasi elekronnya. Secara
terinci, sifat-sifat unsur transisi periode keempat dijelaskan sebagai berikut.

A. Sifat Fisis Unsur-unsur Transisi Periode Keempat

Simak kecenderungan sifat-sifat fisis unsur-unsur transisi periode keempat pada tabel 1
berikut,

Tabel 1. Beberapa Sifat Unsur Transisi Periode Keempat


Sifat Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Jari-jari atom (Å) 1.44 1.32 1.22 1.18 1.17 1.17 1.16 1.15 1.17 1.25
Jari-jari ion X2+(Å) - 1.00 0.93 0.87 0.81 0.75 0.79 0.83 0.87 0.88
Titik leleh (0C) 1541 1660 1890 1857 1224 1535 1495 1455 1083 420
Titik didih (0C) 2831 3287 3380 2672 1962 2750 2870 2732 2567 907
Massa jenis (g cm- 3 4.5 6 7.2 7.2 7.9 8.9 8.9 8.9 7.1
3
)
Kekerasan (skala - - - 9 5 4.5 - - 3 2.5
Mohs)
Energy ionisasi (kJ 631 658 650 652 717 759 758 737 745 906
mol-1)
Keelektronegatifan 1.3 1.5 1.6 1.6 1.5 1.5 1.8 1.8 1.9 1.6
E0red X2+(aq)(volt) - - -1.2 - - - - - +0.34 -
0.91 1.19 0.44 0.28 0.25 0.76
E0red X3+(aq)(volt) -2.1 -1.2 - - - -0.4 - - - -
0.86 0.74 0.28

Dari tabel sifat keperiodikan di atas, kita dapat simpulkan beberapa sifat atomik dan sifat
fisis dari logam transisi :
1. Sifat Logam

Semua unsur transisi mempunyai sifat logam, sehingga berbeda dengan unsur-unsur utama
yang dapat bersifat logam maupun non logam. Sifat itu disebabkan semua unsur transisi memiliki
energi ionisasi yang rendah, yaitu kurang dari 1.000 kJ/mol (sehingga mudah membentuk ion
positif ) dan keelektronegatifannya rendah yaitu kurang dari 2.

Ditinjau dari konfigurasi elektronnya, hal ini terjadi karena unsure transisi memiliki lebih
banyak elektron tidak berpasangan. Elektron ini bebas bergerak pada kisi kristalnya sehingga dapat
membentuk ikatan logam yang lebih kuat dibandingkan dengan unsure utama. Akibatnya, sifat
kekerasan dan kerapatan logam-logam transisi menjadi lebih tinggi. Akibat lainnya, sifat
penghantar listrik lebih baik dibandingkan dengan logam-logam utama.

Demikian pula, harga titik didih dan titik lelehnya relative tinggi (kecuali Zn yang
membentuk TD dan TL relative rendah). Semakin banyak elektron yang tidak berpasangan
dalam orbital, semakin kuat ikatan logamnya dan semakin tinggi titik lelehnya. Hal ini
disebabkan orbital subkulit d pada unsure transisi banyak orbital yang kosong atau tersisi tidak
penuh. Adanya orbital yang kosong memungkinkan atom-atom membentuk ikatan kovalen (tidak
permanen) disamping ikatan logam. Orbital subkulit 3d pada seng terisi penuh sehingga titik
lelehnya rendah. Bandingkan dengan unsure utama yang titik didih dan titik lelehnya juga relative
rendah.

Jadi berdasarkan tabel (lihat titik lelehnya), kekuatan ikatan logam cenderung bertambah
dari Sc ke V dan berkurang dari Cr ke Zn. Hal ini terjadi karena dari Sc ke V berdasarkan
konfigurasi elektronnya semakin banyak elektron yang tidak berpasangan, akibatnya elektron-
elektron itu akan bergerak bebas pada kisi kristalnya sehingga membentuk ikatan logam yang
kuat. Sedangkan dari Cr ke Zn, elektron mulai berpasangan sehingga kekuatannya semakin
berkurang.

Berdasarkan konfigurasi elektron valensinya terlihat bahwa seng tidak memiliki elektron
tidak berpasangan. Hal ini mengakibatkan titik leleh seng paling rendah di antara unsur-unsur
transisi periode empat

2. Jari-jari Atom

Nilai jari-jari atom cenderung berkurang dari Sc ke Ni, dan bertambah dari Ni ke Zn.
Nilai jari-jari atom dipengaruhi oleh gaya tarik-menarik antara inti dan elektron. Pada logam
transisi, elektron yang terlibat tidak hanya dari sub kulit terluar ns, tetapi juga dari subkulit
sebelumnya yakni (n-1)d. Hal ini dikarenakan tingkat energi subkulit ns dan (n-1)d yang hampir
sama. Penurunan jari-jari atom dari Sc ke Ni terjadi karena meski terdapat lebih banyak elektron
di subkulit 3d, namun elektron-elektron ini terikat semakin kuat ke inti. Hal ini dikarenakan muatan
inti yang bertambah positif dari kiri ke kanan. Akan tetapi, penurunan jari-jari dari Cr ke Ni tidak
terlalu signifikan.

Penjelasannya adalah bahwa elektron-elektron mulai berpasangan sehingga timbul gaya


tolak menolak antara kedua elektron berpasangan tersebut, dan gaya tolak menolak ini mampu
mengimbangi gaya tarik menarik antara inti dan elektron-elektron. Sementara itu kenaikan jari-
jari atom dari Cu ke Zn dikarenakan semua elektron di subkulit 3d telah berpasangan, sehingga
gaya tolak menolak antar-elektron lebih besar.
3. Energi Ionisasi. Energi ionisasi cenderung bertambah dari Sc ke Zn. Walaupun terjadi
sedikit fluktuatif, namun secara umum Ionization Energy (IE) meningkat dari Sc ke Zn. Hal
ini terjadi karena, dalam upaya mencapai konfigurasi gas mulia, logam transisi akan melepas
elektron-elektron di subkulit s dan d-nya. Karena jumlah elektron di subkulit d yang tergolong
banyak, maka dibutuhkan energi yang lebih besar untuk melepas elektron-elektron tersebut,
sehingaa kecenderungan nilai energi ionisaninya secara umum bertambah dari sc ke Zn.
4. Kekerasan berkurang dari Cr ke Zn. nilai kekerasan dari Cr ke Zn berkurang dapat
dijelaskan dari kekuatan ikatan logam. Ingat ! (Semakin banyak elektron yang tidak
berpasangan dalam orbital, semakin kuat ikatan logamnya). Jadi semakin ke kanan kekuatan
ikatan logam semakin berkurang karena elektron cenderung berpasangan.
5. Titik leleh dan titik didih bertambah dari Sc ke V dan kemudian secara umum
berkurang dari V ke Zn. Kecenderungan nilai titik leleh dan titik didih menunjukkan
kekuatan ikatan logam yang meningkat dari Sc dan v dan kemudian berkurang dari v ke Zn.
6. Daya hantar listrik dan panas secara umum bertambah dari Sc ke Zn. Daya
hantar listrik dan panas pada logam dipengaruhi oleh muatan inti dan jumlah elektron valensi
yang dapat bergerak bebas. Secara umum, logam transisi memiliki daya hantar listrik dan
panas yang semakin baik dari Sc ke Zn. Hal ini dikarenakan jumlah elektron-elektron
valensinya dapat bergerak bebas bertambah dari Sc ke Zn.

B. Sifat Kimia Unsur-unsur Transisi Periode Keempat

Unsur-unsur transisi memiliki sifat kimia yaitu kerektifan dan kelarutan. Unsur-unsur
transisi bereaksi lambat dengan air, oksigen dan halogen. Unsur-unsur transisi periode empat
kurang reaktif dibanding alkali dan alkali tanah. Kereaktifan yang lemah mengakibatkan unsur
transisi tahan terhadap korosi. Korosi terjadi apabila suatu unsur berekasi cepat dengan oksigen
dan air. Sementara itu, sebagian besar transisi bersifat larut dalam asam mineral encer.

1. Kereaktifan

Kereaktifan unsur-unsur transisi periode keempat ditunjukkan dari nilai Potensial


reduksi standar (E0) pada tabel berikut.

Tabel 2. Nilai (E0) dari unsur-unsur transisi periode keempat


E0 (volt)
Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
E0red - - -1.2 - - - - - +0.34 -
X2+(aq)(volt) 0.91 1.19 0.44 0.28 0.25 0.76

Dari tabel terlihat, secara umum nilai E0 negatif. Hal ini berarti unsur-unsur transisi ini
mudah teroksidasi, berarti bersifat reaktif. Namun, kecenderungan ini secara umum berkurang dari
kiri ke kanan karena nilai E0 yang bertambah besar. Sehingga kereaktifan cenderung semakin
berkurang/rendah. Perkecualian adalah Cu yang memiliki nilai E0 positif yang menunjukkan Cu
tidak mudah teroksidasi.

Kebanyakan logam transisi bersifat inert terhadap asam atau bereaksi lambat karena adanya
lapisan oksida pelindung. Salah satu kasusnya adalah kromium ; unsur ini secara kimia sangat inert
karena pada permukaannya terbentuk kromium(III) oksida, Cr2O3. Akibatnya, kromium biasa
digunakan sebagai pelindung dan pelapis nonkorosif pada logam lain.

C. Sifat-sifat Karakteristik Unsur-unsur Transisi Periode Keempat


Unsure transisi periode keempat mempunyai sifat-sifat khas yang membedakannya dari
unsure golongan utama. Sifat-sifat khas unsure transisi berkaitan dengan adanya sub kulit d yang
terisi penuh.

1. Sifat Magnet

Perhatikanlah gambar cara mengukur kemagnetan suatu zat dibawah ini !

Berdasarkan sifat kemagnetannya, unsur-unsur transisi mempunyai sifat sebagai berikut.


1) Diamagnetik yaitu dapat ditolak oleh medan magnet.

Sifat ini dimiliki oleh atom, molekul, atau ion yang seluruh elektron pada orbitalnya
berpasangan.

2) Paramagnetik yaitu sedikit dapat ditarik oleh medan magnet.

Sifat ini dimiliki oleh atom, molekul, atau ion yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan pada orbitalnya.
Unsur-unsur logam transisi pada umumnya memiliki elektron yang tidak berpasangan pada
orbital-orbital d. dengan demikian, kebanyakan dari unsur-unsur dan senyawa logam transisi
bersifat paramagnetic (tertarik oleh medan magnet) dan bukan bersifat diamagnetik (tidak
tertarik oleh medan magnet). Sifat paramagnetik pada unsur-unsur transisi semakin kuat jika
jumlah elektron yang tidak berpasangan pada orbitalnya semakin banyak.

Logam transisi periode keempat yang bersifat paramagnetik antara lain Sc, Ti, V, Cr, dan
Mn, sedangkan yang bersifat diamagnetik antara lain Cu dan Zn. Unsur Fe, Co, dan Ni terdapat
sedikit keunikan pada sifat kemagnetannya yang disebut feromagnetik. Sifat unik yang dimiliki
oleh unsur-unsur ini, meskipun logam feromagnetik ini sudah dijauhkan dari medan magnet,
tetapi induksi magnet dari logam ini tidak ikut menghilang, melainkan tetap terkandung dalam
logam itu. Hal ini sangat berbeda dari sifat logam paramagnetik yang segera kehilangan induksi
magnet ketika dijauhkan dari medan magnet. Dengan demikian dapat dikatakian bahwa logam
ferromagnetic dapat dijadikan magnet permanen, sedangkan logam paramagnetik hanya bersifat
magnet jika berada di lingkungan suatu medan magnet.

1. Tingkat Oksidasi (Bilangan Oksidasi)

Tidak seperti golongan IA dan IIA yang hanya mempunyai tingkat oksidasi +1 dan +2,
unsur-unsur logam transisi mempunyai beberapa tingkat oksidasi. Perhatikanlah beberapa
senyawa mangan (Mn) berikut, yaitu MnSO4, MnO2, K2MnO4, dan KMnO. Bilangan oksidasi
mangan dalam senyawa-senyawa itu berturut-turut adalah +2, +4, +6, +7. Mengapa unsure
transisi dapat membentuk senyawa dengan beberapa bilangan tingkat oksidasi ?

Adanya bilangan oksidasi lebih dari satu ini disebabkan mudahnya melepaskan elektron
valensi (bersifat elektropositif), sehingga bilangan oksidasinya bertanda positif. Bilangan oksidasi
maksimum yang dicapai suatu unsur transisi menyatakan jumlah elektron pada subkulit 3d dan
4s. Dengan demikian, energi ionisasi pertama, kedua dan seterusnya memiliki harga yang relatif
lebih kecil dibanding unsur golongan utama.

Jumlah elektron tidak berpasangan unsur scandium = 1, titanium = 2, vanadium = 3, krom =


6, mangan = 5, besi = 6, kobalt = 3, nikel = 2, tembaga = 1 dan seng = 0. Semua elektron dari unsur
scandium sampai mangan pada orbital d-nya tidak berpasangan sehingga elektronnya relative lebih
mudah dilepaskan. Hal ini mengakibatkan atom-atomnya cenderung mencapai bilangan oksidasi
maksimum. Pada unsur besi sampai seng, elektron pada orbital d-nya mulai berpasangan dan terisi
penuh. Dengan demikian, unsur-unsur ini cenderung lebih sukar mencapai bilangan oksidasi
maksimum.

Unsur scandium dan seng hanya memilik satu macam bilangan oksidasi. Bilangan
oksidasi scandium = +3 karena melepaskan 3 elektron (2 elektron pada orbital 4s dan 1 elektron
pada orbital 3d) untuk memiliki konfigurasi elektron stabil. Sementara itu, bilangan oksidasi seng
= +2 karena dengan melepaskan 2 elektronnya saja (dari orbital 4s), seng telah mencapai kestabilan
tanpa melepaskan elektron dari subkulit 3d.

Tingkat oksidasi dari unsur-unsur transisi periode keempat diberikan pada Tabel 3.

Yang dicetak tebal adalah tingkat oksidasi biasa dan yang diberi bintang adalah tingkat oksidasi
paling stabil.

1. Warna Senyawa unsur transisi periode keempat

Sebagian besar ion-ion logam transisi berwarna. Warna-warna khas dari ion logam dapat
dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Warna-Warna Ion Logam Transisi


Unsur Ion Warna Unsur Ion Warna
Mn2+ Merah muda

Sc Sc3+ Tidak berwarna Mn Mn3+ Merah-coklat

MnO4- Coklat-ungu
Ti2+ Ungu Fe2+ Hijau

Ti Ti3+ Ungu-hijau Fe Fe3+ Jingga

Ti4+ Tidak berwarna


V2+ Ungu Co2+ Merah muda
Co
V3+ Hijau Co3+ Biru
V
Ni2+ Hijau
VO2+ Biru
Ni
3- Ni3+ Merah
VO4 Merah
Cr2+ Biru Cu+ Tidak berwarna
Cu
Cr3+ Hijau Cu2+ Biru
Cr
CrO42- Kuning
Zn Zn2+ Tidak berwarna
Cr2O72- Jingga

Warna yang timbul dari ion-ion tersebut disebabkan oleh tingkat energi elektron pada
unsur-unsur transisi hampir sama. Jadi, elektron-elektron dapat bergerak ke tingkat yang lebih
tinggi dengan menyerap sinar tampak.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa untuk ion Sc3+ , Ti4+, Cu+, dan Zn2+ tidak berwarna. Hal
ini dapat dijelaskan berdasarkan konfigurasi elektron dari ion-ion tersebut. Pada konfigurasi ion
Sc3+ (4s0 3d0) dan ion Ti4+ (4s0 3d0) tampak bahwa kedua ion tersebut tidak memiliki elektron pada
subkulit 3d. Sementara itu, pada konfigurasi ion Cu+ (4s0 3d10) dan ion Zn2+ (4s0 3d10) tampak
bahwa kedua ion tersebut subkulit 3d-nya terisi penuh. Jadi, yang menyebabkan senyawa dari ion-
ion tersebut menjadi tidak berwarna karena adanya subkulit 3d yang kosong atau terisi penuh. Pada
ion-ion yang berwarna, subkulit 3d-nya belum terisi penuh sehingga elektron-elektron pada
subkulit 3d tersebut dapat menyerap energi cahaya. Energi tersebut menyebabkan elektron-
elektron tereksitasi dan memancarkan energi cahaya dengan warna yang sesuai dengan warna
cahaya yang dapat dipantulkannya pada saat kembali ke keadaan dasar.

5. Banyak di antaranya dapat membentuk ion kompleks

Ion kompleks adalah ion yang terdiri atas atom pusat dan ligan. Biasanya atom pusat
merupakan logam transisi yang bersifat elektropositif dan dapat menyediakan orbital kosong
sebagai tempat masuknya ligan. Contohnya ion besi (III) membentuk ion kompleks [Fe(CN)6].

6. Beberapa diantaranya dapat digunakan sebagai katalisator

Salah satu sifat penting unsure transisi dan senyawanya, yaitu kemampuannya untuk
menjadi katalis-katalis reaksi-reaksi dalam tubuh. Di dalam tubuh, terdapat enzim sitokrom
oksidase yang berperan dalam mengoksidasi makanan. Enzim ini dapat bekerja bila terdapat ion
Cu2+. Beberapa logam transisi atau senyawanya telah digunakan secara komersial sebagai katalis
pada proses industry seperti TiCl3 (Polimerasasi alkena pada pembuatan plastic), V2O5 (proses
kontak pada pembuatan margarine), dan Cu atau CuO (oksidasi alcohol pada pembuatan formalin).

4. Unsur Halogen

Unsur-unsur golongan VII A disebut halogen. Halogen berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “pembentuk garam”. Dinamai demikian karena unsur-unsur tersebut dapat bereaksi dengan
logam memmbentuk garam. Misalnya Clorin bereaksi dengan natrium membentuk natrium clorida
yaitu garam dapur. Umsur –unsur halogen mempunyai 7 elektron valensi pada subkulit ns2 np5.
Konfigurasi elektron yang demikian membuat unsur-unsur halogen bersifat sangat reaktif. Unsur-
unsur halogen cenderung menerima aatu elektron membentuk ion bermuatan negatif satu.
Sifat Flourin Klorin Bromin Iodin
Nomor Atom 9 17 35 53
Warna Kuning muda Hijau Merah tua Hitam
Konfigurasi Elektron [He] 2s2 2p5 [Ne] 3s2 3p5 [Ar]3d104s2 4p5 [Kr] 4d10 5s2 5p5
Titik leleh (oC) -220 -101 -7 114
Titik didih (0C) -188 -35 59 184
Kerapatan (gr/cm3) 1,69 3,21 3.119 4.930
Energi Ionisasi (kJ/mol) 1681 1251 1140 1008
Afinitas Elektron (kJ/mol) -328 -349 -325 -295
Keelektronegatifan 4,0 3,0 2,8 2,5
Daya Oksidasi 2,87 1,36 1,06 0,54
Jari-jari kovalen (A) 0,64 0,99 1,14 1,33
Jari-jari ion (A) 1,19 1,67 1,82 2,06
Energi Ikatan 155 242 193 151
Ø Titik Didih dan titik Leleh

Titik didih dan titik leleh semakin ke bawah semakin bertambah, hal ini dikarenakan kekuatan
gaya Van Der Waals antar molekul-molekul bertambah dari Flourin ke Astati. Akibatnya, moleku-
molekul halogen semakin sulit lepas.

Ø Kerapatan

Kerapatan dari Flourin ke Astatin semakin bertambah. Kenaikan nilai kerapatan cukup drastis dari
Cl ke Br akibat adanya perubahan fase dari gas (F,Cl), ke cair (Br), dan padat (I). Hal ini
menunjukkan kekuatan gaya Van Der Waals bertambah dari F ke I.

Ø Daya Oksidasi

Daya oksidasi semakin berkurang dari Flourin ke Astatin dikarenakan harga Eo semakin positif
Fluor dan klor membantu reaksi pembakaran dengan cara seperti oksigen. Brom berupa cairan
merah tua pada suhu kamar mempunyai tekanan uap yang tinggi. Fluor dan klor biasanya
berupa gas. Reaksi-reaksi halogen antara lain seperti berikut.

1. Reaksi Halogen dengan Logam

Halogen bereaksi dengan logam membentuk senyawa ionik

Contoh:

2Na(s) + Cl2 (g) ==> 2NaCl(s)

Mg(s) + Cl2 (g) ==> MgCl2(s)

2. Reaksi Halogen dengan Non Logam


Halogen bereaksi dengan hampir semua non logam. Jenis senyawa yang terbentuk sebagian
besar adalah senyawa kovalen.
Contoh:
C (s) + 2Cl2 (g) ==> CCl4 (l)
2P(s) + 3Cl2 (g) ==> 2 PCl3 (l)

3. Reaksi Halogen dengan Hidrogen

Halogen bereaksi dengan hidrogen membentuk hidrogen halida. Secara umum reaksi yang terjadi
dapat dituliskan seperti berikut.

F2(g) + H2(g) ==> 2 HF

Cl2(g) + H2(g) ==> 2 HCl

X2(g) + H2(g) ==. 2 HX

4. Reaksi Halogen dengan Air

Semua unsur halogen kecuali fluor berdisproporsionasi dalam air, artinya dalam reaksi halogen
dengan air maka sebagian zat teroksidasi dan sebagian lain tereduksi. Fluorin bereaksi sempurna
dengan air menghasilkan asam fluorida dan oksigen. Reaksi yang terjadi seperti berikut.
2 F2(g) + 2 H2O(l) ==> 4 HF(aq) + O2(g)
Reaksi halogen lain dengan air melalui disproporsionasi membentuk senyawa oksi halogen
dan asam halida
Cl2 + 2 H2O ==> HOCl + HCl
Br2 + 2 H2O ==> HOBr + HBr

5. Reaksi Antar – Halogen

Reaksi antar – halogen termasuk reaksi substitusi membentuk senyawa antar halogen

Cl2 + F2 ==> 2 ClF

I2 + Cl2 ==> 2 ICl

6. Reaksi Halogen Dengan Basa

Halogen bereaksi dengan basa membentuk senyawa halida yang kemudian mengalami reaksi
disproporsionasi membentuk senyawa oksihalogen.

Klorin, bromin dan iodin bereaksi dengn basa membentuk ion hipohalit (OX-) dan ion halida (X-)

Cl2 (g) + 2OH-(aq) ==> OCl-(aq) + Cl-(aq) + H2O(l)

Ion OCl- yang terbentuk dapat terdisproporsionasi lagi membentuk ion halat (XO3-) dan ion halida
(X-)

3OCl- (aq) ==> ClO3- (aq) + 2Cl- (aq)

Anda mungkin juga menyukai