Anda di halaman 1dari 11

Uraian Materi

Unsur-unsur transisi pada periode 4, terdiri dari scandium (Sc), titanium


(Ti), vanadium (V), krom (Cr), mangan (Mn), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni),
tembaga (Cu) dan seng (Zn). Sesuai dengan pengisian elektron pada subkulitnya,
unsur ini termasuk unsur blok d, yaitu unsur-unsur dengan elektron valensi yang
terletak pada subkulit d dalam konfigurasi elektronnya.

Orbital
Nomor Konfigurasi
Unsur
Atom Elektron
3d 4s

Skandium
(Sc)
21 (Ar) 3d1 4s2  

Titanium (Ti) 22 (Ar) 3d2 4s2   

Vanadium (V) 23 (Ar) 3d3 4s2    

Krom (Cr) 24 (Ar) 3d5 4s1      

Mangan (Mn) 25 (Ar) 3d5 4s2      

Besi (Fe) 26 (Ar) 3d6 4s2      

Kobalt (Co) 27 (Ar) 3d7 4s2      

Nikel (Ni) 28 (Ar) 3d8 4s2      

Tembaga (Cu) 29 (Ar) 3d10 4s1      

Seng (Zn) 30 (Ar) 3d10 4s2      

19
Konfigurasi elektron Cr bukan (Ar) 3d4 4s2 tetapi (Ar) 3d5 4s1. Demikian
halnya dengan konfigurasi elektron Cu bukan (Ar) 3d 9 4s2 tetapi (Ar) 3d10 4s1. Hal
ini berkenaan dengan kestabilan orbitalnya, yaitu orbital-orbital d dan s stabil jika
terisi penuh, bahkan 1/2 penuh pun lebih stabil daripada orbital lain.

Unsur transisi mempunyai sifat- sifat khas yang membedakannya dari


unsur golongan utama, antara lain:
1. Bersifat logam. Semua unsur transisi tergolong logam karena dengan titik
leleh dan titik didih yang relatif tinggi ( unsur – unsur golongan utama ada
yang tergolong logam, metaloid, dan logam).
2. Bersifat paramagnetik (sedikit tertarik ke dalam medan magnet).
3. Membentuk senyawa – senyawa yang berwarna (senyawa dari unsur logam
golongan utama tidak berwarna).
4. Mempunyai beberapa tingkat oksidasi (unsur logam golongan utama
umumnya hanya mempunyai sejenis tingkat oksidasi).
5. Membentuk berbagai macam ion kompleks (unsur logam golongan utama
tidak banyak yang dapat membentuk ion kompleks).
Sifat-sifat khas unsur transisi dapat dijelaskan berdasarkan konfigurasi
elekronnya. Secara terinci, sifat-sifat unsur transisi periode keempat dijelaskan
sebagai berikut.

A. Sifat Fisis Unsur-unsur Transisi Periode Keempat

Simak kecenderungan sifat-sifat fisis unsur-unsur transisi periode keempat


pada tabel 1 berikut,

Tabel 1. Beberapa Sifat Unsur Transisi Periode Keempat

Sifat Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn

Jari-jari atom (Å) 1.44 1.32 1.22 1.18 1.17 1.17 1.16 1.15 1.17 1.25

20
Jari-jari ion X2+(Å) - 1.00 0.93 0.87 0.81 0.75 0.79 0.83 0.87 0.88

Titik leleh (0C) 1541 1660 1890 1857 1224 1535 1495 1455 1083 420

Titik didih (0C) 2831 3287 3380 2672 1962 2750 2870 2732 2567 907

Massa jenis (g cm-3) 3 4.5 6 7.2 7.2 7.9 8.9 8.9 8.9 7.1

Kekerasan (skala - - - 9 5 4.5 - - 3 2.5


Mohs)

Energy ionisasi (kJ 631 658 650 652 717 759 758 737 745 906
mol-1)

Keelektronegatifan 1.3 1.5 1.6 1.6 1.5 1.5 1.8 1.8 1.9 1.6

E0red X2+(aq)(volt) - - -1.2 -0.91 -1.19 -0.44 -0.28 -0.25 +0.34 -0.76

E0red X3+(aq)(volt) -2.1 -1.2 -0.86 -0.74 -0.28 -0.4 - - - -

Dari tabel sifat keperiodikan di atas, kita dapat simpulkan beberapa sifat
atomik dan sifat fisis dari logam transisi :
1. Sifat Logam
Semua unsur transisi mempunyai sifat logam, sehingga berbeda dengan
unsur-unsur utama yang dapat bersifat logam maupun non logam. Sifat itu
disebabkan semua unsur transisi memiliki energi ionisasi yang rendah, yaitu
kurang dari 1.000 kJ/mol (sehingga mudah membentuk ion positif ) dan
keelektronegatifannya rendah yaitu kurang dari 2.

Ditinjau dari konfigurasi elektronnya, hal ini terjadi karena unsure transisi
memiliki lebih banyak elektron tidak berpasangan. Elektron ini bebas bergerak
pada kisi kristalnya sehingga dapat membentuk ikatan logam yang lebih kuat
dibandingkan dengan unsure utama. Akibatnya, sifat kekerasan dan kerapatan
logam-logam transisi menjadi lebih tinggi. Akibat lainnya, sifat penghantar listrik
lebih baik dibandingkan dengan logam-logam utama.

Demikian pula, harga titik didih dan titik lelehnya relative tinggi (kecuali Zn
yang membentuk TD dan TL relative rendah). Semakin banyak elektron yang
tidak berpasangan dalam orbital, semakin kuat ikatan logamnya dan

21
semakin tinggi titik lelehnya. Hal ini disebabkan orbital subkulit d pada unsure
transisi banyak orbital yang kosong atau tersisi tidak penuh. Adanya orbital yang
kosong memungkinkan atom-atom membentuk ikatan kovalen (tidak permanen)
disamping ikatan logam. Orbital subkulit 3d pada seng terisi penuh sehingga titik
lelehnya rendah. Bandingkan dengan unsure utama yang titik didih dan titik
lelehnya juga relative rendah.

Jadi berdasarkan tabel (lihat titik lelehnya), kekuatan ikatan logam


cenderung bertambah dari Sc ke V dan berkurang dari Cr ke Zn. Hal ini
terjadi karena dari Sc ke V berdasarkan konfigurasi elektronnya semakin
banyak elektron yang tidak berpasangan, akibatnya elektron-elektron itu akan
bergerak bebas pada kisi kristalnya sehingga membentuk ikatan logam yang
kuat. Sedangkan dari Cr ke Zn, elektron mulai berpasangan sehingga
kekuatannya semakin berkurang.

Berdasarkan konfigurasi elektron valensinya terlihat bahwa seng tidak


memiliki elektron tidak berpasangan. Hal ini mengakibatkan titik leleh seng
paling rendah di antara unsur-unsur transisi periode empat

2. Jari-jari Atom

Nilai jari-jari atom cenderung berkurang dari Sc ke Ni, dan bertambah


dari Ni ke Zn. Nilai jari-jari atom dipengaruhi oleh gaya tarik-menarik antara inti
dan elektron. Pada logam transisi, elektron yang terlibat tidak hanya dari sub kulit
terluar ns, tetapi juga dari subkulit sebelumnya yakni (n-1)d. Hal ini dikarenakan
tingkat energi subkulit ns dan (n-1)d yang hampir sama. Penurunan jari-jari atom
dari Sc ke Ni terjadi karena meski terdapat lebih banyak elektron di subkulit 3d,
namun elektron-elektron ini terikat semakin kuat ke inti. Hal ini dikarenakan
muatan inti yang bertambah positif dari kiri ke kanan. Akan tetapi, penurunan jari-
jari dari Cr ke Ni tidak terlalu signifikan.

Penjelasannya adalah bahwa elektron-elektron mulai berpasangan sehingga


timbul gaya tolak menolak antara kedua elektron berpasangan tersebut, dan gaya
tolak menolak ini mampu mengimbangi gaya tarik menarik antara inti dan
22
elektron-elektron. Sementara itu kenaikan jari-jari atom dari Cu ke Zn
dikarenakan semua elektron di subkulit 3d telah berpasangan, sehingga gaya tolak
menolak antar-elektron lebih besar.

3. Energi Ionisasi. Energi ionisasi cenderung bertambah dari Sc ke Zn.


Walaupun terjadi sedikit fluktuatif, namun secara umum Ionization Energy
(IE) meningkat dari Sc ke Zn. Hal ini terjadi karena, dalam upaya mencapai
konfigurasi gas mulia, logam transisi akan melepas elektron-elektron di
subkulit s dan d-nya. Karena jumlah elektron di subkulit d yang tergolong
banyak, maka dibutuhkan energi yang lebih besar untuk melepas elektron-
elektron tersebut, sehingaa kecenderungan nilai energi ionisaninya secara
umum bertambah dari sc ke Zn.
4. Kekerasan berkurang dari Cr ke Zn. nilai kekerasan dari Cr ke Zn
berkurang dapat dijelaskan dari kekuatan ikatan logam. Ingat ! (Semakin
banyak elektron yang tidak berpasangan dalam orbital, semakin kuat ikatan
logamnya). Jadi semakin ke kanan kekuatan ikatan logam semakin berkurang
karena elektron cenderung berpasangan.
5. Titik leleh dan titik didih bertambah dari Sc ke V dan kemudian secara
umum berkurang dari V ke Zn. Kecenderungan nilai titik leleh dan titik
didih menunjukkan kekuatan ikatan logam yang meningkat dari Sc dan v dan
kemudian berkurang dari v ke Zn.
6. Daya hantar listrik dan panas secara umum bertambah dari Sc ke Zn.
Daya hantar listrik dan panas pada logam dipengaruhi oleh muatan inti dan
jumlah elektron valensi yang dapat bergerak bebas. Secara umum, logam
transisi memiliki daya hantar listrik dan panas yang semakin baik dari Sc ke
Zn. Hal ini dikarenakan jumlah elektron-elektron valensinya dapat bergerak
bebas bertambah dari Sc ke Zn.

B. Sifat Kimia Unsur-unsur Transisi Periode Keempat

23
Unsur-unsur transisi memiliki sifat kimia yaitu kerektifan dan kelarutan.
Unsur-unsur transisi bereaksi lambat dengan air, oksigen dan halogen. Unsur-
unsur transisi periode empat kurang reaktif dibanding alkali dan alkali tanah.
Kereaktifan yang lemah mengakibatkan unsur transisi tahan terhadap korosi.
Korosi terjadi apabila suatu unsur berekasi cepat dengan oksigen dan air.
Sementara itu, sebagian besar transisi bersifat larut dalam asam mineral encer.

1. Kereaktifan

Kereaktifan unsur-unsur transisi periode keempat ditunjukkan dari nilai


Potensial reduksi standar (E0) pada tabel berikut.

Tabel 2. Nilai (E0) dari unsur-unsur transisi periode keempat

E0 (volt)

Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
E0red X2+(aq) - - -1.2 -0.91 -1.19 -0.44 -0.28 -0.25 +0.34 -0.76
(volt)

Dari tabel terlihat, secara umum nilai E0 negatif. Hal ini berarti unsur-
unsur transisi ini mudah teroksidasi, berarti bersifat reaktif. Namun,
kecenderungan ini secara umum berkurang dari kiri ke kanan karena nilai E 0 yang
bertambah besar. Sehingga kereaktifan cenderung semakin berkurang/rendah.
Perkecualian adalah Cu yang memiliki nilai E0 positif yang menunjukkan Cu tidak
mudah teroksidasi.

Kebanyakan logam transisi bersifat inert terhadap asam atau bereaksi


lambat karena adanya lapisan oksida pelindung. Salah satu kasusnya adalah
kromium ; unsur ini secara kimia sangat inert karena pada permukaannya
terbentuk kromium(III) oksida, Cr2O3. Akibatnya, kromium biasa digunakan
sebagai pelindung dan pelapis nonkorosif pada logam lain.

C. Sifat-sifat Karakteristik Unsur-unsur Transisi Periode Keempat

24
Unsure transisi periode keempat mempunyai sifat-sifat khas yang
membedakannya dari unsure golongan utama. Sifat-sifat khas unsure transisi
berkaitan dengan adanya sub kulit d yang terisi penuh.

1. Sifat Magnet

Perhatikanlah gambar cara mengukur kemagnetan suatu zat dibawah ini !

2.

3.

4.

Zat diagmanetik akan ditolak sedikit Zat paramagnetik akan ditarik sedikit
oleh medan magnet luar sehingga oleh medan magnet luar sehingga
5.
berat zat akan berkurang berat zat akan bertambah

Berdasarkan sifat kemagnetannya, unsur-unsur transisi mempunyai sifat


sebagai berikut.
1) Diamagnetik yaitu dapat ditolak oleh medan magnet.
Sifat ini dimiliki oleh atom, molekul, atau ion yang seluruh elektron
pada orbitalnya berpasangan.
2) Paramagnetik yaitu sedikit dapat ditarik oleh medan magnet.
Sifat ini dimiliki oleh atom, molekul, atau ion yang memiliki elektron
yang tidak berpasangan pada orbitalnya.
Unsur-unsur logam transisi pada umumnya memiliki elektron yang tidak
berpasangan pada orbital-orbital d. dengan demikian, kebanyakan dari unsur-
unsur dan senyawa logam transisi bersifat paramagnetic (tertarik oleh medan
magnet) dan bukan bersifat diamagnetik (tidak tertarik oleh medan magnet). Sifat
paramagnetik pada unsur-unsur transisi semakin kuat jika jumlah elektron yang
tidak berpasangan pada orbitalnya semakin banyak.
Contoh:
1. Skandium dengan konfigurasi:

(Ar) Bersifat paramagnetik 25


↑↓

3d1 4s2
2. Besi dengan konfigurasi:

(Ar) Bersifat feromagnetik


6
3. Seng dengan 3d
konfigurasi: 4s2

(Ar) Bersifat diamagnetik

10 4s2
Logam transisi 3d
periode keempat yang bersifat paramagnetik antara lain
Sc, Ti, V, Cr, dan Mn, sedangkan yang bersifat diamagnetik antara lain Cu dan
Zn. Unsur Fe, Co, dan Ni terdapat sedikit keunikan pada sifat kemagnetannya
yang disebut feromagnetik. Sifat unik yang dimiliki oleh unsur-unsur ini,
meskipun logam feromagnetik ini sudah dijauhkan dari medan magnet, tetapi
induksi magnet dari logam ini tidak ikut menghilang, melainkan tetap
terkandung dalam logam itu. Hal ini sangat berbeda dari sifat logam
paramagnetik yang segera kehilangan induksi magnet ketika dijauhkan dari
medan magnet. Dengan demikian dapat dikatakian bahwa logam ferromagnetic
dapat dijadikan magnet permanen, sedangkan logam paramagnetik hanya
bersifat magnet jika berada di lingkungan suatu medan magnet.

2. Tingkat Oksidasi (Bilangan Oksidasi)

Tidak seperti golongan IA dan IIA yang hanya mempunyai tingkat


oksidasi +1 dan +2, unsur-unsur logam transisi mempunyai beberapa tingkat
oksidasi. Perhatikanlah beberapa senyawa mangan (Mn) berikut, yaitu MnSO 4,
MnO2, K2MnO4, dan KMnO. Bilangan oksidasi mangan dalam senyawa-senyawa
itu berturut-turut adalah +2, +4, +6, +7. Mengapa unsure transisi dapat
membentuk senyawa dengan beberapa bilangan tingkat oksidasi ?
Adanya bilangan oksidasi lebih dari satu ini disebabkan mudahnya
melepaskan elektron valensi (bersifat elektropositif), sehingga bilangan

26
oksidasinya bertanda positif. Bilangan oksidasi maksimum yang dicapai suatu
unsur transisi menyatakan jumlah elektron pada subkulit 3d dan 4s. Dengan
demikian, energi ionisasi pertama, kedua dan seterusnya memiliki harga yang
relatif lebih kecil dibanding unsur golongan utama.
Jumlah elektron tidak berpasangan unsur scandium = 1, titanium = 2,
vanadium = 3, krom = 6, mangan = 5, besi = 6, kobalt = 3, nikel = 2, tembaga = 1
dan seng = 0. Semua elektron dari unsur scandium sampai mangan pada orbital d-
nya tidak berpasangan sehingga elektronnya relative lebih mudah dilepaskan. Hal
ini mengakibatkan atom-atomnya cenderung mencapai bilangan oksidasi
maksimum. Pada unsur besi sampai seng, elektron pada orbital d-nya mulai
berpasangan dan terisi penuh. Dengan demikian, unsur-unsur ini cenderung lebih
sukar mencapai bilangan oksidasi maksimum.
Unsur scandium dan seng hanya memilik satu macam bilangan
oksidasi. Bilangan oksidasi scandium = +3 karena melepaskan 3 elektron (2
elektron pada orbital 4s dan 1 elektron pada orbital 3d) untuk memiliki
konfigurasi elektron stabil. Sementara itu, bilangan oksidasi seng = +2 karena
dengan melepaskan 2 elektronnya saja (dari orbital 4s), seng telah mencapai
kestabilan tanpa melepaskan elektron dari subkulit 3d.
Tingkat oksidasi dari unsur-unsur transisi periode keempat diberikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Oksidasi Unsur Periode keempat

IIIB IVB VB VIB VIIB VIIIB IB IIB


Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
+1 +1
+2 +2 +2 +2* +2* +2 +2* +2* +2*
+3* +3 +3 +3* +3 +3* +3* +3 +3
+4* +4* +4 +4 +4 +4
+5 +5 +5 +5
+6 +6 +6
+7

27
Yang dicetak tebal adalah tingkat oksidasi biasa dan yang diberi bintang adalah
tingkat oksidasi paling stabil.

3. Warna Senyawa unsur transisi periode keempat


Sebagian besar ion-ion logam transisi berwarna. Warna-warna khas dari
ion logam dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Warna-Warna Ion Logam Transisi

Unsur Ion Warna Unsur Ion Warna

Mn2+ Merah muda


3+
Sc Sc Tidak berwarna Mn Mn3+ Merah-coklat
MnO4- Coklat-ungu

Ti2+ Ungu Fe2+ Hijau


Ti Ti3+ Ungu-hijau Fe Fe3+ Jingga
Ti4+ Tidak berwarna

V2+ Ungu Co2+ Merah muda


Co
V3+ Hijau Co3+ Biru
V VO2+ Biru
VO43- Merah Ni2+ Hijau
Ni Ni3+ Merah

Cr2+ Biru Cu+ Tidak berwarna


Cr3+ Hijau Cu Cu2+ Biru
Cr CrO42- Kuning
Cr2O72- Jingga
Zn Zn2+ Tidak berwarna

Warna yang timbul dari ion-ion tersebut disebabkan oleh tingkat energi
elektron pada unsur-unsur transisi hampir sama. Jadi, elektron-elektron dapat
bergerak ke tingkat yang lebih tinggi dengan mengadsorpsi sinar tampak.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa untuk ion Sc 3+ , Ti4+, Cu+, dan Zn2+ tidak
berwarna. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan konfigurasi elektron dari ion-ion
tersebut. Pada konfigurasi ion Sc3+ (4s0 3d0) dan ion Ti4+ (4s0 3d0) tampak bahwa
kedua ion tersebut tidak memiliki elektron pada subkulit 3d. Sementara itu, pada
konfigurasi ion Cu+ (4s0 3d10) dan ion Zn2+ (4s0 3d10) tampak bahwa kedua ion
tersebut subkulit 3d-nya terisi penuh. Jadi, yang menyebabkan senyawa dari ion-
ion tersebut menjadi tidak berwarna karena adanya subkulit 3d yang kosong atau

28
terisi penuh. Pada ion-ion yang berwarna, subkulit 3d-nya belum terisi penuh
sehingga elektron-elektron pada subkulit 3d tersebut dapat menyerap energi
cahaya. Energi tersebut menyebabkan elektron-elektron tereksitasi dan
memancarkan energi cahaya dengan warna yang sesuai dengan warna cahaya
yang dapat dipantulkannya pada saat kembali ke keadaan dasar.

5. Banyak di antaranya dapat membentuk ion kompleks


Ion kompleks adalah ion yang terdiri atas atom pusat dan ligan. Biasanya
atom pusat merupakan logam transisi yang bersifat elektropositif dan dapat
menyediakan orbital kosong sebagai tempat masuknya ligan. Contohnya ion besi
(III) membentuk ion kompleks [Fe(CN)6].

6. Beberapa diantaranya dapat digunakan sebagai katalisator


Salah satu sifat penting unsure transisi dan senyawanya, yaitu
kemampuannya untuk menjadi katalis-katalis reaksi-reaksi dalam tubuh. Di dalam
tubuh, terdapat enzim sitokrom oksidase yang berperan dalam mengoksidasi
makanan. Enzim ini dapat bekerja bila terdapat ion Cu 2+. Beberapa logam transisi
atau senyawanya telah digunakan secara komersial sebagai katalis pada proses
industry seperti TiCl3 (Polimerasasi alkena pada pembuatan plastic), V2O5 (proses
kontak pada pembuatan margarine), dan Cu atau CuO (oksidasi alcohol pada
pembuatan formalin).

29

Anda mungkin juga menyukai