Carpal Tunnel Syndrome Materi
Carpal Tunnel Syndrome Materi
http://www.fisioterapi.web.id/2012/06/carpa
l-tunnel-syndrome.html
FT C Neuromuskuler
1. Definisi
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah kumpulan gejala akibat penekanan pada nervus
medianus ketika melalui terowongan carpal (Carpal Tunnel) di pergelangan tangan.
Manifestasi dari sindroma ini adalah rasa nyeri dan kesemutan (paraesthesia) (Sidharta,
1996).
Wrist Joint disusun oleh 3 tulang : tulang radius, tulang ulna dan tulang carpal. Dimana
terowongan carpal terletak dipergelangan tangan yang kerangkanya di bentuk oleh 8 tulang
carpal yang tersusun atas 2 deretan. Deretan proximal terdiri dari (lateral dan medial :
naviculare, lunatum, triquertum, dan pisiformis). Deretan distal (trapezium, trapezoideum,
capitatum dan hamatum). Tulang-tulang carpal tangan susunannya membusur dengan bagian
konkaf menghadap ke arah telapak tangan. Ruangan ini tertutup oleh ligamentum karpi
transversum sehingga terbentuk suatu terusan yang sempit yang disebut terowongan carpal.
Nervus medianus, terbentuk dari fasikulus lateralis asal radiks C5, C6, C7 dan fasikulus
medialis C8 dan T1. Saraf medianus
di atas siku tidak mempunyai cabang-cabang artikuler menuju sendi siku cabang muskuler
mempersarafi pollicis longus, pronator quadratus. Setelah memberi cabang pada otot-otot
lengan bawah untuk berbagai gerakan lengan dan jari-jari tangan di bawah ligamentum carpi
transversal syaraf medianus bercabang dua, yang lateral (motorik) mempersyarafi otot
abductor pollicis brevis, flexor pollicis brevis, oponen pollicis dan otot lumbricalles kesatu
dan kedua, sedang cabang medial (sensorik) mempersyarafi bagian volar jari-jari 1, 2, 3 dan
½ jari ke 4 (sisi lateral) serta bagian tengah sampai sisi radial juga dipersyarafi oleh n.
medianus.
3. Etilogi
Pada dasarnya setiap keadaan yang menyebabkan tekanan/kompresi pada nervus medianus
dalam lorong carpal dapat merupakan etiologi CTS. CTS disebabkan oleh : (1) Idiopatik, (2)
Penebalan jaringan ikat seperti Rematik (RA, OA), (3) Gangguan metabolisme, (4) Trauma,
dapat bersifat kronik pada pergelangan tangan karena over use, (5) Heriditer berupa
sempitnya terowongan carpal. Karakteristik dari CTS yaitu adanya peningkatan rasa baal
pada jari-jari waktu bangun pagi hari disertai kesemutan/rasa terbakar, gangguan motorik
jari-jari, nyeri pada sendi-sendi interphalangeal serta hipotropi otot-otot tenar pada kondisi
lebih lanjut (Sidharta, 1996).
4. Perubahan Patologi
Kontraksi otot secara berulang-ulang atau terus-menerus dan statik akan menimbulkan
spasme, sehingga sirkulasi darah menjadi tidak lancar. Hal ini akan menyebabkan
penumpukan Asam laktat dan zat-zat kimia seperti bradikinin dan histamine. Dengan
penumpukan zat-zat tersebut akan merangsang ujung-ujung saraf sensoris atau saraf nyeri
(nosiseptor) dan akan dihantarkan ke medulla spinalis selanjutnya oleh saraf acendent
disampaikan ke otak dan akan diinterprestasikan yaitu rasa nyeri. Dengan adanya rasa nyeri
tadi bisa mengakibatkan spasme otot yang merupakan perlindungan dari adanya nyeri, dan
penderita akan membatasi pergerakkannya terutama yang menimbulkan rasa nyeri.
Selanjutnya dalam jangka waktu lama dapat timbul kelemahan otot yang akhirnya
menimbulkan gangguan fungsi dan gerak yang berhubungan dengan fungsi tangan kiri.
CTS terjadi bila saraf medianus mengalami kompresi dalam struktur anatomis terowongan
karpal. Kompresi dapat disebabkan oleh meningkatnya volume dalam terowongan karpal,
pembesaran saraf medianus, atau berkurangnya area cross-sectional dalam terowongan
karpal. Dari ketiga penyebab ini, yang menjadi penyebab terbanyak adalah meningkatnya
volume terowongan karpal, namun apa yang menjadi penyebab peningkatan volume ini
masih belum jelas hingga saat ini. Diduga salah satu penyebab adalah tenosinovitis akibat
trauma berulang (Phallen, 1951; Nissen, 195; Hybinette, 1975). Gerakan flexi-extensi
berulang dan terus menerus pada pergelangan tangan dan jari-jari akan meningkatkan tekanan
pada tendon yang mengakibatkan terjadinya tenosinovitis dan selanjutnya menyebabkan
kompresi pada saraf medianus. Fuchs, Nathan, dan Mayers (1991), menemukan adanya
proses inflamasi pada 10 % pasien, sedangkan pada penelitian lain ditemukan adanya oedema
pada 7 % pasien (Cailliet, 1994).
Kompresi ringan pada saraf tepi akan menurunkan aliran darah epineural. Transport aksonal
akan terganggu, akibat kompresi aksonal tekanan dalam endoneural akan meningkatkan dan
menyebabkan parestesia. Oleh Caillet (1994), kelainan saraf ini dikategorikan menjadi dua
stadium, yaitu :
a. Stadium I
b. Stadium II
Terjadi kompresi kapiler sehingga menyebabkan anoksia dan berakibat kerusakan endotel
kapiler. Protein masuk ke dalam jaringan dan menyebabkan terjadinya oedem lebih lanjut.
Protein tidak dapat keluar melalui perineurium sehingga terjadi akumulasi cairan dalam
endoneurial yang akan menghambat metabolisme dan nutrisi aksonal. Proliferasi fibroblas
terjadi akibat iskemia ini dan terbentuk jaringan parut yang akan menyebabkan kontriksi
jaringan lunak sekitarnya. Pada stadium akhir ini, lesi saraf dapat menjadi ireversibel dan
menyebabkan gannguan sensorik dan motorik permanen.
a. Rasa nyeri di tangan yang biasanya timbul di malam atau pagi hari dan penderita sering
terbangun karena nyeri ini. Penderita sering berusaha sendiri mengatasi keluhannya dengan
meninggikan letak tangannya, dengan menggerak-gerakkan tangan atau mengurut, ternyata
rasa nyeri dapat dikurangi. Keluhan juga berkurang bila tangan/pergelangan lebih banyak
istirahat dan sebaliknya.
b. Rasa kebas, semutan, kurang berasa, tingling (seperti kena strom) biasanya jari 1, 2, 3 dan
½ jari ke 4 tapi tak pernah keluhan pada jari 5.
c. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai lengan atas dan leher, tapi rasa kebas,
semutan hanya terbatas distal pergelangan tangan saja.
d. Jari-jari, tangan dan pergelangan bengkak dan kaku terutama pagi hari dan menghilang
setelah mengerjakan sesuatu.
f. Ada juga penderita yang datang dengan keluhan otot telapak tangannya mengecil dan
makin lama makin ciut.
6. Klasifikasi CTS
Menurut Kazt (1990), kriteria diagnostik dibuat berdasarkan pengalaman klinis para paneliti,
banyak gejala pasien ditemukan pada perbatasan dari kelas klasifikasi yang satu dengan yang
lainnya.
a. Derajad 0 : Asimtomatik
d. Derajad 3 : Berat
Komplikasi yang mungkin timbul pada Carpal Tunnel Sindroma (CTS) oleh karena kompresi
antara lain : (1). Athrofi otot-otot thenar, (2). Gangguan sensorik yang mengenai bagian
radial telapak tangan serta sisi palmar dari tiga jari tangan yang pertama, (3). Deformitas “ape
hand” (ibu jari sebidang dengan tangan dan athropi otot-otot thenar ), tidak mampu
menjauhkan atau memflexikan ibu jari/melakukan abduksi dalam bidangnya sendiri,
gengggaman tangan melemah, terutama ibu jari dan telunjuk, dan jari-jari ini cenderung
mengadakan hyperextensi dan ibu jari abduksi, tidak mampu memfleksikan phalank distal ibu
jari dan jari telunjuk.
8. Diagnosa
Diagnosa medis merupakan diagnosa yang diberikan dokter. Dalam pemeriksaan
dijumpai adanya keluhan nyeri gerak daerah medianus pergelangan tangan flexi, test
phalen dan test tinnel. Seluruh pemeriksaan diatas dilakukan pada kedua tangan,
sehingga dalam kasus ini diagnosa medis sebagai Carpal Tunnel Syindrome.
Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh
beberapa pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan
dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah :
a) Flick's sign.
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila
keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
b) Thenar wasting.
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
c) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dinamometer.
Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari 1 dipertemukan
dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut.
Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit
seperti menulis atau menyulam.
e) Phalen's test.
Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala
seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat
sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.
f) Torniquet test.
Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan
tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini
menyokong diagnosa.
g) Tinel's sign.
Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus
medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi.
h) Pressure test.
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam
waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
j) Pemeriksaan sensibilitas.
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih
dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
9. Diagnosa Banding
Sebagai diagnosis banding pada syndrome ini adalah kondisi-kondisi seperti Cervical
Spondylosis, ditandai adanya : (a) Kerusakan radiks multiple, kadang asimetris, mengenai
anggota gerak atas disertai atropi otot dan hiporeflexi pada daerah persyarafan radiks terkait,
(b) Penekanan medulla spinalis daerah cervical, terlihat hiper-reflexi anggota gerak bawah,
reflek patologis dan selanjutnya kelemahan anggota gerak bawah. Perlu diingat bahwa gejala
gangguan sensorik pada tangan disertai spastisitas anggota gerak bawah terjadi pada
penderita diatas 50 tahun dapat disebabkan oleh spondilasis cervicalis dengan mielopati,
sempat dapat dibuktikan bahwa bukan karena itu (periksa kadar vitamib B12). Gejala serupa
dapat juga disebabkan oleh tumor pada foramen magnum atau kelainan fossa posterior yang
dikenal sebagai malformasi chiari terutama pada penderita usia muda.
Syndrome “ Thorachic outlet” ini merupakan gejala dan tanda yang terjadi akibat penekanan
arteri subclavia dan plexus brakhialis pada pintu atas rongga dada antara costa pertama
dengan klavikula. Sindroma ini terdiri dari rasa nyeri dan paresthesia pada leher, bahu, lengan
dan tangan ( C8-T1), kelemahan tangan, perubahan warna kulit tangan yaitu jari-jari menjadi
pucat, dan pada penggunaan anggota gerak atas gejala- gejala tersebut makin jelas.
10. Prognosis
Pemeriksaan obyektif meliputi inspeksi postur leher, atropi otot – otot yang diinnervasi saraf
medianus, tropic change, ekspresi wajah saat gerakan dengan menggunakan tangan kanan
seperti : menggenggam atau menjumput.
Pemeriksaan neurologis untuk mengidentifikasi defisit sensoris dan motoris meliputi : reflek
fisiologis dan patologis.
Pasien diminta menunjukkan derajat nyeri pada garis sepanjang 10 cm, dimana titik ujung 0
menunjukkan tidak nyeri dan titik ujung 100 menunjukkan nyeri tak tertahankan, jarak antara
titik ujung 0 dengan titik yang ditunjuk pasien merupakan gambaran derajat nyeri yang
dirasakan pasien.
Dilakukan tes traksi dan distraksi/kompresi pada cervical selama 5 detik pada posisi rotasi,
lateral fleksi dan ekstensi.
3. Tes Phalen`s
Tangan pasien pada posisi palmar fleksi full ROM dipertahankan selama kira-kira 30 detik.
Jika muncul keluhan nyeri dalam waktu tersebut mengindikasikan bahwa hasil tes positif.
4. Tes Prayer`s
Tangan pasien pada posisi dorsi fleksi full ROM dipertahankan selama kira – kira 30 detik.
Jika muncul keluhan nyeri dalam waktu tersebut mengindikasikan bahwa hasil tes positif.
5. Tes Tinel
Tes ini mendukung diagnosa jika timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus
medianus kalau dilakukan perkusi pada carpal tunnel dengan posisi tangan sedikit dorsi
fleksi. Jika muncul keluhan nyeri yang menjalar sepanjang distribusi saraf medianus
mengindikasikan bahwa hasil tes positif.
Depresi bahu dengan fleksi siku hingga 90°, abduksi bahu dengan fleksi siku hingga 90°,
eksorotasi bahu, siku dan jari ekstensi dengan lengan bawah supinasi dan siku ekstensi.
Setiap gerakan dilakukan sampai titikuncomfortable melalui feedback dari pasien (Ekstrom
dan Holden, 2002).
Depresi bahu dengan siku difleksikan hingga 90° diikuti pronasi lengan bawah, ekstensi siku,
fleksi siku dan jari lalu abduksi bahu.
a) Problematik Fisioterapi
1. Impairment
Nyeri, spasme otot, penurunan kekuatan otot, tropic change.
2. Functional Limitation
Keterbatasan fungsional berupa gangguan aktifitas saat berkendara sepeda motor, memasak,
mencuci, menyapu dan gangguan menggenggam.
b) Intervensi Fisioterapi
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus carpal tunnel syndromeuntuk mengurangi nyeri sangat
beragam, tetapi disini penulis hanya menggunakan Microwave diathermi, ultrasonik, dan
mobilisasi saraf tepi.
Seperti layaknya shortwave diathermy, pada microwave diathermy masih terjadi perdebatan
mengenai efek terapeutik secara spesifik, tidak ada bukti jelas yang mendukung selain efek
panas/termal.
McMeeken dan Bell tahun 1990 mengaplikasikan MWD pada dosis klinis terjadi peningkatan
temperatur kulit sebesar 10° dan aliran darah dalam dan superfisial lengan bawah dan tangan
pada subyek normal, respon tersebut berlangsung hingga 20 menit setelah aplikasi (Low,
2000).
2. Ultrasonik
Efek biofisika ultrasonik terbagi menjadi efek termal dan non-termal. Efek termal yang
menghasilkan panas dapat meningkatkan aktifitas metabolik, aliran darah dan efek analgesik
pada saraf, serta diklaim juga meningkatkan ekstensibilitas jaringan kolagen (Baker et al,
2001). Sedang efek non-termal yaitu terjadinya kavitasi.
Tidak ada bukti langsung ultrasonik bermanfaat terhadap permeabilitas membran, tetapi
adanya perubahan sintesis protein, degranulasi mast sel, produksi growth factor, uptake
kalsium dan mobilitas fibroblast (ter Haar, 1999 dikutip Baker et al, 2001). Perubahan
permeabilitas membran sel darah merah pada tempat homogen yang didasarkan pada deteksi
peningkatan potasium ekstraseluler setelah paparan ultrasonik kontinyus 1 MHz intensitas 0,5
– 3 W/cm², perubahan tersebut juga dapat menyebabkan mikrotrauma (Lota dan Darling,
1955 dikutip Baker et al, 2001). Tidak hanya trauma mekanik yang menyebabkan mast sel
degranulasi, tetapi ultrasonik juga meningkatkan permeabilitas membran sel pasif, kerusakan
dasar membran merangsang angiogenesis (Hanahan, 1996 dikutip Baker et al 2001).
Penelitian pada otot manusia menunjukkan bahwa setelah 10 menit aplikasi ultrasonik
kontinyus 1 MHz intensitas 1,5 W/cm² dengan 20 cm² aplikasi tranduser pada daerah kulit
seluas 80 cm², temperaturgastrocnemius pada kedalaman 3 cm meningkat 5°C (Draper et al,
1993 dikutip Baker et al, 2001). Pada penelitian in vivo hingga 1997, hanya satu penelitian
tentang efek pemanasan ultrasonik pada ekstensibilitas ligamen. Penelitian yang dilakukan
pada ligamen collateral lateral dan medialdengan dosis klinis 1,5 W/cm², 1 MHz selama 8
menit, terjadi peningkatan ekstensibilitas tetapi peningkatannya tidak signifikan (Reed, 1997
dikutip Baker et al, 2001).
Penelitian yang terbaru membandingkan antara ultrasonik dengan laser terapi pada penderita
carpal tunnel syndrome, dimana ultrasonik lebih efektif dalam perbaikan tingkat nyeri yang
sebanding dengan pemberiansplinting atau suntikan kortikosteroid tetapi tidak termasuk
komplikasi atau keterbatasannya (Burk et al, 1994 dikutip Bakhtiary dan Rashidy, 2004).
Ultrasonik mungkin dapat mempercepat proses penyembuhan pada kerusakan jaringan,
dimana mekanisme terjadinya terbukti dalam penelitian yang dilakukan Bakhtiary dan
Rashidy (2004) yang membandingkan antara ultrasonik dan laser terapi dimana ultrasonik
lebih signifikan dalam mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan menggenggam, merubah
parameter elektrofisiologi saraf kearah normal dibandingkan dengan laser terapi pada pasien
dengan carpal tunnel syndrome ringan hingga sedang.
US digunakan untuk terapi dalam penelitian ini adalah frekuensi 1 MHz, diberikan secara
continuous, dengan intensitas 0,5 watt/cm2 , diberikan dalam waktu 6 menit.. Adapun
pengaruh gelombang US yang diharapkan terhadap proses peradangan dan perbaikan jaringan
seperti padasindroma lorong karpal adalah : (1) untuk dapat mempercepat proses inflamasi
normal dengan meningkatkan produksi dan pelepasan wound-healing factors, (2) dapat
meningkatkan proses sintesa collagen dan meningkatkan permeabilitas membran sel, hal
tersebut akan menyebabkan lebih banyak collagen yang terbentuk dan juga meningkatkan
tensile strength pada ligamen, (3) dapat memperbaiki extensibilitas jaringan collagen yang
telah terbentuk setelah proses inflamasi, (4) dapat terjadicapillary hyperaemia dengan
pelepasan histamine-like substances yang akan membantu pengangkutan dan mengurangi
pengaruh algogenic chemicals yang dihasilkan selama proses inflamasi, sehingga dapat
mengurangi nyeri. (Wadsworth, 1981 )
Tidak ada bukti penelitian bahwa saraf dalam sekali mobilisasi dapat bergerak kembali dari
keterbatasannya (Ekstrom dan Holden, 2002).Penelitian pada 15 cadaver menunjukkan
bahwa saraf medianus dan ulnaris bergerak longitudinal pada siku rata – rata 7,3 mm dan 9,8
mm, masing – masing dilakukan full fleksi – ekstensi siku. Saraf medianus terjadi
longitudinal gliding pada wrist dengan full arc wrist fleksi dan ekstensi dengan nilai 15,5 mm
dan saraf ulnaris 14,8 mm (Wilgis dan Murphy, 1986 dikutip Ekstrom dan Holden, 2002).
Mobilisasi saraf medianus menggunakan 5 gerakan sekuensi, yaitu : depresi shoulder girdle
dengan fleksi siku hingga 90°, abduksi bahu dengan fleksi siku hingga 90°, eksorotasi bahu,
pergelangan tangan dan jari ekstensi dengan lengan bawah supinasi dan siku ekstensi. Setiap
gerakan dilakukan sampai titik uncomfortable melalui feedback dari pasien dan
kemudianrelease hanya pada titik dimana tekanan uncomfortable terasa (Ekstrom dan
Holden, 2002)
Mobilisasi dilakukan secara gentle, ekstensi siku selama 2 detik hingga pasien merasakan
tekanan tetapi tidak nyeri, kemudian fleksi siku hingga titik dimana pasien tidak merasakan
tekanan, ulangi sebanyak 6 – 7 gerakan mobilisasi (Ekstrom dan Holden, 2002).
Sumber : http://fisiobjm.blogspot.com