Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

UNIT KESEHATAN KERJA (INDUSTRI) DESA MONGOLATO


KECAMATAN TELAGA KABUPATEN GORONTALO

OLEH :
MAHASISWA PROFESI NERS ANGKATAN VIII
STASE KEPERAWATAN KOMUNITAS DAN KELUARGA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Asuhan
Keperawatan Komunitas Unit Kesehatan Kerja di Desa Mongolato, Kecamatan
Telaga, Kabupaten Gorontalo.

Dalam penyusunan Laporan Akhir ini, kami banyak mendapat bimbingan dan
dorongan semangat dari berbagai pembimbing. Baik pembimbing kampus maupun
pemerintah setempat serta masyarakat binaan, untuk itu kami mengucapkan banyak
terima kasih.

Dalam penyusunan Laporan Akhir ini, kami menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu segala kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.

Akhir kata, Insya Allah Laporan Akhir ini dapat bermanfaat untuk
mewujudkan pelayanan prima pada Keperawatan Komunitas unit kesehatan kerja .

Gorontalo, November
2018

TIM PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri yang ada pada saat ini ditinjau dari modal kerja yang digunakan
dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu industri besar (Industri
Dasar), industri menengah (Aneka industri) dan industri kecil Industri kecil dengan
teknologi sederhana/tradisional dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas
adalah merupakan industri yang banyak bergerak disektor informal. Pekerja pada
kelompok ini merupakan kelompok kerja yang tergolong pada "underserved
working population" dan belum mendapatkan pelayanan kesehatan kerja seperti
yang diharapkan.
Permasalahan tentang keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat
dipisahkan dari permasalahan dari dunia industri, karena keselamatan dan
kesehatan kerja berkaitan erat dengan peningkatan produksi dan produktivitas.
Dewasa ini umumnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam industri dikaitkan
dengan masalah lingkungan. Tetapi posisi keselamatan dan kesehatan pekerja
berada di luar standar manajemen lingkungan ISO 14000. Seharusnya secara
otomatis perancang-perancang ISO memasukkan keselamatan dan kesehatan
pekerja ke dalam masalah-masalah lingkungan. Alasan yang mungkin
mengeluarkan masalah keselamatan dan kesehatan pekerja dari masalah
lingkungan karena otoritas masalah keselamatan dan kesehatan pekerja berada di
bawah Departemen Tenaga Kerja.
Dalam rangka meningkatkan kesehatan kerja khususnya bagi pekerja sektor
informal, Departemen Kesehatan sebagai instansi pemerintah yang berkewajiban
membina kesehatan masyarakat khususnya pekerja sektor infomal menyusun
petunjuk praktis tentang bagaimana cara bekerja secara baik dan benar menurut
kaidah kesehatan untuk berbagai jenis pekerjaan pada aneka ragam industri.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan proses asuhan keperawatan kesehatan
kerja dalam mengotimalkan pelayanan kesehatan yang meliputi : peningkatan
kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pengobatan
penyakit dengan memanajemen masalah kesehatan yang ada dalam individu
maupun kelompok pekerja.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian kebutuhan dan masalah keperawatan pada
pekerja yang meliputi :
- Mengidentifikasi data yang diperlukan baik individu maupun
kelompok.
- Mengumpulkan data dengan menggunakan metode atau strategi yang
sesuai.
- Menganalisa data yang telah diperoleh.
- Menentukan masalah keperawatan yang telah diprioritaskan
b. Merencanakan asuhan keperawatan kesehatan kerja
c. Melaksanakan rencana keperawatan kesehatan kerja yang meliputi :
- Independent: health education sesuai dengan kebutuhan baik secara
individu maupun kelompok.
- Menciptakan hubungan yang efektif dengan beberapa sumber yang
terkait.
- Membantu dan mengembangkan pelaksanaan asuhan keperawatan
dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap individu atau
kelompok pekerja.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Teori dan model keperawatan komunitas unit kesehatan kerja
Kesehatan kerja, merupakan bidang khusus ilmu kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan agar memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial.
Upaya ksehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas, beban, dam
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal (Undang-Undang Kesehatan 1992).
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi
permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian.
Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek kesehatan dari pekerja
itu sendiri. (Efendi & Makhfudli, 2009).

1. Ruang lingkup kesehatan kerja


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal
cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk:
- Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja
di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun
kesejahteraan sosialnya;
- Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya;
- Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang membahayakan kesehatan;
- Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.
2. Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja
dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar
pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi awal seseorang
untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dan lain-
lain.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Beban kerja yang
terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia, dan
lain-lain) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban
tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan
gangguan atau penyakit akibat kerja.

3. Penyebab kecelakaan kerja


 Penyebab dasar
1) Faktor manusia atau pribadi karena kurangnya kemampuan fisik,
mental, dan psikologis karena kurang atau lemahnya pengetahuan dan
keterampilan (keahlian), stress dan motivasi yang tidak cukup.
2) Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan
kemampuan kepemimpinan dan/atau pengawasan, pembelian atau
pengadaan barang, perawatan, alat-alat, perlengkapan, dan barang-
barang atau bahan-bahan, standar-standar kerja, serta berbagai
penyalahgunaan yang terjadi di lingkungan kerja.

b. Penyebab langsung
1) Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standar), yaitu tindakan yang
akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan pengaman,
pelindung, atau riuntangan yang tidak memadasi atau tidak memenuhi
syarat; bahan dan peralatan yang rusak; terlalu sesak atau sempit;
system-sistem tanda peringatan yang kurang memadai; bahaya-bahaya
kebakaran atau ledakan; kerapian atau tata letak yang buruk; lingkungan
berbahaya atau beracun (gas, debu, asap, uap, dan lainnya); bising;
paparan radiasi; serta ventilasi dan penerangan yang kurang (B. Sugeng,
2003).
2) Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standar), yaitu tingkah laku,
atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya
mengoprasikan alat tanpa wewenang; gagal untuk member peringatan
dan pengamanan; bekerja dengan kecepatan yang salah; menyebabkan
alat-alat keselamatan tidak berfungsi; memindahkan alat-alat
keselamatan; menggunakan alat yang rusak; menggunakan alat dengan
cara salah; serta kegagalan memakai alat pelindung atau keselamatan
diri secara benar (B. Sugeng, 2003).

B. Asuhan keperawatan kesehatan kerja


Keperawatan kesehatan kerja merupakan cabang dari perawatan kesehatan
komunitas yang memberikan pelayanan pada tenaga kerja. Pelayanan berfokus
pada promosi, proteksi, dan pemulihan kesehatan tenaga kerja dalam hubungannya
dengan keselamatan dan lingkungan kerja yang sehat.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan upaya pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis terhadap mesyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga atau
kelompok yang menyangkut permasalah pada fisiologis, psikologis, sosial
ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan.
Pengkajian dalam kesehatan kerja meliputi :
 Biologi manusia, meliputi :
Karakteristik usia dan jenis kelamin, masalah – masalah kesehatan yang
bersifat genetif pekerja, fungsi fisik dengan mengidentifikasi berbagai
system tubuh
 Lingkungan
Aspek lingkungan meliputi berbagai potensial hazard yang bias
menyebabkan gangguan kesehatan akibat kerja yang meliputi hazard fisik,
biologi, kimia, psikologi, ekonomi
 Gaya hidup
Pengkaijan tentang gaya hidup meliputi pola konsumsi makanan, aktivitas
dan istirahat, penampilan pada saat bekerja, penggunaan alat pelindung diri
 System kesehatan
Pengkajian system kesehatan meliputi system pelayanan kesehatan baik
yang terdapat di perusahaan maupun diluar perusahaan (rujukan). Program
pengawasan (monitoring) terkait dengan keselamatan kerja, kebijakan dan
program promosi kesehatan yang ada diperusahaan, keterbatasan dalam
upaya promosi dan proteksi, system pelayanan kesehatan pada keluarga
pekerja

a. Pengumpulan Data
1) Hal yang perlu dikaji pada komunitas atau kelompok antara lain : Inti
(Core) meliputi : Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri
atas usia yang beresiko, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama,
nilai-nilai, keyakinan, serta riwayat timbulnya kelompok atau
komunitas.
2) Mengkaji 8 subsistem yang mempengaruhi komunitas, antara lain:
a) Perumahan, bagaimana penerangannya, sirkulasi, bagaimana
kepadatannya karena dapat menjadi stresor bagi penduduk
b) Pendidikan komunitas, apakah ada sarana pendidikan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
c) Keamanan dan keselamatan, bagaimana keselamatan dan keamanan
tempat tinggal, apakah masyarakat merasa nyaman atau tidak,
apakag sering mengalami stres akibat keamanan dan keselamatan
yang tidak terjamin
d) Kualiti dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan, apakah cukup
menunjang, sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan
pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan
e) Pelayanan kesehatan yang tersedia, untuk melakukan deteksi dini
dan merawat atau memantau gangguan yang terjadi
f) Sistem komunikasi, serta komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan yang
terkait dengan gangguan penyakit
g) Sistem ekonomi, tingkat sosial ekonomi masyarakat secara
keseluruhan, apakah pendapatan yang terima sesuai dengan Upah
Minimum Registrasi (UMR) atau sebaliknya
h) Rekreasi, apakah tersedia sarana rekreasi, kapan saja dibuka, apakah
biayanya dapat dijangkau masyarakat

b. Jenis Data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari data subjektif dan data objektif
(Mubarak, 2005):
1) Data Subjektif
Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang dirasakan
oleh individu, keluarga, kelompok, dan komunitas, yang diungkapkan
secara langsung melalui lisan.
2) Data Objektif
Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan dan
pengukuran
c. Sumber Data
1) Data primer
Data yang dikumpulkan oleh pengkaji dari individu,keluarga,
kelompok, masyarakat berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian.
2) Data sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya,
misalnya:kelurahan, catatan riwayatkesehatan pasien atau medical
record.

d. Cara Pengumpulan Data


1) Wawancara yaitu: kegiatan timbal balik berupa tanya jawab
2) Pengamatan yaitu: melakukan observasi dengan panca indra
3) Pemeriksaan fisik: melakukan pemeriksaan pada tubuh individu

e. Pengelolaan Data
1) Klasifikasi data atau kategorisasi data
2) Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan telly
3) Tabulasi data
4) Interpretasi data
 Analisa Data : Kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan data
dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui tentang
kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh masyarakat apakah itu masalah
kesehatan atau masalah keperawatan.
 Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan : Berdasarkan analisa
data dapat diketahui masalah kesehatan dan masalah keperawatan yang
dihadapi oleh masyarakat sehingga dapat dirumuskan masalah kesehatan.
 Prioritas Masalah
Prioritas masalah dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan Abraham H
Maslow:
- Keadaan yang mengancam kehidupan
- Keadaan yang mengancam kesehatan
- Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan

2. Diagnosa Keperawatan
Kesehatan Diagnosis keperawatan ialah respon individu pada masalah
kesehatan baik yang aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan
komunitas akan memeberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan
masyarakat baik yang nyata dan yang mungkin terjadi. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan tingkat rekreasi komunitas terhadap stresor yang ada.
Selanjutnya dirumuskan dalam tiga komponen, yaitu problem/masalah (P),
etiology atau penyebab (E), dan symptom atau manifestasi/data penunjang (S)
(Mubarak, 2005).
a. Problem : merupakan kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal
yang seharusnya terjadi.
b. Etiologi : penyebab masalah kesehatan atau keperawatan yang dapat
memeberikan arah terhadap intervensi keperawatan.
c. Symptom : tanda atau gejala yang tampak menunjang masalah yang terjadi.
Diagnosa keperawatan kesehatan kerja meliputi status klien, kesakitan akibat
kerja, populasi yang beresiko, hazard ditempat kerja.

Contoh diagnosis keperawatan :


 Gangguan tidur akibat tekanan pekerjaan
 Menurunnya moral pekerja berhubungan dengan meningkatnya ketegangan
dan stress dalam area kerja
 Gangguan (penurunan) fungsi pendengaran berhubungan dengan tidak
menggunakan alat proteksi pada area dengan tingkat kebisingan yang tinggi
 Resiko terpapar Hepatitis B berhubungan dengan meningkatnya kontak
dengan darah
 Resiko jatuh (cedera) berhubungan dengan tempat bekerja yang terlalu
tinggi, dll

3. Perencanaan/ Intervensi
Perencanaan keperawatan merupakan penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan
diagnosis keprawatan yang sudah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien. Perencanaan intervensi yang dapat dilakukan berkaitan
dengan diagnosa keperawatan komunitas yang muncul diatas adalah (Mubarak,
2005):
a. Lakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit
b. Lakukan demonstrasi ketrampilan cara menangani penyakit
c. Lakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan penyakit
d. Lakukan kerja sama dengan ahli gizi dalam mennetukan diet yang tepat
e. Lakukan olahraga secara rutin
f. Lakukan kerja sama dengan pemerintah atau aparat setempat untuk
memperbaiki lingkungan komunitas
g. Lakukan rujukan ke rumah sakit bila diperlukan
Perencanaan pemecahan masalah dalam keperawatan kesehatan kerja yang
mencakup three level prevention yang terdiri dari :
1) Prevensi primer
Termasuk dalam kegiatan prevensi primer adalah :
 Promosi kesehatan yang meliputi kegiatan pendidikan kesehatan,
perbaikan gizi, istirahat dan olahraga bagi pekerjaan pemberian ANC
bagi pekerja wanita yang sedang hamil
 Pencegahan penyakit yang meliputi mengurangi faktor resiko,
pemberian imunisasi, manajemen stress
 Pencegahan injury yang meliputi pendidikan keselamatan, penggunaan
alat pelindung diri (APD), penanganan zat berbahaya, menurunkan
bahaya yang mengancam keselamatan, meningkatkan kesehatan
ergonomis
2) Prevensi sekunder
Termasuk dalam upaya prevensi sekunder adalah
 Pemeriksaan (sreening) kepada calon pekerja, pemeriksaan kesehatan
secara berkala, pemeriksaan terhadap aspek lingkungan yang bias
menimbulkan bahaya bagi pekerja
 Penatalaksanaan kasus (case management)
 Penanganan kegawatan yang meliputi kegawatan fisik, psikologis
maupun kecelakaan akibat kerja.
3) Prevensi tersier
Yang termasuk dalam kegiatan pencegahan tersier meliputi :
 Pencegahan penyebar penyakit menular
 Pencegahan kekambuhan
 Pencegahan komplikasi
 Rehabilitasi pekerja

4. Pelaksanaan/Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun. Dalam pelaksanaannya tindakan asuhen keperawatan harus
bekerjasama dengan angoota tim kesehatan lain dalam hal melibatkan pihak
puskesmas, bidan desa, dan anggota masyarakat (Mubarak, 2005). Perawat
bertanggung jawab dalam melaksanakan tindakan yang telah direncanakan
yang bersifat (Efendi, 2009), yaitu:
a. Bantuan untuk mengatasi masalah gangguan penyakit
b. Mempertahankan kondisi yang seimbang dalam hal ini perilaku hidup sehat
dan melaksanakan upaya peningkatan kesehatan
c. Mendidik komunitas tentang perilaku sehat untuk mencegah gangguan
penyakit
d. Advocat komunitas yang sekaligus memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan
komunitas
5. Penilaian/Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan
keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan tingkat
kemandirian masyarakat dalam perilaku kehidupan sehari-hari dan tingkat
kemajuan masyarakat komunitas dengan tujuan yang sudah ditentukan atau
dirumuskan sebelumnya (Mubarak, 2005).
Adapun tindakan dalam melakukan evaluasi adalah:
a. Menilai respon verbal dan nonverbal komunitas setelah dilakukan
intervensi
b. Menilai kemajuan oleh komunitas setelah dilakukan intervensi keperawatan
c. Mencatat adanya kasus baru yang dirujuk ke rumah sakit

BAB III
PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Tabel 3.1
Distribusi Anggota Kelompok Kerja berdasarkan Jenis Kelamin
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki - Laki 14 30
Perempuan 32 70
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas diperoleh anggota kelompok kerja yang
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 14 jiwa (30%) dan berjenis kelamin
perempuan berjumlah 32 jiwa (70%).
2. Unit Kerja (3 industri)
Tabel 3.2
Distribusi Anggota Kelompok Kerja berdasarkan Jenis Industri
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Unit Kerja Jumlah %


karawo 25 54
Pembuat kue kering 13 28
Pembuat Bentor 8 17
Total 46 100

Berdasarkan tabel diatas diperoleh anggota kelompok kerja yang


bekerja pada Industri karawo berjumlah 25 jiwa (54%), pembuatan kue
kering berjumlah 13 jiwa (28%), pembuat bentor berjumlah 8 jiwa (17%).

3. Ergonomi.
a. Posisi Dalam Kerja
Tabel 3.3
Distribusi Anggota Kelompok Kerja berdasarkan Posisi Bekerja
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo
Posisi Bekerja Jumlah %
Duduk 40 86
Membungkuk 6 14
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas diperoleh anggota kelompok kerja yang
bekerja pada posisi duduk 40 (86%), Membungkuk 6 (14%).
b. Lama Ganti Posisi Dalam Kerja

Tabel 3.4
Distribusi Anggota Kelompok Kerja berdasarkan lama ganti posisi dalam
bekerja
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Lama ganti Jumlah %


<15 menit 19 42
15 menit 18 39
>15 menit 9 19
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas diperoleh anggota kelompok lama ganti posisi
posisi <15 menit 19 (42%), 15 menit 18 (39%), >15 menit 9 (19%)
c. Masalah Kesehatan

Tabel 3.5
Distribusi Anggota Kelompok Kerja berdasarkan masalah kesehatan
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Masalah kesehatan Jumlah %


Nyeri pinggang 17 38
Penglihatan kabur 12 26
Hipertensi 9 20
ISPA 4 9
Batuk 1 3
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas diperoleh anggota kelompok yang mempunyai
masalah kesehatan, Nyeri pinggang 17 (38%), Penglihatan kabur 12 (26%),
Hipertensi 9 (20%), ISPA 4 (9%), Batuk 1 (3%)
4. Perlindungan Diri
a. Penggunaan APD
Tabel 3.6
Distribusi Anggota Kelompok Kerja berdasarkan penggunaan APD
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Menggunakan Jumlah %
Ya 40 87
Tidak 6 13
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas diperoleh anggota kelompok yang
menggunakan APD, Ya(masker,sarung tangan dan kaca mata) 40 (87%),
Tidak 6 (13%).
b. Pendidikan Tentang APD

Tabel 3.7
Distribusi Menerima Pendidikan Tentang APD
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Menggunakan Jumlah %
Sudah 0 0
Belum 46 100
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil belum pernah mendapatkan
pendidikan APD 46 (100%).

5. Kecelakaan Kerja.
a. Mengalami Kecelakaan Kerja
Tabel 3.8
Distribusi Mengalami Kecelakaan Kerja
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Kecelakaan Jumlah %
Pernah 28 61
Belum 18 39
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil sudah pernah mengalami
kecelakaan 28 (61%) dan belum pernah 18(39%).

b. Mengetahui P3K
Tabel 3.9
Distribusi Mengetahui P3K
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

P3k Jumlah %
Mengetahui 26 56
Tidak 20 44
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil yang mengetahui P3K 26 (56%)
dan tidak mengetahui 20 (44%)
c. Asuransi Kerja
Tabel 3.10
Distribusi Memiliki Asuransi Kesehatan
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Asuransi Kesehatan Jumlah %


Ada 0 0
Tidak 46 100
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil yang tidak memiliki asuransi
kesehatan 46 (100%)

d. Mendapatkan Pendidikan Kesehatan ditempat Kerja


Tabel 3.11
Distribusi Mendapatkan Pendidikan Kesehatan
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo
Pendidikan Kesehatan Jumlah %
Ada 0 0
Tidak 46 100
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil yang mengatakan tidak mendapatkan
pendidikan kesehatan ditempat kerja 100%.

e. Terpajan Zat – zat Berbahaya

Tabel 3.12
Distribusi Terpajan Zat-zat Berbahaya
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Zat Berbahaya Jumlah %


Terpajan 25 54
Tidak 21 46
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil terpajan debu kain 25 (54%),
tidak 21 (46%)

6. Lingkungan
a. Ada polusi ditempat kerja
Tabel 3.13
Distribusi Polusi di Tempat Kerja
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Polusi Jumlah %
Terpajan 9 17
Tidak 37 83
Total 46 100

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil mengatakan ada polusi


9(17%) dan tidak 37 (83%)
b. Kondisi Penerangan
Tabel 3.14
Distribusi Kondisi Penerangan
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Penerangan Jumlah %
Cukup 45 98
Kurang 1 2
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil penerangan kurang 1 (2%)
dan cukup 45 (98%)

c. Ventilasi
Tabel 3.15
Distribusi Ventilasi
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Ventilasi Jumlah %
Baik 23 51
Buruk 23 49
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil ventilasi baik 23 (51%) dan
ventilasi buruk 23 (49%)

d. Tingkat Kebisingan
Tabel 3.16
Distribusi Tingkat Kebisingan
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Tingkat Kebisingan Jumlah %


Bising 25 55
Tidak Bising 21 45
Total 46 100

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil bising 25 (55%), tidak bising 21


(45%)
7. Perilaku Hidup Sehat.
a. Sarapan
Tabel 3.17
Distribusi Sarapan
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Sarapan Jumlah %
Ya 46 100
Tidak 0 0
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil pekerja yang kami kaji
didapatkan hasil 46 (100%) sarapan.

b. Makan Saat Istirahat


Tabel 3.18
Distribusi Makan Saat Istirahat
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Makan Saat Istirahat Jumlah %


Ya 44 95
Tidak 2 5
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil pekerja yang makan saat
istirahat 44 (95%) dan tidak makan saat istirahat 2 (5%)
c. Cuci Tangan Sebelum Makan
Tabel 3.19
Distribusi Cuci Tangan
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Cuci Tangan Jumlah %


Ya 46 100
Tidak 0 0
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil 100% cuci tangan.
d. Merokok Saat Kerja
Tabel 3.20
Distribusi Merokok Saat Kerja
Di Desa Mongolato, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo
Merokok Saat Kerja Jumlah %
Ya 8 17
Tidak 38 83
Total 46 100
Berdasarkan tabel diatas di didapatkan hasil merokok saat kerja 8 (17%)
dan tidak merokok 38 (83%).

B. Analisa Data

No. Data Masalah


1. Hasil angket: Resiko peningkatan
- Dari 46 pekerja yang belum pernah mendapatkan pendidikan kecelakaan kerja
APD 100%.
- Dari 46 pekerja yang tidak menerima pelatihan keselamatan
kerja 79%.
- Dari 46 pekerja tidak ada yang mendapatkan pendidikan
kesehatan ditempat kerja 100%.
- Dari 46 pekerja yang didapatkan hasil merokok saat kerja 77%
- Dari 46 pekerja didapatkan hasil mengatakan tidak ada fasilitas
P3K 70%.
2. Hasil angket : Resiko gangguan
- Dari 46 pekerja yang tidak menggunakan APD 89%. pernapasan pada
- Dari 46 pekerja yang terpajan zat-zat berbahaya (Debu Kain) pekerja
54%
- Dari 46 pekerja yang didapatkan hasil batuk 9%.
- Dari 46 pekerja yang didapatkan hasil ventilasi ventilasi buruk
49%.
- Dari 46 pekerja yang didapatkan hasil tempat kerja berpolusi
17%.

3. Hasil Angket : Resiko peningkatan


- Dari 46 pekerja yang kami kaji didapatkan hasil yang duduk penyakit sendi
86% dan yang membungkuk 14%.
- Dari 46 pekerja yang nyeri pinggang 38%
- Dari 46 pekerja lama ganti posisi dalam bekerja yang
didapatkan hasil kurang dari 15 menit 42% , 15 menit 39% , dan
lebih dari 15 menit 19%.
4. Hasil Angket : Resiko peningkatan
- Dari 46 pekerja yang didapatkan hasil bising 45%. penyakit
- Dari 46 pekerja yang mengatakan tidak mendapatkan pendengaran
pendidikan kesehatan ditempat kerja 100%

C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Gangguan (penurunan) fungsi pendengaran B/D tidak menggunakan alat
proteksi pada area dengan tingkat kebisingan yang tinggi
2. Resiko gangguan pernapasan pada pekerja B/D ketidakpatuhan menggunakan
APD diruang lingkup kerja dengan tingkat polusi yang tinggi
3. Resiko peningkatan penyakit sendi B/D lama ganti posisi dalam bekerja
4. Resiko peningkatan kecelakaan kerja B/D ketidaktahuan tentang APD serta
kurangnya pelatihan keselamatan kerja
D. Skoring

Masalah KRITERIA
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Score Keterangan
Kesehatan
1. Resiko 4 5 4 4 5 3 4 4 33 Keterangan kriteria:
peningkatan 1. Sesuai dg peran perawat
kecelakaan komunitas
kerja 2. Resiko terjadi/jumlah yang
2. Resiko 5 5 4 5 4 3 4 4 34 beresiko
gangguan 3. Resiko parah
pernapasan 4. Potensi utk pendidikan
pada pekerja kesehatan
5. Interest utk komunitas
6. Kemungkinan diatasi
3. Resiko 5 5 4 5 4 3 4 4 34 7. Relevan dg program
penigkatan 8. Tersedianya sumber daya
penyakit sendi
4. Resiko 5 5 5 5 4 3 4 4 35 Keterangan Pembobotan:
peningkatan 1. Sangat rendah
penyakit 2. Rendah
pendengaran 3. Cukup
4. Tinggi
5. Sangat tinggi
E. Intervensi
Dx Sasaran Tujuan Strategi Rencana Sumber Tempat Waktu Kriteria Standar evaluasi Evaluator
Kegiatan
1 Pengrajin Setelah Penyuluhan 1. Anjurkan Mahasiswa Area Senin, 30 Pemilik dan 1. Para pekerja mau Dosen
karawo, tindakan kesehatan para pekerja kerja Oktober pekerja pembuat menggenakan alat (pembimbing)
Pembuat keperawatan pada untuk selalu pembuat 2018 kue kering dan pelindung telinga.
kue kering selama 3 hari pemilik mengenakan kue pukul pembuat bentor
dan diharapkan usaha dan penutup kering 15.00 menunjukan 2. Pemilik usaha
pembuat tidak terjadi pengrajin telinga saat dan WIB adanya mau memfasilitasi
bentor di gangguan karawo, bekerja. pembuat perubahan status alat pelindung
Desa kesehatan pekerja bentor kesehatan yang telinga.
Mongolato. pada indra pembuat 2. Anjurkan baik.
kecamatan pendengaran kue kering pemilik usaha
Telaga. dan untuk
Kabupaten pembuat memfasilitasi
Gorontalo bentor alat
pelindung
telinga bagi
karyawan
Dx Sasaran Tujuan Strategi Rencana Sumber Tempat Waktu Kriteria Standar evaluasi Evaluator
Kegiatan
2 Pengrajin Setelah Penyuluhan 1. Anjurkan Mahasiswa Area Senin, 30 Pemilik dan 1.Para pekerja Dosen
karawo, tindakan kesehatan pekerja untuk kerja Oktober pekerja menggunakan (pembimbing)
Pembuat keperawatan pada memakai pengrajin 2018 pengrajin masker saat bekerja
kue kering selama 3 hari pemilik masker saat karawo, pukul karawo, di lingkungan yang
dan diharapkan usaha dan bekerja pembuat 15.00 pembuat kue terpajan zat-zat
pembuat tidak terjadi pekerja kue WIB kering dan berbahaya (Debu
bentor di gangguan pembuat 2. Anjurkan kering pembuat bentor Kain) dan berpolusi
Desa pernafasan kue kering pemilik untuk dan menunjukan
Mongolato. pada pekerja dan memperbaiki pembuat adanya 2.Pemilik
kecamatan pembuat kue pembuat sistem bentor perubahan status memperbaiki
Telaga. kering dan bentor di ventilasi di kesehatan yang sistem ventilasi di
Kabupaten pembuat Desa lingkungan baik. lingkungan kerja
Gorontalo bentor di Mongolato. kerja yang
Desa Kabupaten memungkinkan
Mongolato. Gorontalo 3.Informasikan adanya pertukaran
Kabupaten bahaya polusi udara
Gorontalo udara yang
tinggi, terpajan 3. Pekerja mampu
zat-zat mengulangi
berbahaya macam-macam
(Debu Kain) bahaya terpajan
serta merokok zat-zat berbahaya
bagi kesehatan (Debu Kain) serta
polusi udara dan
rokok sehingga
mampu
mengurangi
konsumsi rokok
setiap harinya.
Dx Sasaran Tujuan Strategi Rencana Sumber Tempat Waktu Kriteria Standar evaluasi Evaluator
Kegiatan
3 Pengrajin Setelah Penyuluhan 1. Berikan Mahasiswa Area Senin, 30 Pemilik dan 1. Pekerja mau Dosen
karawo, tindakan kesehatan informasi kerja Oktober pekerja melakukan (pembimbing)
Pembuat keperawatan pada mengenai pengrajin 2018 pengrajin pergantian posisi
kue kering selama 3 hari pemilik bahaya berada karawo, pukul karawo, secara berkala pada
dan diharapkan usaha dan dalam posisi pembuat 15.00 pembuat kue saat bekerja
pembuat tidak terjadi pengrajin yang sama kue WIB kering dan
bentor di gangguan karawo, dalam waktu kering pembuat bentor 2. Pekerja mau
Desa kesehatan pekerja lama saat dan menunjukan mengkonsumsi
Mongolato. pada sendi pembuat bekerja pembuat adanya cairan saat bekerja
kecamatan kue kering 2. Anjurkan bentor perubahan status sebanyak kurang
Telaga. dan untuk kesehatan yang lebih 6 gelas.
Kabupaten pembuat mempertahank baik.
Gorontalo bentor an asupan
cairan yang
cukup

Dx Sasaran Tujuan Strategi Rencana Sumber Tempat Waktu Kriteria Standar evaluasi Evaluator
Kegiatan
4 Pengrajin Setelah Penyuluhan 1. Berikan Mahasiswa Area Senin, 30 Pemilik dan 1. Pemilik usaha Dosen
karawo, tindakan kesehatan pengetahuan kerja Oktober pekerja dan pekerja dapat (pembimbing)
Pembuat keperawatan pada tentang pengrajin 2018 pengrajin menyebutkan apa
kue kering selama 3 hari pemilik pentingnya karawo, pukul karawo, itu pentingnya
dan diharapkan usaha dan APD pembuat 15.00 pembuat kue APD dan P3K
pembuat tidak terjadi pengrajin kue WIB kering dan
bentor di peningkatan karawo, 2. Anjurkan kering pembuat bentor 2. Pemilik
Desa angka pekerja kepada pemilik dan menunjukan menyediakan
Mongolato. kecelakaan pembuat usaha untuk pembuat adanya fasilitas berupa
kecamatan kerja kue kering memfasilitasi bentor perubahan status APD dan P3K
Telaga. dan APD dan P3K.
Kabupaten pembuat kesehatan yang
Gorontalo bentor baik.
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengkajian keperawatan komunitas unit keperawatan kesehatan kerja di area
kerja di Desa Mongolato. Kecamatan Telaga. Kabupaten Gorontalo terdapat 3 industri unit kerja
yang terdiri dari pengrajin karawo 54%, pembuat kue 28% dan pembuat bentor 17%. Dari total
pekerja di dominasi oleh perempuan 70% dan pembuat bentor 30%. 86% bekerja sambil duduk
dan yang membungkuk 14% dari total 46 pekerja.
Para pekerja sering melakukan pergantian posisi dalam bekerja. 42% < 15 menit, 39% sering
mengganti posisi setiap 15 menit dan 19% > 15 menit. Masalah kesehatan yang kami dapatkan
pada saat pengkajian antara lain : nyeri pinggang 38%, penglihatan kabur 26%, hipertensi 20%,
batuk 9% dan ispa 7%. Setelah melalui diskusi dan wawancara tentang penggunaan APD (masker,
sarung tangan & kaca mata) rata – rata mereka menggunakan APD 87% dan yang tidak
menggunakan APD 13%.
Mereka mengatakan bahwa tidak tahu tentang pengunaan/pemakaian APD yang baik dan benar
dengan presentase 100% belum mendapatkan pendidikan tentang pemakaian APD yang benar. Hal
tersebut terjadi juga pada pelatihan keselamatan kerja 79% belum mendapatkan pelatihan dan 21%
sudah mendapatkan pelatihan. Jadi, berbanding lurus dengan pekerja yang mengalami kecelakaan
kerja 61% dan 39% belum mengalami kecelakaan kerja.
Ketika ada yang mengalami kecelakaan kerja pertolongan pertama adalah dengan P3K. Hasil
dari wawancara kami 56% mengetahui P3K dan tidak mengetahui 44%. Para pekerja di daerah
tersebut belum mendapatkan asuransi kesehatan kerja dengan persentase 100%. Karna banyak
kebanyakan pekerja tidak mendapatkan pendidikan kesehatan ditempat kerja 100%.
Rata – rata para pekerja terpajan zat – zat berbahaya yakni tepajan debu kain 54%. Serta 17%
para pekerja mengatakan udara di tempat mereka bekerja sudah berpolusi. Kondisi penerangan
ditempat mereka bekerja sudah mengatakan cukup dengan hasil 98% dan 2% mengatakan kurang.
Ventilasi ditempat mereka bekerja rata – rata sudah baik dengan persentase 51% dan 49%
mengatakan ventilasi buruk.
Lingkungan ditempat mereka bekerja belum terlalu bising dengan hasil 45% yang mengatakan
tingkat kebisingannya. Sebelum mereka berangkat kerja para pekerja rata – rata sarapan dulu
dengan hasil 100% yang mengatakan hal tersebut. Pada waktu istirahat rata – rata para pekerja
melakukan makan siang di waktu istirahat dengan persentase 95% dan 5% tidak melakukan makan
siang pada waktu istirahat.
Semua pekerja rata – rata melakukan cuci tangan sebelum makan dengan persentase 100%. Dan
masih banyak para pekerja merokok disaat bekerja dengan persentase 17%.
Untuk itu dapat disimpulkan bahwa beberapa masalah sebagai berikut:
1. Resiko Gangguan (penurunan) fungsi pendengaran
21 pekerja yang dikaji, semuanya tidak menggunakan alat pelindung telinga. Faktor ini
meningkatan resiko penyakit pendengaran, didukung juga dengan mixer pembuat kue dan
mesin pemotong besi pembuatan bentor yang menimbulkan suara bising.
2. Resiko gangguan pernapasan pada pekerja
Menurut data yang diperoleh, pekerja yang berada di lingkungan kerja yang pengap dengan
ventilasi buruk. Data yang terkaji menunjukan ventilasi buruk 49% dan ventilasi baik 51%. Hal
ini di perparah dengan adanya bahaya terpajan zat-zat berbahaya (Debu Kain) dan Dari 46
pekerja yang kami kaji didapatkan hasil merokok saat kerja 17% dan tidak merokok 83% serta
polusi udara pada saat pembuatan bentor.
3. Resiko peningkatan penyakit sendi
Dari data pengkajian kami didapatkan hasil pekerja yang duduk 86% dan yang
membungkuk 14%. Dari 46 pekerja yang kami kaji didapatkan hasil kurang dari 15 menit 42%
, 15 menit 39% , dan lebih dari 15 menit 19%. Data lain juga menunjukan bahwa dari 46 pekerja
yang kami kaji didapatkan hasil yang nyeri pinggang 38% . data ini mendukung resiko
peningkatan penyakit sendi karena jarang merubah posisi duduk saat bekerja.
4. Resiko peningkatan kecelakaan kerja
Hal ini didapatkan karena tidak ada pekerja yang menerima pendidikan tentang APD dan
Tidak ada yang menerima pelatihan keselamatan kerja. Dari 46 pekerja yang kami kaji
didapatkan hasil yang pernah mendapatkan pelatihan 21% dan yang belum pernah 79%.
Sehingga bisa ditingkatkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi permasalahan,
mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah
manusia dan meliputi aspek kesehatan dari pekerja itu sendiri. (Efendi & Makhfudli, 2009).
Masalah yang teridentifikasi dari pekerja di Desa Mongolato. Kecamatan Telaga. Kabupaten
Gorontalo, berupa resiko Gangguan (penurunan) fungsi pendengaran, resiko gangguan
pernapasan pada pekerja, resiko peningkatan penyakit sendi dan resiko peningkatan kecelakaan
kerja.

B. Saran
1. Bagi Pemilik usaha
f. Diharapkan pemilik usaha tetap mempertahankan/meningkatkan perilaku yang
menunjang kesehatan.
g. Diharapkan pemilik usaha mampu meningkatkan kesehatan para pekerja dengan
menyediakan alat pelindung diri berstandar untuk para pekerjanya.
2. Bagi petugas kesehatan
Bagi tenaga kesehatan diharapkan mampu :
a. Melakukan pengkajian terhadap kelompok kerja pengrajin karawo, pembuat kue
kering dan pembuat bentor
b. Melakukan pengolahan data dari pengkajian yang didapat
c. Menyusun perencanaan tindakan terhadap kelompok kerja yang bermasalah.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Iqbal Mubarak, Wahit (2005). Pengantar Keperawatan Komunitas. Jakata : Penerbit Sagung Seto
Sugeng, B. 2005. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Haji Masagung
Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo.2010.Etika dan Hukum Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai