T dengan
Diagnosis Medis TB Paru
Disusun oleh :
2019/2020
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
B. Komunikasi Efektif
a. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
sesorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang
lain. Komunikasi juga suatu strategi koordinasi dalam pengaturan pelayanan di rumah
sakit. Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar
tenaga kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam
perawatan pasien. Komunikasi dapat efektif apabila informasi dapat dipahami dan
diterima oleh tenaga kesehatan lain serta dapat segara dilaksanakan tanpa ada hambatan.
Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi namun juga mengacu pada perasaan dan emosi
saat menyampaikan informasi. Komunikasi merupakan komponen yang penting karena
dapat membangun hubungan antara perawat-pasien, perawat-perawat, dan perawat-
dokter.
b. Tingkatan Komunikasi
Komunikasi terjadi pada tingkat intrapersonal, interpersonal dan publik.
Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi didalam diri individu tanpa
disadari. Tujuan dari komunikasi intrapersonal adalalah kesadaran diri yang
mempengaruhi konsep diri dan perasaan dihargai. Komunikasi interpersonal adalah
interaksi antara dua orang atau lebih. Komunikasi interpersonal yang sehat akan dapat
menimbulkan terjadinya pemecahan masalah, menimbulkan berbagai ide, dan
pengambilan keputusan bersama. Komunikasi ini dapat digunakan antara perawat-pasien,
perawat-tenaga kesehatan lainnya. Dalam keperawatan, komunikasi interpersonal sering
digunakan seperti saat berkomunikasi antara pasien dan perawat serta perawat dan tenaga
kesehatan lainnya saat pelaporan kondisi pasien. Komunikasi publik adalah interaksi
dengan sekumpulan orang dalam jumlah yang besar.
c. Bentuk Komunikasi
1. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal merupakan kata-kata yang diucapkan maupun ditulis.
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang biasa digunakan dalam pelayanan
keperawatan rumah sakit. Komunikasi verbal yang efektif harus mencakup komponen
jelas dan ringkas, kosa kata harus diperhatikan, memperhatikan makna denotatif dan
konotatif, kecepatan, waktu dan relevansi, serta humor.
2. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal adalah transmisi pesan tanpa menggunakan kata-kata
dan merupakan salah satu cara bagi seseorang untuk mengirimkan pesan kepada
orang lain. Gerakan tubuh, isyarat, dan getaran suara merupakan komunikasi non
verbal yang mengikuti komunikasi verbal. Bentuk komunikasi nonverbal, meliputi:
metakomunikasi, penampilan sosial, intonasi, ekspresi wajah, postur dan gaya
berjalan, gerakan tubuh, serta sentuhan.
d. Penerapan Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif dapat diterapkan dalam berbagai kegiatan pelayanan
keperawatan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Kegiatan keperawatan meliputi
operan, timbang terima, dan transfer pasien. Operan adalah kegiatan pelaporan kondisi
pasien antar shift di ruangan rumah sakit. Timbang terima adalah pelaporan kondisi
pasien antar tenaga kesehatan. Transfer pasien adalah perpindahan pasien dari satu
ruangan ke ruangan lain dan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain untuk mendapatkan
perawatan lebih lanjut.
e. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Efektif
1. Persepsi
Persepsi setiap perawat terkait komunikasi yang efektif berbeda-beda. Persepsi
perawat dapat terbentuk dari pengalaman perawat itu sendiri dan persepsi dapat
memengaruhi kerja perawat dalam berkomunikasi.
2. Pengetahuan
Pengetahuan perawat akan komunikasi yang efektif penting diperhatikan.
Pengetahuan perawat terkait komunikasi efektif yang kurang akan memengaruhi
proses komunikasi.
3. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan atau keinginan sendiri untuk melakukan suatu
komunikasi yang efektif.
KASUS :
Tn. T berusia 66 tahun dengan diagnosis medis TB Paru. Rabu, 23 September 2019, pasien
datang melalui IGD pukul 17.30 WIB dengan keluhan utama nyeri dada. Pasien mengatakan
penyakit TB paru yang pernah dideritanya kurang lebih 20 tahun yang lalu kambuh lagi. Pasien
sudah menjalankan pengobatan selama 25 hari dengan mendapatkan terapi obat FDC 1x3 tab dan
injeksi streptomycin di puskesmas terdekat. Saat ini, pasien sudah mendapatkan perawatan di
Ruang Kenanga selama 2 hari.
Background :
Pasien memiliki riwayat penyakit TB paru kurang lebih 20 tahun yang lalu dan kambuh lagi.
Pasien selama ini sudah menjalankan pengobatan selama 25 hari dengan terapi obat FDC 1x3 tab
dan injeksi streptomycin di puskesmas terdekat.
Terapi obat yang sudah diberikan :
- IVF RL 20 tpm
- IVF Clinimix 18 tpm
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
- Injeksi Ketrolac 1 ampul/12 jam
- Injeksi Streptomycin 1x750 mg/24 jam diberikan pukul 08.00 WIB
- Diclofenat 1 tablet/12 jam
- OAT FDC KAT II 3 tablet/24 jam diberikan pukul 20.00 WIB
- Diazepam 1 tablet/12 jam
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 23 September 2019 :
- Lekosit : 9,36 103/uL
- Eritrosit : 4,38 106/uL
- Hemoglobin : 13,20 gr/dL
- Hematokrit : 38,70%
- Trombosit : 380 103/uL
Pasien sudah dilakukan foto rontgen thoraks tanggal 24 September 2019 dengan hasil TB paru
lama aktif dengan atektasis lapangan atas paru kiri dan reaksi pleura dupleks.
Assesment :
Masalah nyeri akut belum teratasi.
Recommendation:
Konsultasi Dr. Syahrul, Sp. Paru, apakah perlu dilakukan BTA dan TCM?
Kaji karakteristik nyeri.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi napas dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Anonim. (2017). SBAR – Komunikasi Efektif di Rumah Sakit. http://snars.web.id diakses Jumat,
11 Oktober pukul 19.00 WIB.
Departemen Kesehatan RI. (2014). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety). http://www.depkes.go.id diakses Jumat, 11 Oktober 2019 pukul 19.00 WIB.
Ita. (2017). Apa itu Metode SBAR. http://akperrspad.ac.id diakses Jumat. 11 Oktober 2019 pukul
19.15 WIB.