Anda di halaman 1dari 21

2

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA KASUS

1.1 RETENSIO PLASENTA


1.1.1 Pengertian
Berikut ini adalah pengertian dari retensio plasenta menurut beberapa
sumber, yaitu:
1. Menurut Saifuddin (2009 : 178), Retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi
lahir.
2. Menurut Mochtar (2012 : 207), Retensio plasenta adalah keadaan dimana
plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.
3. Menurut APN (2008 : 104) Plasenta manual adalah tindakan untuk
melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat
implantasiya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.

1.1.2 Etiologi
Etiologi menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut:
1. Menurut Wiknjosastro, Hanifa. (2002) retensio plasenta disebabkan oleh
hal berikut ini:
a. Sebab fungsional
Yaitu his yang kurang kuat atau plasenta sulit lepas karena tempat
melekatnya kurang menguntungkan seperti disudut tuba atau karena
bentuknya luar biasa seperti plasenta membranosea.
b. Ukuran plasenta sangat kecil.
c. Plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, namun

jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk

mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

1) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta


adhesiva)
2) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium sampai di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
3

3) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum keluar disebabkan oleh


tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan
kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio
plasenta). Sehingga diperlukan tindakan manual plasenta.
2. Menurut Saifuddin (2010: 178), sebab-sebab terjadinya retensio plasenta
adalah sebagai berikut:
a. Plaasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat
lebih dalam. Berikut adalah macam implantasi plasenta:
1) Plasenta adhesiva yaitu implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis
2) Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium
3) Plasenta inkreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta hingga
mencapai atau memasuki miometrium
4) Plasenta perkreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
5) Plasenta inkarserata yaitu tertahannya plasenta didalam cavum
uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
b. Plasenta inkarserata (terhalangnya plasenta keluar)
Hal ini terjadi apabila plasenta sudah lepas dari implantasinya tetapi
belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan
yang banyak atau karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah
rahim akibat salah penanganan pada kala III yang menyebabkan
terhalangnya keuarnya plasenta dari uterus. Plasenta mungkin tidak
keluar karena blass atau rectum penuh, maka keduanya harus
dikosongkan.
3. Menurut Wiknjosastro (2010 : 656), apabila plasenta belum lahir setengah
jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Sebab –
sebabnya adalah sebagai berikut:
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
4

4. Menurut Manuaba (2006: 301) kejadian retensio plasenta berkaitan


dengan:
a. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
b. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
c. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan darah penderita
terlalu banyak hilang, terjadi keseimbangan baru berbentuk bekuan
darah, sehingga perdarahan tidak terjadi, atau kemungkinan implantasi
plasenta terlalu dalam.
1.1.3 Tanda dan gejala
Tabel 1.1
Gambaran dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta
Gejala Separasi/akreta Plasenta inkreta Plasenta akreta
parsial

Konsistensi Kenyal Keras Cukup


uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah Sepusat
uteri pusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali, kecuali


akibat inversio oleh
tarikan kuat pada tali
pusat

Menurut Saifuddin (2009: 178)

1.1.4 Diagnosa Kebidanan


5

Menurut Mochtar (2012: 207), pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus


di cari apa penyebabnya. Secara ringkas membuat diagnosis adalah sebagai
berikut:
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari sisa plasenta dan ketuban,
robekan rahim, dan plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium: periksa darah, Hb, clot observation test (COT),
dan lain-lain.

1.1.5 Perencanaan
Menurut SPK (standart 21) penanganan retensio plasenta yaitu sebagai
berikut:
1. Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta (perdarahan yang terjadi
sebelum plasenta lahir lengkap, sedangkan uterus tidak berkontraksi,
biasanya merupakan tanda/gejala retensio plasenta. Perdarahan sesudah
plasenta lahir, sedangkan uterus lembek, juga mungkin disebabkan oleh
adanya bagian plasenta/selaputnya yang tertinggak di dalam uterus).
2. Bila plasenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah bayi lahir, atau bila terjadi
perdarahan sementara plasenta belumlahir, maka berikan oksitosin 10 IU
IM. Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadinya
kontraksi, lalu cobalah melahirkan plasenta dengan menggunakan
penegangan tali pusat terkendali.
3. Jika dengan tindakan tersebut plasenta belum lahir dan tidak ada
perdarahan sementara tempat rujukan tidak terlalu jauh, bawalah ibu ke
tempat rujukan tersebut.
4. Bila terjadi perdarahan maka placenta harus segera dilahirkan secara
manual. Bila tidak berhasil lakukan rujukan segera.
5. Berikan cairan IV: NaCl atau RL secara guyur untuk mengganti cairan
yang hilang dan pertahankan nadi dan tekanan darah.
6. Persiapkan peralatan untuk melakukan teknik manual yang harus
dilakukan aseptik.
6

7. Baringkan ibu terlentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki di tempat
tidur.
8. Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan
Diazepam 10 mg.
9. Cuci tangan dengan sabun, air mengalir, dan handuk bersih, gunakan
sarung tangan steril..
10. Masukkan tangan kanan dengan hati-hati. Jaga agar jari-jari tetap merapat
dan melengkung, mengikuti tali pusat sampai mencapai plasenta.
11. Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri di atas
fundus agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam
uterus carilah tepi plasenta terlepas. Telapak tangan kanan menghadap ke
atas lalu lakukan gerakan mengikis kesamping untuk melepaskan plasenta
dari dinding uterus.
12. Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap keluarkan plasenta dengan
hati-hati dan perlahan (jangan hanya memegang sebagian plasenta dan
menariknya keluar).
13. Bila plasenta sudah lahir, segera lakukan masase uterus. Bila tidak ada
kontraksi lakukan masase uterus agar terjadi kontraksi dan pengeluaran
bekuan darah secara bersamaan.
14. Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi kavum uteri
dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal, dengan cara seperti
diatas.
15. Periksa robekan terhadap vagina. Jahit robekan, bila perlu.
16. Bersihkan ibu agar ibu merasanyaman.
17. Jika ragu plasenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak
terkendali, maka rujuk ibu ke rumah sakit dengan segera.
18. Buat pencatatan yang akurat.

Prosedur penatalaksanaan plasenta manual menurut (APN, 2008 : 104), yaitu


sebagai berikut:
1. Persiapan :
a. Pasang set dan cairan infus.
b. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.
c. Lakukan anastesia verbal atau analgesia per rektal.
d. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.
2. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri :
a. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
7

b. Jepit tali pusat dengan klem jarak 5-10cm dari vulva, tegangkan dengan
satu tangan sejajar lantai.
c. Secaara obstetrik , masukkan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah
tali pusat.
d. Setelah mencapai pembukaan serviks, minta seorang asisten/penolong
lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan
luar untuk menahan fundus uteri.
e. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke
kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
f. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu
jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
3. Melepas plasenta dari dinding uterus :
a. Tentukan implantasi pasenta, temukan plasenta paling bawah.
1) Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap
disebelah atas dan sisipkan ujungjari-jari tangan diantara plasenta
dan dinding uterus dimana punggung tangan menhadap ke bawah
(posterior ibu).
2) Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali
pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan
dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior
ibu).
3) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus
maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke
kanan dan ke kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu) hingga
semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
4. Mengeluarkan plasenta
a. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi
untuk menilai tidak adanya plasenta yang tertinggal.
b. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen
bawah uterus) kemudian instruksikan asisten penolong untuk menarik
tali pusat sambil tangan dalam membawa plasnta keluar (hindari
terjadinya percikan darah).
8

c. Lakukan pnekanan ( dengan tangan yang menahan supra simfisis)


uterus ke arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan
plasenta didalam wadah yang telah disediakan.
5. Pencegahan infeksi pasca tindakan
a. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain
yang digunakan.
b. Lepaskan dan rendam sarng tangan dan peralatan lainnya di dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
b. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
c. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
6. Pamantauan pasca tindakan
a. Periksa kembali tanda vital ibu.
b. Catat kondisi ibu dann buat laporan tindakan.
c. Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan
asuhan lanjutan.
d. Beritahu pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi
ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
e. Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum
dipindahkan ke ruang rawat gabung.
Sedangkan menurut Saifuddin (2010 : 178), macam-macam penatalaksanaan
retensio plasenta yaitu :
1. Penatalaksanaan retensio plasenta dengan separasi parsial, tindakan yang
harus dilakukan yaitu :
a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang diambil.
b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi
plasenta tidak terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc US/RL dengan 40 tpm.
Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostal 400 mg rektal (sebaiknya
tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul
dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan plasenta
manual secara hati-hati dan halus (melepaskan plasenta yang melekat
erat secara paksa, dapat menyebabkan perdarahan atau perforasil.
e. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
f. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
9

g. Beri antibiotik profilaksis (ampisilin 29 IV/oral + metronidazol 1 gr


supositoria/oral.
h. Atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik.
2. Plasenta inkarserata, yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan
pemeriksaan.
b. Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks
dan melahirkan plasenta.
c. Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuay tetapi
siapkan oksitosin 20 IU dalam 500 ml OS/RL dengan 40 tpm untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan anastesi
tersebut.
d. Bila prosedur anastesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh
cunam ovum lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plasenta.
Untuk prosedur tersebut, berikan analgetik (tramadol 100 mg IV atau
pethidine 50 mg IV dan sedative diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik
yang terpisah. Maneuver skrup :
1) Pasang speculum sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak
dengan jelas.
2) Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4, 8 dan lepaskan
speculum.
3) Tarik ketiga klem ovum agar ostium tali pusat dan plasenta tampak
lebih jelas.
4) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten untuk
memegang klem.
5) Lakukan hal-hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang
berlawanan.
6) Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar searah jarum
jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan melalui pembukaan ostium.
e. Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital,
kontraksi uterus, tinggi fundus dan perdarahan pasca tindakan.
Tambahan pemantauan yang diperlukan adalah pemantauan efek
10

samping atau komplikasi dan bahan sedative, analgetika, atau anastesi


umum (mual dan muntah, atonia uteri, vertigo, halusinasi, pusing).
3. Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosa pada pemeriksaan luar adalah ikutnya
fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit
ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam. Upaya yang dapat
dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke RS rujukan.
11

BAB 2

KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN

2.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Biodata
Umur dicatat dalam hitungan tahun. (Estiwidani, 2008 : 140).
Resiko retensio plasenta akan semakin meningkat bagi wanita yang
usianya kurang dari 16 tahun dan di atas 35 tahun beresiko tinggi
mengalami retensio plasenta terutama pada grandemultipara. (Manuaba,
2010:243).
b. Keluhan utama
Perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus-terusan akan
berbahaya dan akan menimbulkan perdarahan yang jumlahnya banyak,
sehingga ibu menjadi lemas dan syok. (Mochtar, 2012 : 206).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan yang lalu
Kelainan hormonal, gangguan nutrisi, penyakit infeksi menahun.
Dilihat dari factor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah
plasenta previa, bekas seksio sesaria, pernah dilakukan kuret berulang
dan multiparitas sehingga kemungkinan sebagian kecil dari plasenta
masih tertinggal dalam uterus dan menimbulkan PPP primer atau
sekunder (Saifuddin, 2006 : 527)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
yang tidak lengkap paada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan
masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi
rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terkait (Saifuddin, 2006
: 527).

3) Riwayat kesehatan keluarga


Bila ada keluarga yang mempunyai penyakit menurun, menahun dan
menular, maka bayi atau ibu bersalin memiliki resiko untuk tertular atau
memiliki penyakit tersebut. Jika ada keluarga memiliki penyakit
keturunan (DM, hipertensi, asma) maka klien tersebut atau ibu sendiri
12

mempunyai faktor resiko akibat proses persalinan (Winkjosastro,


2007:103-104).
d. Riwayat kebidanan
1) Riwayat Hamil
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandemultipara dengan
implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta,
plasenta inkreta, dan plasenta prekreta. (Manuaba, 2010 : 402).
2) Riwayat persalinan
Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak
diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat
proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat
mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta
(Manuaba, 2010: )
Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan
bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena
hal tersebut adalah plasenta akreta (APN, 2008 : 105).
Factor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang dan multiparitas (Winkjosastro, 2010 :
527).
3) Riwayat Nifas
Plasenta manual dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat
perdarahan post partum berulang, terjadi perdarahan post partum
melebihi 400 cc (Manuaba, 2010: 403).
4) Riwayat KB
Meningkatkan penerimaan keluarga berencana sehingga memperkecil
terjadinya retensio plasenta (Manuaba, 2010 : 402).
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
Menurut Doenges (2001:205) keadaan umum pasien kesakitan/tidak, bisa
baik/lemah. TTV sebagai berikut:
1) Tanda-tanda syok, tekanan sistolik < 90 mmHg
2) Nadi > 112×/menit
3) Tanda-tanda infeksi (demam tinggi)
4) Gejala-gejala hipertensi dan/atau edema dapat terjadi pada awal gestasi
minggu ke-20.
b. Antropometri : BB cenderung mengalami penurunan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
13

Conjungtiva palpebra anemis bila terjadi pada perdarahan dan tidak


anemis pada perdarahan sedikit atau biasa (Saifuddin, 2006: 306).
2) Muka
Ekspresi wajah kesakitan menahan nyeri, keluar keringat dingin
(Saifuddin, 2006: 306).
3) Abdomen
Palpasi kontraksi dan tinggi fundus uteri (Manuaba, 2010 : 300).
Tinggi fundus uteri umumnya pada plasenta akreta parsial teraba
setinggi pusat (sepusat), pada plasenta inkarserata teraba 2 jari bawah
pusat, pada plasenta akreta teraba setinggi pusat (sepusat) (Saifuddin,
2009: 178).
Kontraksi uterus pada uterus yang kenyal (pada akreta parsial), uterus
yang keras (plasenta inkarserata), uterus yang cukup (plasenta akreta)
(Saifuddin, 2009 : 178).
4) Genetalia
Banyaknya perdarahan pada plasenta akreta parsial/separasi sedang-
banyak, pada plasenta inkarserata sedang, pada plasenta akreta sedikit
atau tidak ada (Saifuddin, 2009: 178).
Dilakukan plasenta manual jika dalam keadaan darurat dengan indikasi
perdarahan lebih dari 400cc dan terjadi retensio plasenta (Manuaba,
2010 : 403).
Apabila terjadi perdarahan, maka harus plasenta harus segera
dikeluarkan (Mochtar, 2012 : 206).
d. Pemeriksaan Khusus
Menurut Saifuddin dkk., (2002, 25 - 35) Pemeriksaan khusus obstetric
sebagai berikut:
1) Inspeksi
Pasien dengan perdarahan post partum perlu diperiksa seberapa banyak
perdarahan, keadaan perineum dan oedema di genitalia untuk
mengetahui penyebab perdarahan.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui tinggi fundus uteri, dan kontraksi
uterus.
3) Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk memastikan apakah serviks sudah
menutup atau belum untuk dapat menentukan tindakan yang akan
dilakukan berikutnya.
14

4) Inspekulo
Jika serviks sudah menutup untuk mengetahui seberapa banyak apakah
ada sisa plasenta atau penyebab perdarahan menggunakan inspekulo.
e. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah
sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau
adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan
adanya koagulopati (Saifuddin, 2002 :P-30).
2.2 Analisa Data
Analisa data menurut Kepmenkes No.938/2007 merupakan hasil dari
pengumpulan semua informasi yang akurat, relevan, dan lengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Kriteria :
a. Data tepat, akurat dan lengkap
b. Terdiri dari Data Subyektif (hasil Anamnesa : Biodata, keluhan utama,
riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial budaya)
c. Data Obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan
penunjang)
2.3 Perumusan Diagnosa
Menurut Kepmenkes RI (No 938/2007).Langkah berikutnya dalam
melakukan asuhan kebidanan yaitu menegakkan diagnose. Dalam hal ini bidan
menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterprestasikannya
secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang
tepat. Kriteria perumusan diagnosa atau masalah :
1. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
2. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.
3. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi, dan
rujukan.

2.4 Perencanaan
Diagnosa : P1>1APIAH dengan retensio plasenta, KU ibu baik/buruk. Prognosa
baik/buruk.
Tujuan : Plasenta dapat dikeluarkan dan tidak terjadi komplikasi.
Kriteria Hasil :
a. Keadaan umum ibu baik
b. TTV dalam batas normal :
TD : 110/70 – 140/90 mmHg N : 60-90 x/menit
RR : 18-24 x/menit S : 36-37,50C
c. Tidak terjadi perdarahan post partum
15

d. Kontraksi uterus baik, bundar dan keras


e. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Intervensi menurut Saifuddin (2002 : M30) rencana asuhan atau perawatan
untuk retensio plasenta adalah;
1. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan.
Jika dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta.
Rasional: mencegah inversio uteri.
2. Pastikan kandung kemih kosong. Jika diperlukan, lakukan kateterisasi kandung
kemih.
Rasional: mencegah perdarahan.
3. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM. Jika
belum dilakukan pada penanganan aktif kala tiga.
4. Jika plasenta belum lahir setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
terasa berkontraksi, lakukan penegangan tali pusat terkendali.
5. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
6. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana.
7. Jika terdapat tanda – tanda infeksi (demam, sekret vagina yang
berbau), berikan antibiotika untuk metritis.
8. Setelah plasenta lahir lakukan masase pada uterus dan periksa
plasenta.
Sedangkan menurut SPK (standart 21) penanganan retensio plasenta yaitu
sebagai berikut:
1. Amati adanya gejala dan tanda retensio
plasenta (perdarahan yang terjadi sebelum plasenta lahir lengkap, sedangkan
uterus tidak berkontraksi, biasanya merupakan tanda/gejala retensio plasenta.
Perdarahan sesudah plasenta lahir, sedangkan uterus lembek, juga mungkin
disebabkan oleh adanya bagian plasenta/selaputnya yang tertinggak di dalam
uterus).
Rasional: mencegah inversio uteri.
16

2. Bila plasenta tidak lahir dalam 30 menit


sesudah bayi lahir, atau bila terjadi perdarahan sementara plasenta belumlahir,
maka berikan oksitosin 10 IU IM. Pastikan bahwa kandung kencing kosong
dan tunggu terjadinya kontraksi, lalu cobalah melahirkan plasenta dengan
menggunakan penegangan tali pusat terkendali.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
3. Jika dengan tindakan tersebut plasenta
belum lahir dan tidak ada perdarahan sementara tempat rujukan tidak terlalu
jauh, bawalah ibu ke tempat rujukan tersebut.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
4. Bila terjadi perdarahan maka placenta harus
segera dilahirkan secara manual. Bila tidak berhasil lakukan rujukan segera.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
5. Berikan cairan IV: NaCl atau RL secara
guyur untuk mengganti cairan yang hilang dan pertahankan nadi dan tekanan
darah.
Rasional :untuk mengganti cairan yang hilang
6. Persiapkan peralatan untuk melakukan
teknik manual yang harus dilakukan aseptik.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
7. Baringkan ibu terlentang dengan lutut
ditekuk dan kedua kaki di tempat tidur.
8. Jelaskan kepada ibu apa yang akan
dilakukan dan jika ada berikan Diazepam 10 mg.
9. Cuci tangan dengan sabun, air mengalir, dan handuk bersih,
gunakan sarung tangan steril.
Rasional: untuk melindungi ibu dan bidan terhadap infeksi.
10. Masukkan tangan kanan dengan hati-hati. Jaga agar jari-jari tetap merapat
dan melengkung, mengikuti tali pusat sampai mencapai plasenta.
Rasional: pencegahan komplikasi lebih lanjut.
17

11. Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri di atas
fundus agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam
uterus carilah tepi plasenta terlepas. Telapak tangan kanan menghadap ke
atas lalu lakukan gerakan mengikis kesamping untuk melepaskan plasenta
dari dinding uterus.
12. Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap keluarkan plasenta dengan hati-
hati dan perlahan (jangan hanya memegang sebagian plasenta dan
menariknya keluar).
13. Bila plasenta sudah lahir, segera lakukan masase uterus. Bila tidak ada
kontraksi lakukan masase uterus agar terjadi kontraksi dan pengeluaran
bekuan darah secara bersamaan.
14. Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi kavum uteri
dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal, dengan cara seperti diatas.
15. Periksa robekan terhadap vagina. Jahit robekan, bila perlu.
16. Bersihkan ibu agar ibu merasanyaman.
17. Jika ragu plasenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali,
maka rujuk ibu ke rumah sakit dengan segera.
18. Buat pencatatan yang akurat.

2.5 Pelaksanaan
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/ pasien, dalam
bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara
mandiri, kolaborasi dan rujukan. (Kepmenkes No 938/2007).

2.6 Evaluasi
Standar evaluasi menurut KEPMENKES RI No. 938/MENKES/SK/VIII/
2007/ Tentang Asuhan Kebidanan adalah sebagai berikut :
1. Pernyataan standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas
mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam pemberian
asuhan kebidanan.
2. Dokumentasi
18

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas


mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan
asuhan kebidanan. Kriteria pencatatan asuhan kebidanan:
a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir
yang tersedia (Rekam medis/KMS/Status pasien/buku KIA)
b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
O adalah data Objektif, mencatat hasil pemeriksaan
A adalah analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan, dukungan,
kolaborasi evaluasi/follow up dan rujukan

Petugas

Mahasiswa
19

BAB 3

TINJAUAN KASUS
20

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu


setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta
manual dengan segera. Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan,
perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia.

4.2 Saran

Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran dari pembaca
sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah yang penulis susunan ini.
21

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marlyn, 2001. Rencana Perawatan Maternal dan Bayi. Jakarta : EGC.
Estiwidani, Dwiana, dkk. 2008. Konsep Kebidanan.Yogyagkarta : Fitramaya.
JNPK-KR. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta : JNPK-KR.
Hamilton, Persis mary. 2005. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. EGC:
Jakarta.
Ibrahim, Cristina. 1998. Perawatan Kebidanan. Jakarta : Bharata.
Kepmenkes RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007.Standar Asuhan Kebidanan.
Manuaba, Ida Ayu Candranita,dkk. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan KB. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2006. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta
Manuaba, Ida Ayu Candranita,dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan KB. Jakarta : EGC.
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Mochtar,Rustam.2012.Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologi Obsteetri Patologi
Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : EGC.
Saifudin,Abdul Bari.2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBPSP
Saifudin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Saifudin,Abdul Bari.2009.Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBPSP.
Saifudin, Abdul Bari.2010. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBPSP.
Sastrawinata, Sulaiman. 1983. Obtetri Fisiologi. Bandung : Elemen.
Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
22

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.


Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SPP.

Anda mungkin juga menyukai