Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,anugrah dan
hidayah Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “jaringan latisifer”
yang disusun untuk memenuhi tugas.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kelemahan untuk itu
segala kritik dan saran yang membangun,sangat saya harapkan demi perbaikan di masa
mendatang.semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi Ilmu
pengetahuan pada umumnya dan dunia farmasi pada khususnya.
LATAR BELAKANG

Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas mata kuliah botani.dengan dibuatnya

makalah ini diharapkan dapat berguna bagi siapapun yang membacanya dan juga dapat

menambah pengetahuan bagi para pembacanya .

Pada tumbuhan ada satu peristiwa dimana terjadinya pemisahan berbagai zat yang

berlebih atau zat yang tidak diperlukan oleh tumbuhan .Dalam makalah ini akan dibahas

peristiwa tersebut.

Definisi dari kata latisifer adalah sel bervakuola yang berfungsi menampung lateks.

Latisifer merupakan struktur sekresi dalam pada tumbuhan .Latisifer adalah sel atau

sejumlah sel dalam deretan memanjang yang saling berhubungan berisi lateks

Sebagaimana struktur kelenjar sekresi lain ,latisifer pun tempat pengumpulan zat seperti

terpen dan harsa maka latisifer pun dianggap sebagai zat sekresi .
DAFTAR ISI

I. Kata Pengantar ................................................................................. (i)

II. Latar Belakang .................................................................................. (ii)

III. Pembahasan:

(1.1) Pendahuluan.............................................................................. (1)

(1.2) Pengertian Latisifer.................................................................... (3)

(1.3) Tipe-tipe latisifer.........................................................................(4)

(1.4) Pembentukan latisifer ................................................................(5)

IV. Kesimpulan .........................................................................................(6)


1.1 PENDAHULUAN

Sejak zaman primitif, senyawa yang terkandung di dalam latisifer telah menjadi bioproduk
tradisional yang berharga. Kebudayaan Aborigin di Asia Tenggara telah menggunakan eksudat dari
Antiaris spp. yang mengandung glikosida jantung sebagai bahan ramuan racun pada panah mereka .
Latisifer pada tanaman opium (Papaver somniferum) mensintesis opium yang banyak
disalahgunakan sebagai narkotika . Latisifer juga telah diketahui memegang andil dalam biosintesis
metabolit khusus seperti pada tanaman Catharanthus roseus . Yang terakhir tentu saja, latisifer
merupakan komponen sel yang sangat berharga pada tanaman karet (Hevea brasiliensis) dan fig
karet (Ficus elastica) sebagai sumber komersial karet alam .

Latisifer telah dilaporkan terdapat pada lebih dari 12.500 spesies tanaman yang mewakili 22 famili.
Latisifer tidak hanya ditemukan sebagian besar eudikot (klad monofiletik tumbuhan berbunga)
namun juga pada sebagian genera Arales, Alismatales, Liliales, dan Zingiberales. Lebih dari itu,
latisifer juga telah dilaporkan ditemukan pada tumbuhan runjung (Gnetum spp.) dan pakis .
Berdasarkan perkembangan morfologisnya, latisifer dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
terartikulasi dan tidak terartikulasi . Latisifer yang tidak terartikulasi biasanya multinukleat yang
berkembang dari sel tunggal, memanjang secara ekstensif bersamaan dengan pertumbuhan
tanaman, dan membentuk pembuluh tidak bercabang atau bercabang. Sebaliknya, latisifer
terartikulasi berkembang dari beberapa kelompok sel yang beranastomosis di antara dinding sel
lateral. Tanaman Catharantus roseus dan Cannabis sativa merupakan contoh tanaman dengan
latisifer tidak terartikulasi serta tidak bercabang. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) dan opium
(Papaver somniferum) merupakan contoh tanaman yang memiliki latisifer terartikulasi dan
beranastomosis .
Jenis artikulasi atau non-artikulasi tersebut berkaitan erat dengan fungsi dari latisifer pada masing-
masing jenis tanaman. Perbedaan jenis latisifer tersebut kini juga telah banyak digunakan sebagai
salah satu karakter morfologis yang penting dalam analisis filogenetik tanaman. Sebagai contoh,
jenis latisifer tersebut digunakan sebagai diagnosis penanda dari pergeseran hubungan kekerabatan
dalam famili Araceae , dan identifikasi Malpighiaceae yang berhubungan dekat dengan
Euphorbiaceae .

Lateks yang dihasilkan dari latisifer sering kali mengandung metabolit khusus seperti terpenoid,
glikosida jantung, alkaloid, lignan, kanabinoid dan tanin. Secara umum, metabolit tersebut
merupakan produk akhir biokimia yang tidak memasuki kembali metabolisme primer. Kebanyakan
dari produk di dalam latisifer bersifat sitotoksik yang berarti bahwa latisifer berfungsi sebagai bentuk
pengamanan senyawa tersebut di luar jaringan vaskular agar tidak meracuni tanaman itu sendiri. Di
sisi lain, bukti lain menunjukkan bahwa lateks memiliki peran kunci dalam pertahanan tanaman
terhadap herbivora .

Di antara sebagian besar senyawa tersebut, metabolit turunan isopren sepertinya lebih dikenal
dibanding yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan karet alam yang merupakan senyawa cis-1-4-
poliisopren diproduksi dari lateks tanaman karet yang telah menjadi bagian dari industri besar dunia.

Latisifer tidak hanya berperan sebagai tempat penyimpanan produk alami pada tanaman namun
juga berbagai proteom seperti protease sistein dan serin, kitinase, dan polipeptida terkait
patogenesis . Beberapa protein lateks sepertinya terlibat dalam runtutan sinyalisasi yang diinduksi
oleh cekaman lingkungan, seperti calmodulin-binding peroxidase pada Euphorbia characias dan
allene oxide synthase dari tanaman karet . Pada tanaman karet dan sebagian besar Euphorbiaceae,
enzim linamarase ditemukan utamanya pada jaringan latisifer. Enzim tersebut mengkatalisasi
hidrolisis linamarin glikosida yang bersifat sianogenik dan menghasilkan hidrogen sianida (HCN).
Sebagaimana kita ketahui, HCN merupakan produk samping saat tanaman karet mensintesis 1
molekul etilen .

Sebagai kesimpulan, latisifer tidak dipungkiri lagi memiliki kontribusi yang besar pada tanaman untuk
mensintesis dan menyimpan toksin atau bioproduk yang dapat digunakan untuk kepentingan
manusia pada skala industri. Meskipun demikian, studi komparatif pada berbagai spesies tanaman
yang memiliki jaringan latisifer secara sistematis masih langka. Bukti lebih lanjut diperlukan untuk
menghubungkan perbedaan fungsi latisifer pada banyak spesies tanaman. Sebagai perspektif, studi
terkait rekayasa metabolit dari latisifer dan fitoremediasi dari produk latisifer hendaknya menjadi
prioritas penelitian di masa yang akan datang.

dilaporkan terdapat pada lebih dari 12.500 spesies tanaman. Latisifer tidak hanya berperan sebagai
tempat penyimpanan produk alami pada tanaman (terpenoid, isopren, dan alkaloid) namun juga
berbagai proteom. Sebagai kesimpulan, latisifer tidak dipungkiri lagi memiliki kontribusi yang besar
pada tanaman untuk mensintesis dan menyimpan toksin atau bioproduk yang dapat digunakan
untuk kepentingan manusia pada skala industri.
1.2 PENGERTIAN

Latisifer adalah sel yang terdiferensiasi khusus dan dicirikan oleh karakteristik anatomi yang unik dan
sitoplasma yang berbeda. Latisifer tidak hanya dimiliki oleh tanaman karet (Hevea brasiliensis)
namun juga pada sejumlah besar jenis dan marga tumbuhan . telaLatisifer adalah sel yang
terdiferensiasi khusus dan didirikan oleh karakteristik anatomi yang unik dan sitoplasma yang
berbeda. Sitoplasma ini disebut sebagai lateks.
Fungsi dari jaringan ini adalah untuk melindungi bagian yang didalamnya dan menghasilkan lateks.
Lateks juga berperan menutup luka ,sebagai pertahanan melawan herbivor dan mngkin juga sebagai
pertahanan melawan mikroba .
1.3 TIPE TIPE LATISIFER

Latisifer dibedakan menjadi dua tipe utama ,yaitu tak artikulasi dan artikulasi
.pengelompokan ini tidak ada hubungannya dengan kelompok taksonomi sehingga tipe latisifer yang
berbeda mungkin saja ditemukan dalam spesies yang berbeda dari suatu familia.Latisifer tak
artikulasi berkembang dari sel tunggal yang sangat panjang dan sering kali bercabang .Sementara
latisifer artikulasi terdiri dari sel sederhana atau serangkaian sel yang bercabang yang biasanya
memanjang .dinding ujung sel ini tidak ada sama sekali atau berpori.karena ini ,latisifer disebut juga
pembuluh berlatisifer .

a. Latisifer Tak Artikulasi


Latisifer tak artikulasi khas pada berbagai spesies dari familia Apocynaceae , Asclepiadaceae ,
Euphorbiaceae , Moraceae , dan Urticaceae .Latisifer sederhana (tidak bercabang)
ditemukan pada Vinca,Urtica,Canabis.Sementara latisifer tak artikulasi yang bercabang
terdapat pada Euphorbiaceae,Nerium,Ficus, dan Asclepias.
Scharff stein (1932) dan Rosowski (1968), yang meneliti beberapa spesies Euphorbia
menyatakan bahwa seluruh sistem latisifer adalah turunan dari beberapa sel inisial yang
telah ada di dalam embrio.Di dalam perkembangannya , sel latisifer ditemukan dalam
silinder pusat dan bercabang ke dalam daun dan empulur.Pada daun spesies tertentu dari
Euphorbiaceae , sel latisifer mencapai epidermis bahkan sampai ke kutikula .Pada sejumlah
spesies Artocarpus , latisifer tak artikulasi bercabang ke arah menjari dan sumbu
pertumbuhan dan perluasan cabang sel latisifer berlangsung terus menerus selama hidup
tumbuhan. Pertumbuhan tersebut merupakan gabungan dari pertumbuhan intrusif dan
simplastis.
Pertumbuhan latisifer tak artikulasi tidak bercabang lebih sederhana dibandingkan yang
bercabang .Sel inisial belum dapat diamati pada embrio, tetapi dapat diamati pada batang
yang berkembang . Misalnya pada Vinca dan Canabis .Sel inisial tampak dibawah meristem
pucuk kemdian berkembang memanjang.

b. Latisifer Artikulasi
Latisifer Artikulasi adalah khas pada spesies yang berbeda dari Compositae, Convolvulaceae ,
Papaveraceae , Euphorbiaceae , Caricaceae , Liliaceae , Musaceae. Banyak peneliti yang
telah mengamati pembentukan latisifer artikulasi dari sel tunggal dalam embrio Tragopogon
, Scorzonera , Taraxacum dan Hevea brasiliensis.Pembuluh latisifer artikulasi berkembang
dalam floem atau perisklus batang dan akar , yang juga terdapat dalam mesofil daun
.Menurut Metcalfe (1967) ,latisifer dalam Hevea dihasilkan dari kambium atau jaringan yang
tumbuh dan merupakan segmen latisifer yang menghasilkan karet . Latisifer sederhana dari
Musa biasanya mengiringi jaringan pembuluh .
1.4 TERBENTUKNYA LATISIFER

Asal pembentukan latisifer bisa sederhana bisa majemuk , latisifer sederhana merupakan sel
tunggal sedangkan latisifer majemuk berasal dari sejumlah sel dalam deretan memanjang.Pada taraf
perkembangan berikutnya sel dalam deretan memanjang tersebut akan saling berhubungan karena
larutnya sebagian atau seluruh dinding ujung sehingga terjadi satu saluran yang panjang .
Adanya sisa-sisa dinding ujung masih menunjukkan batas sel asal. Penampakan seperti itulah alasan
pemakaian nama latisifer beruas bagi latisifer majemuk yang terdiri dari banyak sel ini .Sebaliknya,
latisifer sederhana adalah latisifer tak beruas yang terdiri dari satu sel saja . Kedua macam latisifer ini
dapat bercabang atau tidak bercabang dan bisa jadi anastomosis ataupun tidak. Anastomosis terjadi
jika dinding lateral dari dua latisifer yang berdampingan berada dalam posisi berimpitan ,larutnya
sebagian dinding yang berimpitan itu mengakibatkan terjadinya pori yang menghubungkan kedua
latisifer.
Latisifer dapat ditemukan di berbagai tempat dalam tumbuhan. Namun, dapat pula berbatas
dengan floem . Latisifer beruas ditemukan juga dalam jaringan baru akibat diferensiasi sel pada
jaringan baru itu menjadi latisifer , di tempat pertemuannya dengan latisifer lama .
KESIMPULAN

Lateks terdapat dalam serangkaian sel atau sel tunggal yang panjang dengan struktur
khusus yang disebut latisifer.Latisifer berfungsi untuk perlindungan,menutup luka,serta
pertahanan melawan herbivora dan mikroba .Ada dua tipe macam latisifer yaitu ada latisifer
artikulasi dan latisifer tak artikulasi . Latisifer banyak ditemukan pada batang karet dan
tumbuhan sefamilinya.Keterlibatan berbagai macam komponen sel di dalam perkembangan
latisifer dan pembentukan lateks tampaknya berbeda di dalam bermacam-macam spesies
yang telah diteliti.
MAKALAH BOTANI FARMASI

“JARINGAN LATISIFER”

Dosen Pembimbing
Dra. Subaryanti, Msi, Apt.

Dibuat oleh
Nama : Indah Puspita Sari
NIM : 17334044
PERAN SELULER ETILEN EKSOGENUS TERHADAP
PENINGKATAN
PRODUKSI LATEKS PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis
L)
The Cellular Role of Exogenous Ethylene to Increasing of Latex
Yield in Rubber Tree (Hevea brasiliensis L.)
Radite Tistama
Balai Penelitian Sungei Putih, P. O. Box 1415 Medan 20001, email:
balitsp@indosat.net.id
Diterima tgl 11 Desember 2012/Disetujui tgl 20 Maret 2013
25
Abstrak
Perlakuan etilen dalam
meningkatkan produktifitas tanaman karet
telah dilakukan secara luas di perkebunan
karet sejak dekade 1970-an. Dari beberapa
hasil penelitian telah terungkap bahwa etilen di
dalam jaringan kulit Hevea mengatur dua jalur
utama peningkatan produksi lateks yaitu: a)
peningkatan sintesis karet, dan b )
memperpanjang lama aliran lateks. Pada tahap
awal etilen menginduksi perubahan pH di
dalam sitosol menjadi lebih alkali. Perubahan
pH ini memicu aktivitas beberapa enzim yang
berperan di dalam jalur mevalonat, dan
meningkatkan ketersediaan senyawa-senyawa
adenilat dan sukrosa di dalam lateks, sebagai
faktor penting di dalam biosintesis karet. Etilen
eksogen menginduksi ekspresi gen aquaporin
di dalam jaringan kulit sehingga suplai air di
sekitar bidang penyadapan meningkat, dan
etilen juga dapat mempertahankan stabilitas
lateks selama aliran lateks. Faktor ketersediaan
air dalam jaringan dan stabilitas lateks yang
tinggi berpengaruh positif terhadap lama
aliran lateks tanaman karet.
Kata kunci: etilen eksogenus, Hevea brasiliensis,
produksi lateks
Abstract
Etilen treatment for increasing rubber tree
productivity has done widely in rubber estate since
decade 1970. Based on several researches were known
that etilen in the Hevea bark roles two pathway of the
latex yield increasing: a) increase rubber
biosynthesis, and b) lengthen latex flow duration. At
the up stream level, ethylene induced the pH
increasing in the cytosol. The pH change to be
alkaline trigerred activity of several enzymes that
role in the mevalonate pathway, and also promote in
available of adenylate and sucrose as main factor in
rubber biosynthesis. The aquaporine gene expression
was increase by exogenous ethylene, so the water and
nutrients flows in the tapping panel increase.
Ethylene also affected latex stability for latex flow.
The both prolonged latex flow duration.
Keywords: exogenous ethylene, Hevea brasiliensis,
latex yield
Pendahuluan
Berbagai jenis stimulan telah diuji untuk
meningkatkan produktifitas karet sejak
berkembangnya agroindustri karet pada awal
1950-an. Dari pengujian tersebut etilen
terbukti paling efektif meningkatkan produksi
lateks. Etilen mulai digunakan secara luas di
perkebunan karet sejak awal tahun 1970-an.
Sejak itu penelitian yang lebih detil mengenai
mekanisme etilen dalam meningkatkan
produksi lateks dilakukan. Penelitianpenelitian
tersebut memunculkan beberapa
teori yang berkaitan dengan peran etilen di
dalam jaringan latisifer. Secara ringkas
beberapa teori yang berkaitan peran etilen
dikemukakan sebagai berikut:
a) Etilen awalnya diyakini mempengaruhi
ukuran pembuluh lateks/latisifer. Jika
ukuran latisifer yang lebih besar maka
produksi lateks juga akan meningkat.
Namun dari pengamatan anatomis kulit
tanaman karet ternyata pembesaran sel
latisifer tidak terjadi, bahkan sebaliknya
etilen justru mengurangi jumlah lingkar
latisifer.
b) Hipotesis Blackman menyebutkan bahwa
tekanan dalam sel-sel latisifer meningkat
sehingga saat kulit dilukai akan terjadi
aliran lateks yang lebih kuat. Tekanan
turgor ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
penurunan tekanan osmotik lateks dan
peningkatan plastisitas dinding latisifer.
Tetapi fakta berikutnya menyebutkan
bahwa tekanan turgor biasanya langsung
turun drastis beberapa menit setelah kulit
diiris, sementara aliran lateks terus
berlangsung meski tekanan turgor rendah.
Indeks Penyumbatan (IP) adalah
perbandingan volume lateks 5 menit
pertama terhadap volume lateks total. IP
menggambarkan besarnya proses
penyumbatan lateks yang ditentukan oleh
stabilitas lutoid dalam lateks. Laju
kerusakan lutoid ini berkorelasi positif
dengan percepatan penggumpalan lateks,
sehingga mempercepat penyumbatan
ujung latisifer yang dilukai. Kerusakan
lutoid diketahui dengan mengukur
aktivitas fosfatase asam dalam sitosol
dibandingkan fosfatase asam total, yang
disebut bursting index (BI). Jika BI rendah
menunjukkan stabilitas lateks tinggi
sehingga aliran lateks berlangsung lebih
lama, dan sebaliknya (Coupe dan Chrestin,
1989).
d) Sumarmadji (2000) menyebutkan ada dua
jalur utama peran etilen meningkatkan
hasil karet yaitu dengan meningkatkan
biosintesis karet dan memperpanjang lama
aliran lateks. Perlakuan etilen di jaringan
kulit akan menghilang beberapa jam
kemudian, tetapi terjadi peningkatan etilen
endogenus. Peran etilen eksogenus ini
masih nyata hingga tiga kali penyadapan
atau sama dengan 9 hari setelah
pengolesan.
Selama rentang waktu penyadapan satu
dengan penyadapan berikutnya terjadi proses
regenerasi lateks in situ untuk mengganti
sejumlah lateks yang telah dikeluarkan (Gidrol
et al., 1988). Proses regenerasi 100 ml lateks
yang sempurna memerlukan waktu tiga hari,
yang setara dengan kemampuan tanaman
karet mensintesis 50 g karet dan 1,2 g protein.
Proses ini merupakan aktivitas metabolik yang
intensif dan memerlukan sumber energi
katabolik yang tinggi seperti dari glikolisis dan
siklus Kreb (Tupy, 1973; Jacob et al., 1989).
Aktivitas lain yang meningkat adalah
translokasi gula, kandungan adenilat, dan
rRNA (Amalou et al., 1992).
Produksi (g/p/s) pada tanaman karet yang
diperlakukan dengan etilen akan meningkat
24,1 % pada klon PB 260, 73,6% pada klon PB
217 (Jetro dan Simon, 2007) dan 52% pada
klon GT1 (Lacote et al., 2010). Respon klonklon
slow starter seperti PB 217 dan GT1
terhadap etilen terbukti lebih tinggi
dibandingkan klon quick starter seperti PB 260.
Adanya peningkatan lateks yang keluar maka
pengurasan isi pembuluh lateks juga semakin
tinggi dan sebagai konsekuensinya tanaman
juga harus meningkatkan kemampuan
meregenerasikan kembali. Bagaimana
tanaman mampu menggantikan lateks yang
mengalir selama lebih dari 12 jam pada
perlakuan gas etilen adalah pertanyaan yang
menarik. Tulisan ini merupakan resultan dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan dan
diharapkan menjadi inspirasi bagi penelitian
yang lebih komprehensif di masa mendatang.
Biosintesis Etilen
Aplikasi etilen eksogenus meningkatkan
etilen endogenus di dalam sel-sel pembuluh
lateks. Induksi etilen endogenus ini berkaitan
dengan peningkatan biosintesis etilen.
Prekusor etilen adalah S-AdoMet yang
disintesis dari asam amino metionin dengan
bantuan S-adoMet sintetase (ADS), (EC
2.5.1.6). Adomet dikonversi dengan memecah
satu ATP menjadi 1-aminopropane-1-asam
karboksilik (ACC) oleh enzim ACC sintase
(ACS). ACC kemudian dioksidasi menjadi
etilen oleh ACC oksidase dengan hasil
samping berupa CO dan menjadi sianida. 2
ACC dapat mengalami malonilasi menjadi
malonyl-ACC (MAAC), sebuah jalur untuk
mengurangi konsentrasi ACC dan mengurangi
produksi etilen.

Hipotesis Pengaruh Etilen terhadap


Peningkatan Hasil
Sebuah model pengaruh etilen terhadap
peningkatan hasil karet dapat disintesis dengan
merangkai beberapa fakta yang telah diuraikan
di atas. Pada tahap awal etilen memicu
+ + aktivitas H+ ATPase untuk melewatkan H dari
sitosol ke dalam vakuola atau lutoid (Gambar
+ 6). Pemindahan H tersebut menyebabkan
sitosol menjadi lebih alkalin sehingga
meningkatkan aktivitas beberapa enzim-enzim
di jalur mevalonat. Peningkatan aktivitas
enzim-enzim tersebut menyebabkan biosintesis karet menjadi meningkat.
Peningkatan biosintesis karet tentu saja harus
didukung dengan ketersediaan sukrosa
sebagai bahan baku, nitrogen sebagai bahan
protein dan fosfor sebagai bahan ATP.
Jaringan kulit di sekitar penyadapan dan aplikasi etilen sepanjang 50 cm
meningkatkan
serapan terhadap air, gula, dan nutrisi. Apakah
peningkatan aktivitas aquaporin dan protein
SUT tersebut berkaitan dengan proses
alkalinisasi sitosol masih belum diketahui
dengan pasti. Fakta yang tersedia saat ini
adalah etilen mempengaruhi sel-sel pembuluh
lateks menjadi sink baik berupa air, gula
maupun nutrisi sehingga senyawa-senyawa
tersebut diarahkan ke dalam pembuluh lateks.
Fakta penting lain adalah etilen juga
mempengaruhi lama aliran lateks. Alkalinisasi
sitosol berpengaruh terhadap stabilitas karet
sehingga karet tidak mudah menggumpal.
Lama aliran lateks dipengaruhi oleh faktor
koagulasi yang terdiri dari protein HLL, dan
protein pengikat HLL (RP-HLLBP), dan
faktor antikoagulasi seperti CS-HLLBP
(Wititsuwannakul et al., 2008). Pada kondisi
pH rendah (< 6), pengikatan HLL dengan RPHLLBP
meningkat dan pengikatan CSHLLBP
rendah sehingga karet menjadi cepat
menggumpal. Sebaliknya pada pH tinggi (6-8)
justru pengikatan HLL dengan CS-HLLBP
lebih tinggi dan pengikatan dengan RPHLLBP
berkurang. Pada kondisi tersebut
proses penggumpalan karet lebih rendah atau
tidak terjadi (Wititsuwannakul et al., 2008;
Tistama, 2009).
Lateks yang stabil dan suplai air yang
memadai inilah yang menyebabkan proses
aliran lateks menjadi lebih panjang. Standar
aplikasi stimulan telah ditetapkan untuk tidak
melakukan aplikasi stimulan selama musim
gugur daun dan pembentukan daun baru.
Kesimpulan
Secara umum perlakuan etilen direspon
oleh tanaman karet dengan meningkatkan pH
sitosol (lateks). Alkalinisasi sitosol tersebut
akan menginduksi aktivitas sejumlah enzim
yang berperan dalam jalur glikolisis dan
mevalonat yang diikuti peningkatan influks
sukrosa dan nutrisi lainnya ke dalam sel-sel
pembuluh lateks. Alkalinisasi juga menjaga
stabilitas lateks sehingga lateks mengalir lebih
lama. Seluruh aktivitas tersebut berujung pada
peningkatan produksi lateks.

Anda mungkin juga menyukai