Anda di halaman 1dari 6

Safira Nur Ujiningtyas (A15.2018.

01046)
Kelp. A15.9302

ANALISIS NOVEL HALIMUN “SEBERKAS CAHAYA DI TANAH DAYAK”


0

Identifikasi Novel

Judul : Halimun “Seberkas Cahaya di Tanah Dayak”

Pengarang : Rina TH

Penerbit : Grasindo

Cetakan : Pertama

Tahun Terbit : 2014

Tempat Terbit : Jakarta

Tebal Buku : 204 halaman

Sinopsis

Cahaya Maharani atau lebih akrab disapa Aya. Ia seorang gadis Jawa yang pintar dalam bidang
penelitian, Aya yang belum genap setahun lulus dari Fakultas Kehutanan itu segera bertolak
untuk mengembangkan perusahaan cabang yang bergerak di industri perkayuan. Awalnya Aya
bekerja di Bogor Jawa Barat di bagian staf, namun karena kinerjanya yang bagus, akhirnya
Aya dikirim ke pedalaman Kalimantan tepatnya daerah Borneo. Di tanah seberang, Aya
bertemu dengan beberapa rekan kerjanya, bahkan beberapa orang yang sudah Aya anggap
sebagai keluarga sendiri disana, sehingga Ia sedikit terobati dengan rindu tanah Jawa dan sanak
keluarga. Selama di Kalimantan, Aya beberapa kali berpindah-pindah tempat seperti di Sengah
Temila, Landak, Menjalin. Kisah utama yang menjadi sorotan dalam buku ini berkisah tentang
Cahaya Maharani atau Aya selama berada di pedalaman Kalimantan sampai akhirnya bertolak
kembali ke tanah Jawa. Menemukan banyak teman, sahabat, rekan kerja membuat Aya mulai
menikmatinya, namun tak semudah yang dibayangkan karena ada beberapa rekan kerjanya
yang berusaha menjatuhkan. Kisah yang mengharukan berada pada titik kisah hidup di daerah
minoritas, karena Aya seorang muslim yang mengenakan jilbab sebagai identitasnya dan
mendapat perlakuan yang ternyata membuatnya sadar akan toleransi.
Unsur Intrinsik

Tema dalam novel ini yaitu tentang pekerjaan, toleransi dan eksplorasi sudut daerah di pulau
Borneo. Secara umum dalam novel ini pengarang ingin mengungkapkan masalah sosial
khususnya seseorang yang bertahan di tanah Dayak sebagai minoritas karena pekerjaannya.

Tokoh:

o Tokoh utama: Cahaya Maharani/Aya


o Tokoh pendukung: Ibu, Bapak, Direktur, Rahman, Udin, Erick, Johan, Puthy, Pak Uhe

Penokohan/karakter

o Aya: memiliki rasa penasaran yang tinggi, pintar


Karakter:
a. Rasa penasaran tinggi:
- ”ini pasti Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia, yang panjang
totalnya mencapai 1.143 kilometer. Amazing!” (halaman 19)
- Panorama yang baru dilihatnya lebih menarik. Ia baru pertama kali melalui
jalan itu. Matanya beredar ke kiri dan ke kanan (halaman 69)
b. Pintar: “Meski terbilang junior, kepiawaiannya di bidang penelitian dilirik oleh
sang direktur untuk mengirimnya ke Pulau Kalimantan” (halaman 1)
o Ibu: tidak tegaan
Karakter:
a. Tidak tegaan:”Aya, Ibu juga khawatir tentang makanmu, kamu itu orangnya
suka pilih-pilih makanan. Belum lagi kemana-mana naik kapal. Apalagi tidak
ada sanak saudara disana” (halaman 2)
o Bapak: bijaksana, logis
Karakter:
a. Bijaksana: “Dimana-mana itu sama saja asal kamu selalu menjaga sikap. Jangan
sok di tanah orang. Hormati dan ikuti kebiasaan mereka.” (halaman 2)
b. Logis: “sekarang semua sudah mudah. Mau pulang tinggal naik pesawat tidak
kaya dahulu.” (halaman 3)
o Direktur: kaku, tegas
Karakter:
a. Kaku: “Apa sih yang tak mendadak di perusahaan kita. Bos mau A ya harus A!”
(halaman 190)
b. Tegas: “Puthy, benar begitu ya. Berarti laporan kamu salah. Selama ini kamu
membohongi saya.” (halaman 64)
o Rahman: baik, mengayomi
Karakter:
a. Baik: “Rahman dengan sabar menemani. Menunggu tas Aya dikeluarkan dari
bagasi pesawat.” (halaman 10)
b. Mengayomi: “Semua akan baik-baik saja, Aya. Kamu harus bisa beradaptasi,
oke? “ ,Rahman kembali membangkitkan semangatnya.” (halaman 37)
o Udin: penjilat, egois
Karakter:
a. Penjilat: “...si Amaludin yang kemudian mendapat sebutan penjilat dan ular
kadut, sifat aslinya muncul di Dayak” (halaman 190)
b. Egois: “Udin beranjak meninggalkan Riduan yang dianggap menceramahinya.
Tangannya mengibas ke belakang.” (halaman 147)
o Erick: baik, pengertian
Karakter:
a. Baik: “...mobil kan harus antar kalian pulang. Kasihan kalau kalian ikut ke
Ngabang, lama dan capek,” (halaman 49)
b. Pengertian: “Tangannya segera meraih ransel wanita satu-satunya dalam
perjalanan tersebut. Ransel hitam itu telah berpindah punggung.” (halaman 12)
o Johan: blak-blakan, suka bercanda
Karakter:
a. Blak-blakan: “Apa tidak fanatik gitu? Semacam teroris gitu?” (halaman 16)
b. Suka bercanda: “...senyum tulus Johan akhirnya terlihat sejak dari Bandara
Supadio. Keduanya tertawa.” (halaman 16)
o Puthy: pengertian, dapat dipercaya
Karakter:
a. Pengertian: “Iya, Aya. Kita akan kembali ke mes setiap akhir pekan. Lalu senin
pagi kembali kesini. Risih sama babi ya?” (halaman 39)
b. Dapat dipercaya: “Bu Puthy, saya serahkan mereka bertiga, terserah Bu Puthy
saja. Ibu kan koordinator riset.” (halaman 38)
o Pak Uhe: baik, menjaga tradisi, bijaksana
Karakter:
a. Baik: “Bapak kan selalu tawari Aya pulang ke Rana. Kamu itu pakai
gengsi....Makasih ya, Pak,” kata Aya sambil sesenggukan” (halaman 95)
b. Menjaga tradisi: “Ritual adat pertanian ini disebut ngamalo. Ngamalo kalau
diterjemahkan kurang lebih menguatkan..” (halaman 108)
c. Bijaksana: “kamu dimana, Nduk?...”Pulang ke Raba. Jangan kemana-mana.
Tunggu, Bapak!” (halaman 94-95)

Latar

o Latar tempat
a. Ruang rapat: “Pak Daniel dan asistennya segera mengisi kekosongan kursi yang
disetting melingkar sesuai benuk meja.” (halaman 3)
b. Pontianak: “kantor kita sekitar dua jam dari Pontianak.” (halaman 13)
c. Camp Menjalin: “bu Lina dan Pak Elyas berdua saja di camp?” (halaman 77)
d. Pasar Karangan: “di Pasar Karangan, motor Uhe menjajari laju kendaraan roda
dua Wahyono.” (halaman 84)
e. Hutan: “Di tengah hutan, beratap langit beralas seresah hutan, keempatnya
bermalam.” (halaman 97)
o Latar waktu
a. Pagi:
- “Halimun masih memeluk erat tajuk-tajuk pohon. Rambut ari di sekujur
tangan segera bergidik saat mentari belum terbit benar” (halaman 27)
- “Matahari belum bangun benar saat serasah-serasah di kebun karet itu
bergeliat..” (halaman 130)
b. Siang:
- “Iya nanti sekitar setengah 12, petugas akan memandu saat-saat terjadinya
titik kulminasi” (halaman 177)
- “Sang surya berasa diatas kepala. Lima manusia itu kembali dari ladang..”
(halaman 109)
c. Sore:
- "Cahaya selalu suka kalimat yang keluar dari bibir pria paruh baya kala
menjelang senja di salah satu sudut Jogjakarta, kampung halamannya.”
(halaman 3)
- ”Aya, pukul empat berkumpul di ruangan Pak Daniel. Kita meeting terakhir
sebelum berangkat!” (halaman 2)
d. Malam:
- “Aya merebah. Menatap langit-langit kamarnya. Tak lupa dia memperbarui
status facebook. First night in Borneo.” (halaman 26)
- “Bintang malam disini jauh terasa lebih indah. Terasa lebih dekt. Di langit
Jawa jarak bintang terasa begitu jauh...” (halaman 44)
o Latar Suasana
a. Tentram: “Cahaya selalu suka kalimat yang keluar dari bibir pria paruh baya
kala menjelang senja di salah satu sudut Jogjakarta, kampung halamannya.”
(halaman 3)
b. Menegangkan: “Suasana kantor mendadak tegang. Kedatangan direktur
terkesan mendadak. Para staf agaknya kurang persiapan untuk meeting...”
(halaman 63)
c. Sedih: “Aya termangu. Ini menjadi bagain yang tak terbayangkan. Tiba-tiba ia
merasa shcok culture...” (halaman 37)
d. Ribut: “Seorang pria siap meninju wajah renta Pak Elyas yang sudah
tersungkur. Wahyono segera mencekal tinju itu..” (halaman 91)

Alur

Alur pada novel ini adalah alur maju, cerita ini diawali dengan keadaan tokoh utama (Aya)
sebagai junior di perusahaannya dan mendapat mandat dari atasannya untuk terbang ke Borneo.
Mengadakan penelitian yang tidak tahu sampai kapan ia tugaskan oleh atasannya dan akhirnya
Aya kembali ke tanah Jawa. Aya yang selalu kagum dan penasaran dengan Pulau Borneo sejak
duduk di bangku kuliah itu akhirnya bisa mendapatkan pengalaman bekerja sekaligus keluarga
dan saudara disana, hingga akhirnya Borneo menjadi rumah kedua bagi Cahaya Maharani. Dua
bulan sejak Aya kembali ke Jawa, ia mendapati sebuah pesan duka dari Pak Uhe bahwa adik
sulung keturunan Dayak itu telah meninggal dunia, Aya mendoakan dengan caranya.
Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan pada novel Halimun yaitu sudut pandang “aku” atau sudut
pandang persona pertama. Tokoh Aya berperan sebagai tokoh utama yang menjadi pelaku
cerita.

“Aku tak akan pernah bertemu adik sulungku. Lelaki yang kukenal cerdas dan tampan itu telah
berpulang telebih dahulu dalam rengkuhan Tuhan.” (halaman 202)

Amanat/Pesan

1. Dibalik perisitiwa selalu ada hikmah yang dipetik.


2. Keindahan alam yang kita lihat, patut disyukuri karena itu anugerah Tuhan Yang Maha
Esa.
3. Indonesia memiliki banyak budaya dan kekayaan alam yang patut kita jaga dan
lestarikan.
4. Berbuat baik dan selalu menjaga sikap dimana pun dan kapan pun itu sangat perlu.
5. Jangan berhenti bermimpi, karena mimpi yang akan membawa kita pada kenyataan.
6. Toleransi antar agama, suku dan budaya harus kita amalkan.
7. Berpikirlah sebelum bertindak agar tidak ada penyesalan.
8. Jangan berbuat jahat dan mengkhianati teman sendiri.

Unsur Ekstrinsik

1. Kehidupan sosial: novel ini menyinggung ritual adat masyarakat Dayak dan kehidupan
seorang perantau sebagai minoritas di Pulau Borneo.
2. Kepengarangan: Pengarang ini memiliki latar belakang sebagai penulis yang beberapa
tulisannya pernah dimuat di harian Equatornews dan majalah lokal. Maka dari itu
banyak sekali pengetahuan yang didapat dari novel ini mengenai wilayah atau kondisi
topografis wilayah, dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai