5 6066489169268441275
5 6066489169268441275
PENDAHULUAN
Manusia bergantung pada kompleksitas struktur tangan untuk bertahan hidup. Spesialisasi
jari-jari ini tidak hanya menolong kita untuk makan tetapi juga turut mengekspresikan pikiran
kita melalui gerakan dan bahasa tangan. Kulit tangan, jari-jari dan otot-otot kecil tangan
merupakan struktur primer untuk fungsi ini. Otot-otot panjang dan pendek terinsersi ke tulang
untuk memberi gerakan jari-jari dan tangan yang unik.1
Trauma tangan sering terjadi dan merupakan 5 – 10 % kunjungan ke Unit Gawat Darurat di
seluruh dunia. Kompleksitas tangan dan kesamaan gambaran klinik pada trauma yang
berbeda memberi pemahaman akan anatomi dan fungsi tangan, teknik pemeriksaan fisis yang
baik dan pengetahuan akan indikasi terapi yang dibutuhkan oleh dokter UGD.2
Tendon merupakan jaringan ikat yang dibentuk khas, padat, putih dengan struktur paralel,
inelastis, adheren fibril dan sel-sel jarang yang berselang-seling serta pembuluh darah.
Tendon memiliki hubungan saraf intratendinosa dan paratendinosa dari otot dan juga saraf
regional.3 Trauma tendon fleksor sering terjadi dan predominan pada pria dengan usia antara
15 – 30 tahun.4
Penanganan di masa lampau, untuk semua bagian, didasari pada premis bahwa immobilisasi
absolut dari bagian yang terluka untuk beberapa waktu, umumnya tidak kurang satu minggu,
sangat dibutuhkan. Disimpulkan bahwa metode perbaikan trauma tendon yang menawarkan
keuntungan terbesar adalah dengan mobilisasi dini bagian terluka dengan tentunya
perlindungan secara hati-hati terhadap resiko terpisahnya ujung jahitan dari tendon.5
Zona V: Proksimal
Letaknya di proksimal ligamentum carpal transversum. Bagian proksimal zona ini tepat pada
tautan muskulotendinosa.4
Anatomi Tendon Ekstensor Tangan
Secara klasik digambarkan, tendon ekstensor berjalan dari lengan bawah ke dorsal tangan
melalui enam kompartemen di bawah retinaculum ekstensor. Dari sisi lateral ke medial
retinaculum, kompartemen mengandung jumlah tendon, secara berturut-turut : 2, 2, 1, 5, 1, 1.
Kompartemen pertama mengandung ekstensor pollicis brevis dan abductor pollicis longus;
kedua, ekstensor carpi radialis longus dan brevis; ketiga, ekstensor pollicis longus; keempat,
empat tendon ekstensor digitorum communis dan ekstensor indicis proprius; kelima,
ekstensor digiti quinti; keenam, ekstensor carpi ulnaris.8
Pembagian zona tangan:
Zona I Meliputi sendi DIP, termasuk ujung insersi dari mekanisme ekstensor
Zona II Termasuk phalanx media dan lateral bands; pada ibu jari terletak pada phalanx
proksimal
Zona III Meliputi sendi PIP dimana insersi sentral sarung pada phalanx media; pada ibu jari
termasuk sendi MCP dan insersi ekstensor pollicis brevis
Zona IV Termasuk phalanx proksimal dan mekanisme ekstensor distal ke kap ekstensor
Zona V Meliputi sendi MCP termasuk kap ekstensor; area ini merupakan area trauma fight
bite
Zona VI Pada metacarpal termasuk tautan, tendon ekstensor digitorum communis, ekstensor
indicis proprius dan ekstensor digiti minimi
Zona VII Retinaculum dorsal pergelangan dengan enam kompartemen melaluinya dimana
tendon ekstensor berjalan dari lengan bawah ke pergelangan
Zona VIII Proksimal retinaculum dan distal tautan muskulo-tendinosa
Mekanisme kerja ekstensor dibagi ke dalam delapan zona untuk memudahkan diskusi
mekanisme trauma dan terapinya pada trauma akut. Pada zona I sampai VI, nutrisi tendon
melalui paratenon. Pada zona VII, nutrisinya melalui tenosivium. Nutrisi zona VIII melalui
cabang arteri kecil dari sekitar fasia.9
PEMERIKSAAN KLINIS
Trauma Tendon Fleksor Tangan
Meski deformitas berat tidak ditemukan, posisi tangan sering memberi petunjuk tendon
fleksor mana yang terpotong.4 Posisi normal tangan menunjukkan jari telunjuk dalam posisi
sedikit fleksi dan jari kelingking paling fleksi.9 Jika kedua tendon jari terpotong, maka jari
akan berada dalam posisi hiperekstensi.4
Fungsi tendon biasanya dievaluasi dengan gerakan aktif volunter jari, biasanya secara
langsung oleh pemeriksa. Tindakan manuver yang dilakukan dahulu pada tangan pemeriksa
atau tangan penderita yang sehat sebelum pada tangan yang terluka dapat membantu. Jika
luka pada distal pergelangan, jari yang terluka ditahan untuk memperoleh gerakan sendi
spesifik. Dengan sendi proksimal interphalanx ditahan, fleksor digitorum profunda diduga
terpotong jika sendi distal interphalanx tidak dapat fleksi secara aktif. Jika sendi proksimal
interphalanx dan distal interphalanx keduanya tidak dapat fleksi secara aktif dengan tahanan
pada sendi metacarpophalangeal, maka kedua tendon fleksor mungkin terpotong.4
Pada ibu jari, untuk pemeriksaan tendon fleksor pollicis longus, sendi metacarpophalangeal
ibu jari ditahan. Jika tendon fleksor pollicis longus terpotong, fleksi pada sendi
interphalangeal tidak ada. Sedangkan jika luka terletak pada pergelangan, sendi jari dapat
fleksi secara aktif meskipun tendon jarinya terpotong. Hal ini dikarenakan interkomunikasi
tendon fleksor digitorum profunda pada pergelangan, khususnya jari manis dan kelingking.
Pada ruptur tendon parsial biasanya tetap berfungsi, namun gerakan jari dibatasi oleh nyeri.4
DIAGNOSA
Anamnesa
Status general pasien berupa usia, tangan yang dominan, pekerjaan / hobbi, dan riwayat
masalah tangan sebelumnya. Kapan dan dimana trauma terjadi ? Pada kasus trauma untuk
mengetahui keakutan trauma dan kemungkinan kontaminasi dengan benda asing.2
Bagaimana trauma terjadi ? Hal ini memberi bantuan trauma yang terjadi. Misalnya,
peselancar yang terluka tangannya saat tali penarik terlepas secara kuat dari tangannya,
sepertinya terjadi trauma pada mekanisme tendon fleksornya. Bagaimana posisi tangan saat
terjadinya trauma ? Struktur dalam tangan meluncur saat gerakan. Jaringan dibawah memar
atau laserasi mungkin tidak sama dengan jaringan yang terlihat saat trauma terjadi karena
pergerakan struktur dalam tangan (misal, tendon ekstensor terluka dengan jari dalam keadaan
fleksi mungkin tidak terlihat pada luka ketika jari dalam keadaan ekstensi). Perlu juga
menanyakan riwayat terapi atau pembedahan pada tangan.2
Survei Primer
Survei primer termasuk evaluasi batasan gerakan aktif dan pasif jari-jari dan pergelangan
sambil mencatat posisi istirahat tangan. Manipulasi tidak selalu dibutuhkan; banyak yang
dapat dicatat mengenai tangan dan jari-jari dengan pengamatan sederhana.6 Seorang dokter
harus menduga akan kemungkinan kerusakan tendon jika ada luka terbuka, ada jari yang
tidak berada pada posisi normalnya dan kehilangan gerakan aktif.6,12
Survei Sekunder
Survei sekunder termasuk uji tendon fleksor superfisial dan profunda dari setiap jari. Dengan
latihan, setiap tendon fleksor dapat dievaluasi.6
Pemeriksaan Radiologi
Semua pasien sebaiknya mendapatkan foto rontgen posisi posteroantero lateral dan satu atau
dua posisi oblik. Foto rontgen memberikan informasi dengan sensisitifitas menengah,
spesifisitas tinggi dan biaya yang terjangkau.12 Ultrasonografi dapat digunakan untuk
mendeteksi ruptur tendon dan trauma ligamentum ulnaris collateral sampai ibu jari. Dapat
juga memeriksa fungsi dinamis dari tendon secara noninvasif menggunakan USG. MRI
menunjukkan sensitifitas yang tinggi dalam deteksi ruptur tendon. Namun demikian, MRI
tidak berperan dalam penanganan emergensi dari luka pada tangan.2
PENANGANAN
Karakteristik Rekonstruksi Tendon
Strickland menekankan 6 karakter rekonstruksi tendon ideal :4
1. Mudah menempatkan jahitan dalam tendon;
2. Simpul jahitan aman;
3. Tautan halus pada ujung tendon;
4. Celah minimal pada lokasi perbaikan;
5. Intervensi minimal dengan vaskularitas tendon;
6. Regangan cukup selama penyembuhan.
Teknik Jahitan
1. Jahitan end-to-end
Teknik Brunel crisscross merupakan teknik klasik jahitan end-to-end. Meskipun cengkraman
jahitan baik, namun tidak umum digunakan karena dipercaya bahwa penempatan
intratendinosa jahitan crisscross memungkinkan kerusakan vaskularitas intratendinosa, dan
menjadikan tendon avaskuler. Kleinert modifikasi Bunnell crisscross lebih mudah ditanam
dan mungkin lebih kurang menyebabkan iskemia intratendinosa. Jahitan Kessler merupakan
modifikasi jahitan Mason-Allen. Teknik ini efektif untuk rekonstruksi tendon pada jari-jari
dan palmar.8
2. Rekonstruksi end-to-side
Rekonstruksi end-to-side sering digunakan pada transfer tendon saat satu otot mengaktifasi
beberapa tendon.8
Proses Penyembuhan pada Rekonstruksi Tendon
Proses penyembuhan terjadi melalui 3 tahap yakni fase inflamasi, reparasi dan remodelling.
Setelah penjahitan tendon, respon inflamasi merangsang pembentukan jaring fibrin dan
migrasi makrofag serta sel inflamasi lainnya ke lokasi perbaikan. Sel-sel ini kemudian
melepaskan faktor pertumbuhan dan faktor kemotaktik. Dalam 2 cm sekitar perbaikan, sel-sel
dalam epitenon berproliferasi dan bermigrasi ke lokasi perbaikan. Regangan pada fase ini
sama dengan regangan pada rekonstruksi.4,7 Fase inflamasi berlangsung 0 – 14 hari.4
Fase reparasi berlangsung sekitar 28 hari (minggu ke 2 – 6) setelah fase inflamasi. Fase ini
ditandai secara primer oleh pembentukan kolagen terus menerus, yang membentuk
pembungkus dinamis pada tempat perbaikan. Neovaskularisasi terjadi dari sumber intrinsik
dan ekstrinsik.4,7
Fase berikutnya adalah remodelling yang ditandai oleh remodelling kolagen dan penurunan
kecepatan proliferasi sel. Peningkatan regangan tendon dilaporkan konsisten dengan struktur
kolagen fibrin remodelling dan revaskularisasi.4,7 Fase ini berlangsung setelah minggu ke-
6.4
Penanganan Trauma Tendon Fleksor
Mekanisme trauma fleksor tangan dan jari tidak lagi diterapi dengan rekonstruksi tertunda
karena perbaikan primer langsung dan tertunda memberi hasil yang baik sampai sempurna,
meski dilakukan pada jari tengah. Hasil yang memuaskan dilaporkan pada 75 – 98 %
pasien.12
Zona I
Sebagaimana laserasi tendon pada jari umumnya, luka harus diperluas ke proksimal dan
distal untuk memudahkan visualisasi. Beberapa ahli bedah memilih jahitan jarum Keith
melalui phalanx distal dengan volar ke sudut dorsal daripada kedua sisi tulang.4
Zona II
Kedua laserasi tendon direkonstruksi pada zona II. Jahitan 4-strand dengan jahitan epitenon.
Rekonstruksi Kessler modifikasi Strickland dilakukan dengan menggunakan 2 poros jahitan
untuk tendon fleksor digitorum profunda.4
Zona III
Rekonstruksi tendon menggunakan teknik jahitan yang sama dengan yang dijelaskan
sebelumnya. Pemaparan tendon lebih mudah dan hasilnya lebih baik karena tidak adanya
selaput fibroosseus pada zona ini.4
Zona IV
Tendon direkonstruksi dengan teknik sebagaimana yang dijelaskan sebelumnnya, selama
tidak ada trauma saraf medianus yang terletak di superfisial tendon.4
Zona V
Trauma pada tautan muskulotendinosa dapat sulit direkonstruksi karena jaringan otot akan
tidak dapat menahan jahitan. Sering jahitan matras multipel dibutuhkan jika tautan
muskulotendinosa tidak mampu menahan poros jahitan.4
Penanganan Trauma Tendon Ekstensor
Tendon ekstensor memiliki lebih sedikit penyimpangan daripada fleksor sehinga pemendekan
minimal menghasilkan kehilangan gerakan yang signifikan. Pemendekan 6 mm menghasilkan
kehilangan gerakan 18 derajat pada sendi metacarpophalangeal dan proksimal interphalanx.
Teknik jahitan yang ideal menghasilkan pemendekan minimal, regangan maksimum, dan
beban besar untuk gagal. Teknik modofikasi Kessler dan modifikasi Bunnell memberi
rekonstruksi regangan yang baik, gap minimal, dan kehilangan gerakan yang sedikit. Benang
nonabsorbable 4-0 dan 5-0 digunakan untuk zona I sampai zona VI. Laserasi sepanjang
tendon ekstensor pada zona I dapat direkonstruksi dengan jahitan benang nonabsorbable
melalui tendon dan kulit (tenodermodesis). Sendi distal interphalanx juga mengikuti protokol
jari mallet. Lateral band sebaiknya direkonstruksi secara terpisah dengan benang
nonabsorbable 5-0 atau 6-0. Zona VI dan VII direkonstruksi dengan benang 4-0 dan zona
VIII dengan benang 3-0.9
Zona I
Pada trauma terbuka, lavase dan debrideman sendi, rekonstruksi tendon, penutupan kulit dan
fiksasi K-wire merupakan prinsip terapi. Derajat hiperekstensi dibutuhkan tetapi cegah kulit
pucat. Lepaskan wire setelah 4 mingggu dan ganti dengan belatan jari mallet selama 2
minggu. Latihan fleksi aktif selama 8 minggu.13
Trauma tertutup dapat secara sukses diterapi dengan belatan.7 Pada trauma tertutup tanpa
melibatkan tulang, gunakan belatan jari mallet, posisikan sedikit hiperekstensi. Belatan
sebaiknya dipertahankan selama 6 minggu.13
Zona II
Laserasi parsial kurang dari separuh lebar tendon dapat diterapi dengan penutupan luka dan
dibelat dalam posisi ekstensi dalam 7 sampai 10 hari, diikuti gerakan aktif terbatas. Laserasi
lebih dari 50 % lebar tendon direkonstruksi dengan benang nonabsorbable dengan jahitan
running untuk meminimalkan pemendekan tendon.10
Trauma pada zona II sama dengan protokol belatan pada zona I, terkecuali immobilisasi
adekuat selama 4 minggu.9,13 Latihan fleksi sendi distal interphalanx bertahap mulai dengan
20 – 25 derajat pada minggu pertama dan ditambah 10 derajat setiap minggu.9
Zona III
Pada trauma terbuka, tangani semua laserasi pada sendi proksimal interphalanx sebagai
robekan sentral sampai yang lainnya terbukti. Rekonstruksi terbaik dengan sendi PIP
terfiksasi dalam ekstensi penuh.13 Tendon dapat dijahit secara individu dengan jahitan
matras dengan benang moofilamen atau dengan material lain yang absorbable, jika lebih
sedikit reaksi benda asing pada area ini.7 Pada luka terkontaminasi, rekonstruksi sebaiknya
ditunda.13
Pada trauma tertutup, luka diterapi secara terpisah dengan fragmen tulang oleh belatan.
Belatan awal adalah statis atau K-wire pada anak-anak yang tidak kooperatif.13
Zona IV
Rekonstruksi primer tendon ekstensor di zona ini dapat dilakukan dengan jahitan matras atau
yang serupa. Dengan pergelangan dalam ekstensi, bowstringing dari rekonstruksi tendon
mungkin terjadi, tetapi tidak dapat mencegah adhesi jahitan tendon pada zona ini dan
kehilangan ekstensi normal.8
Laserasi parsial ditangani dengan belatan sendi MCP, PIP dan DIP dalam posisi ekstensi dan
pergelangan dalam posisi netral selama 3 – 4 minggu. Laserasi komplit sebaiknya
direkonstruksi dan fraktur phalanx penyerta difiksasi internal untuk memberi gerakan aktif
dini terbatas.9
Zona V
Bagian tendon dari unit muskulotendinosa dapat dijahit dengan peletakan menyilang secara
hati-hati karena jahitan bertendensi melepas jaringan otot. Pergelangan diletakkan dalam
ekstensi penuh pada postoperatif untuk memberi relaksasi maksimum unit muskulotendinosa
karena sangat sulit mempertahankan rekonsruksi otot ke otot dengan teknik jahitan apapun.8
Ruptur sagital band memunculkan subluksasi tendon ekstensor secara radial dan ulnar dan
jari berubah dari posisi ekstensi penuh ke posisi fleksi. Belatan dalam posisi ekstensi dan
tendon ditengah selama 6 minggu biasanya cukup. Jika masalah muncul setelah belatan,
terapi bedah sagital band dengan flap tendon ekstensor digunakan untuk menguatkan
rekonstruksi diikuti gerakan aktif dini.9
Zona VI
Trauma tautan sering terlewatkan. Eksplorasi luka merupakan metode terbaik untuk diagnosa
dan terapi leserasi ini. Laserasi tendon proksimal sering teretraksi, dan sebaiknya
rekonstruksi dilakukan dengan teknik jahitan 4-strand. Belatan pada seluruh jari dari sendi
distal interphalanx sampai pergelangan. Belatan pada jari telunjuk sendiri dalam ekstensi
diterima setelah rekonstruksi tendon ekstensor indicis proprius. Jika ditemukan trauma
tendon ekstensor multipel dan panjang tendon dan kualitasnya tidak adekuat untuk
rekonstruksi primer, lalu kerusakan lanjut tendon dapat direkonstruksi end-to-end dengan
tendon sebelahnya yang sedikit terluka.9 Terapi post rekonstruksi konvensional adalah
imobilisasi dengan ekstensi pergelangan 45 derajat atau lebih dan jari-jari dalam fleksi
metacarpophalangeal ringan selama 4 – 6 minggu.12
Zona VII
Laserasi tendon ekstensor pada retinaculum memunculkan masalah kompleks. Retraksi
tendon signifikan, skar dibawah retinaculum dan pembatasan fleksi jari karena kehilangan
daya ekstensi.9 Pemotongan bertahap retinaculum lebih memudahkan penutupan tanpa
menghasilkan celah terlalu ketat untuk memberi ruang gerak tendon yang direkonstruksi.12
Zona VIII
Ekstensi pergelangan dan ibu jari menjadi prioritas saat eksplorasi laserasi ekstensor multipel
pada zona VIII.9,12 Tendon atau otot multipel bersebelahan membuat kesulitan untuk
mengidentifikasi tendon tunggal.12 Insisi yang tepat dan eksplorasi dibutuhkan untuk
mengetahui ujung tendon proksimal dan distal. Otot dipercaya dapat diperbaiki dengan
jahitan 8.9 Pada rekonstruksi di zona ini, alur jahitan memasukkan fasia atau septum
intramuskular tendinosa untuk mencegah kegagalan operasi.12
Rehabilitasi Post-operatif
Rehabilitasi Tendon Fleksor
Kunci keberhasilan perbaikan tendon fleksor sangat terkait dengan regimen terapi program
rehabilitasi tangan. Protokol rehabilitasi setelah perbaikan tendon fleksor ada, yakni :4
1. Latihan gerakan aktif.4
2. Gerakan pasif dengan teknik Kleinert maupun Duran.4
3. Immobilisasi dibutuhkan untuk anak usia kurang 10 tahun dan bagi pasien yang tidak dapat
mengikuti program rehabilitasi. Immobilisasi dengan pergelangan fleksi 10 derajat, sendi
metacarpophalangeal fleksi 70 derajat dan sendi interphalanx netral selama 4 – 6 minggu.4
Rehabilitasi Tendon Ekstensor
Pada jari mallet, immobilisasi dilakukan selama 6 – 8 minggu dalam ekstensi dengan belatan.
Pada zona II, protokol belatan sama dengan zona I. Latihan fleksi bertahap sendi distal
interphalanx mulai dengan 20 – 25 derajat pada minggu pertama dan ditingkatkan 10 derajat
setiap minggu. Belatan pada deformitas Boutonniere dengan Bunnel rigid extension
dilakukan selama 3 – 6 minggu. Pada zona IV, sendi metacarpophalangeal, proksimal
interphalanx dan distal interphalanx dibelat dalam ekstensi dengan pergelangan dalam posisi
netral selama 4 – 6 minggu.9
Pada zona V, protokol rehabilitasi meliputi immobilisasi komplit, gerakan psif dini dan
gerakan aktif segera. Pada zona VI, protokol gerakan aktif terkontrol pada zona V dapat
digunakan. Pada zona VII, immobilisasi pergelangan sebaiknya dalam ekstensi 10 – 20
derajat dan latihan tenodesis dini dimulai. Sedangkan pada zona VIII, belatan pergelangan
dalam ekstensi dan sendi metacarpophalangeal fleksi 15 – 20 derajat selama 4 – 6 minggu.9
DAFTAR PUSTAKA
2. Lese AB. Hand injury, soft tissue. Diperoleh dari: www.emedicine.com. Diakses pada 21
Oktober 2007
3. Holm CL, Embick RP. Anatomical consideration in the primary treatment of tendon
injuries of the hand. Diperoleh dari : www.jbjs.org. Diakses pada : 2 November 2007
4. Rekant M. Flexor tendon injuries. Dalam: Trumble TE, Budoff JE, dan Cornwall R editors.
Hand, elbow & shoulder: core knowledge in orthopaedics. Philadelphia. Mosby elsevier.
2006. p. 189-199