Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ACARA IV
Analisis Kerawanan Bencana dan Erupsi Gunung Raung Berbantuan GIS
menggunakan Peta Buffering di Kabupaten Bondowoso

Dosen Pengampu : Purwanto, S.Pd, M.Si

Disusun Oleh:

Nama : Nafi’atul Istifadah


NIM : 170721636564
Offering/Angkatan : K/2017
Tanggal Praktikum : 20 Maret 2019

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
2019

1
ACARA IV
Analisis Kerawanan Bencana dan Erupsi Gunung Raung Berbantuan GIS
menggunakan Peta Buffering di Kabupaten Bondowoso

I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu melakukan proses buffering pada peta Kabupaten
Bondowoso.
2. Mahasiswa mampu membuat peta kerawanan bencana erupsi Gunung
Raung dengan teknik scoring berjenjang, buffering.
3. Mahasiswa mampu menerapkan analisa buffering untuk fenomena dampak
erupsi Gunung Raung melalui aplikasi Arc.Gis.
II. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Mouse
b. Laptop
c. Software Arc.Gis 10.5.1
2. Bahan
a. Peta digital Administrasi Kabupaten Banyuwangi skala 1:450.000
b. Peta digital jalan
c. Peta digital sungai
d. Peta digital ibu kota
III. DASAR TEORI
A. Pengertian Sistem Informasi Geografis.
Sistem Informasi Geografis (GIS) merupakan sebuah sistem yang akan
mengintegrasikan berbagai sumber daya fisik dan logika-logika perhitungan
serta analisa yang berhubungan dengan objek-objek tertentu yang terdapat di
permukaan bumi (Aqli, 2010). SIG merupakan suatu perangkat yang telah
berbasikan teknologi komputer berupa perangkat lunak dimana, mampu
mengerjakan proses pemasukan (input), penyimpanan, manipulasi,
menampilkan, dan mengeluarkan informasi geografis. Dengan demikian,

2
Sistem Informasi Geografis merupakan sistem computer yang memiliki empat
komponen di dalamnya dan mampu menangani data yang bereferensi geografis,
yaitu: masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan
data), serta analisis dan manipulasi data (Prahasta, 2007).
Sistem Infomasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem
manual (analog) dan sistem otomatis (yang berbasis digital computer). Dari
kedua jenis diatas perbedaan yang mendasar terletak pada cara pengelolaan nya.
Sistem informasi manual hanya menggabungkan beberapa data seperti peta,
lembar transparasi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik
dan laporan survei lapangan. Keseluruhan data akan dikompilasikan dan
dianalisa secara manual tanpa bantuan computer. Sedangkan, sistem informasi
geografis otomatis kesemua proses tersebut dilakukan dengan bantuan
komputer.
Dalam laporan ini, bagaimana sebuah kegiatan perencanaan atau analisa
dapat dilakukan dengan alat bantu SIG diuraikan melalui beberapa fitur yang
terdapat dalam aplikasi ArcGis. Perangkat atau aplikasi ini merupakan
perangkat SIG pengembangan dari ESRI. Fungsi-fungsi pokok yang dapat
dilakukan oleh aplikasi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengerjakan fungsi-fungsi dasar SIG, dalam hal ini seperti menjawab
pertanyaan mengenai coverage-area dari pelayanan sebuah fasos/fasum
(melalui data buffer), meghitung kepadatan lalu lintas, dan lainnya.
2. Meyusun peta tematik, dengan menggunakan simbol dan warna yang
merepresentasikan suatu kondisi. Misalnya peta kepadatan penduduk
dengan warna dan arsiran yang berbeda antara wilayah dengan kepadatan
yang tinggi dan wilayah yang memiliki kepadatan rendah bahkan tidak
berpenghuni.
3. Melakukan analisa statistik dan operasi perhitungan matematis, seperti
contohnya menghitung rasio kepadatan penduduk dengan luas wilayah
yang dihuni.
4. Menampilkan informasi spasial dan data-data atribut yang menyertai.

3
5. Melakukan panggilan data melalui query builder atau semacam tool
untuk melakukan penyaringan data yang ingin ditampilkan sekaligus
perhitungannya.
6. Kostumisasi aplikasi dengan menggunakan bahasa pemrograman tertentu
sehingga pekerjaan terkait perencanaan dapat lebih spesifik digunakan
untuk kasus-kasus tertentu.
B. Buffering
Manipulasi dan analisis data SIG melalui proses pemasukan data, peta-
peta dasar tersebut diubah menjadi data digital. Setelah proses editing selesai,
peta siap digunakan untuk analisa. salah satu contoh analisa yang bisa dilakukan
oleh SIG adalah buffer. Buffer merupakan salah satu proses dalam
geoprocessing yang umum digunakan dalam analisa terkait informasi dalam
SIG. Buffer merupakan teknik analisa yang menekankan identifikasi hubungan
antara suatu titik dengan area di sekitarnya atau disebut dengan Proximity
Analysis (analisis faktor kedekatan). Buffering juga sering disebut dengan
kegiatan membuat kenampakan baru di sekitar kenampakan yang sudah ada.
Dalam Prahasta, (2002) secara anatomis Buffer merupakan sebentuk
zona yang mengarah keluar dari sebuah objek pemetaan apakah sebuah titik,
garis, atau area (polygon). Dengan membuat Buffer, akan terbentuk area yang
melingkupi atau melindungi suatu objek spasial dalam peta (buffered object)
dengan jarak tertentu. Jadi, zona-zona yang terbentuk secara grafis ini
digunakan untuk mengidentifikasi kedekatan-kedekatan spasial suatu objek
peta terhadap objek-objek yang berada di sekitarnya. Bentuk Buffer akan
menyesuaikan dengan bentuk elemen yang ada. Buffer yang terbentuk dari titik
biasanya menggambarkan kondisi mengenai cakupan atau jangkauan
pelayanan dari sebuah fungsi titik tersebut. Sementara unsur-unsur Buffer yang
berbentuk garis dan polygon lebih banyak menggambarkan kondisi dampak dari
fenomena yang terkandung dalam unsur peta.
Fungsi Buffer sering digunakan untuk membuat penyangga dengan
suatu jarak tertentu pada feature titik, garis maupun polygon yang diseleksi.

4
Hasil dari Buffer ini dapat berupa garis atau feature polygon. Feature yang
dipilih dapat lebih dari satu layer dan dapat lebih dari satu tipe feature. Berikut
adalah cara kerja Buffer:
1. Buffer memproses algoritma matematika untuk mengidentifikasi ruang
yang berada di sekitar bentang kenampakan.
2. Kenampakan yang dipilih untuk buffering harus melalui beberapa proses
seleksi dan pertimbangan.
3. Jarak Buffer dapat berasal dari input langsung, dari atribut dan dari data
lainnya.
4. Sebuah garis pada peta dapat digambar dalam banyak arah di sekitar
kenampakan yang terpilih hingga terbentuk sebuah polygon yang solid.
5. Sebuah basis data baru yang mengundang data mengenai Buffer
dihasilkan setelah polygon Buffer selesai dibentuk.

Pada dasarnya metode buffering dapat dibedakan menjadi dua (2), yaitu:
1. Single Buffer, yaitu metode buffer tunggal yang menghasilkan unsur-
unsur spasial yang berupa poligon tunggal yang memiliki jarak tertentu
dari suatu objek. Jarak antara area ditentukan dari unsur-unsur spasial
yang menjadi masukannya.

5
2. Multiple Ring Buffer, merupakan salah satu metode buffer yang berfungsi
untuk membuat lebih dari satu buffer dengan jarak interval tertentu dari
suatu objek. Dengan adanya buffer maka akan dapat menghasilkan layer
spasial baru yang berbentuk poligon dengan jarak tertentu dari unsur-
unsur spasial yang menjadi masukannya (Prahasta, 2009).
Kelebihan dan kekurangan dari metode buffer ini diantaranya, yaitu:
Kelebihan
1. Mudah dilakukan buffering berdasarkan feature yang diseleksi.
2. Memberikan banyak manfaat dan kegunaan untuk berbagai aplikasi.
3. Proses buffering tidak membutuhkan waktu yang lama.
Kekurangan
1. Buffering tidak dapat dilakukan untuk beberapa layer secara langsung,
sehingga proses buffering dilakukan satu per satu.
2. Hasil dari beberapa buffering membutuhkan penyusunan atau pengaturan
agar layer tidak tumpang tindih, dalam hal ini tidak terjadi secara otomatis.

6
IV. LANGKAH KERJA
1. Buffering Singel Ring “Kecamatan”
a. Buka aplikasi ArcGis 10.5.1

b. Buka peta Kecamatan: klik Add data => “Kecamatan” => Klik Add

7
c. Klik ArcToolbox => Analysis tools => Double klick buffer

d. Pada kota dialog buffer, bagian menu isikan sebagai berikut:


- Input Features => Ibu Kota Kecamatan,
- Output Feature Class => Tuliskan nama file outputnya,
- Distance => isikan nilai jarak buffer dengan satuan disampingnya.

e. Klik Ok => Hasil Buffering Singel Ring (Kecamatan).

8
2. Multiple Ring Buffer “Kecamatan”
a. Klik ArcToolbox => Analysis tools => pilih Multiple Ring Buffer

b. Pada kota dialog buffer, bagian menu isikan sebagai berikut:


- Input Features => Ibu Kota Kecamatan,
- Output Feature Class => Tuliskan nama file outputnya,
- Distance => isikan nilai jarak buffer, kemudian klik tanda (+).

9
c. Klik Ok, sehingga akan menghasilkan produk buffer sebagai berikut:

3. Setelah proses buffering peta kecamatan selesai, kemudian => Klik Add
data => tambahkan peta wilayah administrasi untuk melihat wilayah mana
saja yang bersinggungan.

4. Klik Add Basemap => Pilih Imagery => Klik Add.

10
5. Hasil ketika telah ditambahkan peta basemap.

6. Membuat Layer Peta “Gunung Raung”, Klik Arc Catalog => Select folder
conection => pilih directori/folder tempat data disimpan.

11
7. Kemudian Klik Strat Editing (untuk memulai meng-edit peta dan
menambah layer pada peta).

8. Klik kanan folder => Pilih New => Shapefile, sehingga muncul kotak dialog
“Create New Shapefile”.

12
9. Ketikan “Gunung Raung” pilih Feature Type “Point” kemudian klik Edit
=> Pilih Projected Coordinate Systems => Pilih UTM => Pilih WGS 1984
UTM Zone 49 S => Selanjutnya klik Add => Klik Apply dan Ok.

13
10. Klik Create Features => Constructions Tools “Point” => kemudian Stop
Editing => Klik Yes.

11. Kemudian buat buffering peta zona kerawanan bencana erupsi Gunung
Raung dengan radius 5 km, 10 km, 15 km, 20 km, dan 25 km. Dengan cara
yang sama seperti membuat buffering “Kecamatan”.

14
12. Hasil Buffering “Kecamatan” dan “Zona Kerawanan Bencana Gunung
Raung”.

13. Kemudian klik Add data untuk menambahkan peta sungai Raung => Klik
Add => Open Atribute File (S.Raung) => Ok => Pilih sungai yang dekat
dengan zona rawan bencana => Klik Field Calculator “Sangat Rawan” =>
Klik Ok => Stop Editing => Yes.

=>

15
=>

=>

14. Lakukan proses buffering (Langkah sama dengan buffering “Kecamatan”


dan Zona Rawan Bencana) => Klik Ok => Hasil Buffering Kecamatan,
Zona Rawan Bencana, dan Sungai.

16
V. HASIL PRAKTIKUM
1. Peta Buffering Kecamatan di Kabupaten Bondowoso.

2. Peta Buffering Zona Rawan Bencana Gunung Raung

17
3. Peta Buffering Sungai Gunung Raung, Kabupaten Bondowoso.

VI. PEMBAHASAN
Buffer merupakan salah satu fungsi yang terdapat dalam ArcGis.
Dimana pembuatan buffering biasanya digunakan untuk kepentingan analisis
yang dilakukan berdasarkan jarak atau zona tertentu. Buffer biasanya dibangun
dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial yang
bersangkutan. Pada praktikum Sistem Informasi Geografi menggunakan
ArcGis 10.5.1 ini, akan menggunakan buffering peta tipe Single Ring Buffer
dan Multiple Ring Buffer. Analisis buffer ini digunakan untuk
mengidentifikasi tingkat kerawanan bencana di kabupaten Bondowoso yang
diakibatkan oleh erupsi Gunung Raung, dengan menggunakan 5 zonasi atau
radius yaitu 5 km, 10 km, 15 km, 20 km, dan 25 km. berikut penjelasan ke 5
zonasi atau radius kerawanan bencana Gunung Raung, Bondowoso:

18
1. Sangat Rawan (Radius 5 Km).

Radius I (Sangat Rawan) sebesar 5 km ditunjuukan dengan warna


merah, radius ini menunjukkan radius paling berbahaya ketika gunun Raung
meletus sehingga wajib dihindari ketika terjadi erupsi. Pada peta dapat dilihat
bahwa pada Radius I ini menunjukkan belum terdapatnya perumahan
penduduk karena zonasi I ini masih termasuk ke dalam kawasan puncak
gunung Raung, sehingga belum terdapat tanda-tanda perkampungan
penduduk atau masyaraka sekitar. Zonasi I ini sebagian besar ditutupi oleh
vegetasi hijau, dan memliki tingkat kemiringan lerengan yang curam, karena
terletak di dataran tinggi, dengan letak nya yang ada di dataran tinggi
menyebabkan intensitas curah hujan yang tinggi, yaitu ± 2.000 – 2.500
mm/tahun. Dengan intensitas curah hujan yang tinggi dan kondisi wilayah
yang curam, tanah akan mudah terbawa dan larut ketika terjadi hujan dan
wilayah zona I ini akan rawan terhadap bencana tanah longsor, banjir bandang
yang akan mengalir dan merusak Kecamatan yang ada dibawahnya yaitu
Kecamatan Sempol, dan Sumber Wringin untuk yang paling dekat dan akan
terdampak paling parah jika intensitas hujan sangat deras hingga
mengakibatkan banjir bandang ataupun tanah longsor.

19
2. Rawan (Radius 10 Km).

Pada radius II berwarna orange dengan jangkauan 10 km ini, jika


dilihat dari peta diatas belum terdapat tanda-tanda pemukiman atau
perkampungan masyarakat, akan tetapi sudah terdapat ladang, sawah, tegalan,
ataupun perkebunan penduduk untuk bercocok tanam dari Kecamatan
Sempol, Sumber Wringin, dan Tlogosari. Sehingga, ketika gunung Raung
erupsi dan mencapai pada radius ini masyarakat akan merugi secara materil
dan akan dipastikan gagal panen karena daerah ini terdampak oleh erupsi
tersebut.
Pada radius ini meskipun telah termasuk pada kawasan 3 kecamatan
yang telah disebutkan tadi akan tetapi belum terdapat perkampungan atau
pemukiman penduduk, akan tetapi perlu adanya antisipasi apabila eruspsi
mencapai radius ini sehingga masyarakat dapat siap siaga. Masyarakat juga
perlu senantiasan diberikan edukasi terkait mitigasi bencana agar tanggap dan
siap siaga jika sewaktu-waktu bencana terjadi. Radius 10 km ini masuk
kedalam kategori rawan, jika erupsi dan kerusakan yang terjadi adalah lahan
aktivitas pertanian penduduk atau masyarakat akan berdampak paling parah,
lahan ini meliputi 3 wilayah kecamatan yang telah disebutkan diatas.

20
3. Sedang (Radius 15 Km).

Pada radius III berwarna kuning dengan jangkauan 15 km ini, jika


dilihat dari peta diatas sudah terdapat tanda-tanda pemukiman atau
perkampungan masyarakat. jika, dilihat pada peta diatas wilayah yang akan
terdmpak ketika gunung raung erupsi adalah kecamatan Sempol, kecamatan
Sumber Wringin, kecamatan Tlogosari, dan perbatasan Botolinggo. Dampak
erupsi gunung Raung pada kecamatan terdekat (zona III) ini dibuktikan
dengan morfologi yang hampir mirip yakni terdapatnya cekungan sebagai
daerah aliran lava yang berada di bawah lereng Gunung Raung. Sehingga,
ketika gunung Raung erupsi dibarengi dengan hujan deras yang akan
mengakibatkan banjir lahar, kecamatan yang terdampak paling parah dan
mencapai radius III (15 km ini ) adalah Kecamatan Sempol, Sumber Wringin,
Tlogosari, dan sebagian Botolinggo.
Meskipun zona III ini tidak memiliki dampak separah zona I dan zona
II akan tetapi resiko nya juga besar karena di zona ini sudah terdapat
pemukiman penduduk yang membangun rumah disekitar lembah bekas aliran
lava saat gunung Raung erupsi, pemukiman penduduk tersebut baik dari
kecamatan Tlogosari, Sumber Wringin, dan Sempol. Dapat dilihat pdata
gambar dibawah ini:

21
Terlihat dalam gambar bahwa sebagian besar kecamatan Sempol,
Tlogosari, dan Sumber Wringin terdapat pemukiman penduduk yang dengan
pola mengelompok, meskipun dalam jumlah yang cukup sedikit. Sehingga, 3
kecamatan diatas memiliki dampak paling besar ketika gunung Raung eruspi
karena hampir sebagian besar wilayah nya masuk ke zona radius bencana antar
radius zona I – IV (jika dilihat pada Base mpas Imagery), oleh karenanya
penduduk perlu waspada dan siaga karena daerah tersebut adalah daerah yang
atau kecamatan yang akan terdampak pertama kali apabila gunung Raung
erupsi. Meskipun Kecamatan Botolinggo juga termasuk dalam cakupan zona
II ini, namun tidak terdapat pemukiman di daerah tersebut. Sehingga, tingkat
kerawanan terhadap bencana juga bertambah dikarenakan adanya aliran sungai
dari salah satu sungai yang berasal dari lembahan Gunung Raung, yang mana
hal ini akan menjadi ancaman bencana baru untuk desa-desa di sekitar aliran
air sungai Raung tersebut. Hal tersebut dikarenakan akan terdapat ancaman
banjir lahar dingin serta tanah longsor dapat sewaktu-waktu datang dan terjadi
di daerah sekitar aliran sungai dari Gunung Raung.

22
4. Tidak Rawan (Radius 20 Km).

Pada radius IV berwarna hijau muda dengan jangkauan 20 km ini, yang


memiliki jarak cukup jauh dengan gunung Raung, meskipun memiliki jarak
yang cukup jauh akan tetapi, tidak menutup kemungkinan ketika gunung Raung
erupsi dengan kekuatan yang besar wilayah dengan radius IV ini juga akan
terdampak. Pada zona IV ini kecamatan yang termasuk di dalamnya adalah,
Kecamatan Sumber Wringin, Tlogosari, Cermee, Botolinggo, dan sebagian
kecamatan Pujer. Untuk bahayaa lahar dingin, semakin kebawah arus lahan
akan semakin melemahdan tidak memiliki dampak yang signifikan, meskipun
begitu masyarakat yang berada pada zona ini tetap harus waspada dan siaga.

23
5. Sangat Tidak Rawan (Radius 25 Km).

Pada radius V berwarna hijau tua dengan jangkauan 25 km ini, masuk


kedalam zona sangat tidak rawan, zona ini berada paling jauh atau titik terluar
dari yang telah ditetapkan (berdasarkan zonasi pada peta diatas). Kawan pada
zoan ini relatif lebih aman daripada sebelum-sebelumnya, baik dari bencana
material vulkanik maupun akibat hujan yang mengakibatkan banjir lahar
dingin. Pada zona ini terlihat dari peta sudah terdapat banyak pemukiman
penduduk, karena memang termasuk kedalam zona yang sangat tidak rawan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa daerah yang paling rawan (memiliki
resiko lebih tinggi) terhadap erupsi Gunung Raung dan memberikan kerugian
baik material ataupun yang lain adalah, Kecamatan Sempol, Sumberwringin,
dan Tologosari. Sedangkan daerah yang terdampak mulai dari radius I – III
adalah, kecamatan Tlogosari, Sempol, Sumber Wringin, Botolinggo, Cermee,
dan Sukosari. Kecamatan diatas merupakan yang paling dekat dengan Gunung
Raung. Sehingga daerah tersebut memiliki resiko atau dampak lebih besar
apabila Gunung Raung mengeluarkan material vulkanisnya maka wilayah
tersebut sangat rawan akan bencana banjir lahar dingin karena dilewati oleh
jalur sungai. Disamping itu tingkat kemiringan lereng dareh tersebut tergolong
cukup tinggi sehingga cukup riskan akan bencana banjir dan tanah longsor.

24
VII. KESIMPULAN
Buffer merupakan salah satu fungsi yang terdapat dalam ArcGis.
Dimana pembuatan buffering biasanya digunakan untuk kepentingan analisis
yang dilakukan berdasarkan jarak atau zona tertentu. Buffer biasanya dibangun
dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial yang
bersangkutan. Dengan dibuatnya buffer maka akan terbentuk suatu area,
polygon atau zona baru yang melindungi/menutupi objek spasial dengan jarak
tertentu. Proses pembuatan buffering dapat dilakukan untuk setiap feature
baik point, line, ataupun polygon.
Analisis menggunkan buffering dapat dilakukan dengan Single Ring
Buffer dan Multiple Ring Buffer, fungsinya hampir sama dengan single ring
akan tetapi, perbedaanyya terletak pada penggunaannya untu analisis
bertingkat pada elemen titik, garis, dan luasan. Pada praktikum kali ini radius
dampak erosi Gunung Raung terbagi menjadi 5 radius, yaitu radius (sangat
rawan) 1 – 5 km, rawan 5 – 10 km, sedang 10 – 15 km, tidak rawan 15 – 20
km, dan sangat tidak rawan 20 – 25 km. Analisis buffering ini berfungsi untuk
melihat jangkauan atau radius daerah yang memiliki dampak paling parah
ketika Gunung Raung erupsi. Pada, peta kerawanan bencana diatas
ditunjukkan bahwa dampak erupsi terburuk pada radius 20 km (yang dekat
dengan Gunung Raung) yaitu terjadi di Kecamatan Sempol, Kecamatan
Sumber Wringin, dan Kecamatan Tlogosari.

25
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Aqli, Wafirul. 2010. Analisa Buffer dalam Sistem Informasi Geografis untuk
Perencanaan Ruang Kawasan. INSERSIA. 2(1): 192-201. Dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/inersia/article/viewFile/10547/8063
Prahasta, E. 2007. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Bandung:
Informatika.
Prahasta, E. 2002. Sistem Informasi Geografis: Konsep-Konsep Dasar.
Bandung: Informatika.
Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar.
Bandung: Informatika.

26

Anda mungkin juga menyukai