Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, Maret 2015

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada umumnya, di semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat
mengancam keselamatan dan kesehatan kerja. Di lingkungan kerja itu sendiri terdapat
potensi-potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja. Termasuk potensi bahaya psikologi.

Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang
mendapatkan perhatian seperti penempatan pekerja yang tidak sesuai dengan bakat,
minat, kepribadian, motivasi, temperamen, pendidikan, sistem seleksi dan klasifikasi
pekerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan pekerja dalam melakukan
pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan
antara individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja.

Bahaya psikologi dapat disimpulkan menjadi beberapa aspek berdasarkan


kategori karakteristik kerja, organisasi, dan lingkungan kerja, dimana dapat menyebabkan
bahaya. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik kerja dapat digunakan untuk
menggambarkan bahaya kaitannya dengan hubungan kerja (context to work) yang dapat
meliputi budaya dan fungsi organisasi, peran dalam organisasi, perkembangan karir,
pengawasan kerja, hubungan interpersonal dan isi dari pekerjaan (content of work) yang
dapat meliputi desain kerja, beban kerja, jadwal kerja, lingkungan kerja dan peralatan
kerja. Kondisi yang tidak pasti dari aspek kerja ini dapat menimbulkan stress dan
berbahaya bagi kesehatan.

Stres kerja karena adanya potensi bahaya psikologi juga dapat dialami oleh
pekerja pabrik garment. Pekerja pabrik garment dituntut kemahiran dan keterampilannya
agar proses produksi dalam perusahaan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Apabila
stress dan ketegangan yang berkepanjangan, tanpa adanya penyelesaian yang segera akan
berdampak timbulnya gangguan kesehatan fisik dan mental pekerja. Selanjutnya,
gangguan kesehatan tersebut akan menjadi stress baru dan membentuk suatu lingkaran
setan. Pada gilirannya, kesehatan yang terganggu tersebut juga akan mengganggu
tampilan kerja individu. Pekerja menjadi kurang fokus, motivasi kerja menurun dan
tingkat keterampilannya menurun. Hal ini tentu akan menggannggu proses produksi
secara umum.

2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan potensi bahaya psikologi?
b. Apa saja faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja.
c. Apa dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan kerja
d. Pada bagian proses produksi manakah yang memiliki resiko paling besar mengalami
stress kerja akibat adanya bahaya psikologi?
e. Bagaimanakah solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di
lingkungan kerja pada.

3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
a. Mengetahui definisi potensi bahaya psikologi di lingkungan kerja
b. Mengetahui faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja di perusahaan
garment PT. Leading Garment Indrusties.
c. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan kerja
pada PT. Leading Garment Indrustries.
d. Mengetahui bagian dari proses produksi dalam PT. Leading Garment Industries yang
memiliki resiko paling besar mengalami stress kerja akibat adanya bahaya psikologi.
e. Mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di
lingkunga kerja.

4. Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas maka keluaran yang diharapkan dari
pembuatan makalah ini adalah :
a. Dapat mengetahui definisi potensi bahaya psikologi di lingkungan kerja
b. Dapat mengetahui faktor-faktor bahaya psikologi dalam lingkungan kerja di
perusahaan garment.
c. Dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bahaya psikologi di lingkungan
kerja.
d. Dapat mengetahui bagian dari proses produksi dalam lingkungan kerja yang memiliki
resiko paling besar mengalami stress kerja akibat adanya bahaya psikologi.
e. Dapat mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi bahaya psikologi di
lingkunga kerja.
BAB II

PEMBAHASAN

Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan
gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara
harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit
didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat
wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Dalam beberapa dasawarsa
ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti dengan istilah psikis.

1. Pengertian Psikologi Menurut Beberapa Ahli


Pengertian Psikologi menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990),
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat
dilihat secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Pengertian Psikologi menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku
manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
Pengertian Psikologi menurut Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik
selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah
laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan
berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi
berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai
individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut
berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari
maupun yang tidak disadari.

2. Pengertian Lingkungan Kerja


Menurut Mardiana (2005) “Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pekerja
melakukan pekerjaannya sehari-hari”. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa
aman dan memungkinkan para pekerja untuk dapat berkerjaoptimal.
Menurut Nitisemito (2001) ”Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada
disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
diembankan.”
Faktor Psikologis sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis
seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Bila
konsentrasi sudah terganggu maka akan mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan
dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. Contoh
faktor psikologis yang dapat mempengaruhi konsentrasi adalah :
a. Masalah-masalah dirumah yang terbawa ke tempat kerja.
b. Suasana kerja yang tidak kondusif.
c. Adanya pertengkaran dengan teman kerja.
Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi:
a. Feeling of privacy
Menurut Newstrom (1996:478), privasi dari pekerja dapat dirasakan dari desain
ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang pekerja, ada pula yang didesain
untuk beberapa orang, sehingga penyelia dapat mengawasi interaksi antar pekerja.
b. Sense of status and impotance
Menurut Newstrom (1996: 478), para pekerja tingkat bawah senang dengan
desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada pekerja untuk
berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para manajer merasa tidak puas dengan
desain ruang yang terbuka karena banyak gangguan suara dan privasi yang dimiliki
terbatas.

3. Faktor-faktor Psikologis
a. Diri Manusia yang mampu berubah
Menurut Stephen Covey dalam buku First Thinks First menjelaskan adanya
potensi kemampuan manusia sebagai prasyarat mewujudkan sebuah komitmen, artinya
manusia sebagai makhluk yang dinamis sehingga mempunyai kemampuan untuk
melakukan suatu perubahan terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Hal ini
disebabkan oleh :
 Kesadaran diri
Setiap manusia yang ingin berubah harus memiliki kesadaran mengintrospeksi
diri sendiri dan diarahkan pada nilai-nilai maupun kepentingan sosial.
 Hati nurani
Setiap manusia memiliki hati nurani, sehingga manusia mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk.
 Kehendak bebas
Sebagai pribadi yang otonom, masing-masing manusia mempunyai kehendak
bebas untuk melakukan sebuah tindakan, tapi tidak identik dengan kebebasan. Kehendak
bebas lebih menunjuk pada situasi kemandirian, tidak terkekang dan dilakukan atas dasar
tanggung jawab.
 Imajinasi kreatif
Dalam diri manusia terdapat imajinasi kreatif, dimana seseorang mampu
meramalkan keadaan dimasa yang akan datang, dengan menciptakan ide-ide baru secara
kreatif dan inovatif.
b. Kepemimpinan
Untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, kedudukan pimpinan dalam
suatu organisasi sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian
tujuan, karena itu orang selalu mencari model kepemimpinan yang sesuai dengan
organisasi yang bersangkutan.
Ciri-ciri kepemimpinan yang baik yaitu :
 Tidak mengenal kemenangan atas dasar mayoritas.
 Terjadinya kerjasama antara atasan dan bawahan.
 Atasan dan bawahan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
 Dapat memecahkan masalah dengan cara musyawarah dan mufakat.
 Pergaulan di lingkungan kerja didasari rasa kekeluargaan dan kasih sayang.
Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang
mendapatkan perhatian s
eperti penempatan pekerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi,
tempramen, pendidikan, system seleksi, dan klasifikasi terhadap pekerja yang tidak
sesuai, kurangnya ketrampilan pekerja dalam melakukan pekarjaannya sebagai akibat
kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak
harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja.
Salah satu sumber penyebab kecelakaan kerja adalah stress kerja sebagai faktor
psikologis, menurut penelitian Baker (Rini 2002) stres kerja dapat menurunkan daya
tahan tubuh terhadap serangan penyakit, akibatnya pekerja cenderung sering dan mudah
terserang penyakit sehingga kurang berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stress menjadi dua, yaitu:
– Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga
organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi,
dan tingkat performance yang tinggi.
– Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga
organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang
tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

Pengertian stress dengan stress kerja hampir sama, hanya saja ruang lingkup
untuk pengertian stress jauh lebih luas, karena bisa terjadi dan disebabkan oleh
lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja, sedangkan stress kerja hanya terjadi di
lingkungan kerja (Gibson, 1991 : 339).
Hubungan antara stres kerja dengan resiko kecelakaan kerja bersifat positif.
Terbukti bahwa semakin stres berkaitan dengan pekerjaan maka resiko kecelakaan
semakin tinggi. Pekerja yang mengalami stres dalam pekerjaannya akan cenderung
bersikap negatif seperti menjadi cemas, was-was, sulit tidur, gangguan pola makan, dan
menjadi lebih diam dari biasanya. Stres yang tidak cepat diatasi oleh pekerja
menyebabkan pekerja tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas dan merasa frustasi
dalam menyelesaikan tanggung jawab kerja sehingga pekerja melakukan kesalahan
ketika sedang bekerja (Sneddon, Mearns dan Flin, 2006).

Stres kerja timbul karena individu itu sendiri, dimana kesalahan dapat terjadi
karena masalah pribadi dan keraguan yang menggambarkan pribadi dan keraguan yang
menggambarkan bagaimana individu menghadapi tugas, misalnya pekerja mengerjakan
suatu tugas namun mengalami kegagalan menyebabkan pekerja menjadi merasa gagal
(Berry dan Houston, 1993). Hansen (Berry dan Houston, 1993) menjelaskan kecelakaan
dalam pekerjaan tidak akan terjadi jika pekerja memahami dan cepat menanggulangi
masalah pribadi dan gangguan dalam pekerjaannya. Stres yang tidak cepat di atasi oleh
pekerja menyebabkan pekerja menjadi tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas, dan
merasa frustasi dalam menyelesaikan tanggungjawab kerja, sehingga pekerja melakukan
kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon, mearns dan Flin, 2006), yaitu melakukan
pekerjaan yang tidak sesuai dengan pengoperasian (Minner, 1992).

Adapun dampak dari stres menurut Everly dan Girdano (Munandar, 2001) stress
mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal) dan
organ-organ dalam badan (visceral).
Banyaknya kasus kecelakaan kerja pada perusahaan di Indonesia, menurut
Germain dan Clark (2007) dilatarbelakangi oleh adanya faktor penyebab kecelakaan kerja
yang disebut dengan Incident Causation Model yang terdiri dari:
1. Kurang kontrol
2. Sebab dasar, terdiri dari faktor manusia dan faktor pekerjaan
3. Sebab langsung
4. Kejadian
5. Kerugian
Faktor manusia memiliki peranan penting dimana manusia sebagai pelaku
pekerjaan memiliki banyak kekurangan, seperti kurangnya pengetahuan, kurang
keterampilan, motivasi yang kurang baik, stres fisik dan mental menyebabkan kecelakaan
kerja terjadi, sehingga bukan hanya melihat kondisi, tetapi manusia juga sebagai operator
memiliki banyak kelemahan (Suma’mur, 1989).
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri pekerja maupun
perusahaan. Pada diri pekerja, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah
kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada
pekerja ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke
aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan
berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Bagi perusahaan, konsekuensi negatif yang timbul dari stress kerja bersifat tidak
langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan
secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi,
hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993). Dan
kepuasaan kerja pekerja sangatlah rendah ketika mengalami stress kerja.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.
2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.
3. Menurunkan tingkat produktivitas.
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara
produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan
fasilitas lainnya. Banyak pekerja yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau
pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena
banyaknya kesalahan yang berulang.
Tetapi di sisi lain stress juga bersifat positif konstruktif bagi individu dimana
pekerja yang mampu mengatasi dan mengubah stres menjadi motivasi (dorongan) agar
lebih maju dimana job performancenya meningkat, lebih cekatan dalam bekerja, lebih
teliti, dan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan memuaskan.
Sedangkan dampak positif konstruktif stress terhadap perusahaan adalah dimana
produktifitas perusahaan meningkat, daya saing perusahaan yang meningkat, kualitas
output yang baik, tingkat absensi pekerja menurun, kepuasan kerja pekerja meningkat dan
finansial perusahaan mengalami surplus.
Sebagai pelaku bisnis yang didukung oleh para pekerja, sudah sepantasnya bila
para pemimpin terus membangun hubungan baik antara pekerja dan perusahaan yang
yang sedang dipimpin. Karena bagaimanapun juga, keberadaan mereka memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap kesuksesan bisnis yang dibangun. Pentingnya peran
pekerja terhadap perkembangan usaha, mendorong sebagian besar pemimpin perusahaan
untuk selalu memotivasi para pekerja agar bisa bekerja secara optimal. Sebab, semakin
bagus performa yang diberikan para pekerja, maka semakin besar pula peluang bagi
sebuah bisnis untuk mencapai kesuksesannya.

Dukungan sosial yang baik akan membantu pekerja ketika terjadi masalah dalam
pekerjaan dan memberikan dukungan emosi, namun pekerja yang tidak mendapat
dukungan sosial menjadi depresi, mudah marah, dan gelisah. Sedikitnya dukungan dari
atasan dimana mereka kurang mengontrol pekerja mengakibatkan pekerja bertindak
salah. Keterlibatan kerja menjadi prediktor langsung pada tindakan selamat, tindakan
selamat akan menghasilkan sedikit luka-luka/kerugian, begitu pula sebaliknya (Lanoie,
1994).
Mengingat faktor psikologis (stress) kerja dapat mengakibatkan gangguan pada
kesehatan bahkan kecelakaan kerja, perlu adanya solusi untuk menanggulangi
permasalahan tersebut, diantaranya adalah dengan pemberian motivasi untuk para
pekerja, menempatkan pekerja pada bagian-bagian yang sesuai dengan kemampuan, dan
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.
Lalu beberapa langkah yang perlu dilakukan para pemimpin untuk memotivasi
para pekerjanya adalah dengan :
1. Tingkatkan motivasi kerja pekerja melalui training
Terkadang menekuni sebuah pekerjaan yang sama setiap harinya, membuat
sebagian besar pekerja merasa jenuh dan bosan. Dampaknya, motivasi pekerja akan
turun sehingga mereka tidak bekerja secara optimal. Karena itu untuk mengembalikan
motivasi pekerja, Anda perlu mengadakan training khusus bagi para pekerja.
Misalnya saja mengadakan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan kerja mereka,
atau sekedar training untuk membangun kembali motivasi pekerja yang mulai turun.
2. Berikan reward bagi pekerja yang berprestasi
Tidak ada salahnya jika Anda memberikan reward khusus bagi pekerja yang
berprestasi. Bisa berupa bonus atau insentif, maupun berupa hadiah kecil yang bisa
mewakili ucapan terimakasih perusahaan atas prestasi para pekerja. Cara ini terbukti
cukup efektif, sehingga pekerja lebih bersemangat untuk memberikan prestasi-prestasi
berikutnya bagi perusahaan.
3. Lakukan pendekatan untuk mengoptimalkan kinerja pekerja
Sebagai pemimpin perusahaan, Anda juga perlu melakukan pendekatan pada para
pekerja Anda. Bila perlu kenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing
dari mereka, sebab hal ini akan memudahkan Anda untuk mengevaluasi perkembangan
setiap pekerja. Mana pekerja yang memiliki prestasi kerja cukup bagus, dan mana pekerja
yang membutuhkan dukungan Anda untuk mencapai keberhasilan seperti rekan-rekan
lainnya. Tentu dengan pendekatan tersebut, Anda dapat membantu pekerja yang kesulitan
mengerjakan tugasnya untuk bisa berhasil meraih prestasi seperti pekerja lainnya.
4. Adakan kegiatan khusus untuk membangun kekeluargaan antara pekerja dan
perusahaan.
Membangun kekeluargaan antara pihak pekerja dan pemilik usaha, menjadi
langkah jitu untuk meningkatkan motivasi kerja pekerja. Dengan kekeluargaan yang
kuat, mereka akan ikut merasakan kepemilikan perusahaan tersebut. Sehingga
loyalitasnya untuk bersama-sama membesarkan perusahaan semakin meningkat.
Adakan acara pertemuan rutin setiap bulannya, yang bisa mengakrabkan semua
pekerja di perusahaan Anda. Lingkungan kerja yang hangat dan akrab, akan membuat
pekerja merasa nyaman dalam menjalankan pekerjaannya.
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang
mendapatkan perhatian.
Salah satu sumber penyebab kecelakaan kerja adalah stress kerja sebagai
faktor psikologis, menurut penelitian Baker (Rini 2002) stres kerja dapat menurunkan
daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, akibatnya pekerja cenderung sering dan
mudah terserang penyakit sehingga kurang berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
Karena tingginya tingkat stress yang dialami maka dampaknya adalah
tingginya kesalahan jahit yang dilakukan oleh pekerja dan akhirnya membuat pekerja
memiliki produktivitas yang rendah.

2. Saran
Sebaiknya pekerja memiliki waktu senggang untuk bisa menenangkan pikiran
disela-sela waktu bekerja.
Saharusnya industri tersebut tidak memberikan target yang terlalu tinggi jika SDM
tidak mencukupi.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Prabu Mangkunegara (2000). Manajemen SDM Perusahaan RemajaRosdakarya,


Bandung2.
Achmad Ruki (2002). Sistem Manajemen Kinerja, Refika Aditama, Bandung3.
Alex S Nitisemito (1991) Manajemen Personalia. Manajemen Sumber DayaManusia,
Ghalia Indonesia, Jakarta4.
Husen Umar (1997) Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi CetakanKetujuh,
Gramedia Pustaka, Jakarta6.
John W Limbong (2005) Manajemen Sumber Daya Manusia Dan StrategiPembangunan,
Universitas IGI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai