Oleh:
Annisaa Nabila A.S., S.Ked 04054821820027
Dena Nabilah Yasmin, S.Ked 04054821820128
Leo Setyadi, S.Ked 04054821820086
Nyimas Badrya Ulfa, S.Ked 04054821820017
Shivaraj Gobal, S.Ked 04084821820054
Pembimbing:
dr. Anita Masidin, MS, Sp.OK
Judul Makalah
HEALTH RISK ASSESSMENT
Oleh:
Telah diterima dan disetujui untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen/Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat – Ilmu
Kedokteran Komunitas (IKM-IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang periode 15 April – 24 Juni 2019.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Health Risk Assessment”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan klinik di Departemen/Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat-Ilmu
Kedokteran Komunitas (IKM-IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Anita Masidin, MS,
Sp.OK selaku pembimbing, serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga
tulisan ini menjadi lebih baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap makalah
ini dapat memberi ilmu dan manfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Komponen utama manajemen risiko kesehatan dalam kesehatan kerja adalah
penilaian risiko (risk assessment), surveilans kesehatan (health surveillance), dan
pencatatan (records). Di dalam komponen penilaian risiko (risk assessment),
terdapat unsur tahapan yang meliputi Identifikasi bahaya (hazard identification),
Penilaian dosis/intensitas efek (dose-effect assessment), dan karakterisasi risiko.
Untuk dapat melakukan karakterisasi risiko perlu diketahui status kesehatan pekerja
dan penilaian pajanan. Di dalam komponen surveilans kesehatan tercakup unsur
surveilans medis dan pemantauan biologis.
Manajemen risiko bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari risiko
yang dapat mengakibatkan kerugian, baik pada pekerja, material, mesin, metoda,
hasil produksi maupun financial. Secara sistematik manajemen risiko di tempat
kerja meliputi aktivitas sebagai berikut ini:
2
1. Kesehatan dan keselamatan kerja secara filosofi adalah pemikiran dan upaya
untuk menjamin keadaan keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani manusia serta hasil karya dan budayanya tertuju pada kesejahteraan
manusia pada umumnya tenaga kerja pada khususnya.
2. Kesehatan dan keselamatan kerja secara keilmuan adalah cabang ilmu
pengetahuan dan penerapannya yang mempelajari tentang tata cara
pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja di tempat kerja.
3. Kesehatan dan keselamatan kerja secara praktis adalah suatu upaya
perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat
selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta begitu pula bagi orang
yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi dapat
secara aman dan efisien dalam pemakaiannya.
4. Kesehatan dan keselamatan kerja secara hukum adalah ketentuan yang
mengatur tentang pencegahan kecelakaan untuk melindungi tenaga kerja
agar tetap selamat dan sehat.
Manfaat dari penerapan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja antara
lain yaitu:
1. Perlindungan Karyawan
2. Memperlihatkan kepatuhan dalam peraturan dan undang- undang
3. Mengurangi biaya
4. Membuat sistem manajemen yang efektif
5. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan.
Berdasarkan berbagai perngertian kesehatan dan keselamatan kerja diatas,
maka secara umum dapat didefinisikan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja
adalah suatu pemikiran dan penerapan untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk
kecelakaan yang dapat terjadi kepada tenaga kerja, tamu maupun berbagai orang
yang berada disekitar lokasi kerja. Langkah langkah pada Health Risk Assesment
sebagai berikut:
1. Identifikasi Bahaya
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah
identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan
3
identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi,
ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan
faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan
produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan
termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan
material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan,
pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung,
mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai,
termasuk efek toksiknya.
Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat
mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi
kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara
bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih
mudah terjadi.
2. Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan
kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan
pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok
itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan
pajanan yang sama).
Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan
tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain.
Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja
tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor
lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor
risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.3 Risiko
adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi
dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu
4
diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan
selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
3. Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran
(magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan
keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas
bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik
dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko
dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi
(efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran
intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
4. Surveilans Kesehatan
Surveilans kesehatan merupakan penilaian keadaan kesehatan pekerja
yang dilakukan secara teratur dan berkala. Surveilans kesehatan terdiri atas
surveilans medis (termasuk pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
penunjang, serta pemantauan biologis Lebih tepat lagi bahwa bentuk/ isi dan
kekerapan (frequency) pemeriksaan kesehatan ini ditetapkan oleh dokter yang
berkompeten dalam program kesehatan kerja. Pelaksanaan pemeriksaan
kesehatan harus memperhatikan hasil proses penilaian risiko. Bentuk dan jenis
pemeriksaan kesehatan harus secara tegas terkait dengan bahaya kesehatan yang
teridentifikasi dan sesuai karakter risikonya. Kekerapan pemeriksaan kesehatan
ditentukan oleh besaran risiko kesehatan dan gangguan kesehatan terkait.
Sebagai pedoman umum adalah mengacu pada peraturan dan perundangan di
Indonesia yaitu sekali setiap tahun.
5. Surveilans Medis
Surveilans medis terdiri atas tiga hal penting yaitu pemeriksaan
kesehatan pra-kerja (pre-employment atau preplacement medical
examination), sebelum subjek pemeriksaan bekerja atau ditempatkan,
Pemeriksaan kesehatan berkala (periodic medical examination) yang terkait
dengan pajanan bahaya kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan khusus (specific
medical examination) yang terkait dengan kembali bekerja (returning to work)
5
setelah terdapat gangguan kesehatan yang bermakna dan penyakit yang berat.
Tujuan pemeriksaan kesehatan pra-kerja
1. menetapkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
penempatan pekerja
2. mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk oleh
pajanan bahaya kesehatan, kerentananan calon pekerja terhadap
bahaya kesehatan tertentu yang memerlukan eksklusi pada individu
dengan pajanan tertentu
3. menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja
ditempatkan atau melaksanakan pekerjaannya. Data dasar ini
berguna sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan
dan adanya kaitan dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja.
Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Berkala
1. mendeteksi sedini mungkin setiap gangguan kesehatan yang
mungkin terjadi dan disebabkan oleh pajanan bahaya kesehatan di
tempat kerja, dan kondisi kerja.
2. mendeteksi perubahan status kesehatan (penyakit yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan) yang bermakna dapat menyebabkan
gangguan kesehatan apabila melanjutkan pekerjaan, atau
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap pajanan bahaya
kesehatan di tempat kerja atau kondisi kerja.
3. riwayat kesehatan dan riwayat pekerjaan secara lengkap diperlukan
untuk dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai terutama
bila diketahui adanya pajanan yang berulang dan kemungkinan
gangguan kesehatan.
Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Khusus
Pada dasarnya pemeriksaan kesehatan khusus sama dengan pemeriksaan
kesehatan prakerja. Dalam hal ini hasil pemeriksaan kesehatan khusus
ditempatkan sebagai data dasar menggantikan data dasar hasil pemeriksaan
kesehatan prakerja. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan
6
kesehatan khusus tergantung pada riwayat penyakit dan status kesehatan saat
terakhir atau saat pemulihan.
6. Pemantauan Biologis
Pemantauan biologis (biological monitoring) adalah pemeriksaan yang
dilakukan terhadap bagian tubuh sebagai media biologis (darah, urin, liur,
jaringan lemak, rambut, dll) yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pajanan
atau efeknya pada pekerja.4 Dengan melakukan pemantauan biologis
memungkinkan kita untuk dapat mengetahui dosis yang masuk ke dalam tubuh
dari gabungan berbagai cara masuk. Disamping itu dengan pemantauan
biologis dimungkinkan pemeriksaan pajanan untuk jangka lama dan adanya
akumulasi di dalam tubuh. Pada kasus pajanan bahan kimia, pemeriksaan dapat
berupa bahan aktif atau metabolitnya. Pemantauan biologis juga ditujukan
untuk mengetahui pengaruh suatu pajanan bahaya kesehatan terhadap tubuh
dan kerentanan tubuh terhadap pajanan bahaya kesehatan tertentu.
7. Pengendalian Pajanan Bahaya Kesehatan
Pengendalian pajanan ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan
bahaya kesehatan, atau menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang
dapat diterima (acceptable level). Pengendalian dapat dilakukan dengan
berbagai cara, tergantung keadaan pada saat tersebut. Hirarki yang disarankan
dalam pengendalian secara umum adalah; pengendalian secara teknis,
pengendalian secara administratif, dan yang terakhir adalah penggunaan alat
pelindung diri (personal protective equipment).
Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah:
substitusi bahan yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya,
pengendalian teknik seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja
dengan tujuan menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri.
8. Penataan data
Penataan data (record keeping) merupakan bagian yang tidak boleh
dilupakan dalam manajemen risiko kesehatan. Seluruh data yang diperoleh dari
kegiatan manajemen risiko kesehatan ini terutama data tingkat pajanan dan
7
surveilans kesehatan harus tersimpan rapi dan dijaga untuk setiap saat dapat
digunakan sampai paling tidak selama 30 tahun.
Penataan data ini ditujukan agar: (1) dapat mengenal tren kesehatan dan
masalah yang perlu penyelesaian, (2) memungkinkan evaluasi epidemiologi,
(3) memenuhi persyaratan legal, (4) tersedianya dokumentasi yang sesuai
dengan pekerja dan perusahaan dalam kasus klaim kompensasi kecelakaan
kerja termasuk penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, (5)
memungkinkan pemantauan kinerja kesehatan pekerja.
Perlu dipahami bahwa data surveilans kesehatan pekerja bersifat rahasia
sehingga harus mendapat penanganan untuk menjaga kerahasiaan tersebut.
Data anonim harus digunakan ketika menyampaikan laporan kepada
manajemen dan pengusaha, termasuk pemantauan kinerja program kesehatan
dan keselamatan kerja. Data lain yang perlu ditata adalah yang terkait dengan
pengendalian dan penilaian pajanan serta kegiatan surveilans kesehatan yang
dilaksanakan dalam proses manajemen risiko kesehatan.
9. Pendidikan dan Pelatihan
Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi termasuk penyampaian
instruksi dan pelatihan, perlu dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan
dan latihan merupakan komponen penting dalam perlindungan kesehatan
pekerja. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini adalah agar pekerja: (1)
mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di
lingkungan kerjanya, (2) terbiasa dengan prosedur kerja dan melakukan
pekerjaan sesuai prosedur untuk mengurangi tingkat pajanan, (3) menggunakan
alat pelindung diri dengan benar dan memelihara agar tetap berfungsi baik, (4)
mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta higine perorangan yang baik, (5)
mengenal gejala dini gangguan kesehatan akibat pajanan bahaya tertentu, (6)
melakukan pertolongan pertama apabila terjadi gangguan kesehatan sesegera
mungkin
8
2.4 Risiko
Risiko secara umum dapat dikaitkan dengan kemungkinan atau probabilitas
terjadinya peristiwa diluar yang diharapkan. Risiko juga dapat diartikan sebagai
perpaduan antara probabilitas dan tingkat keparahan kerusakan atau kerugian.
Beberapa pengertian risiko sebagai berikut:
o Risiko adalah kesempatan untuk merugi (Risk is hance of loss) yaitu
dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu
keterbukaan terhadap keruguan atau suatu kemungkinan kerugian.
o Risiko adalah kemungkinan kerugian (Risk of the possibility of loss) yaitu
probabilitas suatu peristiwa berada diantara nol dan satu.
o Risiko adalah ketidakpastian (Risk is uncertainty) berarti bahwa risiko
berhubungan dengan ketidakpastian.
Risiko dapat dibedakan dalam beberapa jenis pendapat para ahli. Diantaranya
kategori risiko antara lain:
1. Risiko yang sudah diketahui
Adalah risiko yang dapat diungkapkan setelah dilakukan evaluasi secara
hati-hati terhadap rencana proyek, bisnis dan lingkungan teknik dimana
proyek sedang dikembangkan, serta sumber informasi reliable lainnya
seperti tanggal penyampaian yang tidak realistis, kurangnya persayaratan-
persyaratan yang terdokumentasi, kurangnya ruang lingkup dan lingkungan
pengembang yang buruk
2. Risiko yang diramalkan
Diekstrapolasi dari pengalaman proyek sebelumnya, misalnya pergantian
staff, komunikasi yang buruk dengan para pelanggan dan mengurangi usaha
staff bila permintaan pemeliharaan sedang berlangsung dilayani.
3. Risiko yang tidak diketahui
Risiko ini dapat benar- benar terjadi, tetapi sangat sulit untuk diidentifikasi
sebelumnya.
9
2.5 Kesehatan dan Keselamatan Kerja Konstruksi
Kematian pada proyek konstruksi di negara-negara berkembang lebih tinggi
tiga kali lipat dibandingkan dengan di negara-negara maju sebagai akibat
penegakan hukum yang sangat lemah. Derajat kesehatan dan keselamatan yang
tinggi di tempat kerja merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan
disamping hak-hak normatif lainnya. Perusahaan hendaknya sadar dan mengerti
bahwa pekerja bukanlah sebuah sumber daya yang terus-menerus dimanfaatkan
melainkan sebagai makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan mengingat
banyaknya faktor dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja. Selain perusahaan,
pemerintah juga turut bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan
keselamatan kerja. Demikian juga dengan pekerjaan jasa konstruksi bangunan
dilaksanakan dengan bertahap yaitu mulai dari tahapan persiapan, tahapan
pelaksanaan dan tahapan Pemeliharaan pembongkaran. Melihat berbagai masalah
keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi dan belum optimal pengawasan karena
begitu kompleksnya pekerjaan konstruksi dan kurangnya pengawasan terhadap K3
konstruksi. Hal ini menyebabkan proses kerja konstruksi dan kondisi tempat kerja
mengandung potensi bahaya. Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah
adalah dengan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang K3 yaitu UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Hal ini menjadi penting dalam penerapannya di Perusahaan,
sebagai bentuk dari hak tenaga kerja mendapatkan keselamatan dalam melakukan
aktifitas kerja serta terciptanya suasana kerja dan lingkungan yang sehat. Sesuai
proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti
terjatuh, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan
sistem manajemen K3.
Dasar hukum kesehatan dan keselamatan kerja konstruksi antara lain adalah:
1. Undang- Undang Dasar 1945
2. Undang- Undang No. 01/ 1970 tentang Keselamatan Kerja
3. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri
Pekerjaan Umum No. Kep. 174/ MEN/ 1986 dan No. 104/ KPTS/
1986
10
4. Permenaker No. 28/ MEN/ 2000 tentang Bangunan Gedung
5. Permenaker No. 05/ MEN/ 1996 dan tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
Peraturan SMK3 Konstruksi ditulis dalam perundang- undangan yang antara
lain:
1. Pasal 22, ayat (2) huruf L, Undang- undang RI No. 18 tahun 1999
menyebutkan kontrak kerja konstruksi sekurang- kurangnya harus
mencakup uraian mengenai 19 perlindungan pekerja, yang memuat
ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.
1. PP No. 29 tahun 2000 Pasal 17 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi. Pada salah satu ayatnya menyebutkan bahwa penyedia jasa
dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk menyusun
dokumen penawaran yang memuat rencana dan metode kerja, rencana
usulan biaya, tenaga terampil dan tenaga ahli, dan rencana anggaran
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Peralatan.
2. Pasal 30 ayat (1) PP No. 29 tahun 2000 menyebutkan bahwa untuk
menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku dan pelaksanaan pekkerjaan konstruksi sesuai dengan
peraturan perundang- undangan yang berlaku.
11
termasuk meningkatkan hasil terhadap peristiwa positif dan mengurangi dampak
terhadap peristiwa negatif.
Beberapa tahapan manajemen risiko yang diantaranya adalah :
1. Tahapan pertama sebelum melaksanakan identifikasi risiko K3 pengawas/
ahli K3 harus mampu merencanakan skenario di lapangan dan memprediksi
dampak dari pekerjaan- pekerjaan yang akan dilaksanakan setelahnya,
contohnya seperti ketika pada pemasangan pondasi.
2. Setelah melakukan dan membuat skenario pelaksanaan pada pekerjaan,
kemudian mengidentifikasi bahaya yang berdasarkan pada penggunaan
bahan, kemampuan para tukang dan kuli, metode kerja, alat kerja,
lingkungan kerja yang direncanakan. Dalam melakukan identifikasi bahaya
penting diketahui faktor- faktor bahaya dari skenario itu dan sangat penting
untuk dilakukan pembicaraan yang kooperatif dengan pekerja yang biasa
melakukan pekerjaan.
3. Tingkat risiko K3 dijabarkan bahwa besar kecilnya peluang terjadi
kecelakaan yang muncul dikalikan dengan tingkat dampak atau akibat yang
timbul.
4. Setelah mengetahui tingkat risiko secara umum berdasarkan tahapan-
tahapan diatas, lalu dilakukan pengedalian pada risiko k3 yang akan timbul.
5. Mengkomunasikan pada pihak- pihak yang terkait pada setiap atau tahapan
suatu pekerjaan yang dilakukan di lapangan penting untuk diketahui dan
ditelaah lebih lanjut. Setelah itu disampaikan darimana sumber bahaya
tersebut, seperti apa bahaya yang terjadi dan bagaimana cara mencegah agar
tidak terjadi kecelakaan lagi.
6. Review secara periodik
12
berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sesuatu disebut sebagai sumber bahaya
jika memiliki risiko menimbulkan hasil yang negatif. Bahaya terdapat dimana-
mana baik ditempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya akan
menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau. Dalam terminologi kesehatan
dan keselamatan kerja, bahaya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
Bahaya keselamatan kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan yang
dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan properti
perusahaan. Dampaknya bersifat akut.Jenis bahaya keselamatan antara lain:
- Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti
tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset.
- Bahaya elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik.
- Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat
flammable (mudah terbakar)
- Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat
explosive
Bahaya kesehatan kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan, menyebabkan
gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis. Jenis
bahaya kesehatan antara lain :
- Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radi asi ion dan non pengion,
suhu ekstrim dan pencahayaan.
- Bahaya kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan seperti
antiseptik, aerosol, insektisida, dust, fumes, gas
- Bahaya biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang
berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, jamur yang bersifat
patogen.Bahaya psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat,
hubungan dengan kondisi kerja yang tidak nyaman
13
2.8 Hazard Analysis
Hazard analysis terdapat beberapa metode antara lain HIRA (Hazard
Identification and Risk Assessment), HAZOP (Hazard Analysis and Operability
Study) dan HAZID (Hazard Identification). Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah metode HIRA dengan alasan metode yang dilakukan berdasarkan
identifikasi bahaya pada setiap kegiatan pelaksanaan dan berdasarkan analisis
bahaya operasional di lapangan. Penelitian tidak menggunakan metode HAZID
karena metode ini hanya mengidentifikasi bahaya pada tiap lokasi pekerjaan. Untuk
lebih jelas dapat dipahami dari gambar dibawah.
14
Contohnya: peluang orang jatuh ketika melewati jalan licin, peluang
tersengat listrik, peluang menabrak, dll.
2. Dampak/ akibat (Consequences)
Consequences merupakan suatu tingkat keparahan atau kerugian
yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan karena bahaya yang ada. Hal
ini bisa terkait dengan manusia, properti, lingkungan, dll.
Sangat Jarang (SJ) : Terjadi 1 kali dalam masa lebih dari 1 tahun
Jarang (J) : Bisa terjadi 1 kali dalam 1 tahun
Cukup Sering (CS) : Terjadi 1 kali dalam 1 bulan
Sering (S) : Terjadi 1 kali dalam 1 minggu
Sangat Sering (SS) : Terjadi hampir setiap hari
15
Tabel 2. Penilaian Dampak Risiko
16
Skala pengukuran yang digunakan dalam Australian Standard/ New Zealand
Standard (AS/NZS) dapat dilihat pada tabel dibawah :
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Notoatmodjo. (2011). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Cetakan ke 2.
Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja. Jakarta: Kemenakertrans
RI.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per -04/MEN/1985 tentang Pesawat
Tenaga dan Produksi. Jakarta: Kemenakertrans RI.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.02/MEN/1992 tentang Tata Cara
Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli K3. Jakarta: Kemenakertrans RI.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-08/MEN/VII/2010
tentang Alat Pelindung Diri. Jakarta: Kemenakertrans RI.
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Jakarta: Permen RI.
Pikiran Rakyat. (2017). Pekerja Pabrik Rancaekek Tewas Mengenaskan. Diakses:
8 April 2017. Http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-
raya/2017/01/19/pekerja-pabrik-rancaekek-tewas-mengenaskan-391110
Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS:18001. Cetakan ke 2. Jakarta: Dian Rakyat.
Rejeki, S. (2015). Sanitasi Hygiene dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Cetakan ke 1. Bandung: Rekayasa Sains.
Retnani, N.D., & Ardyanto, D. (2013). Analisis Pengaruh Activator dan
Consequence terhadap Safe Behavior pada Tenaga Kerja di PT. Pupuk
Kalimantan Timur Tahun 2013. The Indonesian Journal of Occupational
Safety and Health. Vol. 2. No. 2. Juli-Desember 2013: 119–129.
Rinanti, E. (2013). Penerapan Hazard Identification and Risk Asessment (HIRA)
Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja di Bagian Industri PT. Hanil
Indonesia Boyolali. [Naskah Publikasi]. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan UMS.
Safetyshoe. (2016). Data Kecelakaan Kerja Tahun 2016. Diakses: 21 April 2017.
Http://www.safetyshoe.com/tag/data-kecelakaan-kerja-tahun-2016/
20
Saputra, A.D. (2015). Gambaran Potensi Bahaya dan Penilaian Risiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bagian Spinning IV Production PT.
Asia Pacific Fibers Tbk, Kabupaten Kendal. [Skripsi Ilmiah]. Semarang:
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Sitorus, A.T. (2010). Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Tahun 2009 (Studi Kasus di Unit Utility PT. S.K. Keris
Banten). [Skripsi Ilmiah]. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang.
Suma’mur, P.K. (2009). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).
Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Swaputri, E. (2009). Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja (Studi Kasus di PT.Jamu
Air Mancur). [Skripsi Ilmiah]. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang.
Tarwaka. (2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja. Cetakan ke 1. Surakarta: Harapan Press.
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Viva News. (2015). Angka Kecelakaan Kerja di Indonesia Tinggi, Salah Siapa?
Diakses: 25 Mei 2017. Http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/644430-
angka-kecelakaan-kerja-di-indonesia-tinggi-salah-siapa
Zamani, W. (2013). Identifikasi Bahaya Kecelakaan Unit Spinning I
Menggunakan Metode HIRARC di PT. Sinar Pantja Djaja. [Skripsi
Ilmiah]. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang.
21