PREEKLAMPSIA BERAT
PEMBIMBING
dr. Vonny, Sp.OG
PENDAMPING
dr. Tania Apriyani
dr. Ade Mirza
Disusun Oleh
dr. Danar Fahmi Sudarsono
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. ANAMNESA
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. H
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Panggungan
Tanggal Masuk : 5 April 2019
Jam Masuk : 18:00
HPHT : 4-8-2018
HPL : 11-5-2019
UK : 36-37 minggu
B. Keluhan Utama
Mulas seperti ingin melahirkan
2
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
E. Riwayat Fertilitas
Belum dapat dinilai
F. Riwayat Obstetri
Buruk
G. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, di bidan dan puskesmas
H. Riwayat Haid
Menarche : 15 tahun
Lama menstruasi : 7 hari
Siklus menstruasi : 28 hari
I. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, 1 tahun dengan suami sekarang
J. Riwayat KB
Tidak menggunakan kontrasepsi
Kepala : Mesocephal
Mata : Conjungtiva subnemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, pharing hiperemis (-)
3
Leher : Gld. thyroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar
Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK basal paru (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Dinding perut > dinding dada,
stria gravidarum (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien
tidak membesar.
Perkusi : Timpani pada daerah bawah processus xyphoideus,
redup pada daerah uterus
Genital : Lendir (+) darah (-), air ketuban (-)
Ekstremitas Oedema
- -
+ +
akral dingin
- -
- -
Status Obstetri
4
Inspeksi
Kepala : simetris, mesocephal
Mata : Conjungtiva subnemis (+/+), Sclera Ikterik (-/-)
Thoraks : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
Genetalia Eksterna : vulva/uretra tenang, lendir darah (-), peradangan
(-), tumor (-)
Palpasi
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri,
memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, kepala
belum masuk panggul, TFU 29 cm, His (-), DJJ (+)
154x/menit
Pemeriksaan Leopold :
I : Teraba tinggi fundus uteri setinggi tepi atas pusat, teraba bagian besar
dan lunak di fundus, kesan bokong
II : Teraba bagian besar janin di sebelah kanan, kesan punggung, bagian
kecil di sebelah kiri
III : Teraba bagian bulat dan keras, kesan kepala
IV : Bagian terendah janin belum masuk panggul
Ekstremitas bawah : Oedem (+) akral dingin (-)
Ekstremitas atas : Oedem (+) akral dingin (-)
Auskultasi
DJJ (+) 155x per menit.
5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab Darah
Hb : 10,6 g/dl
Hct : 31 %
AE : 3,72. 106 /μL
AL : 13,07 /μL Albumin : 2,66 g/dl
Total protein : 7,06 g/dl
AT : 207. 103 /μL Gol darah :B
SGOT : 42 u/l HbsAg : (-)
GDS : 98 mg/dl SGPT : 16 u/l
Ureum : 20 mg/dl Kreatinin : 0,5 mg/dl
III.KESIMPULAN
Seorang G4P2A1, 43 tahun, UK 36-37 minggu. T : 170/100 mmHg. Janin tunggal,
intra uteri, memanjang, presentasi kepala, punggung kanan, his (-), DJJ (+)
reguler. Pembukaan 1 cm sempit, kepala belum masuk panggul. Portio lunak
mencucu di belakang, pembukaan (-), kulit ketuban belum dapat dinilai, preskep,
bagian terbawah janin belum masuk panggul, penunjuk belum dapat dinilai, air
ketuban (-), lendir (+) darah (-). Ekstrimitas inferior didapatkan oedema. Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria ++++, Hb : 10,6 g/dl, Hct : 31
%, AE : 3,72. 106 /μL, AL: 13,07 /μL, Albumin : 3,66 g/dl, SGOT: 42 u/l
6
IV. DIAGNOSIS
G4P2A1, 43 tahun, UK 36-37 minggu, JPKTH kala I fase laten dengan PEB
TERAPI
- Infus RL 20 tpm
- O2 3 liter/menit
- Protap MgSO4 40% injeksi 8 gr IM (4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri)
dilanjutkan 4 gr / 6 jam
- Nifedipin tab 3x10 mg
- Metildopa tab 3x250mg
- Motivasi untuk rencana SC
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
menunjukkan terjadinya hemolisis. Jumlah platelet yang rendah menjadi acuan
untuk dikelompokkan dalam kelas Sindroma HELLP yang berbeda.
2. Penatalaksanaan PEB
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah terapi pada penyulit
dengan medikamentosa dan merencanakan sikap pada kehamilan tergantung dari
usia kehamilan. Pada terapi pasien disebutkan konservatif mempertahankan
kehamilan tanpa mempebgaruhi keselamatan pada ibu. Pada diagnosis awal
pasien tersebut dipilih terapi pengelolaan konservatif karena kehamilan masih
kurang bulan (36 minggu) dan belum ditemukan tanda-tanda eklampsia.
Kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa. Diharapkan dapat dipertahankan sampai usia kehamilan se-
aterm mungkin. Pemberian terapi medikamentosa dalam hal ini meliputi mondok
rumahsakit, pemberian terapi intravena, dan pemberian antikejang Mg SO4
9
sebagai pencegahan dan terapi kejang. Pada pasien juga diberikan MgSO4.
Pemberian MgSO4 sebagai antikejang karena MgSO4 mampu menurunkan kadar
asetilkolin dan menghambat transmisi neuromuscular dengan menjadi kompetitif
inhibitor ion kalsium.
3. Pemberian Antihipertensi
Pada pasien ini tekanan darah saat datang adalah 168/102, kemudian
diberikan nifedipin 3x 10 mg sebagai terapi hipertensi pada kehamilannya. Pada
literatur, tekanan darah harus diturunkan secara bertahap yaitu penurunan awal
25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan hingga mencapai < 160/
105 atau MAP < 125. Nifedipin merupakan antihipertensi pada pre eklampsia lini
pertama dengan dosis 10-20 mg per oral, diulang setelah 30 menit dengan dosis
maksimal 120mg/24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat sehingga hanya boleh diberikan per oral.
10
setelah terapi didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg dan pada evaluasi 24 jam
setelah terapi didapatkan tekanan darah 160/70 mmHg.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta.
Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan –
perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Angsar, 2008).
13
Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama
kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di
dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk
terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade
peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah
kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,
transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003),
penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon
inflamasi dari kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).
14
sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir
gangguan karakteristik sindrom tersebut (Cunningham, et al, 2007).
15
endotel. Penelitian menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan
preeklampsia merangsang sel endotel yang dikultur untuk memproduksi
prostasiklin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan serum wanita hamil
normal (Cunningham, et al, 2007).
0 6. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
16
4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman
Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:
Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung
pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:
Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi
medikamentosa
Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.
Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara
prinsip pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan
kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan
dalam merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagai berikut :
1. Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5,
berikan SM 20 % 4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang
ulangan berikan SM 20 % 2 g iv pelan-pelan. Bila tidak tersedia berikan
injeksi diazepam 10 mg iv secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul
kejang ulangan ulangi dosis yang sama.
2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial
dose di atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im pada
glutea kiri dan kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c
RD 5 28 tetes per menit.
3. Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.
4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang
sudah diberikan.
5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.
17
6. Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan
infuse, dan tabung oksigen.
7. Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang
dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.
18
Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium
gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit
Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :
1. Sodium thiopental 100 mg iv
2. Diazepam 10 mg iv
3. Sodium amobarbital 250 mg iv
4. Phenytoin dengan dosis :
- Dosis awal 100 mg iv
- 16,7 mg/menit/1 jam
500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam
b. Antihipertensi
• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126
• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam
• Penurunan darah dilakukan secara bertahap :
- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik
- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah < 160/105
mmHg atau MAP < 125
c. Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
• Memperberat penurunan perfusi plasenta
• Memperberat hipovolemia
• Meningkatkan hemokonsentrasi
Indikasi pemberian diuretikum :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
19
• Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
2. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending
eklampsia
3. Pemberian anti kejang :
Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose
( loading dose tidak diberikan )
4. Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PER.
5. Induksi Maturasi Paru
Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat
deksametason 2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason
24 mg im/24 jam sekali pemberian.
6. Cara perawatan :
• Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia
• Menimbang berat badan tiap hari
• Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya
• Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur
• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase,
Albumin serum dan faktor koagulasi
• Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk
kriteria PER, pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru
diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat jalan dilakukan 1
minggu sekali setelah KRS.
7. Terminasi kehamilan
• Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm
• Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan
indikasi obstetrik
b. Perawatan aktif
1. Tujuan : Terminasi kehamilan
20
2. Indikasi :
(i). Indikasi Ibu :
• Kegagalan terapi medikamentosa :
- Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa terjadi
kenaikan tekanan darah persisten
- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi
kenaikan tekanan darah yang progresif
• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia
• Didapatkan gangguan fungsi hepar
• Didapatkan gangguan fungsi ginjal
• Terjadi solusio plasenta
• Timbul onset persalinan atau ketuban pecah
(ii). Indikasi Janin
• Usia kehamilan ≥ 37 minggu
• PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial
• NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8
• Terjadi oligohidramnion
(iii). Indikasi Laboratorium
• Timbulnya HELLP syndrome
3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 1.
4. Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam,
mode of delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai
berikut :
(i) Pasien belum inpartu
• Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 8. Bila skor
pelvik < 8 bisa dilakukan ripening dengan menggunakan
misoprostol 25 μg intravaginal tiap 6 jam. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya induksi, bila
tidak maka dianggap induksi persalinan gagal dan terminasi
kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.
21
• Indikasi operasi sesar :
- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar
- Induksi persalinan gagal
- Terjadi maternal distress
- Terjadi fetal compromised
- Usia kehamilan < 33 minggu
(ii) Pasien sudah inpartu
• Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf
• Kala II diperingan
• Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised,
persalinan dilakukan dengan operasi sesar
• Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi
sesar
22
Trombositopenia
e. Kardiopulmonal:
Edema paru
Arrest napas
Cardiac arrest
Iskemia miokardium
(Angsar, 2008)
Penyulit Janin
a. PJT
b. Solusio plasenta
c. IUFD
d. Kematian neonatal
e. Prematuritas
f. Cerebral palsy (Prasetyorini, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Angsar, 2008. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Buku Ilmu Kebidanan Edisi
keempat halaman 534-559, editor: Saifudin, Abdul Bari, Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
23
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GD et
al. 2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams Obstetrics. 21th ed.
London: Prentice-Hall International, 2001: 567-618.
Isler CM, Rinehart BK, Terrone DA, Martin RW, Magann EF, Martin JN. Maternal
Mortality with HELPP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, And Low
Platelets) Syndrome. Am J Obstet Gynecol 1999; 181: 924-928.
Roberts JM, Taylor RN, Musci TJ, Rodgers GM, Hubel CA, McLaughlin.
Preeclampsia: An Endothelial Cell Disorder. Am J Obstet Gynecol 1989; 161:
1200-1204.
24