Anda di halaman 1dari 19

TANDA DAN GEJALA GANGGUAN PSIKIATRIK

Sumber: Kairupan BHR,Elim Ch.,Kandou LFJ,Suak D, Bahan Ajar Psikiatri,Bagian


Psikiatri FK Unsrat,Manado,2007

Tanda (sign) adalah temuan objektif yang diobservasi oleh dokter sedangkan
gejala (symptom)adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien. Suatu sindrom
adalah kelompok tanda dan/atau gejala yang terjadi bersama-sama sebagai suatu kondisi yang
dapat dikenali yang mungkin kurang spesifik dibandingkan gangguan atau penyakit yang jelas.
Dalam kenyataannya, sebagian besar kondisi psikiatrik adalah sindrom.

Kemampuan mengenali tanda dan gejala spesifik memungkinkan dokter dapat mengerti
dalam berkomunikasi dengan dokter lain, membuat diagnosis secara akurat, menangani
pengobatan dengan berhasil, memperkirakan prognosis dengan dapat dipercaya, dan menggali
masalah psikopatologi, penyebab dan psikodinamika secara menyeluruh.

Secara garis besar tanda dan gejala psikiatrik mempunyai akar dalam perilaku normal dan
mewakili berbagai titik dalam spektrum perilaku dari normal sampai patologis.
Tanda dan gejala psikiatri tersebut adalah sebagai berikut :

II.1. KESADARAN
Gangguan Kesadaran:
1. Disorientasi: gangguan orientasi waktu, tempat
atau orang.
2. Kesadaran yang berkabut: kejernihan ingatan
yang tidak lengkap dengan gangguan persepsi dan
sikap.
3. Stupor: hilangnya reaksi dan ketidaksadaran
terhadap lingkungan sekeliling.
4. Delirium: kebingungan, gelisah, konfusi, reaksi
disorientasi yang disertai dengan rasa takut dan halusinasi.
5. Koma: derajat ketidaksadaran yang berat.
6. Koma vigil: koma di mana pasien tampak tertidur tetapi segera dapat dibangunkan (juga
dikenal sebagai mutisme akinetik).
7. Keadaan temaram (twilight state): seringkali digunakan secara sinonim dengan kejang
parsial kompleks atau epilepsi psikomotor.
8. Somnolensi: mengantuk abnormal yang paling sering ditemukan pada proses organik.
II.2. PERHATIAN
Perhatian adalah jumlah usaha yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian tertentu
dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktivitas, kemampuan
untuk berkonsentrasi.

Gangguan Perhatian:

1. Distraktibilitas: ketidakmampuan untuk memusatkan atensi; penarikan atensi kepada


stimulasi eksternal yang tidak penting atau tidak relevan.

2. Inatensi selektif: hambatan hanya pada hal-hal yang menimbulkan kecemasan.


3. Hipervigilensi: pemusatan perhatian yang berlebihan pada
semua stimulasi internal dan eksternal, biasanya merupakan
akibat sekunder dari keadaan delusional atau paranoid.
4. Trance: perhatian yang terpusat dan kesadaran yang
berubah, biasanya terlihat pada hipnosis, gangguan disosiatif,
dan pengalaman religius yang luar biasa.

Gangguan Sugestibilitas:
Gangguan sugestibilitas adalah kepatuhan dan respon yang tidak kritis terhadap gagasan atau
pengaruh dari luar diri pasien.
1. Folie a deux (atau folie a trois): penyakit emosional yang berhubungan antara dua (atau
tiga) orang.

2. Hipnosis: modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai dengan
peningkatan sugestibilitas.

II.3. EMOSI (AFEK DAN MOOD)


Suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatik dan perilaku yang
berhubungan dengan afek dan mood.

Afek:
Afek adalah ekspresi emosi yang terlihat; mungkin tidak konsisten dengan
emosi yang dikatakan pasien.
1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang
harmonis (sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan
yang menyertai; digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau
penuh, di mana rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara
sesuai.
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect):ketidakharmonisan
antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau
pembicaraan.
3. Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh
penurunan yang berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan keluar.

4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect): penurunan intensitas irama perasaan
yang kurang parah dari pada efek yang tumpul tetapi jelas menurun.
5. Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda ekspresi afek;
suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba, yang
tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.

Mood:

Mood adalah suatu emosi yang meresap yang dipertahankan, yang dialami secara subjektif dan
dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain. Contohnya adalah depresi, elasi, kemarahan.
1. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan

2. Mood eutimik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak


adanya mood yang tertekan atau melambung.

3. Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi


perasaan seseorang tanpa pembatasan, seringkali dengan
penilaian yang berlebihan terhadap kepentingan atau makna
seseorang.
4. Mood yang iritabel (irritable mood): ekspresi perasaan akibat
mudah diganggu atau dibuat marah.
5. Pergeseran mood (labile mood): osilasi antara euforia dan
depresi atau dibuat marah.
6. Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan
dan kesenangan; suatu mood yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
8. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy):perasaan kegairahan yang kuat.
9. Depresi: perasaan kesedihan yang psikopatologis.
10. Anhedonia: hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas rutin dan
menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi.
11. Duka cita (berkabung): kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata.
12. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau menyadari emosi
atau mood seseorang.

Emosi Yang Lain:

1. Kecemasan: perasaan kekhawatiran yang disebabkan


oleh dugaan bahaya, yang mungkin berasal dari dalarn atau
luar.
2. Kecemasan yang mengambang bebas (free floating
anxiety): rasa takut yang meresap dan tidak terpusatkan dan
tidak terikat pada suatu gagasan tertentu.
3. Ketakutan: kecemasan yang disebabkan oleh bahaya
yang dikenali secara sadar dan realistik.
4. Agitasi: kecemasan berat yang disertai dengan
kegelisahan rnotorik
5. Ketegangan (tension): peningkatan aktifitas motorik dan
psikologis yang tidak menyenangkan.
6. Panik: Serangan kecemasan yang akut, episodik, yang
kuat disertai dengan perasaan ketakutan yang rnelanda dan
pelepasan otonomik.
7. Apati: irama emosi yang turnpul yang disertai dengan pelepasan (detachment) atau
ketidakacuhan (indifference).
8. Ambivalensi: terdapat secara bersama-sama dua impuls yang berlawanan terhadap hal yang
sarna pada satu orang yang sama pada waktu yang sama.
9. Abreaksional (abreaction): pelepasan atau pelimpahan emosional setelah mengingat
pengalarnan yang menakutkan.
10. Rasa malu: kegagalan membangun pengharapan diri.
11. Rasa bersalah: emosi sekunder karena melakukan sesuatu yang dianggap salah.

Gangguan Psikologis Yang Berhubungan Dengan Mood:


Tanda disfungsi somatik (biasanya otonomik) pada seseorang, paling sering berhubungan dengan
depresi (juga disebut tanda vegetatif).
1. Anoreksia: hilangnya atau menurunnya nafsu makan.
2. Hiperfagia: meningkatnya nafsu makan dan asupan
makanan.
3. Insomnia: hilangnya atau menurunnya kemarnpuan untuk
tidur.

a. Awal : kesulitan jatuh tertidur.


b. Pertengahan: kesulitan tidur sepanjang malam tanpa
terbangun dan kesulitan kembali tidur.

c. Terminal: terbangun pada dini hari.


4. Hipersomnia: tidur yang berlebihan.
5. Variasi diurnal: mood yang secara teratur terburuk pada
pagi hari, segera setelah terbangun, dan membaik dengan
semakin siangnya hari.

6. Penurunan libido: penurunan minat, dorongan dan daya seksual (peningkatan libido sering
disertai keadaan manik).
7. Konstipasi: ketidakmampuan atau kesulitan defekasi.

II.4. PERILAKU MOTORIK (KONASI)


Aspek jiwa yang termasuk impuls, motivasi, harapan, dorongan, instink dan idaman,
seperti yang diekspresikan oleh perilaku atau aktivitas motorik seseorang.
1. Ekopraksia: peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain.
2. Katatonia: kelainan motorik dalam gangguan nonorganik (sebagai lawan dari gangguan
kesadaran dan aktivitas motorik sekunder dari patologi organik).
a. Katalepsi: istilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan terus
menerus.

b. Luapan katatonik (catatonic furor): aktivitas motorik yang teragitasi, tidak bertujuan dan
tidak dipengaruhi oleh stimulasi eksternal

c. Stupor katatonik: penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai titik
imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.
d. Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku yang
disadari, menentang usaha untuk digerakkan.
e. Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai
atau kaku yang disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu
yang lama.
f. Cerea flexibilitas (fleksibilitas lilin): seseorang dapat diatur
dalam suatu posisi yang kemudian dipertahankannya; jika
pemeriksa menggerakkan anggota tubuh pasien, anggota tubuh
terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
3. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha
untuk menggerakkan atau terhadap semua instruksi.
4. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan secara
sementara yang dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.
5. Stereotipik: pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan
berulang.
6. Mannerisme: pergerakan tidak disadari, dan bersifat habitual.
7. Otomatisme: tindakan atau tindakan-tindakan yang otomatis
yang biasanya mewakili suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari.
8. Otomatisme perintah: otomatisme mengikuti sugesti (juga
disebut kepatuhan otomatik).

9. Mutisme: tidak bersuara tanpa kelainan struktural.


10. Overaktivitas:
a. Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang
berlebihan, biasanya tidak produktif dan sebagai akibat respons
atas ketegangan dari dalam (inner tension).

b. Hiperaktivitas/hiperkinesis: kegelisahan dan aktivitas


destruktif, seringkali disertai dengan dasar patologi pada otak.
c. Tik: pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
d. Tidur berjalan (somnambulisme): aktivitas motorik saat
tertidur.
e. Akathisia: perasaan subjektif terhadap ketegangan motorik sebagai akibat sekunder dari
medikasi antipsikotik atau medikasi lain yang dapat menyebabkan kegelisahan; duduk dan
berdiri berulang secara berganti-ganti dan berulang; dapat disalahartikan sebagai agitasi
psikotik.
f. Kompulsi: impuls tidak terkontrol untuk melakukan tindakan berulang.

i. Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.


ii. Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.
iii. Nimfomania: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang wanita.
iv. Satiriasis: kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang laki-Iaki.
v. Trikotilomania: kompulsi untuk mencabut rambut.
vi. Ritual: aktivitas kompulsif otomatis dalam sifat, menurunkan kecemasan yang
orisinil.
g. Ataksia: kegagalan koordinasi otot, iregularitas gerakan otot.
h. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.
11. Hipoaktifitas/hipokinesis: penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada retardasi
psikomotor; perlambatan pikiran, bicara dan pergerakan yang dapat terlihat.
12. Mimikri: aktivitas motorik tiruan dan sederhana pada anak-anak.
13. Agresi: tindakan yang kuat dan diarahkan tujuan yang mungkin verbal atau fisik; bagian
motorik dari afek kekerasan, kemarahan atau permusuhan.
14. Memerankan (acting out): ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls yang tidak
disadari dalam bentuk gerakan; fantasi yang tidak disadari dihidupkan secara impulsif dalam
perilaku.

15. Abulia: penurunan impuls untuk bertindak dan berpikir, disertai dengan ketidakacuhan tentang
akibat tindakan; disertai dengan defisit neurologis.
16. Vagaboundage : jalan-jalan seperti berkelana tanpa tujuan.

II.5. PROSES PIKIR (BERPIKIR)


Aliran gagasan, simbol dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan dimulai oleh suatu
masalah atau suatu tugas dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi kenyataan; jika
terjadi urutan yang logis, berpikir adalah normal; parapraksis (tergelincir dari logis yang termotivasi
secara tidak disadari juga disebut pelesetan menurut Freud) dianggap sebagai bagian dari berpikir
yang normal.

Gangguan Umum dalam Bentuk atau Proses Berpikir:


1. Gangguan mental: sindroma perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis, disertai
dengan penderitaan atau ketidakmampuan, tidak hanya suatu respon yang diperkirakan dari
peristiwa tertentu atau terbatas pada hubungan antara seseorang dan masyarakat.
2. Psikosis: ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari fantasi; gangguan dalam
kemampuan menilai kenyataan, dengan menciptakan realitas baru (berlawanan dengan
neurosis: gangguan mental di mana kemampuan menilai kenyataan yang masih utuh, perilaku
tidak jelas melanggar norma-norma sosial, serta relatif masih dapat bertahan lama atau
rekuren tanpa pengobatan).
3. Tes kenyataan atau realitas: pemeriksaan dan pertimbangan objektif tentang dunia di luar
diri.

4. Gangguan pikiran formal: gangguan dalam bentuk pikiran, malahan isi pikiran; berpikir
ditandai dengan kekenduran asosiasi, neologisme dan konstruksi yang tidak logis; proses
berpikir mengalami gangguan, dan lazimnya dianggap sebagai orang yang psikotik.
5. Berpikir tidak logis: berpikir mengandung kesimpulan yang salah atau kontradiksi internal;
hal ini adalah patologis jika nyata dan tidak disebabkan oleh nilai kultural atau defisit
intelektual.
6. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau pengalaman.
7. Berpikir autistik: preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi; istilah digunakan agak sama
dengan dereisme.
8. Berpikir magis: suatu bentuk pikiran dereistik; berpikir adalah serupa dengan fase
praoperasional pada masa anak-anak (Jean Piaget), di mana pikiran, kata-kata atau tindakan
mempunyai kekuatan (sebagai contohnya, mereka dapat menyebabkan atau mencegah suatu
peristiwa).
9. Proses berpikir primer: istilah umum untuk berpikir yang dereistik, tidak logis, magis;
normalnya ditemukan pada mimpi, abnormal pada psikosis.

Gangguan Spesifik pada Bentuk Pikiran:


1. Neologisme: kata baru yang diciptakan oleh pasien,
seringkali dengan mengkombinasikan suku kata dari kata-kata
lain, untuk alasan psikologis yang aneh (idiosinkratik)Contoh :
”AASSDFHIOOOOO.”

2. Word salad (gado-gado kata): carnpuran kata dan frasa


yang membingungkan.

Contoh : ”……kemarin jatuh ada kuda polisi durian tiba-tiba


bagaimana ee…”

3. Sirkumstansialitas: bicara yang tidak langsung yang lambat


dalam mencapai tujuan tetapi pada akhirnya mulai lagi dari titik
awal untuk mencapai tujuan yang diharapkan; ditandai dengan
pemasukan detail-detail yang tidak bermakna.

Contoh : ”……apa pekerjaan nona?” dijawab “tahun 2000 kita ‘kan


baru lulus SMU kong ta pe tanta pangge ka Manado,waktu itu musim
rok mini di toko-toko kong dia tawarkan jadi SPG di Matahari,ada
stou 2 taun kita disitu.Disana no atik baku dapa deng do’I kong
paitua pangge pi jo pa de pe Om pe caffe.Taon
2003…………,2004……………………………2007 Juli kita schwangger des
brenti no.…..(penanya sudah tertidur)
4. Tangensialitas: ketidakmarnpuan untuk mempunyai
asosiasi pikiran yang diarahkan oleh tujuan; pasien tidak pemah
berangkat dari titik awal dari tujuan yang diinginkan.
5. lnkoherensi: pikiran yang, biasanya, tidak dapat dimengerti; berjalan bersama pikiran atau
atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis atau tanpa tata bahasa, yang menyebabkan
disorganisasi; terputusnya asosiasi antar ide-ide yang ekstrim sehingga tidak dapat dimengerti
sama sekali.

Contoh : ”…………ada tiga durian kemarin mandi sudah ke pasar saya Agnes Monica tidak lupa
menggosok sepatu Hypermart low price low hipssssst”.
6. Perseverasi: respon terhadap stimulus sebelumnya yang menetap setelah stimulus baru
diberikan, sering disertai dengan gangguan kognitif.
7. Verbigerasi: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak mempunyai arti.
8. Ekolalia: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain secara
psikopatologis; cenderung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan mengejek atau
intonasi yang terputus-putus.
9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep.
10. Jawaban yang tidak relevan: jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan yang
ditanyakan (pasien tampaknya mengabaikan pertanyaan).

Contoh : ”Ada dimana sayang?” jawaban diujung Hp yang lain “Ooooh iiiyo kakanda segera
kesana!”
11. Pengenduran asosiasi: aliran pikiran di mana gagasan-gagasan bergeser dari satu subjek
ke subjek lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan; jika berat, bicara mungkin
membingungkan (inkoheren).
12. Keluar dari jalur (derailment): penyimpangan yang mendadak dalarn urutan pikiran tanpa
penghambatan; seringkali digunakan secara sama dengan pengenduran asosiasi.
13. Lompat gagasan (flight of ideas): verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan
terus menerus yang menghasilkan terus pergeseran terus menerus dari satu ide ke ide lain;
ide-ide cenderung dihubungkan, dan dalam bentuk yang kurang parah pendengar mungkin
mampu untuk mengikutinya.

Contoh : ”tadi ada supervisor yang masuk Cuma sebentar,ya saya akan jadi pedagang grosir –
menjual pasir di pasar – hati-hati kesasar di Makasar- ombak besar pernah menyambar
Sumbar……………………..”
14. Asosiasi bunyi (clang assosiation): asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya tetapi berbeda
artinya; kata tidak mempunyai hubungan logis, dapat termasuk permainan sajak dan
permainan kata.
15. Penghambatan (blocking): terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum pikiran atau
gagasan diselesaikan; setelah suatu periode terhenti singkat; orang tampak tidak teringat
pada apa yang telah dikatakan atau apa yang akan dikatakan (juga dikenal sebagai
pencabutan pikiran).

Contoh : sering terjadi pada saat Co-Ass ujian.

16. Glossolalia: ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui kata-kata yang tidak dipahami (juga
dikenal sebagai "berbahasa lidah"); tidak dianggap sebagai gangguan pikiran jika terjadi pada
praktek keagamaan tertentu.

Gangguan Spesifik Pada Isi Pikiran:


1. Kemiskinan isi pikiran: pikiran yang memberikan sedikit informasi karena tidak ada
pengertian, pengulangan kosong atau frasa yang tidak jelas.

2. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan yang
dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan suatu waham.

3. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan
eksternal tidak sejalan dengan inteligensia pasien dan latar belakang kultural, yang tidak dapat
dikoreksi dengan suatu alasan apapun.
a. Waham yang kacau dan aneh (bizzare delusion): keyakinan palsu yang aneh, mustahil
dan sama sekali tidak masuk akal (sebagai contohnya: orang dari angkasa luar telah
menanamkan suatu elektroda pada otak pasien).
b. Waham tersistematisasi: keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh suatu tema atau
peristiwa tunggal (sebagai contohnya: pasien dimata-matai oleh agen rahasia, mafia atau
bos).
c. Waham yang sejalan dengan mood (mood congruent delusion): waham yang sesuai
dengan mood (sebagai contoh: seorang pasien depresi percaya bahwa ia
bertanggungjawab untuk penghancuran dunia).
d. Waham yang tidak sejalan dengan mood (mood incongruent delusion): waham
dengan isi yang tidak mempunyai hubungan dengan mood atau merupakan mood netral
(sebagai contohnya, pasien depresi mempunyai waham kontrol pikiran atau siar pikiran).

e. Waham nihilistik: perasaan palsu bahwa dirinya dan orang lain dan dunia adalah tidak
ada atau berakhir.
f. Waham kemiskinan: keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan terampas
semua harta miliknya.

g. Waham somatik: keyakinan yang palsu menyangkut


fungsi tubuh pasien (sebagai contohnya, keyakinan bahwa
otak pasien adalah berakar atau mencair).
h. Waham paranoid: termasuk waham persekutorik dan
waham referensi, kontrol dan kebesaran (dibedakan dari
ide paranoid, dimana kecurigaan adalah lebih kecil dari
bagian waham).
i. Waham persekutorik: keyakinan palsu bahwa pasien
sedang diganggu, ditipu atau disiksa; sering ditemukan
pada seorang pasien yang senang menuntut yang
mempunyai kecenderungan patologis untuk mengambil
tindakan hukum karena penganiayaan yang dibayangkan.

ii. Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan


atau identitas seseorang yang berlebihan. (sebagai contoh,
seorang laki-laki yang ditinggal lari istrinya mengaku
memiliki penis khusus yang hanya boleh dipakai untuk
senggama dengan Zulaika Rivera.Seorang wanita
mengaku jauh lebih cantik dari Nadine Chandrawinata
padahal dia labiopalatoschizis.)
iii. Waham referensi: keyakinan palsu bahwa perilaku
orang lain ditujukan pada dirinya; bahwa peritiwa, benda-
benda atau orang lain, mempunyai kepentingan tertentu
dan tidak biasanya, umumnya dalam bentuk negatif,
diturunkan dari idea referensi, di mana seseorang secara
salah merasa bahwa ia sedang dibicarakan oleh orang lain
(sebagai contohnya, percaya bahwa orang di televisi atau
di radio berbicara padanya atau membicarakan dirinya).
i. Waham menyalahkan diri sendiri: keyakinan yang
palsu tentang penyesalan yang dalam dan bersalah.
(sebagai contoh, seorang pemuda di Aceh karena ulahnya
merasa sebagai penyebab Tsunami.)
j. Waham pengendalian: perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran atau perasaan pasien
dikendalikan oleh tenaga dari luar.
Contoh : ”……sasasaya dokter ada yang suruh suruh masuk ke tempat hiburan sex yang
tidak bisa saya tolaaaak”.
i. Penarikan pikiran (thought withdrawal):waham bahwa pikiran pasien dihilangkan
dari ingatanya oleh orang lain atau tenaga lain.
ii. Penanaman pikiran (thought insertion):waham bahwa pikiran ditanam dalam pikiran
pasien oleh orang atau tenaga lain.

iii. Siar pikiran (thought broadcasting):waham bahwa pikiran pasien dapat didengar
oleh orang lain, seperti pikiran mereka sedang disiarkan di udara.
iv. Pengendalian pikiran (thought control):waham bahwa pikiran pasien dikendalikan
oleh orang atau tenaga lain. Contoh :Seorang laki-laki mengatakan bahwa ada microchips
didalam kepalanya yang berisi program kegiatan sehari-hari.
k. Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): keyakinan palsu yang didapatkan dari
kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien adalah tidak jujur.
1. Erotomania: waham bahwa seseorang sangat mencintai dirinya; lebih sering pada
perempuan; juga dikenal dengan Kompleks Cleramnault-Kandinsky). Contoh : Seorang
wanita tidak mau kawin-kawin karena menunggu Prince Charming datang menjemput.
m. Pseudologia phantastica: suatu jenis kebohongan, di mana seseorang tampaknya
percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas kenyataan; disertai dengan
sindroma Munchausen, berpura-pura sakit yang berulang.
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikiran pada ide tertentu, disertai
dengan irama efektif yang kuat, seperti kecenderungan paranoid atau preokupasi tentang
bunuh diri atau membunuh.
5. Egomania: preokupasi dengan diri sendiri yang patologis.
6. Monomania: preokupasi dengan suatu objek tunggal.
7. Hipokondria: keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien yang didasarkan bukan
pada patologi organik yang nyata, tetapi pada interpretasi yang tidak realistik terhadap tanda
atau sensasi fisik sebagai suatu yang tak normal. Contoh : Seorang pasien merasa yakin bahwa
isi perutnya berdarah-darah karena terasa tidak enak.
8. Obsesi: pikiran kukuh (persisten) yang patologis, sekalipun tidak dikehendaki pasien, pikiran
mana yang tidak dapat ditentang dan tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha
logika; biasanya disertai dengan kecemasan.

9. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu tindakan yang jika ditahan,
menyebabkan kecemasan; perilaku berulang sebagai respon suatu obsesi atau dilakukan
menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang sebenarnya. Contoh : Seseorang merasa belum
mengunci pintu dan berulang kali mengeceknya bahkan sampai tidak tertidur sepanjang malam.
10. Koprolalia: pengungkapan kompulsif dari kata kata yang cabul/kotor.
11. Fobia: rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi terhadap
suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu; menyebabkan keinginan yang memaksa untuk
menghindari stimulasi yang ditakuti.

a. Fobia sederhana: rasa takut yang jelas terhadap objek atau situasi yang jelas (sebagai
contohnya, rasa takut terhadap laba-laba atau ular).
b. Fobia sosial: rasa takut akan keramaian masyarakat, seperti rasa takut berbicara dengan
masyarakat, bekerja atau makan dalam masyarakat.
c. Akrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tinggi.
d. Agorafobia: rasa takut terhadap tempat yang terbuka
e. Algofobia: rasa takut terhadap rasa nyeri.
f. Ailurofobia: rasa takut terhadap kucing.
g. Eritrofobia: rasa takut terhadap warna merah (merujuk terhadap rasa takut terhadap
darah).

h. Panfobia: Rasa takut terhadap segala sesuatu.


i. Klaustrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tertutup.
j. Xenofobia: rasa takut terhadap orang asing.
k. Zoofobia: rasa takut terhadap binatang.

12. Noesis: suatu wahyu di mana terjadi pencerahan yang besar sekali disertai dengan perasaan
bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan memerintah.
13. Unio mystica: suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik bersatu dengan kekuatan
yang tidak terbatas; tidak dianggap suatu gangguan dalam isi pikiran jika sejalan dengan
keyakinan pasien atau lingkungan kultural.

II.6. BICARA
Gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa; komunikasi verbal.
Gangguan Bicara:

1. Tekanan bicara (pressure of speech): bicara cepat yaitu


peningkatan jumlah dan kesulitan untuk memutus
pembicaraan. Dapat terjadi pada orang cerewet,lagi marah atau
jatuh cinta.
2. Kesukaan/banyak bicara (logorrhea): bicara yang banyak
sekali, bisa koheren, bisa inkoheren.
3. Kemiskinan bicara (poverty of speech):pembatasan
jumlah bicara yang digunakan; jawaban mungkin hanya satu
suku kata(monosyllabic).
4. Bicara yang tidak spontan: respon verbal yang diberikan
hanya jika ditanya atau dibicarakan langsung; tidak ada bicara
yang dimulai dari diri sendiri.
5. Kemiskinan isi bicara: bicara yang adekuat dalam jumlah
tetapi memberikan sedikit informasi karena ketidakjelasan,
kekosongan, atau frasa yang stereotipik.
6. Disprosodi: hilangnya irama bicara yang normal.
7. Disartria: kesulitan artikulasi, bukan dalam penemuan kata atau tata bahasa.
8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan: hilangnya modulasi volume bicara
normal; dapat mencerminkan berbagai keadaan patologis mulai dari psikosis sampai depresi
sampai ketulian.
9. Gagap (stuttering): pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang sering,
menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.
10. Cluttering: bicara yang aneh dan disritmik, yang mengandung semburan kata-kata yang
cepat dan menyentak. Orang mabuk alkohol.

Gangguan Afasik:

Gangguan dalam pengeluaran bahasa (neurologis)


1. Afasia motorik: gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif di mana
pengertian adalah tetap tetapi kemampuan untuk bicara adalah sangat terganggu; bicara
terhenti-henti, susah payah dan tidak akurat (juga dikenal sebagai afasia Broca, tidak fasih
dan ekspresif).
2. Afasia sensoris: kehilangan kemampuan organik untuk mengerti arti kata; bicara adalah
lancar dan spontan, tetapi membingungkan dan yang bukan-bukan (juga dikenal sebagai
afasia Wernicke, fasih dan reseptif).
3. Afasia nominal: kesulitan untuk menemukan nama yang tepat untuk suatu benda (juga
dikenal sebagai afasia anomia dan amnestik).
4. Afasia sintatikal: ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan yang tepat.
5. Afasia Jargon: kata-kata yang dihasilkan seluruhnya neologistik; kata-kata yang tidak masuk
akal yang diulang-ulang dengan berbagai intonasi dan nada suara.
6. Afasia global: kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia fasih yang berat.

II.7. PERSEPSI
Proses pemindahan stimulasi fisik menjadi informasi
psikologis; proses mental di mana stimulasi sensoris dibawa ke
kesadaran.
Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa
stimulasi eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak
terdapat interpretasi waham sehubungan dengan pengalaman
halusinasi tersebut.
a. Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang
terjadi saat akan tertidur biasanya dianggap sebagai fenomena
yang nonpatologis.
b. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat
terbangun dari tidur; biasanya dianggap tidak patologis.
c. Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi yang palsu,
biasanya suara tetapi juga bunyi-bunyi lain, seperti musik;
merupakan halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatrik.

Contoh : “Dokter ada orang yang ja basuruh pakita tiap pagi keliling
kampung,kemanapun pergi selalu tu suara-suara itu iko”.
d. Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk
(sebagai contohnya, orang) dan citra yang tidak berbentuk (sebagai contohnya, kilatan
cahaya); paling sering pada gangguan organik.
e. Halusinasi penciuman (olfaktoris): persepsi membau yang palsu; paling sering pada
gangguan organik.
f. Halusinasi pengecapan (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu, seperti
rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang; paling sering pada
gangguan organik. Contoh : Makanan yang berubah rasa padahal itu makanan favoritnya.

g. Halusinasi perabaan (taktil; haptic): persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi
permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom limb); sensasi adanya
gerakan pada atau di bawah kulit (kesemutan).
h. Halusinasi somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam atau
terhadap tubuh; paling sering berasal dari bagian viseral tubuh (juga dikenal sebagai
halusinasi kenestetik).
1. Halusinasi liliput: persepsi yang palsu di mana benda-benda tampak lebih kecil ukuranya
(juga dikenal sebagai mikropsia).
J. Halusinasi yang sejalan dengan mood (mood-congruent hallucination): halusinasi di
mana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang tertekan atau manik (sebagai
contohnya, pasien yang mengalami depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa
pasien adalah orang yang jahat; seorang pasien manik mendengar suara yang
mengatakan bahwa pasien memiliki harga diri, kekuatan dan pengetahuan yang tinggi).
k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (mood-incongruent
hallucination): halusinasi di mana isinya tidak konsisten dengan mood yang tertekan atau
manik (sebagai contohnya, pada depresi, halusinasi tidak melibatkan tema-tema tersebut
seperti rasa bersalah, penghukuman yang layak, atau ketidakmampuan; pada mania,
halusinasi tidak mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang
tinggi).
1. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang berhubungan
dengan penyalahgunaan alkohol kronis yang terjadi dalam sensorium yang jernih,
berbeda dengan delirium tremens (DTs), yaitu halusinasi yang terjadi dalam konteks
sensorium yang berkabut.
m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain, (sebagai
contohnya, suatu sensasi auditoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu sensasi
visual; suatu bunyi dialami sebagai dilihat, atau suatu penglihatan dialami sebagai
didengar).
n. Trailing phenonemon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat
halusinogenik di mana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang terpisah
dan tidak kontinu.
2. Ilusi: mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimulasi eksternal yang nyata.

Gangguan yang Berhubungan dengan Gangguan Kognitif dan Kondisi Medik:


Agnosia, ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan kepentingan kesan
sensoris.
1. Anosognosia (ketidaktahuan tentang penyakit): adanya ketidakmampuan untuk
mengenali suatu defisit neurologis yang terjadi pada pasien.
2. Somatopagnosia (ketidaktahuan tentang tubuh): adanya ketidakmampuan untuk
mengenali suatu bagian tubuh sebagai milik tubuhnya sendiri (juga disebut sebagai
autopagnosia).
3. Agnosia visual: ketidakmampuan untuk mengenali benda-benda atau orang.

4. Astereognosis: ketidakmampuan untuk mengenali benda melalui sentuhan.


5. Prosopagnosia: ketidakmampuan mengenali wajah.
6. Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu.
7. Simultagnosia: ketidakmampuan untuk mengerti lebih dari satu elemen pandangan visual
pada suatu waktu atau untuk mengintegrasikan bagian-bagian menjadi keseluruhan.
8. Adiadokokinesis: adanya ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan yang berubah
dengan cepat.

Gangguan yang Berhubungan dengan Fenomena Konversi dan Disosiatif:

Terjadinya somatisasi materi-materi yang direpresi atau berkembangnya gejala dan distorsi fisik
yang melibatkan otot-otot volunter atau organ sensorik tertentu bukan di bawah kontrol volunter
dan tidak dapat dijelaskan oleh karena gangguan fisik.
1. Anestesia histerikal: hilangnya modalitas sensoris
yang disebabkan oleh konflik emosional.
2. Makropsia: pasien menyatakan bahwa benda-benda
tampak lebih besar dari sesungguhnya; bisa berhubungan
dengan kondisi organik, seperti epilepsi kejang parsial
kompleks.
3. Mikropsia: pasien menyatakan bahwa benda-benda
adalah lebih kecil dari sesungguhnya; bisa berhubungan
dengan kondisi organik, seperti epilepsi kejang parsial
kompleks.
4. Depersonalisasi: suatu perasaan subjektif merasa tidak nyata, aneh atau tidak mengenali
diri sendiri.
5. Derealisasi: suatu perasaan subjektif bahwa lingkungan adalah aneh atau tidak nyata; suatu
perasaan tentang perubahan realistik.
6. Fugue: mengambil identitas baru pada amnesia identitas yang lama; seringkali termasuk
berjalan-jalan atau berkelana ke lingkungan yang baru.
7. Kepribadian ganda (multiple personality): satu orang yang tampak pada waktu yang
berbeda menjadi dua atau lebih kepribadian dan karakter yang sama sekali
berbeda. (disebut disosiatif identitas yang terdapat dalam edisi revisi dariDiagnostic and statistical
Manual of Mental Disorders[DSM-IV-TR] ).
II.8. DAYA INGAT
Daya ingat merupakan fungsi di mana informasi disimpan di otak dan selanjutnya diingat
kembali ke kesadaran.
Ganggguan Daya Ingat:
1. Amnesia: ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan
untuk mengingat pengalaman masa lalu; mungkin berasal dari
organik atau emosional.

a. Anterograd: amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah


suatu titik waktu.
b. Retrograd: amnesia sebelum suatu titik waktu.

2. Paramnesia: pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan


a. Fausse reconnaissance: pengenalan yang palsu.
b. Pemalsuan retrospektif: ingatan secara tidak diharapkan
(tidak disadari) menjadi terdistorsi saat disaring melalui keadaan
emosional, kognitif, dan pengalaman pasien sekarang.

c. Konfabulasi: pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh pengalaman yang
dibayangkan atau tidak nyata yang dipercayai pasien tetapi tidak mempunyai dasar
kenyataan; paling sering berhubungan dengan patologi organik.
d. Deja vu: ilusi pengenalan visual di mana situasi yang baru secara keliru dianggap sebagai
suatu pengulangan ingatan sebelumnya.
e. Deja entendu: ilusi pengenalan auditoris.
f. Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali sebagai pikiran yang sebelumnya
telah dirasakan atau diekspresikan.
g. Jamais vu: perasaan palsu tentang ketidakkenalan terhadap situasi nyata yang telah
dialami oleh seseorang.
3. Hipermnesia (daya ingat yang meninggi): peningkatan derajat penyimpanan dan
pengingatan.

4. Eidetic image: ingatan visual tentang kejelasan halusinasi.


5. Screen memory: ingatan yang dapat ditoleransi secara sadar menutup ingatan yang
menyakitkan.

6. Represi: suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh pelupaan secara tidak disadari
terhadap gagasan atau impuls yang tidak dapat diterima.
7. Letologika: ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau suatu kata benda
yang tepat.
8. Photographic memory : ingatan yang kuat sejelas dan sepasti sebuah gambar.

Tingkat Daya Ingat:


1. Daya ingat yang segera (immediate memory):reproduksi atau pengingatan hal-hal yang
dirasakan dalam beberapa detik sampai menit.
2. Daya ingat yang baru saja (recent memory):pengingatan peristiwa yang telah lewat
beberapa hari.
3. Daya ingat yang agak lama (recent past memory): pengingat peristiwa yang telah lewat
selama beberapa bulan.
4. Daya ingat yang jauh (remote memory):pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi.
II.9. INTELIGENSIA
Kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakkan dan menyatukan secara
konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru.
Retardasi Mental:
Kurangnya inteligensia sampai derajat di mana terdapat
gangguan pada kinerja sosial dan kejuruan:
1. ringan (IQ 50 atau 55 - kira-kira 70)
2. sedang (IQ 35 atau 40 - 50 atau 55)

3. berat (IQ 20 atau 25 - 35 - 40)


4. sangat berat (IQ di bawah 20 atau 25)
Istilah yang lama ialah idiot (usia mental kurang dari 3
tahun), imbesil (usia mental kira-kira 8 tahun).

Demensia:

Pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan kesadaran.


1. Diskalkulia (Akalkulia): hilangnya kemampuan untuk melakukan perhitungan; bukan karena
gangguan psikologis.
2. Disgrafia (Agrafia): Hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gaya yang kursif; hilangnya
struktur kata.
3. Aleksia: Hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki; bukan disebabkan oleh
gangguan penglihatan.

Pseudodemensia:
Gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh suatu kondisi organik;
paling sering disebabkan oleh depresi (sindroma demensia dari depresi).

Berpikir Konkret:
Berpikir harfiah; penggunaan kiasan yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti; pikiran satu-
dimensi.

Berpikir Abstrak:

Kemampuan untuk mengerti nuansa arti; berpikir multidimensional dengan kemampuan


menggunakan kiasan dan hipotesis dengan tepat.

II.10. TILIKAN (INSIGHT)


Kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu situasi
(seperti sekumpulan gejala).
Tilikan Intelektual:
Kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif tentang suatu
keadaan tanpa kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam
cara yang berguna untuk mengatasi situasi.

Tilikan Sejati:

Kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif tentang suatu situasi, disertai dengan daya
pendorong motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.

Tilikan yang Terganggu:


Kehilangan kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif dari suatu situasi.

Suatu ringkasan tentang tingkat tilikan menurut PPDGJ – III adalah sebagai berikut:
1. Penyangkalan penyakit sama sekali.
2. Agak menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan bantuan tetapi dalam waktu yang
bersamaan menyangkal penyakitnya.
3. Sadar bahwa mereka adalah sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang lain, pada faktor
eksternal, atau pada faktor organik.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada diri pasien.
5. Tilikan intelektual: menerima bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan dalam
penyesuaian sosial adalah disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan tertentu dalam
diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan untuk pengalaman di masa depan.

6. Tilikan emosional sejati: kesadaran emosional tentang motif dan perasaan di dalam diri pasien
dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan perubahan dasar
dalam perilaku pasien.

II.11. PERTIMBANGAN (JUDGEMENT)


Kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan untuk bertindak secara tepat di dalam
situasi tersebut.

Pertimbangan Kritis:

Kemampuan untuk menilai, melihat dan memilih berbagai pilihan di


dalam suatu situasi.

Pertimbangan Otomatis:

Kinerja refleks di dalam suatu tindakan.


Pertimbangan yang Terganggu:
Kehilangan kemampuan untuk mengerti suatu situasi dengan benar
dan bertindak secara tepat.

Anda mungkin juga menyukai