Simtomatologi
Simtomatologi
Tanda (sign) adalah temuan objektif yang diobservasi oleh dokter sedangkan
gejala (symptom)adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien. Suatu sindrom
adalah kelompok tanda dan/atau gejala yang terjadi bersama-sama sebagai suatu kondisi yang
dapat dikenali yang mungkin kurang spesifik dibandingkan gangguan atau penyakit yang jelas.
Dalam kenyataannya, sebagian besar kondisi psikiatrik adalah sindrom.
Kemampuan mengenali tanda dan gejala spesifik memungkinkan dokter dapat mengerti
dalam berkomunikasi dengan dokter lain, membuat diagnosis secara akurat, menangani
pengobatan dengan berhasil, memperkirakan prognosis dengan dapat dipercaya, dan menggali
masalah psikopatologi, penyebab dan psikodinamika secara menyeluruh.
Secara garis besar tanda dan gejala psikiatrik mempunyai akar dalam perilaku normal dan
mewakili berbagai titik dalam spektrum perilaku dari normal sampai patologis.
Tanda dan gejala psikiatri tersebut adalah sebagai berikut :
II.1. KESADARAN
Gangguan Kesadaran:
1. Disorientasi: gangguan orientasi waktu, tempat
atau orang.
2. Kesadaran yang berkabut: kejernihan ingatan
yang tidak lengkap dengan gangguan persepsi dan
sikap.
3. Stupor: hilangnya reaksi dan ketidaksadaran
terhadap lingkungan sekeliling.
4. Delirium: kebingungan, gelisah, konfusi, reaksi
disorientasi yang disertai dengan rasa takut dan halusinasi.
5. Koma: derajat ketidaksadaran yang berat.
6. Koma vigil: koma di mana pasien tampak tertidur tetapi segera dapat dibangunkan (juga
dikenal sebagai mutisme akinetik).
7. Keadaan temaram (twilight state): seringkali digunakan secara sinonim dengan kejang
parsial kompleks atau epilepsi psikomotor.
8. Somnolensi: mengantuk abnormal yang paling sering ditemukan pada proses organik.
II.2. PERHATIAN
Perhatian adalah jumlah usaha yang dilakukan untuk memusatkan pada bagian tertentu
dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktivitas, kemampuan
untuk berkonsentrasi.
Gangguan Perhatian:
Gangguan Sugestibilitas:
Gangguan sugestibilitas adalah kepatuhan dan respon yang tidak kritis terhadap gagasan atau
pengaruh dari luar diri pasien.
1. Folie a deux (atau folie a trois): penyakit emosional yang berhubungan antara dua (atau
tiga) orang.
2. Hipnosis: modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai dengan
peningkatan sugestibilitas.
Afek:
Afek adalah ekspresi emosi yang terlihat; mungkin tidak konsisten dengan
emosi yang dikatakan pasien.
1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang
harmonis (sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan
yang menyertai; digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau
penuh, di mana rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara
sesuai.
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect):ketidakharmonisan
antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau
pembicaraan.
3. Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh
penurunan yang berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan keluar.
4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect): penurunan intensitas irama perasaan
yang kurang parah dari pada efek yang tumpul tetapi jelas menurun.
5. Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda ekspresi afek;
suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba, yang
tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.
Mood:
Mood adalah suatu emosi yang meresap yang dipertahankan, yang dialami secara subjektif dan
dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain. Contohnya adalah depresi, elasi, kemarahan.
1. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan
6. Penurunan libido: penurunan minat, dorongan dan daya seksual (peningkatan libido sering
disertai keadaan manik).
7. Konstipasi: ketidakmampuan atau kesulitan defekasi.
b. Luapan katatonik (catatonic furor): aktivitas motorik yang teragitasi, tidak bertujuan dan
tidak dipengaruhi oleh stimulasi eksternal
c. Stupor katatonik: penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai titik
imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.
d. Rigiditas katatonik: penerimaan postur yang kaku yang
disadari, menentang usaha untuk digerakkan.
e. Posturing katatonik: penerimaan postur yang tidak sesuai
atau kaku yang disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu
yang lama.
f. Cerea flexibilitas (fleksibilitas lilin): seseorang dapat diatur
dalam suatu posisi yang kemudian dipertahankannya; jika
pemeriksa menggerakkan anggota tubuh pasien, anggota tubuh
terasa seakan-akan terbuat dari lilin.
3. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha
untuk menggerakkan atau terhadap semua instruksi.
4. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan secara
sementara yang dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.
5. Stereotipik: pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan
berulang.
6. Mannerisme: pergerakan tidak disadari, dan bersifat habitual.
7. Otomatisme: tindakan atau tindakan-tindakan yang otomatis
yang biasanya mewakili suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari.
8. Otomatisme perintah: otomatisme mengikuti sugesti (juga
disebut kepatuhan otomatik).
15. Abulia: penurunan impuls untuk bertindak dan berpikir, disertai dengan ketidakacuhan tentang
akibat tindakan; disertai dengan defisit neurologis.
16. Vagaboundage : jalan-jalan seperti berkelana tanpa tujuan.
4. Gangguan pikiran formal: gangguan dalam bentuk pikiran, malahan isi pikiran; berpikir
ditandai dengan kekenduran asosiasi, neologisme dan konstruksi yang tidak logis; proses
berpikir mengalami gangguan, dan lazimnya dianggap sebagai orang yang psikotik.
5. Berpikir tidak logis: berpikir mengandung kesimpulan yang salah atau kontradiksi internal;
hal ini adalah patologis jika nyata dan tidak disebabkan oleh nilai kultural atau defisit
intelektual.
6. Dereisme: aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau pengalaman.
7. Berpikir autistik: preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi; istilah digunakan agak sama
dengan dereisme.
8. Berpikir magis: suatu bentuk pikiran dereistik; berpikir adalah serupa dengan fase
praoperasional pada masa anak-anak (Jean Piaget), di mana pikiran, kata-kata atau tindakan
mempunyai kekuatan (sebagai contohnya, mereka dapat menyebabkan atau mencegah suatu
peristiwa).
9. Proses berpikir primer: istilah umum untuk berpikir yang dereistik, tidak logis, magis;
normalnya ditemukan pada mimpi, abnormal pada psikosis.
Contoh : ”…………ada tiga durian kemarin mandi sudah ke pasar saya Agnes Monica tidak lupa
menggosok sepatu Hypermart low price low hipssssst”.
6. Perseverasi: respon terhadap stimulus sebelumnya yang menetap setelah stimulus baru
diberikan, sering disertai dengan gangguan kognitif.
7. Verbigerasi: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak mempunyai arti.
8. Ekolalia: pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain secara
psikopatologis; cenderung berulang dan menetap, dapat diucapkan dengan mengejek atau
intonasi yang terputus-putus.
9. Kondensasi: penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep.
10. Jawaban yang tidak relevan: jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan yang
ditanyakan (pasien tampaknya mengabaikan pertanyaan).
Contoh : ”Ada dimana sayang?” jawaban diujung Hp yang lain “Ooooh iiiyo kakanda segera
kesana!”
11. Pengenduran asosiasi: aliran pikiran di mana gagasan-gagasan bergeser dari satu subjek
ke subjek lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan; jika berat, bicara mungkin
membingungkan (inkoheren).
12. Keluar dari jalur (derailment): penyimpangan yang mendadak dalarn urutan pikiran tanpa
penghambatan; seringkali digunakan secara sama dengan pengenduran asosiasi.
13. Lompat gagasan (flight of ideas): verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan
terus menerus yang menghasilkan terus pergeseran terus menerus dari satu ide ke ide lain;
ide-ide cenderung dihubungkan, dan dalam bentuk yang kurang parah pendengar mungkin
mampu untuk mengikutinya.
Contoh : ”tadi ada supervisor yang masuk Cuma sebentar,ya saya akan jadi pedagang grosir –
menjual pasir di pasar – hati-hati kesasar di Makasar- ombak besar pernah menyambar
Sumbar……………………..”
14. Asosiasi bunyi (clang assosiation): asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya tetapi berbeda
artinya; kata tidak mempunyai hubungan logis, dapat termasuk permainan sajak dan
permainan kata.
15. Penghambatan (blocking): terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum pikiran atau
gagasan diselesaikan; setelah suatu periode terhenti singkat; orang tampak tidak teringat
pada apa yang telah dikatakan atau apa yang akan dikatakan (juga dikenal sebagai
pencabutan pikiran).
16. Glossolalia: ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui kata-kata yang tidak dipahami (juga
dikenal sebagai "berbahasa lidah"); tidak dianggap sebagai gangguan pikiran jika terjadi pada
praktek keagamaan tertentu.
2. Gagasan yang berlebihan: keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan yang
dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan suatu waham.
3. Waham: keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan
eksternal tidak sejalan dengan inteligensia pasien dan latar belakang kultural, yang tidak dapat
dikoreksi dengan suatu alasan apapun.
a. Waham yang kacau dan aneh (bizzare delusion): keyakinan palsu yang aneh, mustahil
dan sama sekali tidak masuk akal (sebagai contohnya: orang dari angkasa luar telah
menanamkan suatu elektroda pada otak pasien).
b. Waham tersistematisasi: keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh suatu tema atau
peristiwa tunggal (sebagai contohnya: pasien dimata-matai oleh agen rahasia, mafia atau
bos).
c. Waham yang sejalan dengan mood (mood congruent delusion): waham yang sesuai
dengan mood (sebagai contoh: seorang pasien depresi percaya bahwa ia
bertanggungjawab untuk penghancuran dunia).
d. Waham yang tidak sejalan dengan mood (mood incongruent delusion): waham
dengan isi yang tidak mempunyai hubungan dengan mood atau merupakan mood netral
(sebagai contohnya, pasien depresi mempunyai waham kontrol pikiran atau siar pikiran).
e. Waham nihilistik: perasaan palsu bahwa dirinya dan orang lain dan dunia adalah tidak
ada atau berakhir.
f. Waham kemiskinan: keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan terampas
semua harta miliknya.
iii. Siar pikiran (thought broadcasting):waham bahwa pikiran pasien dapat didengar
oleh orang lain, seperti pikiran mereka sedang disiarkan di udara.
iv. Pengendalian pikiran (thought control):waham bahwa pikiran pasien dikendalikan
oleh orang atau tenaga lain. Contoh :Seorang laki-laki mengatakan bahwa ada microchips
didalam kepalanya yang berisi program kegiatan sehari-hari.
k. Waham ketidaksetiaan (waham cemburu): keyakinan palsu yang didapatkan dari
kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien adalah tidak jujur.
1. Erotomania: waham bahwa seseorang sangat mencintai dirinya; lebih sering pada
perempuan; juga dikenal dengan Kompleks Cleramnault-Kandinsky). Contoh : Seorang
wanita tidak mau kawin-kawin karena menunggu Prince Charming datang menjemput.
m. Pseudologia phantastica: suatu jenis kebohongan, di mana seseorang tampaknya
percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas kenyataan; disertai dengan
sindroma Munchausen, berpura-pura sakit yang berulang.
4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran: pemusatan isi pikiran pada ide tertentu, disertai
dengan irama efektif yang kuat, seperti kecenderungan paranoid atau preokupasi tentang
bunuh diri atau membunuh.
5. Egomania: preokupasi dengan diri sendiri yang patologis.
6. Monomania: preokupasi dengan suatu objek tunggal.
7. Hipokondria: keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien yang didasarkan bukan
pada patologi organik yang nyata, tetapi pada interpretasi yang tidak realistik terhadap tanda
atau sensasi fisik sebagai suatu yang tak normal. Contoh : Seorang pasien merasa yakin bahwa
isi perutnya berdarah-darah karena terasa tidak enak.
8. Obsesi: pikiran kukuh (persisten) yang patologis, sekalipun tidak dikehendaki pasien, pikiran
mana yang tidak dapat ditentang dan tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha
logika; biasanya disertai dengan kecemasan.
9. Kompulsi: kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu tindakan yang jika ditahan,
menyebabkan kecemasan; perilaku berulang sebagai respon suatu obsesi atau dilakukan
menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang sebenarnya. Contoh : Seseorang merasa belum
mengunci pintu dan berulang kali mengeceknya bahkan sampai tidak tertidur sepanjang malam.
10. Koprolalia: pengungkapan kompulsif dari kata kata yang cabul/kotor.
11. Fobia: rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi terhadap
suatu jenis stimulasi atau situasi tertentu; menyebabkan keinginan yang memaksa untuk
menghindari stimulasi yang ditakuti.
a. Fobia sederhana: rasa takut yang jelas terhadap objek atau situasi yang jelas (sebagai
contohnya, rasa takut terhadap laba-laba atau ular).
b. Fobia sosial: rasa takut akan keramaian masyarakat, seperti rasa takut berbicara dengan
masyarakat, bekerja atau makan dalam masyarakat.
c. Akrofobia: rasa takut terhadap tempat yang tinggi.
d. Agorafobia: rasa takut terhadap tempat yang terbuka
e. Algofobia: rasa takut terhadap rasa nyeri.
f. Ailurofobia: rasa takut terhadap kucing.
g. Eritrofobia: rasa takut terhadap warna merah (merujuk terhadap rasa takut terhadap
darah).
12. Noesis: suatu wahyu di mana terjadi pencerahan yang besar sekali disertai dengan perasaan
bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan memerintah.
13. Unio mystica: suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik bersatu dengan kekuatan
yang tidak terbatas; tidak dianggap suatu gangguan dalam isi pikiran jika sejalan dengan
keyakinan pasien atau lingkungan kultural.
II.6. BICARA
Gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa; komunikasi verbal.
Gangguan Bicara:
Gangguan Afasik:
II.7. PERSEPSI
Proses pemindahan stimulasi fisik menjadi informasi
psikologis; proses mental di mana stimulasi sensoris dibawa ke
kesadaran.
Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa
stimulasi eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak
terdapat interpretasi waham sehubungan dengan pengalaman
halusinasi tersebut.
a. Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang
terjadi saat akan tertidur biasanya dianggap sebagai fenomena
yang nonpatologis.
b. Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat
terbangun dari tidur; biasanya dianggap tidak patologis.
c. Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi yang palsu,
biasanya suara tetapi juga bunyi-bunyi lain, seperti musik;
merupakan halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatrik.
Contoh : “Dokter ada orang yang ja basuruh pakita tiap pagi keliling
kampung,kemanapun pergi selalu tu suara-suara itu iko”.
d. Halusinasi visual: persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang berbentuk
(sebagai contohnya, orang) dan citra yang tidak berbentuk (sebagai contohnya, kilatan
cahaya); paling sering pada gangguan organik.
e. Halusinasi penciuman (olfaktoris): persepsi membau yang palsu; paling sering pada
gangguan organik.
f. Halusinasi pengecapan (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu, seperti
rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang; paling sering pada
gangguan organik. Contoh : Makanan yang berubah rasa padahal itu makanan favoritnya.
g. Halusinasi perabaan (taktil; haptic): persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi
permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom limb); sensasi adanya
gerakan pada atau di bawah kulit (kesemutan).
h. Halusinasi somatik: sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam atau
terhadap tubuh; paling sering berasal dari bagian viseral tubuh (juga dikenal sebagai
halusinasi kenestetik).
1. Halusinasi liliput: persepsi yang palsu di mana benda-benda tampak lebih kecil ukuranya
(juga dikenal sebagai mikropsia).
J. Halusinasi yang sejalan dengan mood (mood-congruent hallucination): halusinasi di
mana isi halusinasi adalah konsisten dengan mood yang tertekan atau manik (sebagai
contohnya, pasien yang mengalami depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa
pasien adalah orang yang jahat; seorang pasien manik mendengar suara yang
mengatakan bahwa pasien memiliki harga diri, kekuatan dan pengetahuan yang tinggi).
k. Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (mood-incongruent
hallucination): halusinasi di mana isinya tidak konsisten dengan mood yang tertekan atau
manik (sebagai contohnya, pada depresi, halusinasi tidak melibatkan tema-tema tersebut
seperti rasa bersalah, penghukuman yang layak, atau ketidakmampuan; pada mania,
halusinasi tidak mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang
tinggi).
1. Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang berhubungan
dengan penyalahgunaan alkohol kronis yang terjadi dalam sensorium yang jernih,
berbeda dengan delirium tremens (DTs), yaitu halusinasi yang terjadi dalam konteks
sensorium yang berkabut.
m. Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain, (sebagai
contohnya, suatu sensasi auditoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu sensasi
visual; suatu bunyi dialami sebagai dilihat, atau suatu penglihatan dialami sebagai
didengar).
n. Trailing phenonemon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat
halusinogenik di mana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang terpisah
dan tidak kontinu.
2. Ilusi: mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimulasi eksternal yang nyata.
Terjadinya somatisasi materi-materi yang direpresi atau berkembangnya gejala dan distorsi fisik
yang melibatkan otot-otot volunter atau organ sensorik tertentu bukan di bawah kontrol volunter
dan tidak dapat dijelaskan oleh karena gangguan fisik.
1. Anestesia histerikal: hilangnya modalitas sensoris
yang disebabkan oleh konflik emosional.
2. Makropsia: pasien menyatakan bahwa benda-benda
tampak lebih besar dari sesungguhnya; bisa berhubungan
dengan kondisi organik, seperti epilepsi kejang parsial
kompleks.
3. Mikropsia: pasien menyatakan bahwa benda-benda
adalah lebih kecil dari sesungguhnya; bisa berhubungan
dengan kondisi organik, seperti epilepsi kejang parsial
kompleks.
4. Depersonalisasi: suatu perasaan subjektif merasa tidak nyata, aneh atau tidak mengenali
diri sendiri.
5. Derealisasi: suatu perasaan subjektif bahwa lingkungan adalah aneh atau tidak nyata; suatu
perasaan tentang perubahan realistik.
6. Fugue: mengambil identitas baru pada amnesia identitas yang lama; seringkali termasuk
berjalan-jalan atau berkelana ke lingkungan yang baru.
7. Kepribadian ganda (multiple personality): satu orang yang tampak pada waktu yang
berbeda menjadi dua atau lebih kepribadian dan karakter yang sama sekali
berbeda. (disebut disosiatif identitas yang terdapat dalam edisi revisi dariDiagnostic and statistical
Manual of Mental Disorders[DSM-IV-TR] ).
II.8. DAYA INGAT
Daya ingat merupakan fungsi di mana informasi disimpan di otak dan selanjutnya diingat
kembali ke kesadaran.
Ganggguan Daya Ingat:
1. Amnesia: ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan
untuk mengingat pengalaman masa lalu; mungkin berasal dari
organik atau emosional.
c. Konfabulasi: pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh pengalaman yang
dibayangkan atau tidak nyata yang dipercayai pasien tetapi tidak mempunyai dasar
kenyataan; paling sering berhubungan dengan patologi organik.
d. Deja vu: ilusi pengenalan visual di mana situasi yang baru secara keliru dianggap sebagai
suatu pengulangan ingatan sebelumnya.
e. Deja entendu: ilusi pengenalan auditoris.
f. Deja pense: ilusi bahwa suatu pikiran baru dikenali sebagai pikiran yang sebelumnya
telah dirasakan atau diekspresikan.
g. Jamais vu: perasaan palsu tentang ketidakkenalan terhadap situasi nyata yang telah
dialami oleh seseorang.
3. Hipermnesia (daya ingat yang meninggi): peningkatan derajat penyimpanan dan
pengingatan.
6. Represi: suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh pelupaan secara tidak disadari
terhadap gagasan atau impuls yang tidak dapat diterima.
7. Letologika: ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau suatu kata benda
yang tepat.
8. Photographic memory : ingatan yang kuat sejelas dan sepasti sebuah gambar.
Demensia:
Pseudodemensia:
Gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh suatu kondisi organik;
paling sering disebabkan oleh depresi (sindroma demensia dari depresi).
Berpikir Konkret:
Berpikir harfiah; penggunaan kiasan yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti; pikiran satu-
dimensi.
Berpikir Abstrak:
Tilikan Sejati:
Kemampuan untuk mengerti kenyataan objektif tentang suatu situasi, disertai dengan daya
pendorong motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.
Suatu ringkasan tentang tingkat tilikan menurut PPDGJ – III adalah sebagai berikut:
1. Penyangkalan penyakit sama sekali.
2. Agak menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan bantuan tetapi dalam waktu yang
bersamaan menyangkal penyakitnya.
3. Sadar bahwa mereka adalah sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang lain, pada faktor
eksternal, atau pada faktor organik.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada diri pasien.
5. Tilikan intelektual: menerima bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan dalam
penyesuaian sosial adalah disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan tertentu dalam
diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan untuk pengalaman di masa depan.
6. Tilikan emosional sejati: kesadaran emosional tentang motif dan perasaan di dalam diri pasien
dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan perubahan dasar
dalam perilaku pasien.
Pertimbangan Kritis:
Pertimbangan Otomatis: