Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMANGIOMA

2.1. PENGERTIAN HEMANGIOMA

Hemangioma adalah suatu tumor jaringan lunak / tumor vaskuler jinak

akibat proliferasi (pertumbuhan yang berlebih) dari pembuluh darah yang

tidak normal dan dapat terjadi pada setiap jaringan pembuluh darah.

Hemangioma sering terjadi pada bayi baru lahir dan pada anak berusia kurang

dari 1 tahun (5-10%). Biasanya, hemangioma sudah tampak sejak bayi

dilahirkan (30%) atau muncul setelah beberapa minggu setelah kelahiran

(70%). Hemangioma muncul di setiap tempat pada permukaan tubuh seperti

kepala, leher, muka, kaki atau dada.

Hemangioma merupakan tumor vaskular jinak terlazim pada bayi dan

anak. Meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang tua,

contohnya adalah cherry hemangioma atau angioma senilis yang biasanya

jinak, kecil, red-purple papule pada kulit orang tua. Umumnya hemangioma

tidak membahayakan karena sebagian besar kasus hemangioma dapat hilang

dengan sendirinya beberapa bulan kemudian setelah kelahiran. Harus

diwaspadai bila hemangioma terletak di bagian tubuh yang vital, seperti pada

mata atau mulut. Hal ini dikarenakan, bila menutupi sebagian besar tempat

tersebut akan mengganggu proses makan dan penglihatan, atau bila

hemangioma terjadi pada organ dalam tubuh (usus, organ pernafasan, otak)

dapat mengganggu proses kerja organ tersebut. Hemangioma lebih

mengganggu bagi para orang tua ketika hemangioma tumbuh pada muka atau

kepala bayi.
2.2. ETIOLOGI

Hingga saat ini apa yang menjadi penyebab hemangioma masih belum

diketahui, namun diperkirakan berhubungan dengan mekanisme dari kontrol

pertumbuhan pembuluh darah. Angiogenesis sepertinya memiliki peranan

dalam kelebihan pembuluh darah. Cytokines, seperti Basic Fibroblast Growth

Factor (BFGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), mempunyai

peranan dalam proses angiogenesis. Peningkatan faktor-faktor pembentukan

angiogenesis seperti penurunan kadar angiogenesis inhibitor misalnya

gamma-interferon, tumor necrosis factor–beta, dan transforming growth

factor–beta berperan dalam etiologi terjadinya hemangioma.

2.3. TANDA DAN GEJALA

A. Hemangioma kapiler

Tanda-tanda Hemangioma kapiler, berupa:

 Bercak merah tidak menonjol dari permukaan kulit. “Salmon

patch” berwarna lebih muda sedang “Port wine stain” lebih gelap

kebiru-biruan, kadang-kadang membentuk benjolan di atas

permukaan kulit.

B. Hemangioma kavernosum
 Tampak sebagai suatu benjolan, kemerahan, terasa hangat dan

“compressible” (tumor mengecil bila ditekan dan bila dilepas

dalam beberapa waktu membesar kembali).

C. Hemangioma Campuran.

 Diantara jenis Hemangioma kavernosum dan campuran ada yang

disertai fistula arterio-venous (bawaan).

Gejala klinis

Tergantung macamnya :

1) Hemangioma kapiler, “Port wine stain” tidak ada benjolan

kulit.

2) “Strawberry mark”, menonjol seperti buah murbai.

3) Hemangioma kavernosum, teraba hangat dan “compressible”.

Pemeriksaan dan diagnosis

1) Mudah nampak secara klinis, sebagai tumor yang menonjol

atau tidak menonjol dengan warna kemerah-merahan

2) Tumor bersifat “compressible”

3) Kalau perlu dengan pemeriksaan angiografi.


2.4. PATOFISIOLOGI

Meskipun mekanisme yang jelas mengenai kontrol dari pertumbuhan

dan involusi hemangioma tidak begitu dimengerti, pengetahuan mengenai

pertumbuhan dari pembuluh darah yang normal dan proses angiogenesis dapat

dijadikan petunjuk. Vaskulogenesis menunjukkan suatu proses dimana

prekursor sel endotel meningkatkan pembentukan pembuluh darah, mengingat

angiogenesis berhubungan dengan perkembangan dari pembuluh darah baru

yang ada dalam sistem vaskular tubuh. Selama fase proliferasi, hemangioma

mengubah kepadatan dari sel-sel endotel dari kapiler-kapiler kecil. Sel marker

dari angiogenesis, termasuk proliferasi dari antigen inti sel, collagenase tipe

IV, basic fibroblastic growth factor, vascular endothelial growth factor,

urokinase, dan E-selectin, dapat dikenali oleh analisis imunokimiawi.

Hemangioma superfisial dan dalam, mengalami fase pertumbuhan

cepat dimana ukuran dan volume bertambah secara cepat. Fase ini diikuti

dengan fase istirahat, dimana perubahan hemangioma sangat sedikit, dan fase

involusi dimana hemangioma mengalami regresi secara spontan. Selama fase

involusi, hemangioma dapat hilang tanpa bekas. Hemangioma kavernosa yang

besar mengubah kulit sekitarnya, dan meskipun fase involusi sempurna,

akhirnya meninggalkan bekas pada kulit yang terlihat. Beberapa hemangioma

kapiler dapat involusi lengkap, tidak meninggalkan bekas


Pathway

↓ gama interferon & transforming growth B



↑ vascular endotel growth factor (mutasi sel)

Hemangioma

Angiogenesis

↑ sel endotel pembentuk vascular



↑ vol/jumlah
↑ ukuran tumor Penekanan daerah
vaskularisasi & saraf

Penekanan jaringan
penipisan dinding vaskuler Nyeri

mata
rupture spontan vaskuler

Astigmatisme & ambiopia perdarahan
nekrosis

Gg. Sensori visual sikatris
↑ keb. Nutrisi u/perbaikan jar.
& kebutuhan O2 serta nutrisi u/
Rupture ulangan
Kurang pengetahuan Pertumbuhan tumor

ulkus
anxietas Malnutrisi (suplai inadekuat)
↓ gg. integritas kulit
Keusakan jaringan
Sekitar tumor
masif

Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh trombositopenia

↓ vol. cairan
2.5. KLASIFIKASI
1. Hemangioma Kapiler (Superficial Hemangioma)

Terjadi pada kulit bagian atas. Hemangioma kapiler disebut juga

strawberry hemangioma (hemangioma simplek), terjadi pada waktu lahir

atau beberapa hari setelah lahir. Sering terjadi pada bayi prematur dan

biasanya akan menghilang beberapa hari atau beberapa minggu kemudian.

Gejalanya antara lain tampak bercak merah yang lama-kelamaan makin

besar. Lama-kelamaan warnanya menjadi merah menyala, berbatas tegas,

keras pada perabaan tegang dan berbentuk lobular. Involusi spontan

ditandai oleh memucatnya warna didaerah sentral, lesi menjadi kurang

tegang dan lebih mendatar.

Selain strawberry hemangioma (hemangioma simplek), bentuk lain

hemangioma kapiler (superficial hemangioma) adalah granuloma

piogenik. Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi

sesudah trauma, jadi bukan oleh karena proses peradangan, walaupun

sering disertai infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada

semua umur, terutama pada anak dan tersering pada bagian distal tubuh

yang sering mengalami trauma. Mula-mula berbentuk papul eritematosa

dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1

cm dan dapat bertangkai, mudah berdarah.

2. Hemangioma Kavernosum

Terjadi pada kulit yang lebih dalam yaitu di bagian dermis dan

subkutis (lapisan pada kulit). Hemangioma kavernosum biasanya tidak

memiliki batas tegas berupa benjolan yaitu makula eritematosa atau nodus

yang berwarna merah keunguan. Bila ditekan mengempis dan

menggembung kembali bila dilepas. Kelainan ini terdiri dari elemen

vaskular (pembuluh darah) yang matang. Hemangioma kavernosum

kadang-kadang terdapat pada lapisan jaringan yang dalam, pada otot atau

organ dalam. Bentuk kavernosum jarang mengadakan involusi spontan.

Berbentuk papul eritematosa dengan pembesaran yang cepat. Beberapa

lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan dapat bertangkai, mudah berdarah.


3. Hemangioma Campuran

Pada beberapa kasus, kedua jenis hemangioma diatas dapat terjadi

bersamaan dan dinamakan hemangioma campuran. Gambaran klinisnya

juga terdiri atas gambaran kedua jenis hemangioma tersebut. Banyak

ditemukan pada ekstremitas inferior (alat gerak tubuh bagian bawah,

misalnya; kaki, paha, dll), unilateral (satu sisi bagian tubuh, misalnya;

paha kiri/kanan), soliter (tunggal) dan terjadi sejak lahir atau pada masa

anak-anak. Ciri-cirinya antara lain tonjolan bersifat lunak dan berwarna

merah kebiruan yang kemudian pada perkembangannya dapat memberi

gambaran keratotik dan verukosa. Lokasi hemangioma campuran pada

lapisan kulit superfisial (permukaan) dan dalam, atau di organ dalam.

2.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Secara klinis diagnosis hemangioma tidak sukar, terutama jika

gambaran lesinya khas, tapi pada beberapa kasus diagnosis hemangioma dapat

menjadi susah untuk ditegakkan, terutama pada hemangioma yang letaknya

lebih dalam.

Diagnosis hemangioma selain dengan gejala klinis, juga dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lain. Penggunaan teknik

pencitraan membantu dalam membedakan kelainan pembuluh darah dari

beberapa proses neoplasma yang agresif. Ultrasonografi dengan Doppler

merupakan cara yang efektif, karena tidak bersifat invasif dan dapat

menunjukkan gambaran aliran darah yang tinggi antara hemangioma dengan

tumor solid.

Pada penggunaan X-ray, hemangioma jenis kapiler, X-ray jarang

digunakan karena tidak dapat menggambarkan masa yang lunak, sedangkan

pada hemangioma kavernosum biasanya dapat terlihat karena terdapat area

kalsifikasi. Kalsifikasi ini terjadi karena pembekuan pada cavitas cavernosum

(phleboliths). Isotop scan pada hemangioma kapiler dapat menunjukkan

peningkatan konsistensi dengan peningkatan suplai darah, tapi cara ini jarang
digunakan. Angiografi menunjukkan baik tidaknya pembuluh darah juga

untuk mengetahui pembesaran hemangioma karena neo-vaskularisasi.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan karakteristik

internal dari suatu hemangioma dan lebih jelas membedakan dari otot-otot

yang ada di sekitarnya.

Hemangioma dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik. Pada kasus

hemangioma dalam atau campuran, CT Scan atau MRI dapat dikerjakan untuk

memastikan bahwa struktur yang dalam tidak terlibat.

2.7. KOMPLIKASI

A. Perdarahan

Komplikasi ini paling sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi

lainnya. Penyebabnya ialah trauma dari luar atau ruptur spontan dinding

pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas permukaan hemangioma,

sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh.

B. Ulkus

Ulkus menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi,

perdarahan, dan sikatrik. Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus

dapat juga terjadi akibat ruptur. Hemangioma kavernosa yang besar dapat

diikuti dengan ulserasi dan infeksi sekunder.

C. Trombositopenia

Jarang terjadi, biasanya pada hemangioma yang berukuran besar. Dahulu

dikira bahwa trombositopenia disebabkan oleh limpa yang hiperaktif.

Ternyata kemudian bahwa dalam jaringan hemangioma terdapat

pengumpulan trombosit yang mengalami sekuesterisasi.

D. Gangguan Penglihatan

Pada regio periorbital sangat meningkatkan risiko gangguan penglihatan

dan harus lebih sering dimonitor. Amblyopia dapat merupakan hasil dari

sumbatan pada sumbu penglihatan (visual axis). Kebanyakan komplikasi

yang terjadi adalah astigmatisma yang disebabkan tekanan tersembunyi


dalam bola mata atau desakan tumor ke ruang retrobulbar. Hemangioma

pada kelopak mata bisa mengganggu perkembangan penglihatan normal

dan harus diterapi pada beberapa bulan pertama kehidupan.

2.8. PENATALAKSANAAN

A. MEDIS

Penatalaksanaan hemangioma secara umum ada 2 cara, yaitu :

1) Cara Konservatif

Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami

pembesaran dalam bulan-bulan pertama, kemudian mencapai pembesaran

maksimum dan sesudah itu terjadi regresi spontan sekitar umur 12 bulan,

lesi terus mengadakan regresi sampai umur 5 tahun. Hemangioma

superfisial atau hemangioma kapiler atau hemangioma strawberry sering

tidak diterapi karena hemangioma jenis ini bila dibiarkan akan hilang

dengan sendirinya dan kulit terlihat normal.

2) Cara Aktif

Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah

hemangioma yang tumbuh pada organ vital, seperti pada mata, telinga,

dan tenggorokan; hemangioma yang mengalami perdarahan; hemangioma

yang mengalami ulserasi; hemangioma yang mengalami

infeksi;hemangioma yang mengalami pertumbuhan cepat dan

menimbulkan deformitas (kelainan) jaringan. Penatalaksanaan

hemangioma secara aktif, antara lain :

B. PEMBEDAHAN

Indikasi :

1) Terdapat tanda-tanda pertumbuhan hemangioma yang terlalu cepat

2) Minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar.

3) Hemangioma raksasa dengan trombositopenia.

4) Tidak ada regresi spontan-spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan

hemangioma sesudah 6-7 tahun.


5) Lesi yang terletak pada wajah, leher, tangan atau vulva yang tumbuh

cepat, mungkin memerlukan eksisi lokal untuk mengendalikannya.

C. RADIASI

Pengobatan radiasi sudah tidak dilakukan lagi karena :

1) Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan

tulangnya masih sangat aktif.

2) Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama.

3) Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan

menyulitkan bila diperlukan suatu tindakan.

4) Kebanyakan hemangioma kapiler akan beregresi.

5) Kortikosteroid

Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah :

 Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital.

 Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik.

 Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium.

 Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia.

 Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.

Kortikosteroid yang dipakai ialah antara lain prednison yang

mengakibatkan hemangioma mengadakan regresi, yaitu untuk bentuk

strawberry, kavernosum, dan campuran. Dosisnya per oral 20-30 mg

perhari selama 2-3 minggu dan perlahan-lahan diturunkan, lama

pengobatan sampai 3 bulan.

Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang

akan menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh cepat.

Hemangioma kavernosa yang tumbuh pada kelopak mata dan

mengganggu penglihatan umumnya diobati dengan steroid injeksi

yang menurunkan ukuran lesi secara cepat, sehingga perkembangan

penglihatan bisa normal. Hemangioma kavernosa atau hemangioma

campuran dapat diobati bila steroid diberikan secara oral dan injeksi

langsung pada hemangioma.


Penggunaan kortikosteroid peroral dalam waktu yang lama

dapat meningkatkan infeksi sistemik, tekanan darah, diabetes, iritasi

lambung, serta pertumbuhan terhambat.

D. OBAT SKLEROTIK

Penyuntikan bahan sklerotik pada lesi hemangioma, misalnya dengan

namor hocate 50%, HCl kinin 20%, Na-salisilat 30%, atau larutan NaCl

hipertonik. Akan tetapi cara ini sering tidak disukai karena rasa nyeri dan

menimbulkan sikatrik.

E. ELEKTROKOAGULASI

Cara ini dipakai untuk spider angioma untuk desikasi sentral arterinya,

juga untuk Hemangioma senilis dan granuloma piogenik.

F. PEMBEKUAN

Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair.

G. ANTIBIOTIK

Antibiotik diberikan pada hemangioma yang mengalami ulserasi.

Selain itu dilakukan perawatan luka secara steril.


FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM INTEGUMEN “HEMANGIOMA”

3.1.PENGKAJIAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Nursalam, 2001)

 Data subyektif

Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu

situasi dan kejadian (Nursalam, 2001)

 Data objektif

Data yang dapat diobservasi dan diukur (Nursalam, 2001)

3.1.1. Pengumpulan data

Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi

tentatang pasien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data

tentang biopsikososial dan spiritual atau data yang berhubungan

dengan masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi masalah pasien (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006)

A. Identitas pasien meliputi nama pasien, tempat dan tanggal lahir,

suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, tanggal dan

waktu datang ke Rumah sakit (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006 )

B. Identitas penanggung jawab: nama, umur jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, hubungan dengan klien.

3.1.2. Riwayat keperawatan

A. Riwayat keperawatan sekarang

Riwayat keperawatan sekarang adalah faktor-faktor yang

melatarbelakangi atau hal-hal mempengaruhi atau mendahului

keluhan.
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan

penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas,

batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu

badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.

B. Keluhan utama

Keluhan utama, apa yang menyebabkan pasien berobat atau

gejala yang pertama timbul saat pasien datang ke Rumah sakit yaitu

keluhan mengenai adanya gangguan pada sistem pernafasan.

C. Lama keluhan

Lama keluhan, seberapa lama pasien merasakan keluhan.

D. Riwayat penyakit saat ini

Riwayat penyakit saat ini, merupakan penyakit yang dirasakan

pasien pada saat dikaji (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).

E. Riwayat keperawatan sebelumnya

Riwayat keperawatan sebelumnya adalah riwayat atau

pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang

pernah di alami (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).

F. Riwayat keperawatan keluarga

Riwayat keperawatan keluarga adalah riwayat kesehatan

atau keperawatan yang dimiliki oleh salah satu anggota keluarga,

apakah ada yang menderita penyakit yang seperti dialami pasien

(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).

Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan

yang sama (penyakit yang sama). Mencari diantara anggota

keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut

sehingga sehingga diteruskan penularannya.

G. Riwayat lingkungan
Apakah keadaan lingkungan keluarga / klien sudah

memenuhi syarat kesehatan.

3.1.3. Pola-pola fungsi kesehatan (Doegoes, 2000)

A. Aktivitas /Istirahat

1. Kelemahan otot, nyeri dan kaku.

B. Integritas Ego :

1. Faktor stress : baru/lama.

2. Perasaan butuh pertolongan

3. Cemas.

C. Makanan/Cairan :

1. Edema jaringan umum.

D. Nyaman/nyeri :

1. Memegang area yang sakit.

E. Pernapasan :

1. Terpajan lama

F. Kemanan/Keselamatan :

1. Adanya destruksi jaringan

G. Interaksi Sosial :

Perasaan terisolasi/ditolak.

3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN

3.2.1 Nyeri b/d penekanan daerah vaskularisasi dan syaraf

3.2.2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat

3.2.3 Kekurangan volume cairan dan elektrolit b/d perdarahan

3.2.4 Kerusakan integritas kulit b/d ulkus

3.2.5 Anxietas b/d kurang pengetahuan tentang pnyakit

3.3.INTERVENSI KEPERAWATAN
3.3.1 Nyeri b/d penekanan daerah vaskularisasi dan syaraf

Tujuan : Setelah diberikan perawatan nyeri dapat berkurang dan

akhirnya hilang.

Kriteria :

a. klien tidak mengeluh sakit

b. tidak nampak meringis

c. skala nyeri berkurang

Intervensi:

a. Kaji lokasi, kualitas dan intensitas nyeri

R/ Hasil kajian dapat membantu penentuan perawatan dan terapi

pengobatan.

b. Pantau TTV

R/ Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh nyeri terhadap

sistemm tubuuh lain.

c. Anjurkan klien untuk mengatur posisi tubuhnya agar daerah luka

tidak tertekan.

R/ Untuk melancarkan vaskularisasi

d. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksimpada klien dan keluarga.

R/ Tehnik napas dalam dapat meminimalisir nyeri yang dirasakan

dengan terpenuhinya kebutuhan O2 jaringan.

e. Anjurkan dan dukung untuk menciptakan suasana yang nyaman.

R/ keadaan lingkungak berpengaruh pada sensitifitas sensasi

seseorang.

f. Kolaborsi pemberian obat penghilangnyeri dan antibiotik untuk

mencegah penyebab luka lebih lanjut.

3.3.2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadekuat

Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi, ditandai dengan

Kriteria Hasil:

a. Berat badan klien bertahan/bertambah dari keadaan sebelumya

b. Klien menyatakan keinginan mengikuti diet.


c. Klien menunjukkan toleransi terhadap diet yang dinajurkan

d. Nilai laboratoorium (misalnya: transferin, albumin, dan elektrolit)

dalam rentang normal.

e. Klien nampak segar dan tidak lemas.

Intervensi:

a. Kaji status nutrisi

R/ Mengetahui kodnsisi pasti status nutrisi

b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet

R/ Kebiasaan makan klien sangat perlu untuk diketahui dalam

rangka penyesuaian dalam pemberian diet.

c. Motvasi klien untuk mengubah kebiasaan makan

R/ Dengan motivasi, diharapkan klie terpacu untuk meningkatkan

asupan makannya.

d. Berikan makanan sedikit tapi sering

R/ Sebagai antisipasi mual muntah yang dialami klien.

e. Berikan makanan dalam kondisi hangat

R/ Makanan yang hangat meningkatkan nadsu makan melalui

rangsangat indra penciuman dan pengecapan.

f. Berikan makanan sesuai kesukaan, kecuali jika kontra indikasi.

R/ Membantu meningkatka asupan makanan.

g. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut.

R/ Kebersihan mulut akan meningkatkan kenyamanan dan

mengguggah naffsu makan.

h. Timbang berat berat badan klien setiap hari.

R/ Sebagai monitor perkembangan status nutrisi dan efek terapi

yang telah diberikan.

i. Kolaborasi pemberian jenis diet dengan team gizi

R/ Masing-masing kondisi penyakit mempunnyai jenis kebutuhan

akan nutrisi yang berbeda-beda.

j. Kolaborasi pemberian terapi tambahan nutrici dan cairan


R/ Meningkatkan asupan kebutuhan cairan.

k. Kolaborasi pemantauan hasil biokimia status gizi dengan team

laboratoorium

R/ Mengetahui perkembangan kebutuha gizi dari segi biokimia.

l. Kolaborasi pemberikan obat sesuai indikasi : sediaan besi;

Kalsium; Vitamin D dan B kompleks; Antiemetik

R/ Penanganan penyebab gangguan nutrisi bermanfaat untuk

mengatasi/membatasi masalah yang muncul akibat kekurangan

asupan nutrisi.

3.3.3 Kekurangan volume cairan dan elektrolit b/d perdarahan

Tujuan: Defisit volume cairan akan dicegah, ditandai dengan

Kriteria Hasil:

a. Status nutrisi adekuat:asupan makanan dan cairan antara intake

dan output

b. Keseimbangan elektrolit dan asam-basa

c. Nadi perifer teraba

d. TTV dalam batas normal

Intervensi:

a. Observasi TTV

R/ sebagai gambaran keadaan umum klien

b. Ukur intake dan output cairan, hitung IWL yang akurat

R/ Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan

hipovolemia.

c. Berikan cairan sesuai indikasi

R/ Kelebihan atau kekurang cairan, serta kesalahan pemilihan

jenis cairan akan memperberat kondidi klien.

d. Awasi tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perhatikan

tanda-tanda dehidrasi
R/ Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya

takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat

berhubungan dengan dehidrasi.

e. Control asupan makanan tinggi natrium & suhu lingkungan

R/ Peningkatan suhu lingkungan akan meningkatkan kehilangan

cairan, sehingga akan memperparah kekurangan cairan yang

terjadi. Peningkatan jumlah Na+ akan meningkatkan retensi

cairan sehingga memperparah terjadinya edema.

f. Monitor hasil lab.

R/ Mengetahui perubahan yang terjadi dan efek terapi.

g. Kolaborasi pemberian terapi cairan penggati jika diperlukan

R/ Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.

3.3.4 Kerusakan integritas kulit b/d ulkus

Tujuan : luka membaik dan integritas kulit membaik.

Kriteria :

a. Klien tidak lagi mengeluh kulitnya gatal-gatal

b. Luka membaik

Itervensi :

a. kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

R/ Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses

penyembuhan akan membantu dalam menentukan

tindakan selanjutnya.

b. Rawat luka dengan baik dan benar dengan membeersihkan

luka secara aseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif,

angkat sisa balutan yangn menenpel pada luka dan nekrotomi

jasringan yang mati.

R/ Perawatan luka dengan tehnik aseptik dapat menjaga

kontaminasi luka dan sisa balutan jaringan nekrotik


dapatmenghambat granulasi luka.

3.3.5 Anxietas b/d kurang pengetahuan tentang pnyakit

Tujuan : kecemasan klien berkurang bahkan hilang

Kriteria :

a. Klien tidur nyenyak

b. Klien mengerti apa yang dijelaskan dengan feed back baik

c. Klien nampak santai

Intervensi:

a. Kaji jecemasan yangn dirasakan klien

R/ Untuk membantu menentukan tindakan perawatan yang

diberikan.

b. Beri penjelasan tentang penyebab terjadinya luka dan cara

penyembuhannya.

R/ Penjelasan mengenai penyakit dan luka yang timbul dapat

memberikan gambaran yang terarah pada pasien sehingga

akan mengurangi cemas dan meningkatkan partisipasi klien

dalam proses pengobatan.

c. Lakukan pendekatan tiap melakukan tindakan.

R/ Pendekatan yang diberikan tiap melakukan tindakan

bertujuan agar klien lebih yakin atas tindakan yang

diberikan perawat.

d. Anjurkan dan dukung keluarga untuk menciptkan suasana dan

lingkungan yang nyaman

R/ Lingkungan yangn nyaman dapat berpengaruh pada psikis

klien.

e. Observasi rasa cemas klien sesudah diberikan tindakan.

R/ Bertuuan untuk mengetahui apakah penjelasan dan tindakan

yang dibutuhkan mampu mengurangi cemas.

f. Lakukan tehnik relaksasi dan distraksi

R/ Tehnik relaksasi dan distraksi dapat membuat klien merasa


lebih rileks dan santai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins, S.L. et.all. Robbins Basic Pathologyc of

Diseases.4th.ed.Philadelphia: W.B Sauders Co.1995

2. Sasaki GH. Hemangioma, Arteriovenous Malformation, and Lymphangiomas.

in: Jurkiewicz MJ, et al. Plastic Surgery principles and practice. 1st

Ed.St.Louis: CV.Mosby Co.1990.

3. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari

Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

4. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari

Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

5. Wilkinson, judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan

intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta


6. Santosa, Budi. 2005. Panduan Dignosa Keperawatan Nanda 2005-2006.

Prima Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai