Sumber: ATOTW Smoking And Anesthesia Tutorial Of The Week 221, 2011
1. Pendahuluan
Merokok merupakan salah satu faktor risiko dari terjadinya komplikasi pada paru dan
kardiovaskular intra dan paska operatif. Merokok juga berhubungan dengan outcome yang buruk
pada pembedahan gastrointestinal, ortopedi, day care, plastik, dan kardiovaskular.
Merokok menyebabkan hipersekresi mukosa, batuk, dan obstruksi jalan napas. Perokok pasif
juga akan mengalami efek samping. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok aktif dan
pasif akan lebih berisiko mengalami komplikasi akibat rokok pada saat induksi dibandingkan
dengan bukan perokok.
Beberapa kejadian yang berhubungan dengan merokok dijabarkan oleh Schwik et al antara
lain re-intubasi, laringospasme, bronkospasme, aspirasi, hipoventilasi dan hypoxemia. Insiden
kejadian tersebut antara lain 5.5% pada perokok dan 3.3% pada yang bukan perokok. Perokok
yang obesitas yang paling berisiko tinggi untuk mengalami masalah selama anestesi.
Nikotin akan mencapai otak beberapa detik setelah inhalasi. Perokok yang menghabiskan
lebih dari 50 bungkus rokok tahun (50 pack years) meningkatkan risiko untuk menjalani perawatan
di ICU paska operasi.
Sistem Respirasi
Merokok mempengaruhi transport dan penghantaran oksigen. Zat iritan dalam rokok akan
meningkatkan sekresi mukus. Mukus yang dihasilkan bersifat kental dan dapat merubah elastisitas
jaringan. Silia di saluran pernapasan akan menjadi inaktif dan akan rusak oleh ciliotoxin. Hasil
akhirnya berupa terhambatnya pembersihan dari trakeobronkial. Integritas dari sel epitel akan
rusak akan zat iritan pada rokok akan meningkatkan reaktivitas saluran napas. Merokok
menyebabkan penyempitan jalan napas yang kecil sehingga closing volume meningkat. Enzim
proteolitik dan elastoltik meningkat menyebabkan menurunnya elastisitas dan emfisema. Risiko
infeksi paru meningkat hingga 25% pada perokok yang menderita bronkhitis kronis.
Insiden dari penyakit paru obstruktik kronis (PPOK/COPD) lebih tinggi pada perokok.
Ketika fungsi paru-paru dilakukan ditemukan bahwa perokok memiliki paru yang obstruktif dan
perokok pasif mengalami peningkatan closing volume.
Kadar carboxyhemoglobin meningkat sebesar 15% pada perokok. Kadar karbon monoksida
yang ada di darah perokok tergantung dari frekuensi merokok, metode, dan tipe rokok yang
digunakan.
Karbon monoksida dan oksigen akan terikat pada rantai alpha dari hemoglobin, tetapi
afinitas karbon monoksida lebih kuat 250 kali dibandingkan oksigen. Hal ini akan berakibat
menurunnya ketersediaan tempat untuk terikatnya oksigen dan menurunnya kapasitas
pengangkutan oksigen. Kurva disosiasi oksigen akan bergeser ke kiri yang mengakibatkan
berkurangnya penghantaran oksigen ke jaringan.
Memberikan oksigen 100% akan meningkatkan proses pelepasan karbon monoksida, dengan
waktu paruh karbon monoksida selama 40-80 menit.
Sistem Organ yang Lain
Merokok tidak mempengaruhi volume lambung atau pH dari sekresi gaster. Merokok dapat
membuat spinkter gastro-esofageal menjadi relaks tetapi kembali normal setelah beberapa menit
berhenti merokok. Tidak ada peningkatan risiko terjadinya aspirasi asam lambung pada perokok.
Berkurangnya aktivitas humoral dan imunitas sel dapat menyebabkan menurunnya respon
imun yang meningkatkan risiko infeksi dan keganasan. Merokok juga menurunkan aktivitas
immunoglobulin dan leukosit. Peningkatan sekresi hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya hiponatremia dilutional.
Evaluasi Preoperatif
Pasien perokok disarankan untuk berhenti merokok setidaknya 4 jam hingga 6 minggu sebelum
pembedahan. Penghentian merokok dalam waktu 12 jam diperkirakan cukup untuk menyingkirkan
karbon dioksida. Fungsi silier akan membaik dan kadar serum nikotin kembali ke batas normal
dalam 12-24 jam. Berhenti merokok selama 2 minggu akan membantu memulihkan volume
sputum ke jumlah normal. Aktivitas laring dan bronkus membaik dalam waktu 5-10 hari.
Penyempitan jalan napas kecil kembali normal dalam waktu 4 minggu tetapi membutuhkan 3 bulan
agar trakeobronkial kembali bersih. Sebaliknya menghentikan rokok justru dapat memperburuk
gejala pada pasien asma dan menghentikan rokok sementara meningkatkan risiko laringospasme
dan bronkospasme selama anestesi.
Menghentikan rokok juga berhubungan dengan munculnya gejala kecemasan dan
withdrawal. Perokok lebih berisiko mengalami atelektasis paska operasi yang merupakan salah
satu predisposisi kejadian pneumonia dan memperlama waktu perawatan di rumah sakit.
Komplikasi saat induksi terutama saat memberikan ventilasi sungkup muka atau LMA
sering terjadi sehingga perlu dilakukan intubasi. Preoksigenasi merupakan tindakan rutin yang
wajib untuk dilakukan. Kedalaman anestesi harus dijaga saat melakukan intubasi untuk
meminimalisasi kejadian bronkospasme.
Anestesi regional merupakan salah satu pilihan yang dapat digunakan pada perokok kronis
dan yang memiliki penyakit paru karena merokok. Penyakit lain seperti hipertensi dan penyakit
jantung koroner juga harus dievaluasi sebagai pertimbangan saat pemberian anestesi
Efek merokok terhadap tubuh dan waktu yang diperlukan untuk pemulihannya
Peningkatan tonus simpatis sehingga menaikkan tekanan darah, denyut jantung, dan
vasokonstriksi perifer yang meningkatkan demand oksigen dan fungsi jantung (24-28 jam)
Pembentukan carboxyhemoglobin yang menurunkan pengangkutan oksigen ke jaringan (8-24
jam)
Pembentukan carboxyhemoglobin yang menurunkan cadangan oksigen di sel otot (8-24 jam)
Peningkatan produksi sel darah merah yang meningkatkan viskositas darah, berkurangnya
perfusi ke jaringan dan menurunnya pengangkutan oksigen ke jaringan
Hipersekresi mucus, penyempitan jalan napas kecil, penurunan fungsi silier dan perubahana
rheology mucus sehingga menurunnya transport mukosilier (12-72 jam)
Perubahan fungsi sel imun (sitokin anti dan pro-inflamasi, sel darah putih, immunoglobulin)
yang menyebabkan menurunnya sistem imun (1 minggu-2 bulan)
Induksi enzim hepar yang meningkatkan metabolisme obat melalui mekanisme farmakokinetik
dan farmakodinamik (6-8 minggu)