PENDAHULUAN
1
1.2. Profil Perusahaan
Nama : PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills
Alamat : Jl. Raya Bekasi KM 21-22, Pulo Gadung, RT 009/RW 005,
Rawa Terate,Cakung, Jakarta Timur, DKI Jakarta. 13920
Jenis perusahaan : Produsen Tulangan Beton
Fasilitas produksi : Steel Melting & Rolling Mills
Produk : Billet Baja & Besi Beton
Kapasitas Produksi : 480.000 MT per Tahun
Jumlah Karyawan : 800 Orang
2
Menjadikan CS sebagai Price Leader untuk produsen besi beton di Indonesia
Menjadikan CS sebagai Supplier besi beton yang terlengkap dalam memenuhi
kebutuhan pasar
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi masalah keselamatan kerja pada PT. Jakarta Cakratunggal Steel
Mills
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat bagi PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills
Sebagai sarana Informasi bagi perusahaan khususnya pimpinan perusahaan mengenai
gambaran kondisi kesehatan kerja di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills.
1.5.2. Tempat
Kegiatan ini dilakukan di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills, yang beralamat di Jl.
Raya Bekasi KM 21-22, Pulogadung, RT 009 / RW 005, Rawa Terate,Cakung, Jakarta Timur,
DKI Jakarta. 13920
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
4
Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dalam
lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
kerja dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila
timbul kecelakaan kerja. Namun patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti
pentingnya keselamatan kerja dan bagaimana mengimplementasikannya dalam lingkungan
perusahaan.
Keselamatan kerja adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja
dalam lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya,
pentingnya memahami arti keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya untuk
kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk
meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban
menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang
K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada pekerja dan
perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan,
bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga seringkali mereka melihat peralatan
K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang
pekerja. Untuk menjawab itu kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah
ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.
Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No.
1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu:
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
Memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
Memberikan pertolongan pada kecelakaan
Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerjaan
Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran
Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun
psikis, peracunan, infeksi dan penularan
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
5
Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
batang;
Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan
penyelenggaraan K3 pada hakikatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja
sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir.
6
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan kerja serta
alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus
ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat
dipertanggungjawabkan.
7
acts) 85 % dan Kondisi yang tidak aman (unsafe condition) 15 %. Faktor utama yang
menyebabkan kecelakaan adalah:
Lingkungan kerja
Metode kerja
Pekerja sendiri
Namun pada akhirnya semua kecelakaan baik langsung maupun tidak langsung, di
akibatkann kesalahan manusia. Selalu ada resiko kegagalan (risk of failures) pada setiap
proses/ aktifitas pekerjaan. Dan saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapapun
kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss). Karena itu sebisa mungkin dan sedini
mungkin, kecelakaan/ potensi kecelakaan kerja harus dicegah/ dihilangkan, atau setidak-
tidaknya dikurangi dampaknya.
Penanganan masalah keselamatan kerja di dalam sebuah perusahaan harus dilakukan
secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial dan diperlakukan
sebagai bahasan-bahasan marginal dalam perusahaan. Salah satu bentuk keseriusan itu adalah
resourcing, baik itu finansial dan MSDM.
Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan (fatigue)
2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe
working condition)
3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya
(pre-cause) adalah kurangnya training
4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
Hubungan antara karakter pekerjaan dan kecelakaan kerja menjadi fokus bahasan
yang cukup menarik dan membutuhkan perhatian tersendiri. Kecepatan kerja (paced work),
pekerjaan yang dilakukan secara berulang (short-cycle repetitive work), pekerjaan-pekerjaan
yang harus diawali dengan “pemanasan prosedural”, beban kerja (workload), dan lamanya
sebuah pekerjaan dilakukan (workhours) adalah beberapa karakteristik pekerjaan yang
dimaksud. Penyebab-penyebab di atas bisa terjadi secara tunggal, simultan, maupun dalam
sebuah rangkain sebab-akibat (cause consequences chain).
8
2. Safety belt
Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi
3. Ear plug/Ear muff
Berfungsi sebagai penutup telinga ketika bekerja di tempat bising
4. Kacamata Pengaman
Berfungsi sebagai pengaman mata ketika bekerja dari percikan
5. Pelindung wajah
Berfungsi sebagai pelindung wajah ketika bekerja
6. Masker
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihisap di tempat yang kualitas udaranya
kurang bagus
BAB III
HASIL PENGAMATAN
9
Ladle Furnace 80t dilengkapi dengan Argon Stirring dan Alloys Addition System,
menjamin kesempurnaan proses produksi :
a. Penghematan biaya refraktori dengan mengurangi suhu tapping EAF.
b. Pemanfaatan maksimal untuk Ferro Alloy Additions
c. Argon stirring memastikan kehomogenan dari suhu and bahan baku kimia sehingga
membuat besi menjadi bersih.
d. Akurasi yang baik dalam pengaturan suhu. Pemanasan dengan electric Arc dapat
menghemat energy
10
Semua ini untuk memastikan kualitas billet pada kualitas yang terbaik.
3.1.5.Re-Cyclability
PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills menggunakan peralatan penanganan slag
11
dengan:
2 unit Shovel Dozers, 2 unit Excavators dan 2 unit Excavators dengan magnet dimana dengan
cepat memisahkan potongan besi dari slag sehingga dapat di daur ulang.
Gambar 5. Re-Cyclability
3.1.6.Reheating Furnace
Sistem Kontrol Pembakaran otomatis pada kedua tungku pemanasan billet membuat
terjaganya akurasi, hemat energi dan menghilangkan cacat dalam produk akhir.
12
Teknologi terbaru di proses Rolling Mill memiliki beberapa keunggulan seperti,
Efisiensi Operasional yang maksimal, Pengendalian atas toleransi dimensi, Penyelesaian
13
Gambar 9. Sliting Facilities
14
6. Kebijakan K3 ini akan ditinjai ulang minimal 1 tahun sekali mengikuti tinjauan
SMK3.
15
alat pemadam api ringan (APAR) telah ditentukan oleh peraturan mentri tenaga kerja dan
transmigrasi, pemasangan dari alat pemadam api ringan (APAR) telah sesuai dengan
peraturan tersebut misalnya, pemadam api ringan telah ditempatkan pada posisi yang mudah
dilihat dijangkau menggantung pada tembok, tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut
tidak melebihi 125cm dari dasar lantai, jarak antara pemasangan satu dan lainnya sekitar
kurang lebih 15m, semua tabung alat berwarna merah, bentuk dari tabung tersebut tidak
berlubang ataupun cacat. Namun adapun yang belum sesuai dengan peraturan menteri tenaga
kerja dan transmigrasi tersebut, salah satunya adalah tidak terdapat adanya lemari atau peti
untuk penyimpan tabung tersebut. Seperti peraturan mentri tenaga kerja dan transmigrasi
tentang pemeliharaan dari pemadam api ringan dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan dalam
jangka waktu 6 bulan dan 12 bulan. Pada PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills. ini telah
sesuai dengan peraturan tersebut yaitu dilakukan pemeriksaan setiap 12 bulan diperiksa isi,
pipa, tabung, dll. Namun berdasarkan pengamatan pada kunjungan kami, masih kami
temukan adanya tabung yang telah kadarluarsa yaitu pada bulan desember 2014 sebanyak 2
buah.
Berdasarkan jenis dan lokasi penempatan, Hydrant pada PT. Jakarta Cakratunggal
Steel Mills ini termasuk Hydrant Gedung dan berdasarkan ukuran pipa termasuk Hydrant
kelas II dengan diameter selang 1,5inch. Hydrant itu sendiri diletakkan pada setiap 1000m2
berjumlah 1 buah, sumber persediaan air berasal dari PDAM, sumber tenaga listrik untuk
pompa berasal dari PLN. Selain dari alat pemadam api ringan (APAR) dan Hydrant. ini juga
memiliki alat detektor asap pada setiap bagian ruangannya. Alat detektor asap tersebut
berfungsi untuk memberikan peringatan dini dan pelindungi para pekerja dari bahaya
kebakaran sebab sebagian besar bahaya kebakaran berasal dari asap.
Pekerja dari PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills. hampir seluruhnya telah
mengetahui letak dari alat pemadam api ringan (APAR) dan Hydrant oleh karena telah
diletakkan pada posisi yang mudah dilihat dan dicapai juga berwarna merah.
16
menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja yang diakibatkan karena baju mereka terkait
ataupun mengenai mesin dan bahan produksi yang digunakan.
3. Penutup telinga
Para pekerja banyak yang tidak menggunakan pelindung telinga pada saat bekerja
pada tempat yang bising dengan frekuensi diatas 85db bahkan di beberapa tempat
dengan suara bising 103db masih banyak yang tidak mengggunakan.
4. Masker
Masker yang digunakan tenaga kerja terbuat dari kain, tidak semua tenaga kerja
mennggunakan masker tersebut, cara pemakaiannyapun masih belum sesuai standar.
5. Sarung tangan
Tenaga kerja menggunakan sarung tangan sebatas pergelangan tangan ,apdahal tenaga
kerja tersebut ada beberapa yang memasukan bahan produksi dengna menggunakan
sarung tangan dan tangan tersebut masuk kea lat pencampur bahan produksi.
6. Kacamata anti UV
Kacamata anti UV seharusnya digunakan tidak dilepas di tempat tempat pengaturan
mesin dengan mengeluarkan percikan api dengan panas 1500 drajat. Hamper semua
pekerja sudah menggunakannya walaupun masih ada yang lalai menggunakan.
7. Sepatu
Sepatu yang digunakan tenaga kerja sepertinya terbuat dari kain dengan sedikit bagian
karet dibawahnya.
Di setiap ruangan yang kami kunjungi di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills
terdapat jalur – jalur evakuasi yang terdiri dari tangga darurat dan tangga umum. Untuk
tangga darurat, terdapat pintu – pintu jalur evakuasi yang yang dilengkapi dengan rambu –
rambu yang cukup jelas. Pintu – pintu jalur evakuasi terdapat ditempat – tempat yang mudah
terlihat dan semuanya tidak ada yang ditemui dalam keadaan terkunci.
Rambu – rambu yang menunjukan lokasi jalur evakuasi cukup jelas, berwarna hijau
dengan kondisi yang cukup baik. Hanya saja rambu – rambu ini kurang besar, letaknya
terlalu tinggi sehingga dapat tertutup asap saat terjadi kebakaran.
Setiap bagian / divisi di PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills memiliki tim yang
bertanggung jawab dalam keadaan darurat. Tim ini dilengkapi dengan HT, peralatan P3K,
17
absensi pekerja, dan bertugas untuk menyisir bagian / divisi masing – masing untuk keluar
dari gedung serta mengevakuasi dokumen – dokumen penting saat terjadi keadaan darurat
dan memastikan tidak adanya pekerja yang tertinggal. Tim ini juga yang bertugas untuk
segera melakukan absen di titik area evakuasi yang terdapat di luar gedung. Seluruh Tim
tanggap darurat rutin diberi pelatihan K3 dan pelatihan keadaan darurat sekali dalam setahun,
sedangkan pekerja lainnya, dilakukan pelatihan keadaan darurat secara bergiliran setiap
tahunnya.
18
PEMECAHAN MASALAH
No Unit Kerja Permasalahan Dasar hukum Saran
1 Konstruksi Dari segi Undang-undang dasar Ditambahkan
tempat kerja keselamatan no 1 tahun 1970, adanya informasi
konstruksi semuanya undang-undang no 18 keselamatan
sudah baik, namun tahun 1999 tentang jasa peralatan, bahan,
masih belum terdapat konstruksi dan benda-benda
adanya informasi dalama ruangan.
mengenai
keselamatan
peralatan, bahan, dan
benda-benda dalama
ruangan.
19
ditemukan dokumen transmigrasi RI nomor yang sesuai dengan
tertulis (tertulis PER.08/MEN/VII/2010 standard an hazard
dalam SOP) standar tentang Alat Pelindung yang ada di
APD yang digunakan Diri lingkungan tempat
untuk masing-masing kerja. Selain itu
pekerjaan., belum lebih baik lagi
ada penjelasan apabila sebelum
(briefing) mengenai memulai pekerjaan
APD diberikan suatu
briefing singkat
mengenai
pentingnya APD
dan cara
penggunaan APD
yang baik dan
benar.
4 Tanggap darurat Secara umum untuk Undang-undang no 18 Posisi rambu-rambu
dan jalur jalur dan rambu tahun 1999 tentang jasa diletakan secara
evakuasi evakuasi di PT. konstruksi teratur agar tetap
Martina berto sudah Undang-undang dasar terlihat pada saat
cukup baik. Hanya no 1 tahun 1970 terjadi kebakaran.
saja, akan lebih baik Undang-undang No 28 Selain itu lebih baik
jika rambu yang tahun 2002 tentang menggunakan kata
tersedia tidak hanya bangunan gedung. – kata “ KELUAR ”
diletakkan diatas daripada “ EXIT ”.
pintu atau tempat
yang tinggi karena
kemungkinan akan
tertutup asap jika
terjadi kebakaran.
5 Personil Personil peraturan perundangan masukan untuk
keselamatan Keselamatan kerja UU No. 1 tahun 1970 perusahaan yang
kerja pada persuhaan ini (Pasal 10 ayat 1, 2) terkait dengan
sudah tergolong baik, yang mewajibkan masalah personil
20
namun belum ada perusahaan untuk keselamatan kerja
data mengenai membentuk P2K ini yaitu diharapkan
latihan yang bagian personil ini
diadakan oleh lebih sering
personil keselamatan mengadakan
kerja. evaluasi (siding-
sidang) yang terkait
dengan masalah
keselamatan kerja
atau program
keselamatan kerja
dan juga lebih
meningkatkan
upaya-upaya
promosi tentang
keselamatan kerja
pada tenaga-tenaga
kerja di perusahaan
tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis di PT Cakra Tunggal Steel,
maka secara umum penerapan keselamatan kerja di PT Cakra Tunggal
Steel, serta penerapan SMK3 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Divisi HSE sebagai salah satu divisi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
keselamatan kerja di PT Cakra Tunggal Steel telah berusaha melakukan
21
kegiatan pembinaan, pencegahan dan pengendalian dalam
bidang K3 dan lingkungan industri sebagai perwujudan pelaksanaan norma
dan peraturan perundangan sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap
keselamatan dan kesehatan karyawan.
2. Walaupun demikian penerapan keselamatan kerja di PT Cakra Steel yang
dilakukan secara umum belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
3. Kesadaran karywan PT Cakra Tunggal Steel akan potensi bahaya di lingkungan
kerja belum sepenuhnya sesuai yang diharapkan, sebagian mungkin masih
menganggap paparan kerja yang meraka hadapi sudah menjadi keseharian yang
dianggap biasa.
4. Penerapan SMK3 di PT Cakra Tunggal Steel telah berusaha dilaksanakan guna
mentaati Permenaker No. 5 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja.
B. SARAN
1. Perlu meningkatkan program K3 yang telah diterapkan PT. Cakra Tunggal Steel,
melalui pemantauan dan perbaikan program K3 secara berkala, guna menciptakan
lingkungan kerja aman, sehat dan produktif.
2. Perlu meningkatkan dan mempertahankan program 5R yang telah dijalankan,
melalui perlombaan 5R lebih sering misalnya 3 bulan sekali, guna
menciptakan suasana kerja yang aman dan nyaman.
3. Perlu penegakkan disiplin pemakaian APD, khususnya pemakaian ear plug, ear
muff dan masker karena masih sering dijumpai karyawan yang tidak memakai
APD
tersebut, melalui penyuluhan dan pengawasan terhadap pemakaian APD
tersebut.
4. Meningkatkan dan mempertahankan penerapan SMK3 yang telah dijalankan,
melalui audit SMK3 sehingga meningkatkan produktivitas dan derajat kesehatan
dan keselamatan karyawan setinggi-tingginya.
22