Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-otot dan organ
dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan
terhadap bakteri. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui vasodilatasi
pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-organ adneksa kulit
seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik. Kulit juga
merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujung-ujung saraf yang
saling bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan: epidermis, dermis, dan
lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu
stratum korneum dan stratum malfigi. Dermis terletak tepat di bawah epidermis, dan terdiri
dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang tertanam dalam substansi dasar.
Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan
memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit, histiosit, dan
leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan invasi benda-benda asing. Di bawah dermis
terdapat lapisan lemak subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk
pertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi.

Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni Dermatitis yang lebih
dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan. Dermatitis
dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang
kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan, memerah, sisik, gatal pada
kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular.
Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat
mengganggu. Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki
indikasi dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti
racun yang terdapat pada berbeda, antara lain dermatitis. Berdasarkan uraian tersebut, maka
penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada
klien dengan Dermatitis dan Psoriasis”.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Mampu untuk memahami Konsep Penyakit Dermatitis dan Psoriasis serta mampu
memahami Asuhan Keperawatan Penyakit Dermatitis dan Psoriasi

2. Tujuan Khusus

a) Mampu Untuk Mengetahui Penyebab Penyakit Dermatitis


b) Mampu Untuk Membedakan Jenis-Jenis Penyakit Dermatitis
c) Mampu Untuk Memahami Asuhan Keperawatan Penyakit Dermatitis
BAB II
ISI

A. Pengertian

Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). (Adhi
Juanda,2005)
Dermatitis adalah radang kulit yang disebabkan oleh banyak faktor seperti sengatan sinar
matahari, gigitan nyamuk, infeksi bakteri, jamur, dan bahan-bahan kimia. (812 Resep U/
Mengobati 236 Penyakit Oleh H. Arief Hariana:Hml 136)
Dermatitis lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan.

B. Anatomi Fisiologi

Kulit merupakan pembungkus yang elastisk yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15%
dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m2 .
Rata- rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6
mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan
paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis. Lapisan
kulit terbagi menjadi epidermis (lapisan luar atau
kulit ari), dermis (lapisan dalam atau kulit
jangat) , dan hipodermis (lapisan pengikat bawah
kulit atau lapisan lemak kulit).

1. Lapisan Epidermis ( Lapisan Luar atau Kulit Ari )

Lapisan Epidermis memiliki tebal kurang lebih 0,1 mm dan terdiri atas empat
lapisan jaringan epitel. Setiap Lapisan pada Epidermis memiliki ciri khas tersendiri, Lapisan
Epidermis ini tidak memiliki pembuluh darah, sehingga ia mendapatkan suplai nutrisi melalui
proses difusi dari lapisan dermis yang ada dibawahnya. Berikut adalah 4 Lapisan pada
Epidermis :

a. Lapisan Tanduk (Stratum Korneum), merupakan lapisan kulit paling


luar dari tubuh, lapisan ini terus mengalami deskuamasi (pengelupasan
lapisan paling luar) secara terus menerus. Berbagai sel penyusun jaringan
ini akan dihidrolisis menjadi kreatin (zat tanduk) yang tahan air, oleh
karena itu disebut tersusun oleh sel – sel mati. Lapisan ini tidak dilapisi
pembuluh darah, sehingga apabila mengelupas tidak akan menimbulkan
rasa sakit dan tidak mengeluarkan darah. Lapisan ini berfungsi mencegah
masuknya bakteri dan mengurangi menguapnya cairan.
b. Lapisan Malphigi (Stratum Granulosum), merupakan lapisan kulit yang
disusun oleh sel – sel hidup yang mendapatkan nutrisi dari pembuluh
kapiler pada lapisan dermis. Lapisan malphigi merupakan lapisan yang
berperan dalam memberikan warna pada kulit manusia. Zat utama dalam
pewarnaan kulit ini disebut dengan Melanin. Tentunya sahabat sudah tahu
bahwa warna kulit bisa berbeda beda, bisa hitam, putih, sao matang, dll.
Apabila tertumpuknya melanin pada suatu tempat maka akan terbentuk
bintik berwarna hitam dan tahi lalat.

c. Lapisan Spinosum (Stratus Spinosum), merupakan lapisan kulit yang


disusun oleh berbagai sel yang tidak beraturan bentuknya. Sel – sel pada
lapisan ini memiliki kemampuan untuk membelah diri. Lapisan ini
berfungsi untuk menjaga kekuatan dan kelenturan kulit.

d. Lapisan Basal (Stratum Germinativum), merupakan lapisan kulit yang


secara kontinu terus membelah diri untuk memperbarui bagian Epidermis
yang rusak. Lapisan Ini merupakan lapisan paling bawah dari bagian
epidermis. Lapisan Basal Selalu membentuk kulit yang baru sehingga kulit
terjaga secara periodik.
2. Lapisan Dermis (Kulit Jangat)
a. Lapisan Dermis (Kulit Jangat) adalah lapisan kulit yang terdiri atas
pembuluh darah, kelenjar minyak, kantung rambut, ujung – ujung saraf
indra, dan kelenjar keringat. Pembuluh darah pada lapisan ini sangat luas
sehingga mampu menampung sekitar 5 % dari jumlah darah di seluruh
tubuh. Berikut adalah penjelasan untuk penyusun Kulit Dermis :

b. Pembuluh Darah, Merupakan pembuluh darah kapiler yang berfungsi


sebagai pemberi nutrisi dan juga oksigen kepada sel – sel kulit serta
rambut agar tidak mati dan rusak. Pembuluh darah juga berfungsi dalam
menjaga panas tubuh karena adanya oksigen di dalam pembuluh darah.

c. Ujung Saraf Indra, terdiri dari ujung saraf peraba dan ujung saraf perasa.
Bagian ujung saraf perasa ini dapat merasakan rangsangan berupa
sentuhan, tekanan, nyeri, dingin, dan panas. Sedangkan ujung saraf peraba
dapat merasakan kasar atau halusnya sesuatu. Ujung saraf ini tidak
tersebar merata ke seluruh permukaan lapisan dermis, contohnya ujung –
ujung jari lebih banyak memiliki ujung – ujung saraf peraba.

d. Kelenjar Keringat, merupakan kelenjar yang berfungsi untuk sistem


eksresi keringat yang terdiri atas air dan mineral lain. Seperti yang telah
saya jelaskan sebelumnya, keringat dihasilkan kemudian dibawa ke
permukaan untuk dikeluarkan melalui pori – pori (rongga kulit). Keringat
merupakan zat – zat sisa metabolisme terutama garam dapur.

e. Katung Rambut, merupakan bagian rambut yang berisi akar dan batang
rambut. Rambut dapat tumbuh karena mendapat suplai nutrisi dari
pembuluh kapiler ke akar rambut. Di dekat akar rambut terdapat otot – otot
yang dapat menegangkan rambut ketika ia berkontraksi, dan dekat akar
rambut terdapat ujung – ujung saraf perasa, sehingga saat rambut dicabut
kita dapat merasakannya.
f. Kelenjar Minyak, merupakan kelenjar yang terletak disekitar batang
rambut. Kelenjar minya berfungsi untuk menghasilkan minyak yang
menjaga rambut tetap sehat dan agar rambut tidak kering.

3. Hipodermis ( Jaringan ikat Bawah Kulit)


Hipodermis (Jaringan ikat Bawah Kulit) merupakan jaringan ikat yang terletak di
bawah lapisan dermis, namun batas pemisah antara bagian Hipodermis dengan bagian dermis
ini tidak jelas. Lapisan ini merupakan tempat penyimpanan lemak dalam tubuh, sehingga
sering juga dikenal dengan Lapisan Lemak Bawah Tubuh. Lemak tersebut berfungsi untuk
melindungi dari benturan benda keras, sebagai penjaga suhu tubuh karena lemak dapat
menyimpan panas, dan sebagai sumber energi cadangan.

Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin
kelangsungan hidup secara umum yaitu :

a. Proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau


mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat
menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya
radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan
jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–
serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan
fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar
matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).

b. Proteksi rangsangan kimia

Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap


berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit
yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit
terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan
keasaman kulit antara pH 5- 6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap
infeksi jamur dan sel–sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.
c. Absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang
larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah
di antara sel, menembus sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan
yang lebih banyak melalui sel–sel epidermis.

d. Pengatur panas

Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.


Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat
pengatur panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu
visceral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian
persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi
(kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke
kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh)
dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan
dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).

e. Ekskresi

Kelenjar–kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi


atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit
karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan
air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar
lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.

f. Persepsi

Kulit mengandung ujung–ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.


Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis
terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila
dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis.
Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

g. Pembentukan Pigmen

Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan


sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim
melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan
O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan– tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya
dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh
pigmen kulit melainkan juga oleh tebaltipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.

h. Keratinisasi

Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel


basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel
spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel
granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel
tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup.
Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk
yang berlangsung kira–kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit
terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

i. Pembentukan vitamin D

Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar


matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses
tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.

C. Klasifikasi

1. Dermatitis Atopik

a. Pengertian
Dermatitis atopik merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan karena
faktor alergen dengan ditandai adanya erupsi pada kulit dengan kemerahan, gatal, lesi,
kulit kering, dan adanya eksudasi (Pengantar Ilmu Keperawatan Anak,2006:
hal.137).
Dermatitis atopik adalah dermatosis dengan gambaran klinis seperti eczema,
dengan perasaan gatal yang sangat mengganggu penderita dan disertai stigmata atopi
pada penderita sendiri atau dalam keluarganya (Ilmu Kesehatan Anak 1, 1985:hal.
234)
Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal, yang berhubungan dengan atopi. Kata “atopi” pertama diperkenalkan oleh Coca
(1928), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang
mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronchial, rinitis
alergik, konjungtivitis alergik dan dermatitis atopik. (Suria Djuanda dan Sri Adi
Sularsito, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 3,2002)

b. Klasifikasi
Berdasarkan stadium :

1. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi
dan eksudasi sehingga tampak basah.
2. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi
kusta.
3. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan
likenefikasi.
4. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis
sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis

Secara klinis dermatitis atopik dibagi menjadi 3 fase yaitu :


1. Bentuk infantil (2 bulan-2 tahun).

Masa awitan paling sering pada usia 2-6 bulan. Lesi mulai di muka (pipi, dahi)
dan scalp, tetapi dapat pula mengenai tempat lain (badan, leher, lengan dan tungkai).
Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Lesi beruoa eritema dan
papulovesikel miliar yang sangat gatal; karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi, dan
eksudasi atau krusta, tidak jarang mengalami infeksi. Garukan dimulai setelah usia 2
bulan. Rasa gatal ini sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur dan
menangis. Lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan, mulai tampak
likenifikasi di bagian fleksor. Pada usia 2 tahun sebagian besar penderita sembuh,
sebagian berlanjut menjadi bentuk anak.

2. Bentuk anak (3-11 tahun)

Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri. Lesi kering,
likenifikasi, batas tidak tegas; karena garukan terlihat pula ekskoriasi memanjang dan
krusta. Tempat prediliksi di lipat siku, lipat lutut, leher, pergelangan tangan, dan kaki;
jarang mengenai muka. Tangan mungkin kering, likenifikasi atau eksudasi; bibir dan
perioral dapat pula terkena; kadang juga pada paha belakang dan bokong. Sering
ditemukan lipatan Dennie Morgan, yaitu lipatan kulit di bawah kelopak mata bawah.
3. Bentuk remaja dan dewasa (12-30 tahun)

Tempat predileksi di muka (dahi, kelopak mata, perioral), leher, dada bagian
atas, lipat siku, lipat lutut, punggung tangan; biasanya simetris. Gejala utama adalah
pruritus; kelainan kulit berupa likenifikasi, papul, ekskoriasi dan krusta. Umumnya
dermatitis atopik bentuk remaja dan dewasa berlangsung lama, tetapi intensitasnya
cenderung menurun setelah usia 30 tahun. Sebagian kecil dapat terus berlangsung
sampai tua. Dapat pula ditemukan kelainan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah,
bersisik), vulva, puting susu, scalp.
Selain itu manifestasi lain berupa kulit penderita tampak kering dan sukar berkeringat.
Ambang rangsang gatal rendah, sehingga penderita mudah gatal, apalagi bila berkeringat.

c. Etiologi
1. Bakteri virus atau infeksi virus
2. Kontak dengan bahan iritasi
3. Faktor lingkungan : temperatur, kelembaban, inhalasi
4. Makanan
5. Obat-obatan
6. Faktor Genetik,
7. Faktor Psikologik, seperti stress emosional dapat memperburuk dermatitis atopik.

d. Faktor Pencetus
1. Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food
Challenge (DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat
mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan
umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap
pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu
makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan
tersebut, oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap
makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya.
2. Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi.
Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada
pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif
terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di Amerika Serikat.
Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya
seperti tungau debu rumah, serbuk sari buah, bulu binatang rumah tangga, jamur
atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim.

3. Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh
kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat
ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai
107koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan
dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan
makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu
penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap
kuman stafilokokus dan steroid topikal.

e. Manifestasi Klinis
Gejala utama dermatitis atopik ialah :
1. Adanya tanda-tanda radang akut terutama pruritus ( gatal )
2. Kenaikan suhu tubuh

3. Lesi ekzematosa

4. Kemerahan

5. Edema misalnya pada muka ( terutama bibir )

6. Gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.

f. Phatofisiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti. Gambaran klinis yang muncul
diakibatkan oleh kerja sama berbagai faktor konstitusional dan faktor pencetus.Sekitar
70% penderita ditemukan riwayat stigmata atopi (herediter) berupa dermatitis atopik
dalam keluarganya. Keadaan atopi ini diturunkan, mungkin tidak di ekspresikan oleh
gen tunggal, tetapi oleh banyak gen (polygenic). Pada penderita dermatitis atopik,
ditemukan peningkatan jumlah IgE di dalam serum. Antigen akan ditangkap oleh
fagosit kemudian akan dipresentasikan ke sel T2 Helper (Sel Th2) . Sel Th2 akan
memproduksi Sitokin kemudian mengaktifkan seL-sel B untuk tumbuh dan
berdiferensiasi sehingga menghasilkan Antibodi IgE. IgE menempel di sel mast, lalu
melepaskan mediator kimia berupa Histamin. Histamin dianggap sebagai zat penting
yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaksis
dan menekan produksi sel T sehingga terjadi peningkatan IgE yang akan
menyebabkan pruritus (rasa gatal) pada penderita. Sel mast akan meningkat pada lesi
dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin.
Histamin sendiri tidak dapat menyebabkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat
tersebut menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin karena garukan akibat gatal
menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk
menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetic

g. Komplikasi
1. Infeksi Kulit

h. Penatalaksanaan
Medis :
1. Antihistamin golongan H1 untuk mengurangi gatal dan sebagai penenang
2. Kortikosteroid jika gejala klinis berat dan sering mengalami kekambuhan
3. Jika ada infeksi sekunder diberi antibiotic seperti eritromisin, tetrasiklin
4. Pada bayi diberi kortikosteroid ringan dengan efek samping sedikit, misalnya
krim hidrokortison 1-1,5%
5. Pada dewasa dengan likenifikasi dapat diberi kortikosteroid kuat seperti
betametason dipropionat 0,005% atau desoksimetason 0,25%. Untuk efek
lebih kuat dapat dikombinasi dengan asam salinilat 1-3% dalam salep1.

Keperawatan :
1. Menjauhi alergen pencetus
2. Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan bahan
pakaian dari wol.
3. Hindari factor luar yang mungkin menimbulkan manifestasi klinis
4. Cegah anak untuk menggaruk. Untuk mengurangi iritasi dan kemungkinan
infeksi kulit
5. Gunakan sepatu dan pakaian yang lunak
6. Potong kuku tangan an kaki agar tetap bersih
7. Gunakan mainan yang aman dan lembut untuk anak
8. Menerapkan pola makan yang sehat

i. Test Diagnostic
1. Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).
2. Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
3. Laboratorium :
a) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b) Urin : pemeriksaan histopatologi

j. Konsep Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien.
a) Nama Pasien
b) Alamat
c) Pekerjaan Pasien
d) Umur
e) Agama/Suku

2. Keluhan Utama.
a) Nyeri
b) Gelisah
c) Gatal
d) Kerusakan intergitas kulit

3. Pemeriksaan Fisik.
a) Tekanan Darah
b) Nadi
c) Pernafasan
d) Suhu
e) Skala Nyeri

4. Riwayat Kesehatan
5. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.

a) Klien merasa nyeri


b) Terdapat Vesikel/ bula pada Kulit Klien
c) Gatal dan Lesi

6. Riwayat Penyakit Dahulu :


Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.

7. Penyakit yang sama

a) Klien Pernah Mengalami Penyakit yang sama sebelumnya


b) Apakah klien pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya

8. Riwayat Penyakit Keluarga :


Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.

a) Apakah terdapat keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama


b) Apakah ada keluarga klien mengalami penyakit Kulit

9. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.

a) Cara klien menyelesaikan stresor


b) Perasaan klien saat ini
c) Respon klien terhdap penyakitnya
d) Tingkat kecemasaan klien

10. Riwayat Pemakaian Obat :


Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

a) Pemakaian obat sebelumnya


b) Klien pernah alergi terhadap obat.

k. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi

Gangguan integritas Klien akan Mengungkap- Mandi paling Dengan mandi air akan
kulit berhubungan mempertahankan kan peningkatan tidak sekali meresap dalam saturasi
dengan kekeringan pada kulit agar kenyamanan kulit sehari selama kulit. Pengolesan krim
kulit mempunyai hidrasi 15–20 menit. pelembab selama 2 – 4
yang baik dan Berkurangnya Segera oleskan menit setelah mandi untuk
turunnya derajat salep atau krim mencegah penguapan air
peradangan. pengelupasan yang telah dari kulit.
kulit. diresepkan
setelah mandi.
Berkurangnnya Mandi lebih
kemerahan. sering jika
Berkurangnya tanda dan gejala air panas menyebab-kan
lecet karena meningkat. vasodilatasi yang akan
garukan Gunakan air meningkat-kan pruritus.

Penyembuhan hangat jangan sabun yang mengandung


area kulit yang panas pelembab lebih sedikit
telah rusak kandungan alkalin dan
tidak membuat kulit kering,
sabun kering dapat
meningkat-kan keluhan.
salep atau krim akan
melembab-kan kulit

Gunakan
sabun yang
mengandung
pelembab atau
sabun untuk
kulit sensitif.
Hindari mandi
busa.

Oleskan/berik
an salep atau
krim yang telah
diresepkan 2
atau tiga kali
per hari.

Resiko kerusakan kulit Klien akan Menghindari Ajari klien menghindari alergen akan
berhubungan dengan mempertahankan alergen menghindari menurunkan respon alergi.
terpapar alergen integritas kulit. atau
menurunkan
paparan
terhadap
alergen yang
telah diketahui.

Baca label
makanan kaleng
agar terhindar
dari bahan
makan yang
mengandung
alergen.

Hindari
binatang
peliharaan

jika alergi terhadap bulu


binatang sebaiknya hindari
memelihara binatang atau
batasi keberadaan binatang
di sekitar area rumah.

AC membantu
menurunkan paparan
terhadap beberapa alergen
yang ada di lingkungan.

Gunakan
penyejuk
ruangan (AC) di
rumah atau di
tempat kerja,
bila
memungkin-
kan.

Perubahan rasa nyaman Klien menunjukkan Berkurangnya Jelaskan Dengan mengetahui


berhubungan dengan berkurangnya lecet akibat gejala gatal proses fisiologis dan
pruritus pruritus. garukan. berhubungan psikologis dan prinsip gatal
dengan serta penangannya akan
Klien tidur penyebanya meningkat-kan rasa
nyenyak tanpa (misal: kooperatif.
terganggu rasa keringnya kulit)
gatal. dan prinsip
terapinya
Klien (misal: hidrasi)
mengungkapkan dan siklus gatal-
adanya garuk-gatal-
peningkatan rasa garuk.
nyaman pruritus sering
disebabkan oleh dampak
Cuci semua iritan atau alergen dari
pakaian bahan kimia atau
sebelum komponen pelembut
digunakan pakaian.
untuk
menghilang-kan
formaldehid dan
bahan kimia
lain serta
hindari
mengguna-kan
pelembut
pakaian buatan
pabrik.
bahan yang tertinggal
Gunakan (deterjen) pada pencucian
deterjen ringan pakaian dapat menyebab-
dan bilas kan iritasi.
pakaian untuk
memastikan
sudah tidak ada
sabun yang
tertinggal.

2. Dermatitis Kontak

a. Pengertian

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh
faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit (National
Occupational Health and Safety Commision, 2006).

Dermatitis Kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap


antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan
merupakan kelainan kulit yang paling sering pada pekerja (Michael, 2005)

Menurut Harrianto (2013) Dermatitis Kontak ialah reaksi peradangan yang


terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari
substansi iritan maupun substansi alergen.

b. Klasifikasi

1. Dermatitis kontak iritan

a. Pengertian

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik
fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan
respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup (Health and
Safety Executive, 2004).

Dermatitis Iritan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan. Bahan
iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel
bila di oleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Bahan
iritan ini dapat merusak kulit dengan cara menghabiskan lapisan tanduk secara
bertahap melalui denaturasi keratin sehingga mengubah kemampuan kulit untuk
menahan air.
Klasifikasi bahan iritan:
1. Iritan kuat
2. Rangsangan mekanik: serbuk kaca/serat (fiberglas), wol.
3. Bahan kimia: air, sabun
4. Bahan biologik: dermatitis popok

Dermatitis iritan dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun perempuan.
Lepasnya ureum karena kerja enzim bakteri di feses dapat menyebabkan DK iritan di
glutea, paha atas, perut bagian bawah, yang disebut dermatitis popok (nappy rash).
Pada orang dewasa, Dermatitis kontak iritan sering terjadi pada telapak tangan dan
punggung tangan, karena Dermatitis kontak iritan sering berkaitan pekerjaan. Muka
dapat terkena oleh bahan yang menguap (amonia).
b. Klasifikasi

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut


Dermatitis iritan akut terjadi setelah salah satu atau beberapa kali olesan
bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat
peradangan. Biasanya dermatitis iritan kuat terjadi karena kecelakaan kerja. Bahan-
bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi
keratin, dan pembekakan sel.
Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan yang
tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi
tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi
kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak (Fregret, 1998). Satu
kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup
untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau
asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu alkali dapat menimbulkan rekasi iritan
pada wajah. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu
singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika
bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi
(Fregret, 1998). Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan
menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan dan
kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan
dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang
lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami fissura.
Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan, namun
hilnganya dapat terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998).
Manisfestasi Klinik
Tipe reaksinya tergantung pada bahan-bahan apa yang terkontak, konsentrasi bahan
kontak, dan lamanya berkontak. Reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau
coklat. Kadang-kadang terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula,
pustula, kadang-kadang terbentuk bula yang purulen dengan kulit di ssekitarnya
normal.Contoh bahan kontak untuk dermatitis iritan adalah asam dan basa keras yang
sering digunakan dalam industri.

2. Dermatitis Iritan Kronik

DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulangulang,
dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi
suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila
bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari,
berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga
waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2003).

Manifestasi Klinik

Dapat dibagi dalam dua stadium:

Stadium I : kulit kering dan pecah-pecah. Stadium ini dapat sembuh dengan
sendirinya.

Stadium II : ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan
bengkak, terasa panas dan mudah terangsang. Kadang-kadang timbul papula,
vesikula, krusta. Bila kronik timbul likenifikasi, keadaan ini menyebabkan retensi
keringat dan perubahan flora bakteri.

Ibu-ibu rumah tangga sering terpajan pada bahan-bahan iritan, seperti sabun, deterjen,
air, sehingga sering terjadi dermatitis iritan stadium I. Lokalisasinya sering pada
tangan dan lengan.

Contoh :

 Air, sabun, dan deterjen sering menimbulkan ekzema pada tangan syang
disebut housewife’s hand eczema.
 Air. Kontak dengan air dapat menimbulkan iritan dengan beberapa cara:
 Timbul maserasi yang terasa sakit, bila lapisan tanduk telapak kaki direndam
lama.
 Fungsi barier kulit hilang karena terjadi maserasi.
 Kulit kering (Xerotic Eczema) terjadi bila kulit berkontak terus-menerus
sehingga menghilangkan lipid kulit.
 Dapat terjadi karena infeksi jamur pada daerah sela-sela (intertrigo) bila
berkontak terus-menerus dengan air.
 Sabun/deterjen. Bahan-bahan ini akan mengakibatkan pengeringan kulit dan
memperbesar aksi iritasi oleh air.
c. Etiologi

Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen


(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.

 Faktor Eksogen

Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial
iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk
senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi.

Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk :

1. Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul,
jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ;
2. Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis
kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah
pajanan sebelumnya ;
3. Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor
mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan
yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum
korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan.
 Faktor Endogen
a. Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk
mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan
kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya
dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon
tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap
kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.1 Pada penelitian, diduga
bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan.
TNF-α polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap
kontak iritan.

b. Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin
dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan,
kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan
jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan
penelitian.
c. Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan
kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak
ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur.
Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit
yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak
kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.1 Reaksi terhadap
beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon
inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi
perkutaneus.
d. Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit
diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-
satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada
kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan
daripada kulit putih.
e. Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga
kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap
dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.
f. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan
pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan
peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi
kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan. Pada
pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas
ketika terpajan oleh bahan iritan.

d. Patofisiologi

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan
dermatitis kontak iritan, yaitu:

1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan


2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung

Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI).


(a) bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi
lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal
bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan
sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8
(bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin
Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat
didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator
radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat
rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan
sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-
1β, tumor necrosis factor- α (TNF- α). Pada dermatitis kontak iritan, diamati
peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-
stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu
sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan, yang menyebabkan peningkatan
ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan intracelluler adhesin
molecul-I pada keratinosit.

Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis
kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan
dari spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak


dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan
iritan yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit
pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena depilasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.

e. Komplikasi
Pada bagian ini komplikasi yang dipaparkan merupakan komplikasi yang
dapat ditimbulkan pada Dermatitis Kontak Iritan :
 DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topical. Lesi kulit bisa
mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Staphylococcus aureus.
 Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutama pada
pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik.
Gejala berupa peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip ditandai dengan
kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai
kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena
berbagai rangsangan pruritogenik. Pruritus memeainkan peran sentral dalam
timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi dan prurigo nodularis. Hipotesis
mengenaio pruritus berhubungan dengan adanya penyakit yang mendasari dan
salah satunya ialah dermatitis kontak alergi.
 Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI.
 Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.
f. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan


melakukan dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu,
prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan
proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini,
mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain.

Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita
dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:

1. Kompres dingin dengan Burrow’s solution


Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel dan
membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap 2-3 jam.
2. Glukokortikoid topikal
Efek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional
karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari
corticosteroid dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum. Pada
pengobatan untuk DKI akut yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison
pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di tappering 10mg.
3. Antibiotik dan antihistamin
Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi
sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme antimikroba yang telah
dimiliki kulit, mungkin memiliki peranan yang penting dalam evolusi, persisten, dan
resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih dipelajari. Secara klinis,
infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah perkembangan
selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid
topikal, emolien, dan antiseptik juga digunakan. Sedangkan antihistamin mungkin
dapat mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Terdapat
percobaan klinis secara acak mengenai efisiensi antihistamin untuk dermatitis kontak
iritan, dan secara klinis antihistamin biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa
gejala simptomatis.
4. Anastesi dan Garam Srontium (Iritasi sensoris)
Lidokain, prokain, dan beberapa anastesi lokal yang lain berguna untuk menurunkan
sensasi terbakar dan rasa gatal pada kulit yang dihubungkan dengan dermatitis iritan
oleh karena penekanan nosiseptor, dan mungkin dapat menjadi pengobatan yang
potensial untuk dermatitis kontak iritan. Garam strontium juga dilaporkan dapat
menekan depolarisasi neural pada hewan, dan setelah dilakuan studi, garam ini
berpotensi dalam mengurangi sensasi iritasi yang dihubungkan dengan DKI.
5. Kationik Surfaktan
Surfaktan kationik benzalklonium klorida yang iritatif dapat meringankan gejala
dalam penatalaksanaan iritasi akibat anion kimia.
6. Emolien
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat berguna.
Menggunakan emolien ketika kulit masih lembab dapat meningkatkan efek emolien.
Emolien dengan perbandingan lipofilik : hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif
karena dapat menghidrasi kulit lebih baik.
7. Imunosupresi Oral
Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja singkat seperti
prednisolon, dapat membantu mengurangi respon inflamasi jika dikombinasikan
dengan kortikosteroid topikal dan emolien. Tetapi, tidak boleh digunakan untuk
waktu yang lama karena efek sampingnya. Oleh karena itu, pada penyakit kronik,
imunosupresan yang lain mungkin lebih berguna. Obat yang sering digunakan adalah
siklosporin oral dan azadtrioprim.
8. Fototerapi dan Radioterapi Superfisial
Fototerapi telah berhasil digunakan untuk tatalaksana dermatitis kontak iritan,
khususnya pada tangan. Modalitas yang tersedia adalah fototerapi
photochemotherapy ultraviolet A (PUVA) dan ultraviolet B, dimana penyinaran
dilakukan bersamaan dengan penggunaan fotosensitizer (soralen oral atau topical).
Sedangkan radioterapi superfisial dengan sinar Grentz juga dapat digunakan untuk
menangani dermatitis pada tangan yang kronis. Penalataksanaan ini jarang
digunakan pada praktek terbaru, hal ini mungkin disebabkan oleh ketakutan terhadap
kanker karena radioterapi

g. Test Diagnostik

Tipe Etiologi Gambaran Klinis Pemeriksaan Terapi


Diagnostik
Iritan Terjadi akibat Kekringan kulit yang Gambaran klinis hasil Identifikasi dan
kontak dengan berlangsung tes patch negatif yang penghilangan
bahan yang beberapa hari hingga sesuai sumber iritasi
secara kimiawi bulan Pemberian krim
atau fisik Vesikulasi, fisura hidrofilik atau
merusak kulit dan pecah-pecah vasein untuk
tanpa dasar Tangan dan lengan mendinginkan
imunologik. bawah merupakan kulit dan
Terjadi sesudah bagian yang paling mengurangi
kontak pertama sering terkena iritasi
dengan iritan Kortikosteroid
atau kontak topikal dan obat
ulang dengan kompres untuk
iritan ringan mengatasi lesi
selama waktu yang berair
yang lama Antibiotik untuk
infeksidan
antihistamin oral
untuk pruritus
Fototoksik Menyerupai tipe Seupa tangan Tes photopatch Samas eperti
iritan tetapi dermatiti lain ermatitis alergik
ememrlukan dan iritan
kombinasi sinar
matahari dan
bahan kimia
untuk merusak
epidermis

2. Dermatitis Kontak Alergen

a. Pengertian

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi


hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit
dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and Safety
Commision, 2006)

DKA adalah reaksi inflamasi yang didapat terhadap berbagai susbstansi yang
dapat menyebabkan reaksi inflamasi hanya pada orang yang sebelumnya pernah
tersensitisasi oleh alergen.( James W.D, Berger T.G, dan Elston D.M. 2006. Contact
Dermatitis and Drug Eruption. In: Andrew’s Disease of The Skin Clinical
Dermatology. 10th ed.Canada: Elsevier; p. 91-6.)

b. Etiologi

Allergen = sensitizer. Biasanya berupa cosmetic (lipstick, bedak, cat rambut),


bahan perhiasan (jam tangan, anting, kalung) dll.

c. Manifestasi klinis

Erupsi kulit mulai terjadi saat kulit kontak dengan agen.


1. Gatal, rasa tebakar, eritema; disertai dengan edema, papula, dan vesikula.
2. Pada fase subakut, perubahan vesikuar belum terlalu nyata, mengering,
membentuk visura, dan pengelupasan.
3. Jika terjadi reaksi berulang atau pasien terus menggaruk maka akan terjadi
perubahan warna kulit.

d. Phatofisiologi

1. Tahap sensitisasi
Tahap sensitisasi muncul ketika tubuh memproduksi antibody igE. Tahap
sensitisasi ini juga merupakan tahap pertama dengan allergen yaitu ketika
menggunakan bahan penyebab alergi.

2. Tahap elisitasi
Tahap elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang, ketika terpajan dengan
penyebab alergi yang sama, protei akan mengikat molekul ke sel basophil dan sel
mast. Tahap elisitasi ini menyebabkan tubuh mengeluarkan molekul yang
menyebabkan inflamasi seperti leukotriene dan histamine. Efek yang timbul serta
keparahan alergi dipengaruhi oleh konsenstrasi dan tipe allergen, rute pajanan, dan
sistem organ yang terlibat misalnya kulit.
Antibody melampirkan ke bentuk sel darah yang disebut sel mast. Kehadiran sel
mast dalam saluran udara dan saluran pencernaan membuat daerah ini lebih
rentan terhadap paparan allergen. Mengikat allergen ke igE yang melekat pada sel
mast. Hal ini menyebabkan sel mast melepaskan bahan kimia ke dalam darah.
Histamine, senyawa kimia utama, menyebabkan sebagian besar reaksi alergi.

Pathway

Tahap Sensitisasi

Bahan yang menyebabkan alergi

Alergi (gatal, rasa terbakar, eritema)

Tahap elisitasi

Terpajan kembali bahan yang


menyebabkan alergi

Protein akan mengikat molekul ke sel


basophil + sel mast

inflamasi
Sel mast

Mengikat allergen ke igE

Melepaskan histamine, senyawa


kimia utama

alergi
e. Komplikasi

Infeksi kulit sekunder adalah komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit
dermatitis kontak alergi

f. Penatalaksanaan

1. Medis
-Antihistamin
-Kortikosteroid: Metil prednison, metilprednisolon atau tiramsinolon.
2. Keperawatan
-Istirahatkan kulit yang sakit dan lindungi dari kerusakan lebih lanjut.
-Identifikasi alergi atau menghindari bahan yang dapat menjadikan alergi.

g. Tes diagnostik

1. Pemeriksaan penunjang :

a) Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).

b) Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi

2. Laboratorium

a) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin

b) Urin : pemerikasaan histopatologi


h. Diagnosa keperawatan

No. NANDA NOC NIC


1. Kerusakan Integritas Integritas Jaringan: Pengawasan Kulit
KulitData Penunjang : Kulit & Membran
Mukosa  Amati warna, kehangatan (suhu),
 Kulit luka, gatal, bengkak, getaran, tekstur, edema,
warna kulit hitam  Sensasi IER dan nanah pada ektremitas
abu2, kering  Elestisita IER  Periksa kemerahan, perubahan suhu
bersisik  Hidrasi IER yang ekstrim, atau drainase dari
 · Turgor kulit jelek  Pigmentasi IER kulit dan membran mukosa
 Perspirasi IER  Pantau sumber tekanan dan
 Warna IER pergeseran
 Tekstur IER  Pantau infeksi, khususnya pada
daerah edematous
 Pantau area yang tidak berwarna dan
memar kulit dan membrane mukosa
 Pantau kelainan kekeringan dan
kelembaban kulit
 Periksa keketatan pakaian
 Catat perubahan kulit atau
membrane mukosa
 Tegakkan ukuran untuk pencegahan
lanjutan yang lebih buruk

2. Nyeri Data penunjang : Kontrol Resiko Manajemen Nyeri :

 Mengatupkan  Klien  · Kaji nyeri secara komprehensif (


rahang / melaporkan lokasi, karakteristik, durasi,
mengepalkan nyeri berkurang frekuensi, kualitas dan faktor
tangan dg scala 2-3 presipitasi ).
 Agitasi  Ekspresi wajah  · Observasi reaksi NV dr ketidak
 Ansietas tenang nyamanan.
 Perubahan pola  klien dapat  · Gunakan teknik komunikasi
tidur istirahat dan terapeutik untuk mengetahui
 Menarik diri bila tidur pengalaman nyeri klien sebelumnya
disentuh  · Kontrol faktor lingkungan yang
 Mual dan muntah mempengaruhi nyeri seperti suhu
 Gambaran kurus ruangan, pencahayaan, kebisingan.
 · Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
 · Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
 · Kolaborasi pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri.
 · Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 · Monitor TTV
3. Sporiasis

a. Pengertian
Psoriasis ialah sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami proses
pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini terkadang untuk jangka
waktu lama atau timbul hilang. Proses pergantian kulit pada penderita psoriasis
berlangsung secara cepat yaitu sekitar dua sampai empat hari (Ayu Maharani, 2015).
Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik
berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih
keperakan terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal
(Gudjonsson dan Elder, 2012).
Psoriasis merupakan penyakit inflamasi noninfeksius yang kronik pada kulit
dimana produksi sel-sel epidermis terjadi dengan kecepatan kurang lebih enam hingga
sembilan kali lebih besar dari pada kecepatan normal. Sel-sel dalam lapisan basal
kulit membagi diri terlalu cepat, sel-sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke
permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik atau plak pada jaringan epidermis (
Brunner & suddarth, 2002)
Jadi, psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik, yang ditandai
dengan pergantian kulit yang terlalu cepat pada penderitanya yakni dua sampai empat
hari sehingga timbul plak pada jaringan epidermis.

b. Klasifikasi
1. Psioriasis Guttate
Adalah salah satu bentuk dari psioriasis yang mulai timbul sejak masa anak-anak
atau remaja. Untuk psoriasis ini menyerupai bintik-bintik merah kecil dikulit yang
biasanya timbul pada badan dan kaki. Bintik-bintik ini biasanya tidak setebal atau
bersisik seperti bercak-bercak pada psoriasis plak. Pencetus timbulnya psoriasis
guttate yaitu infeksi saluran pernapasan atas, infeksi streptococcal, amandel,
stress, luka pada kulit, dan penggunaan obat-obat tertentu.
2. Psoriasis kuku
Menyerang dan merusak kuku bagian bawah. Kuku tumbuh banyak sisik seperti
serbuk. Jenis ini termasuk yang sulit atau bandel untuk disembuhkan bagi
penderita.
3. Psoriasis plak
Psoriasis ini dapat disebut juga psoriasis vulgaris (yang berarti umum). Tipe plak
ini bersifat meradang pada kulit, menimbulkan bercak merah yang dilapisi dengan
kulit yang tumbuh berwarna keperakan yang umumnya akan terlihat pada sekitar
alis, lutut, kepala (seperti ketombe), siku, juga bagian belakang tubuh sekitar
panggul dan akan meluas kebagian kulit yang lainnya.
4. Psoriasis inverse
Inverse psoriasis ditemukan pada ketiak, pangkal paha, dibawah payudara, dan
dilipatan-lipatan kulit disekitar kemaluan dan panggul. Tipe ini pertama kali
tampak sebagai bercak yang sangat merah dan tampak licin dan bersinar. Psoriasis
inverse sangat menggangu karena iritasi yang disebabkan gosokan atau garukan
dan keringat. Psoriasis ini terutama sangat menggangu bagi penderita yang gemuk
dan mempunyai lipatan kulit yang dalam.
5. Psoriasis eritrodermi
Tipe psoriasis ini sangat berbahaya, seluruh kulit penderita menjadi merah matang
dan bersisik, fungsi perlindungan kulit hilang, sehinggga penderita mudah terkena
infeksi.
6. Psoriasis artritis
Timbul dengan peradangan sendi, sehingga sendi terasa nyeri, membengkak dan
kaku, sama persis seperti gejala rematik. Pada tahap ini, penderita harus segera
ditolong agar sendi-sendinya tidak sampai kropos.
7. Psoriasis scalp
Psoriasis tipe ini tampak pada batas rambut kepala (seperti ketombe), kening,
sekitar leher, juga dibelakang telinga, seperti sisik kulit atau serbuk.
8. Psoriasis pustural
Kasus Psoriasis Pustural (PUHS-choo-ler) terutama banyak ditemui pada orang
dewasa. Karakterisitik dari penderita PUHS-choo-ler ini adalah timbulnya
Pustules putih (blisters of noninfectious pus) yang dikelilingi oleh kulit merah.
Psoriasis pustural dapat muncul secara tiba-tiba sebagai tanda awal dari psoriasis,
atau psoriasis plak dapat berubah menjadi psoriasis pustural. Psoriasis pustural
dipicu oleh pengobatan obat oles yang membuat kulit menjadi irirtasi, terlalu
banyak terkena sinar UV, kehamilab, obat steroid yang diminum, diinjeksi,
infeksi, stress emosi dan tidak mengikuti pengobatan yang teratur dan berhenti
secara tiba-tiba.
c. Etiologi
a. Garukan atau gesekan dan tekanan yang berulang-ulang, misalnya pada saat gatal
digaruk terlalu kuat atau penekanan anggota tubuh terlalu sering pada saat
beraktifitas. Bila psoriasis sering muncul dan kemudian di garuk atau di korek,
maka akan mengakibatkan kulit bertambah tebal.
b. Obat telan tertentu antara lain: obat antihipertensi dan antibiotic.
c. Mengoleskan obat terlalu keras bagi kulit.
d. Emosi tak terkendali.
e. Sedang mengalami infeksi saluran nafas bagian atas, yang keluhannya dapat
berupa demam, nyeri saat menelan, batuk dan beberapa infeksi lainnya.
f. Makanan berkalori sangat tinggi menyebabkan badan terasa panas dan kulit
menjadi merah, misalnya makanan yang mengandung alcohol.
Penyebab dari penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Oleh
karena itu belum ditemukan secara pasti cara atau obat untuk menyembuhkan
penyakit kulit ini secara sempurna.
d. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang biasanya muncul adalah:
 Bintik merah yang makin melebar dan ditumbuhi sisik lebar putih berlapis-
lapis.
Bercak- bercak bersisik tersebut terbentuk karena penumpukan kulit yang
hidup dan mati akibat peningkatan kecepatan pertumbuhan serta pergantian
sel-sel kulit yang sangat besar.
 Kulit menjadi merah disertai dengan badan menggigil.
Jika sisik tersebut dikerok, maka terlihat dasar lesi yang berwarna merah gelap
dengan titik –titik pendarahan. Bercak-bercak ini tidak basah dan bisa terasa
gatal atau tidak gatal.

e. Phatofisiologi
Patogenesis terjadinya psoriasis, diperkirakan karena:
1. Terjadi peningkatan “turnover” epidermis atau kecepatan pembentukannya
dimana pada kulit normal memerlukan waktu 26-28 hari, pada psoriasis hanya 3-
4 hari sehingga gambaran klinik tampak adanya skuama dimana hiperkeratotik.
Disamping itu pematangan sel-sel epidermis tidak sempurna.
2. Adanya factor keturunan ditandai dengan perjalanan penyakit yang kronik
dimana terdapat penyembuhan dan kekambuhan spontan serta predileksilesinya
padatempat-tempat tertentu.
3. Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi pada psoriasis meliputi:
a. Peningkatan replikasi DNA.
b. Berubahnya kadar siklik nukleotida.
c. Kelainan prostaglandin dan prekursornya.
d. Berubahnya metabolisme karbohidrat.

Normalnya sel kulit akan matur pada 28-30 hari dan kemudian terlepas dari
permukaan kulit. Pada penderita psoriasis, sel kulit akan matur dan menuju
permukaan kulit pada 3-4 hari, sehingga akan menonjol dan menimbulkan bentukan
peninggian kumpulan plak berwarna kemerahan. Warna kemerahan tersebut berasal
dari peningkatan suplai darah untuk nutrisi bagi sel kulit yang bersangkutan.
Bentukan berwarna putih seperti tetesan lilin (atau sisik putih) merupakan campuran
sel kulit yang mati. Lalu sisik putih ini kadang menimbulkan rasa gatal tapi kadang
juga tidak.Terdapat banyak tipe dari psoriasis, misalnya plaque, guttate, pustular,
inverse, danerythrodermic psoriasis. Umumnya psoriasis akan timbul pada kulit
kepala, siku bagian luar, lutut, maupun daerah penekanan lainnya. Tetapi psoriasis
dapat pula berkembang di daerah lain, termasuk pada kuku, telapak tangan, genitalia,
wajah, dll.
Pemeriksaan histopatologi pada biopsy kulit penderita psoriasis menunjukkan
adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh
darah dermis bagian atas. Jumlahsel-sel basal yang bermitosis jelas meningkat. Sel-sel
yang membelah dengan cepat itu bergerak dengan cepat kebagian permukaan
epidermis yang menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini
menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal (sisik yang
berwarna seperti perak). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya
antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik yang abnormal, terutama
adenosine monofosfat (AMP) siklik dan guanosin monofosfat (GMP) sikli.
Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada penyakit ini. Peranan setiap kelainan
tersebut dalam mempengaruhi pembentukan plak psoriatic belum dapat dimengerti
secara jelas.

f. Komplikasi
1. Artritis asimetris
penyakit ini dapat disertai artritis asimetris pada lebih dari satu sendi dengan
faktor reumatoid yang negatif. Perubahan artritik ini dapat terjadi sebelum atau
sesudah munculnya lesi kulit. Hubungan antara artritis dan psoriasis belum
dipahami.
2. Psoriasis Eksfoliatif
Komplikasi lainnya berupa keadaan psoriatik eksfoliatif dimana penyakit
tersebut berlanjut dengan mengenai seluruh permukaan tubuh.
3. Masalah psikologik
Psoriasis dapat menimbulkan keputusasaan dan frustasi pada pasien; orang
yang melihat dapat saja mengamati, berkomentar, mengajukan pertanyaan yang
menjengkelkan pasien atau bahkan menghindari pasien. Penyakit ini pada
akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaannya dan membuat hidup pasien sebagai
penderitaan. Para remaja merupakan kelompok rentan terhadap efek psikologik
dari penyakit ini.

g. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk memperlambat pergantian epidermis,
meningkatkan resolusi lesi psokriatik dan mengendalikan penyakit tersebut karena
pengobatan yang menyembuhkan belum diketahui. Pertama-tama, setiap faktor
pemicu atau faktor yang memperburuk keadaan harus ditiadakan. Kemudian
dilakukan pemeriksaan untuk menilai gaya hidup pasien karena psosiasis secara
bermakna dipengaruhi oleh stres.
1. Penatalaksanaan medis
Ada 3 tipe terapi yang standar; Topikal, intralesi, dan sistemik.
- Terapi Topikal
Preparat yang dioleskan secara topikal digunakan untuk melambatkan
aktivitas epidermis yang berlebihan tanpa mempengaruhi jaringan lainnya.
Obat-obatnya mencakup preparat ter, antralin, asam salisilat dan
kortikosteroid. Terapi preparat ini cenderung mensupresi epidermopoisis
(pembentukan sel-sel epidermis).
- Terapi Intralesi
Penyuntikan tramsinolon asetonida intralesi (Aristocort, Kenalog-10, Trymex)
dapat dilakukan langsung kedalam bercak-bercak psoriasis yang terlihat nyata
atau yang terisolasi dan resisten terhadap bentuk terapi lainnya. Kita harus
berhati-hati agar kulit yang normal tidak disuntik dengan obat ini.
- Terapi sistemik
Preparat sitotoksik sistemik seperti metotreksat pernah digunakan untuk
mengobati psoriasis yang luas dan tidak responsif terhadap bentuk-bentuk
terapi yang lain. Preparat sistemik lainnya yang dipakai akhir-akhir ini adalah
hidroksiurea (hydrea) dan siklosporin A (CyA).

h. Tes Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menyokong diagnosis
psoriasis tidak banyak. Pemeriksaan yang bertujuan mencari penyakit yang menyertai
psoriasis perlu dilakukan, seperti :
1.Pemeriksaan darah rutin
2.Pemeriksaan gula darah, kolesterol untuk penyakit diabetes mellitus.
Pemeriksaan Histopatologi :
Kelainan histopatologi yang dapat dijumpai pada lesi psoriasis ialah
hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis dan hilangnya stratum granulosum.
Papilomatosis ini dapat memberi beberapa variasi bentuk seperti gambaran pemukul
bola kasti atau pemukul bola golf.
Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan
keratinisasi terlalu cepatdan stratum korneum tampak menebal. Di dalam sel-sel
tanduk ini masih dapat ditemukan inti-inti sel yang disebut parakeratosis. Di dalam
stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel radang
polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikroabses Munro. Pada puncak papil dermis
didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan sel-sel radang
limfosit dan monosit.

i. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan Dalam 5x24 jam a. Kaji kerusakan a. Menjadi data
integritas kulit b.d integritas kulit jaringan kulit yang dasar untuk
lesi dan reaksi membaik secara terjadi pada klien memberikan
inflamasi optimal informasi
intervensi
keperawatan yang
akan digunakan
b. Lakukan tindakan
peningkatan b. Untuk
integritas jaringan menghindari cedera
kulit, pasien harus
dinasehati agar
tidak mencubit
atau menggaruk
daerah yang sakit .
c. Tingkatkan
asupan nutrisi c. Diet TKTP
diperlukan untuk
meningkatkan
asupan dari
kebutuhan
pertumbuhan
jaringan
d. Evaluasi
kerusakan jaringan d. Apabila masih
dan perkembangan belum mencapai
pertumbuhan dari criteria
jaringan. evaluasi 5x24 jam,
maka perlu dikaji
ulang faktor-faktor
menghambat
pertumbuhan dan
perbaikan dari lesi
Gangguan Lakukan Diagnosis
integritas kulit pencegahan arthritis psoriasis, khusunya
b.d. lesi dan reaksi psoriatik jika disertai dengan
inflamasi komplikasi
arthritis, biasanya
sulit ditegakkan.
Kebutuhan Terpenuhinya a. Kaji tingkat a. Pengetahuan
pemenuhan pengetahuan pengetahuan pasien pasien dan
informasi b.d. pasien tentang dan keluarga orangtua yang baik
tidak adekuatnya kondisi penyakit psoriasis dapat menurunkan
sumber informasi, resiko komplikasi.
ketidaktahuan
program b. Jelaskan b. Seseorang
perawatan dan pentingnya istirahat dengan psoriasis
pengobatan memerlukan
nasihat untuk
menghilangkan
iritan eksternal dan
menghindari panas
yang berlebihan
serta perspirasi.

c. Meningktakan c. Meningkatkan
cara hidup sehat system imun dan
seperti intake pertahanan
makanan yang baik, terhadap infeksi
keseimbnagan
antara aktivitas dan
istirahat, monitor
status kesehatan dan
adanya infeksi
Kebutuhan a. Jelaskan kondisi a. Perawat harus
pemenuhan penyakit dan menjelaskan
informasi b.d. pentingnya dengan perasaan
tidak adekuatnya penatalaksanaan yang peka bahwa
sumber informasi, psoriasis sampai saat ini
ketidaktahuan masi belum
program terdapat
perawatan dan pengobatan untuk
pengobatan penyembuhan total
penyakit psoriasis
bahwa penanganan
seumur hidup tidak
diperlukan dan
bahwa keadaan ini
dapat dihilangkan,
serta dikendalikan.
b. Identifikasi
sumber-sumber b. Keterbatasan
pendukung yang aktivitas dapat
memungkinkan mengganggu
untuk kemampuan pasien
mempertahankan untuk memenuhi
perawatan di rumah kebutuhan sehari
yang dibutuhkan. hari.

c. Beri penjelasan
untuk perawatan c.Bahan untuk
rumah. penyuluhan yang
sudah dicetak dapat
disediakan untuk
memperkuat
diskusi tatap muka
dengan pasien
mengenai pedoman
terapi dan berbagai
masalah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8.Jakarta.EGC

Maharani,Ayu.2015.Penyakit Kulit Perawatan Pencegahan Pengobatan.Yogyakarta.Pustaka Baru


press

Doengoes, E, Marilynn. (2000). “Rencana Asuhan Keperawatan”, Edisi 3, EGC: Jakarta

Price, Wilson. (1995). “Patofisiologi”, Edisi 4, EGC: Jakarta.


Pathway Psoriasis

Peningkatan “turnover” Keturunan Perubahan


epidermis biokimia

Kulit lebih
cepat matur

Menuju
epidermis

Kulit lebih
cepat matur

Penebalan epidermis dan


stratum kormenum

Peningkatan Pelebaran
suplai darah pembuluh darah

Timbul plak
merah

Sisik berwarna
putih(seperti lilin)

Gatal/kadang
tidak gatal

Anda mungkin juga menyukai