Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya,

meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik

dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2009).


NAPZA adalah zat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan

mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) sehingga menimbulkan perubahan aktivitas

mental, emosional, dan perilaku penggunanya dan sering menyebabkan ketagihan dan

ketergantungan terhadap zat tersebut (Hidayat, 2005).


Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis,

paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan

dalam pekerjaandan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan

pengobatan, misalkan menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena

efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan

untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara

tetap ini menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga

menyebakan kerusakan fisik (Sumiati, 2009).

2.2 Tanda dan Gejala


Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain inteksikasi, ada juga sindroma

putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau

dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang

berbeda.
1. Tanda dan gejala intoksikasi

Opiat Ganja Sedatif-Hiptonik Alkohol Amfetamine


1) Eforia 1) Eforia 1) Pengendalian 1) Mata merah 1) Selalu
2) Mengantuk 2) Mata Merah diri berkurang 2) Bicara cadel terdorong
3) Bicara cadel 3) Mulut 2) Jalan 3) Jalan untuk
4) Konstipasi Kering sempoyongan sempoyongan bergerak
5) Penurunan 4) Banyak 3) Mengantuk 4) Perubahan 2) Berkeringat
kesadaran bicara dan 4) Memperpanjang persepsi 3) Gemetar
tertawa tidur 5) Penurunan 4) Cemas
5) Nafsu 5) Hilang kemampuan 5) Depresi
makan kesadaran menilai 6) paranoid
meningkat
6) Gangguan
persepsi

2. Tanda dan gejala putus zat


Opiat Ganja Sedatif-Hiptonik Alkohol Amfetamine
1) Nyeri Jarang 1) Cemas 1) Cemas 1) Cemas
2) Mata dan ditemukan 2) Tangan gemetar 2) Depresi 2) Depresi
hidung 3) Perubahan 3) Muka merah 3) Kelelahan
berair persepsi 4) Mudah marah 4) Energy
3) Perasaan 4) Gangguan daya 5) Tangan berkurang
panas ingat gemetar 5) Kebutuhan
5) Tidak bisa tidur 6) Mual muntah tidur
dingin
7) Tidak bisa meningkat
4) Diare
5) Gelisah tidur
6) Tidak bisa
tidur

2.3 Patofisiologi

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2009) :


1. Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka, individu,

keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap

penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan

masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA.

Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat

menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.

2. Pencegahan sekunder, ditujukan pada kelompok atau komunitas yang sudah

menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka tidak menggunakan

NAPZA lagi.

3. Pencegahan tersier, ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi

penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk

menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan terhadap penyalahguna

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA NAPZA yang kambuh kembali adalah dengan

melakukan pendampingan yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah

perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi kembali.

Terapi dan Rehabilitasi

1. Terapi

Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi

adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara

yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti

menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk

menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala

putus zat tersebut berhenti sendiri.

b. Detoksifikasi dengan Substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan

memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi

bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya

diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara

bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga

diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang

rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan

akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).

2. Rehabilitasi

Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan

kondisi para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,

psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka

akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.

Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :

a. Rehabilitasi Medik Dengan rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan

penyalahguna NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program

rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup
diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang

teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan.

b. Rehabilitasi Psikiatrik Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta

rehabilitasi yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan,

sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama rekannya

maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.

c. Rehabilitasi Psikososial Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar

peserta rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan

sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja. Program ini

merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, mereka perlu

dibekali dengan pendidikan dan keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun

balai latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian

diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat

melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.

d. Rehabilitasi Psikoreligius Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting.

Unsur agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA

mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama yang

mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya diri, harapan dan

keimanan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan

ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu

menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan

NAPZA.
ADFTAR PUSTAKA

BNN. (2009). Survei Naisonal Perekembangan Penyalahgunaan Narkoba Di Indonesia.


Jakarta : BNN

Hawari, D. 2006. Pendekatan Psikiatri Klinis pada Penyalahgunaan Zat.Tesis. Jakarta:


Fakultas Pasca Sarjana UI

Sumiyati. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Korban Penyalahgunaan Dan


Ketergantungan NAPZA. Jakarta : CV Transmedia Info

Purba, J.M. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan : USU Press

Anda mungkin juga menyukai