Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak


Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autis. Anak autis juga merupakan pribadi
individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun secara akademik.
Permasalahan yang dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak autis
tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak autis. Dalam pengkajian
tersebut kita btuh banyak informasi mengenai siapa anak autis, penyebabnya dan lainnya.
Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam masyarakat nantinya
anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat mengembangkan
potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia belum bisa mandiri.
Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat membantu kita mengeahui anak autis tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan makalah autis ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan anak autis?
2. Apa yang menyebabkan anak autis?
3. Bagimana patofisiologi anak yang autis?
4. Apa saja manifestasi klinis anak autis?
5. Bagaimana WOC autis?
6. Apa saja penatalaksana anak autis?
7. Bagaimana ASKEP autis?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengertian anak autis
2. Etiologi ( penyebab ) autis
3. Patofisiologi autis
4. Manifestasi klinis ( gejala-gejala ) anak autis
5. WOC autis
6. Penatalaksanaan autis
7. ASKEP autis

1
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih dan menambah
pengetahua tentang anak autis. Dan diharapkan agar mahasiswa/mahasiswi dapat membuat
asuhan keperawatan anak autis. Disamping itu juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah
keperawatan anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI

2
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos ( diri ) sedangkan isme ( paham/aliran ).
Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami
kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003 )
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman
Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. ( American Psychiatic Association 2000
)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi, perilaku,
emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak
normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi ( biasanya sebulum usia
3 tahun ). “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ
III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi
yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak yang lain.
(Baron-Cohen, 1993).

Jadi anak autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan yang
sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang
komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa
segi yaitu:

a. Segi pendidikan : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak
ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi medis : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak yang
menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis.
c. Segi psikologi : anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang
berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial, perilaku, bahasa
sehingga anak perlu adanya penanganan secara psikologis.

3
d. Segi sosial anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat dari
beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial, sehingga anak ini memerlukan
bimbingan ketrampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.

Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.

2.2 ETIOLOGI

Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini
bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pempentukan organ (organogenesis) yaitu pada
usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan
setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan beberapa
fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya,
yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak
kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas
proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga
didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls
di otak.

Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi yang
disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam
berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis
terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.

Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat
pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah

4
kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan
hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi
penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit
ditemukan.

Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan
oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post
partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai
berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya
jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome)
dan tidak sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya
terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap
kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan
pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat
diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak
terpenuhi karena faktor ekonomi.

2.3 PATOFIOLOGI

Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.

Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps
yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.

Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah
dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik

5
melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar
anak.

Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak
yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.

kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal
pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-
derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related
gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.

Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal


pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di
mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.

Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil
pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye
diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat),
dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya,
pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain
derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.

Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi
sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam
berat.

6
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.

Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat, serta
kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan.

Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori).

Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan


oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat.

Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan.

2.4 MANIFESTASI KLINIS

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal


Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali
tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti
yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan
hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam
konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu
tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial

7
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh
bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak
dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan
berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan
dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun
menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati dengan
seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti
kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila
senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang
karet, baterai atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi
dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai
permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas
angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering
terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan
urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif
misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan
membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang
suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga
sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi
sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata
kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada
satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya.
Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur,
gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.

5. Gangguan perasaan dan emosi


Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab
nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak

8
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau
mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga.
Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian
tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan
diri dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat
gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50
dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan
tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai
kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan
memori.

9
2.5 WOC

Partus lama genetik Keracunan Pemakaian


logam MK: Resti antibiotik
infeksi berlebihan
Gangguan
nutrisi dan >>> neurotropin
oksigenisasi dan neuropaptida Infeksi jamur

Gg pada otak Kerusakan pada Kebocoran usus dan


sel purkinye dan tidak sempurna
hippocampus pencernaan kasein
Abnormalitas
dan gluten
pertumbuhan sel
saraf Gg
keseimbangan Protein terpecah
serotonin dan sampai
Peningkatan
dopamin polipeptida
neurokimia secara
abnormal
Gg pada Kasein dan gluten
Growth otak kecil terserap kedalam
without aliran darah
guidance
Reaksi atensi
Menimbulkan
lebih lambat
efek morfin
pada otak
AUTIS MK : perubahan
persepsi sensori

Gg MK :
Gg persepsi
komunika Gg interaksi perubahan Gg perilaku
sensori
si sosial interaksi
10sosial
hiperaktif
Penglihatan pendengaran
Keterlambat Bicara
Perilaku n
an dlm monoto Menga Acuh tak Sangat
berbahasa baikan acuh thd yang
n dan agresif
dan aneh Sensitif Menutup
tidak lingkungan thd orang
mengh thd telinga bila
dimenge dan orang lain
indari cahaya mendengar
MK: Gg rti orang lain dirinya
orang suara
komunikasi lain sendiri
lain
verbal dan
non verbal
2.6 PENALAKSANAAN

Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.

a. PENATALAKSANAAN MEDIS
Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan penerangan kepada
keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi anak. Manajemen yang efektif
dapat mempengaruhi outcome. Intervensi farmakologi, yang saat ini dievaluasi,
mencakup obat fenfluramine, lithium, haloperidol dan naltrexone. Terhadap gejala yang
menyertai. Terapi anak dengan autisme membutuhkan identifikasi diri. Intervensi
edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih
baik, peran serta orang tua dapat meningkat prognosis.
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak autis untuk lebih bisa
menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja guru yang harus menerapkan terapi
perilaku pada saat belajar, namun setiap anggota keluarga di rumah harus bersikap sama
dan konsisten dalam menghadapi anak autis. Terapi peilaku terdiri dari tetapi wicara,
terapi okupasi, dan menghilangkan perilaku yang asosial. Dalam terapi farmakologi
dinyatakan belum ada obat atau terapi khusus yang menyembuhkan kelainan ini.
Medikasi (terapi obat) berguna terhadap gejala yang menyertai, misalnya haloperidol,
risperidone dan obat anti-psikotik teradap perilaku agresif, ledakan-ledakan perilaku,
instabilitas mood (suasana hati). Obat antidepresi jenis SSRI dapat digunakan terhadap
ansietas, kecemasan, mengurangi stereotip dan perilaku perseveratif dan mengurangi
ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku mencederai diri sendiri dan mengamuk kadang
dapat diatasi dengan obat naltrexone.

b. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

11
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
1. Mengurangi masalah perilaku.
2. Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan
kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan
agresif.
3. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu
dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
4. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.

12
BAB III

ASKEP TEORITIS

3.1 Pengkajian

a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa, tanggal,
jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh
dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak
dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda
tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja
dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. sebagai anak yang
senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Menggigit,
menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar suara keras,
menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50
dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat kesehatan dahulu)
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak
autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.

13
 Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

3.2 Diagnosa keperawatan

1. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan keterlambatan


dalam berbahasa.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan sensitif terhadap penglihatan
3. Resiko tinggi infeksi behubungan dengan mikroorganisme ( jamur )
3.3 NCP

14
NO Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
. keperawatan hasil
1. Gangguan Agar  Meng- Mandiri :
komunikasi pasien indiksi-  Mintalah  Mengidentifikasi
verbal dan non dapat kan pe- pasien untuk adanya disatria
verbal meng- mahama mengucapkan sesuai komponan
berhubungan indikasi- n suara motorik dari
dengan kan tentang sederhana bicara ( seperti
keterlambatan pemaham masalah seperti “sh” lidah, gerakan
dalam -an komuni- atau “pus” bibir, kontrol
berbahasa tentang kasi napas ) yang
maslah  Mem- dapat mem-
komunika buat pengaruhi
si metode artikulasi dan
komuni mungkin juga
kasi di tidak desertai
mana afasia motorik
kebutuh  Kaji  Membantu
-an tipe/derajat menentukan
dapat di- disfungsi, daerah dan
ekspresi seperti pasien derajat kerusakan
kan tidak tampak serebal yang
 Meng- memahami terjadi dan
gunakan kata atau kesuliatan pasien
sumber- mengalami dalam beberapa
sumber kesulitan atau seluruh
dengan berbicara tahap
tepat komunikasi,
dengan
mengucap-kan
kata-kata dengan
benar

15
 Pasien mungkin
 Perhatikan kehilangan
kesalahan kemampuan
dalam untuk memantau
komunikasi ucapan yang
dan berikan keluar dan tidak
umpan balik menyadari bahwa
komunikasi yang
diucapkan tidak
nyata

 Pasien tidak perlu


merusak
 Bicaralah pendengaran dan
dengan nada meninggikan
normal dan suara dapat
hindari menimbul-kan
percakapan marah
yang cepat, pasien/men-
berikan pasien yebabkan
jarak waktu kepedihan.
untuk Memfokus-kan
merespon respons dapat
mengabitkan
frustasi dan
mungkin
menyebab-kan
pasien terpaksa
untuk bicara

16
“otomatis”,
seperti me-
mutarbalikan
kata, berbicara,
kasar/kotor

 Kemampuan
pasien untuk
 Hargai merasakan harga
kemampuan diri, sebab
pasien kemampuan
sebelum intelektual pasien
terjadi seringkali tetap
penyakit, baik
hindari “pem-
bicaraan yang
merendah-
kan” pada
pasien

17
2. Perubahan Agar  Memulai Mandiri :
persepsi pasien atau mem-  Evaluasi  Munculnya
sensori dapat pertahan- adanya gangguan
behubungan peka kan gangguan penglihatan dapat
dengan sensitif terhadap tingkat penglihatan, berdampak
terhadap penglihata kesadaran catat negatif terhadap
penglihatan n dan fungsi penurunan kemampuan
per- lapang pasien untuk
septual pandang, menerima
 Mengakui perubahan lingkungan dan
perubah- ketajaman mempelajari
an dalam persepsi dan kembali
kemampu adanya keterampilan
an dan pandangan sensorik dan
adanya ganda meningkatkan
 Men- terjadinya cidera
trasikan  Dekati pasien  Pemberian
perilaku dari daerah pengenalan
untuk penglihatan terhadap adanya
mengkom yang normal, oranag/benda
pensasi biarkan lampu dapat membantu
terhadap menyala, masalah persepsi,
defisit letakkan benda mencegah pasien
hasil dalam dari terkejut. Pe-
jangkauan nutupan mata
lapang mungkin dapat
penglihatan menurunkan
yang normal kebingungan
karena adanya
pandangan ganda
 Menurunkan atau
membatasi
jumlah stimulus

18
 Ciptakan penglihatan yang
lingkungan mungkin dapat
yang menimbulkan
sederhana, kebingungan
pindahkan terhadap
perabot yang intepretasi
membahayak lingkungan;
an menurunkan
terjadinya
kecelakaan
 Pasien mungkin
mengalami
keterbatasan
 Bicara dalam rentang
dengan perhatiana atau
tenang, per- masalah
lahan dengan pemahaman
mengguna-
kan kalimat
yang pendek,
dengan
mempertahan
kan kontak  Penggunaan
mata stimulus
 Anjurkan penglihatan dan
pasien untuk sentuhan mem-
mengamati bantu dalam
kakinya bila mengintregasi-
perlu dan kan sisi yang
menyadari sakit dan
posisi bagian memungkinkan
tubuh pasien untuk
tertentu mengalami

19
kelalaian sensasi
dan pola gerakan
normal

3. Resiko tinggi Rasa  Mem- Mandiri :


infeksi nyeri pert  Berikan  Cara pertama
behubungan pada ahankan perawatan untuk
dengan mikro- pasien nomoter anti-sesptik, menghindari
organisme dapat dari pertahankan infeksi
(jamur) teratasi tanda- cuci tangan
tanda yang baik
infeksi  Observasi  Deteksi dini
 Men- daerah yang perkembangan
capai mengalami infeksi
penyemb kerusakan memungkinkan
uhan untuk melakukan
luka tindakan dengan
pada segera dan
waktu- pencegahan
nya tehadap
komplikasinya
 Pantau suhu  Dapat
tubuh secara mengindikasikan
teratur perkembangan

20
yang selanjutnya
memerlukan
tindakan dengan
segera
 Berikan  Menurunkan
perawatan kemungkinan
parienal terjadinya
pertumbuhan
infeksi
mikroorganisme

21
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai
oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial
dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan
minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman
sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum
diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan
kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada
anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat
menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan
intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial
dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan
dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain
tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal seperti
anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar.

1.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca ksususnya bagi mahasiswa/i
STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU dapat memahami asuhan keperawatan
autisme pada anak dan khususnya bagi orang tua yang memiliki anak autisme.

DAFTAR PUSTAKA

 http://kumpulanmaterikeperawatan.blogspot.com/2010/04/askep-autisme.html

 Marilynn E.1999.rencana asuhan keperawatan.Edisi tiga.Jakarta:EGC

22
 Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta

 Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa

Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta

 Anonim,Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html


 Soetjiningsih (1994). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana. Hidayat, Aziz
 Alimul.2006. pengantar ilmu keperawatan 2. Edisi pertama. Jakarta : Salemba
Medika

23
MAKALAH asuhan keperawatan

AUTISME

Disusun oleh:

1. Ma’arifatun (1026010132)
2. Supriati (1026010133)
3. Eki Mei Suprayogi (1026010154)
4. Jhon Edward (1026010118 )
5. Yohanes

Dosen Pembimbing : Ns.Neni Triana,S.kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunianya-Nya
kami dapat menyalesaikan makalah ini guna memenuhi tugas dari matakuliah Keperawatan
Anak dengan judu ”AUTISME”.

24
Dengan selasainya makalh ini, kami mmengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Ibu Ns.Neni Triana,S.kep, sebagai dosen pembimbing mata kuliah Dasar-Dasar


Keperawatan II
2. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam penulisan makalah ini

Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan
makalah selanjutnya.

Akhirnya kami ucapkan terimakasih dan semoga saja makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Bengkulu,........April 2012

Penulis

DAFTAR ISI

ii

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

25
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1


1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 1
1.3 TUJUAN .............................................................................................................. 1
1.4 MANFAAT ........................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3

2.1 DEFENISI ............................................................................................................ 3


2.2 ETIOLOGI ........................................................................................................... 4
2.3 PATOFISIOLOGI ................................................................................................ 6
2.4 MANIFESTASI KLINIS ..................................................................................... 8
2.5 WOC .................................................................................................................... 11
2.6 PENATALAKSANAAN ..................................................................................... 12

BAB III ASKEP TEORITIS ............................................................................................. 14

BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 23

4.1 KESIMPULAN ................................................................................................... 23

4.2 SARAN ............................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

iii

26

Anda mungkin juga menyukai