Anda di halaman 1dari 5

HADITS TENTANG ADAB BERTAMU

LATAR BELAKANG

Dalam Rangka berinteraksi sosial dan bersilaturrahmi, setiap orang akan saling mengunjungi, bertamu,
dan menerima tamu. Bahkan, Allah Swt. Akan menjadikan orang yang memuliakan tamu sebagai orang
yang beruntung. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 9 yang artinya : “Dan mereka tidak
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan
mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa
yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Berdasarkan pada
ayat tersebut memuliakan tamu adalah kewajiban semua muslim, bertamu itu merupakan ajaran Islam,
kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi
sebagian besar dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji.

Memuliakan tamu, di antaranya dapat dilakukan dengan memberikan senyuman dan sambutan yang
ramah serta menyenangkan. Bahkan, jika tuan rumah memiliki rezeki, tamu dijamu dengan baik. Selain
itu, jika tamu datang dari jauh, tawarkan untuk menginap di rumah. Perlakukan tamu dengan sopan,
meskipun tamu tersebut tidak membuat perjanjian terlebih dahulu atau datang secara mendadak.

Dalam makalah ini, akan membahas hadist memuliakan tamu serta adab memuliakan tamu. Agar kita
mengetahui dan bisa mengamalkan bagaimana adab memuliakan tamu yang baik sesuai dengan ajaran
Rasulullah.

PEMBAHASAN

Hadits Tentang Memuliakan Tamu

‫َ عمنن عكاَعن يهنؤبمهن بباَلب عواَنليعنوبم اَلبخبر فعنليعقهنل عخنيراَا أانو لبيع ن‬:‫صنلىَّ اه ععلعنيبه عوعسلنعم عقاَعل‬
‫صهم ن‬
‫ْ عوعمنن عكاَعن‬،‫ت‬ ‫ضعيِ اه ععننهه أعنن عرهسنوعل اب ع‬
‫ععنن أعببيِ ههعرنيعرةع عر ب‬
(‫ُ )رواَه اَلبخاَري ومسلم‬.‫ضنيفعهه‬ ‫ْ عوعمنن عكاَعن يهنؤبمهن بباَلب عواَنليعنوبم اَلبخبر فعنليهنكبرنم ع‬،‫يهنؤبمهن بباَلب عوناَليعنوبم اَلبخبر فعنليهنكبرنم عجاَعرهه‬
Artinya :

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam


bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya”. (Riwayat Bukhari
dan Muslim)[1]

Mufrodat

Diam ‫ لبيع ن‬Barang siapa


‫صهمت‬ ‫عمنن عكاَعن‬

Menghormati ‫فعنليهنكبرنم‬ Beriman ‫يهنؤبمهن‬

Tetangganya ‫عجاَعرهه‬ Kepada Allah dan Hari Akhir ‫بباَلب عواَنليعنوبم اَلبخر‬

Tamunya ‫ضنيفعهه‬
‫ع‬ Berkata baik ‫فعنليعقهنل عخنيراَا‬

Substansi Hadits

Mengenai hadist ini, jika ditinjau dari kualitas hadist, sudah tentu bisa dikatakan hadist shohih, karena
diriwayatkan oleh imam Bukhori dan imam muslim. Mengapa dapat kami katakan demikian? Karena
dikalangan ummat islam sudah sangat familiar dikenal bahwa hadist yang masuk dalam hadist yang
diriwayatkan oleh imam bukhori dan imam muslim adalah hadist shohih, karena telah melalui proses
penyaringan yang sangat ketat.[2]

Relevansi Hadits dengan Ayat

Dalam al-Quran surat Adz-Dzariyat: 24 – 27, Allah telah berfirman

) ‫( فععراَعغ إبعلىَّ أعنهلببه فععجاَعء بببعنجلل عسبميلن‬٢٥) ‫( إبنذ عدعخهلواَ ععلعنيبه فععقاَلهواَ عسعلاماَ عقاَعل عسعلمم قعنومم همننعكهروعن‬٢٤) ‫ف إبنبعراَبهيعم اَنلهمنكعربميعن‬
‫ضني ب‬ ‫هعنل أععتاَ ع‬
‫ك عحبدي ه‬
‫ث ع‬
‫ن‬ ‫ع‬
(٢٧) ‫( فعقعنربعهه إبلعنيبهنم عقاَعل أعل تعأهكهلوعن‬٢٦

“Sudah sampaikah padamu cerita tentang tamu Ibrahim yang dimuliakan? Ketika mereka masuk ke
tempatnya lalu mengucapkan: “Salaman.” Ibrahim menjawab: “Salamun, (kalian) adalah orang-orang
yang tidak dikenal.” Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya lalu dibawanya daging
bakar dari anak sapi yang gemuk dan dihidangkannya kepada mereka, Ibrahim berkata: “Tidakkah kalian
makan?”
Syaikh Salim Al-Hilali hafidhahullah menerangkan panjang lebar firman Allah di atas dalam kitabnya
Bahjatun Nadhirin. Ia mengatakan: “Ini adalah kisah tentang malaikat-malaikat yang mulia. Mereka
mendatangi Ibrahim `alaihis salam untuk menyampaikan berita gembira tentang kelahiran Ishaq dan
anaknya Ya`qub. Mereka lantas mengucapkan salam dan Ibrahim pun menjawabnya dengan sebaik-
baiknya. Beliau tidak mengenali mereka sebab mereka datang dalam bentuk pemuda tampan, beliau
sangka mereka adalah tamu-tamu sehingga beliau berkeinginan menjamu mereka dan memang
beliaulah yang pertama kali menjamu tamu. Beliau menyelinap dengan sembunyi-sembunyi dan dengan
segera beliau datang dengan membawa daging panggang dari sapi yang gemuk. Itulah makanan terbaik
yang dimiliki yang beliau panggang di atas batu panggang. Kemudian beliau mendekatkannya kepada
mereka dan mempersilahkan dengan ungkapan yang lembut dan penghormatan yang bagus: ‘Tidakkah
kalian makan?’

Dalam ayat-ayat ini terkandung adab menjamu tamu. Beliau (Ibrahim ‘alaihis salam) datang dengan
segera membawa makanan tanpa mereka (para tamu) sadari dan tanpa mengharap sebelumnya karena
ungkapan (tuan rumah): ‘Kami akan menghidangkan makan’, tetapi dengan cepat dan sembunyi-
sembunyi, beliau menjamu tamunya dengan seutama-utama apa yang beliau dapati dari hartanya lalu
beliau dekatkan dengan cara yang baik di hadapan mereka. Tidak dengan meletakkannya lalu berkata:
“Silahkan mendekat!” Tidak pula dengan perintah yang memberatkan pendengar dalam sighat jazm,
tetapi beliau mengucapkan: “Tidakkah kalian makan?”

Ajaran dalam Hadits

Dalam hadis diatas berisi tentang:

Hubungan antar anggota masyarakat.

Manusia hidup di dunia ini berbaur degan manusia lain. Islam telah berusaha agar hubungan tersebut
terjalin dengan baik dan benar. Ini akan terealisasikan ketika antara satu dengan yang lainnya saling
menghormati, dan komitmen satu sama lain.[3]

Membatasi diri untuk berkata yang baik adalah tanda kesempurnaan iman seseorang.

Dalam hadist ini Rasulullah SAW mendorong kita untuk berkomitmen terhadap etika yang baik dan
perbuatan yang bermanfaat. Dorongan tersebut dilakukan dengan cara menjelaskan kepada kita bahwa
diantara tanda kesempurnaan iman seseorang adalah membatasi diri berbicara yang bermanfaat
baginya, baik yang berhubungan dunia maupun akhirat, dan hal-hal yang membawa manfaat bagi
masyarakat.

Berlaku baik kepada tetangga

Diatara tanda kesempurnaan iman dan islam adalah berlaku baik kepada tetangga dan tidak
menyakitinya. Berbuat baik kepada tetangga merupakan keharusan. Karena pada dasarnya manusia
adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu sama lain. Adapun cara berbuat ada
berbagai macam diantaranya memberikan bantuan kepada tetangga, saling tolong-menolong dan lain-
lain.

Menghormati tamu.

Menghormati tamu merupakan tanda kesempurnaan iman. Dalam hadist disebutkan bahwa barang
siapa yang komitmen terhadap ajaran Islam dan mengikuti jejak orang-orang mukmin, maka ia harus
menghormati tamu. Sikap ini merupakan bukti rasa percaya dan ketawakalan seseorang kepada Allah
SWT. Karena itu Rosulullah SAW bersabda “ barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,
hendaklah ia memuliakan tamu”.

Menurut Imam Ahmad berpendapat bahwa menjamu tamu adalah wajib, selama sehari semalam. Hal ini
didasari oleh hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Majah, bahwa Rosulullah SAW bersabda: “menjamu
tamu sehari semalam adalah kewajiban seorang muslim”.

Al Qadhi iyadh berkata, “makna hadist diatas bahwa yang memiliki hukum wajib dalam syariat islam
adalah memuliakan tetangga dan tamu serta memperlakukan mereka dengan baik.[4]

Adab menerima tamu dan bertamu

Menghormati bisa dalam bentuk bersikap ramah, berbicara dengan baik, bersegera menyajikan jamuan,
termasuk menjamu dengan makanan yang ada atau yang lebih baik dari yang dimakan keluarganya
selama sehari semalam. Dua hari berikutnya dengan makanan yang dimakan oleh keluarganya, dengan
tidak memaksakan diri hingga membebani keluarganya.

Asbabul Wurud Hadits


Ketika Allah melihat salah satu bentuk, dimana Allah Swt memperlihatkan kepada hamba-hamba Nya
bahwa Allah melihat semua perbuatan yang terkecil sekalipun. Maka disaat itu datanglah tamu kepada
Sang Nabi saw dan Sang Nabi saw tidak bisa menjamunya karena tidak ada makanan. Rasul tanya pada
istrinya “punya makanan apa kita untuk menjamu tamu ini?”, istri Nabi saw menjawab “tidak ada, yang
ada cuma air”. Maka Rasul berkata “siapa yang mau menjamu tamuku ini?” Satu orang anshar langsung
mengacungkan tangan “aku yang menjamu tamumu ya Rasulullah”. Kemudian sahabat itu membawa
tamu rasul itu ke rumahnya, sampai dirumah mengetuk pintu dengan keras hingga istrinya bangun.
“Kenapa suamiku? kau tampak terburu-buru”. “akrimiy dhaifa Rasulillah, kita dapat kemuliaan tamunya
Rasulullah. Ayoo.. muliakan, keluarkan semua yang kita miliki daripada pangan dan makanan, semua
keluarkan. Ini tamu Rasulullah bukan tamu kita, datang kepada Rasul, Rasul saw tidak bisa
menyambutnya. Rasul tanya “siapa yang bisa menyambutnya?”, aku buru – buru tunjuk tangan, ini
kemuliaan besar bagi kita.” Istrinya berkata “suamiku, makanannya hanya untuk 1 orang. Tidak ada
makanan lagi, itu pun untuk anak- anak kita. 2 orang anak- anak kita hanya akan makan makanan untuk 1
orang, kau ini bagaimana menyanggupi undangan tamu Rasul? kau tidak bertanya lebih dulu? apakah
kita punya kambing, punya ayam, punya beras, punya roti, jangan main terima sembarangan!” Maka
suaminya sudah terlanjur menyanggupi “sudah kalau begitu anak kita tidurkan cepat- cepat, matikan
lampu agar anaknya tidur”. “belum makan, suruh tidur jangan suruh makan malam, biar saja”.

Di tidurkan anaknya tanpa makan. Lalu tinggal makanan yang 1 piring untuk 1 orang, “ini bagaimana?
tamunya tidak mau makan kalau hanya ditaruh 1 piring kalau shohibul bait (tuan rumah) tidak ikut
makan karena cuma 1 piring makanannya”. Suaminya berkata “nanti sebelum kau keluarkan piringnya,
lampu ini kau betulkan lalu saat makan tiup agar mati pelitanya, jadi pura- pura lampu mati. Taruh piring,
silahkan makan dan kita taruh piring kosong di depan kita, tamu makan kita tidak usah makan tapi
seakan “ akan makan dan tidak kelihatan lampunya gelap”.

Maka tamunya tidak tahu cerita lampunya mati, pelitanya rusak, tamunya makan dengan tenangnya,
nyenyak dalam tidurnya, pagi-pagi shalat subuh kembali kepada Rasul saw “Alhamdulillah ya Rasulullah
aku dijamu dengan makanan dan tidur dengan tenang”. Rasul berkata “Allah semalam sangat ridho
kepada shohibul bait (tuan rumah) yang menjamumu itu” (shahih Bukhari).[5]

Allah tersenyum, bukan Allah itu seperti manusia bisa tersenyum tapi maksudnya Allah sangat sayang
dan sangat gembira. Dengan perbuatan itu Allah sangat terharu, bukan terharu karena tamunya saja tapi
juga karena shohibul bait berucap. “akrimiy dhaifa Rasulillah” muliakan tamu Rasulullah. Ini yang
membuat Allah terharu, untuk tamunya Rasulullah rela anaknya tidak makan, tidur semalaman dalam
keadaan lapar untuk memuliakan tamunya Rasulullah saw.l

Anda mungkin juga menyukai