Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Zaman sekarang ini banyak resiko dimasa depan dapat terjadi kepada siapa saja

dalam kehidupan sehari-hari mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas, misalnya

yang terjadi dalam kecelakaan, kematian maupun sakit semua itu dapat menimpa seseorang

yang membuat kerugian besar bagi yang mengalaminya. Oleh karena itu setiap resiko yang

dihadapi oleh seseorang harus ditanggulangi sebelum mengalami kerugian yang leih besar

lagi. Salah satunya cara menanggulanginya adalah dengan menggunakan jasa asuransi.

Saat ini perusahaan asuransi sudah banyak di Indonesia hal-hal apa pun bisa diasuransikan.

Saat ini PT. Asuransi Jiwasraya (persero) adalah satu-satunya perusahaan asuransi jiwa

milik Negara , yaitu memberikan jaminan faidah : (i) asuransi hari tua, (ii) meninggal

dunia, (iii) kesehatan dan kecelakaan baik dalam bentuk pertanggungan perorangan

(individual insurance) maupun pertanggungan kumpulan (group insurance).

Kejelian manajemen dalam menyiasati perkembangan zaman dengan produk-

produk yang kompetetif di setiap situasi dan kondisi, mampu membawa PT asuransi

Jiwasraya (Persero) tetap menjadi pemain yang diperhitungkan dalam percaturan industri

asuransi jiwa di Tanah Air. Sejak berdiri pada 31 Desember 1859 dengan

nama Nederlansche Indische Levenverzekering en Lijvrente Maatschappij(NILLMIJ),

kemudian beralih menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 1973, PT Asuransi

Jiwasraya (Persero) terus mengalami dinamika dan perkembangan bisnis yang positif. Hal

itu, tentu tak lepas dari kejelian manajemen Jiwasraya dalam menyiasati perkembangan

zaman dengan produk-produk yang kompetetif di setiap situasi dan kondisi. Sebagai
asuransi ternama dan berpengalaman di Indonesia, Jiwasraya tetap menjadi pemain yang

diperhitungkan dalam percaturan industri asuransi jiwa di negeri ini. Wajar kalau kemudian

kepiawaian direksi Jiwasraya ini mendapatkan acungan jempol. Jiwasraya mampu keluar

dari kesulitan keuangan dengan menyelesaiakn pembayaran pertanggungan premi yang

mencapai sekitar Rp7,6 triliun, lalu mampu bangkit dari terpaan krisis keuangan pada 1998,

karena bisa menyelesaikan masalah keuangannya selama 25 tahun, namun dalam waktu 10

tahun bisa dituntaskan. Jiwasraya melakukan upaya peningkatan performa bisnis yang

signifikan. Saat ini, Jiwasraya memiliki jaringan kantor layanan yang cukup besar terdiri

atas 17 kantor regional, 71 kantor cabang, serta 412 kantor area dengan dukungan sekitar

10.000 agen. Jiwasraya yang konsisten memperkuat produk konvensional dan terus

mengembangkan produk-produk asuransi yang inovatif, ini telah memperlihatkan hasil

yang membanggakan.

Di tengah kebanggan yang terus ditunjukan dari pihak Jiwaraya sendiri harus

runtuh secara tiba-tiba karena seiring berjalannya waktu terungkap pula banyak kasus

melalui banyak media massa yang akhirnya membuat jiwasraya memiliki kesan buruk di

mata masyarakat. Dilansir dari Berita diambil dari berita Harian TEMPO,Kamis, 19

Desember 2019 08:50 WIB mengenai berita yang sedang dibahas oleh banyak kalangan

saat ini yaitu ”Gagal Bayar Polis, Jiwasraya Tak Hati-hati Berinvestasi”.

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencatat jumlah klaim polis yang jatuh tempo

pada periode Oktober-Desember 2019 sebesar Rp 12,4 triliun. Namun, Direktur Utama

Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyatakan perusahaan tak dapat membayar klaim polis.

Hexana tak dapat memastikan kapan pembayaran klaim polis yang sudah jatuh tempo itu

karena perusahan masih berada dalam tekanan likuiditas. "Tentu tidak bisa, saya tidak bisa
memastikan kapan tanggalnya," kata Hexana, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi

VI DPR, di Jakarta, Senin (16/12). Ia menjelaskan, untuk keluar dari tekanan likuditas

diperlukan beberapa opsi penyelesaian kemelut Jiwasraya. Pertama, mencari investor yang

akan membeli saham anak usaha PT Jiwasraya Putra. Jiwasraya menargetkan menemukan

investor pada kuartal I 2020 sehingga dana masuk dapat digunakan untuk membayar utang

klaim. (Baca: Bayar Tunggakan, Jiwasraya Putra Diharap Dapat Investor Kuartal I 2020)

Kedua, melakukan restrukturisasi dan mengubah model bisnis dengan tujuan mendapatkan

profit dan memperbaiki likuiditas. "Ini harus restrukturisasi total dan mengganti model

bisnis biar untung. Juga perlu digitalisasi biar bisa efisien," kata dia. Sementara Jaksa

Agung ST Burhanuddin, juga menilai PT Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian

dalam hal berinvestasi. Menurut Burhanuddin, PT Jiwasraya malah menempatkan 95

persen dana di saham yang berkinerja buruk. "Sebagaimana tertuang dalam laporan hasil

pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan,

dan biaya operasional. Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip kehati-hatian dengan

berinvestasi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya yang telah banyak melakukan

investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan

tinggi antara lain yang pertama adalah penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp

5,7 triliun dari aset finansial dan jumlah tersebut 5 persen dana ditempatkan pada saham

perusahaan dengan kinerja baik dan sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham yang

berkinerja buruk," ucap ST Burhanuddin saat jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan,

Rabu (18/12/2019). Selain itu, Burhanuddin menduga PT Jiwasraya juga tak hati-hati

dalam penempatan reksa dana senilai Rp 14,9 triliun. Menurutnya, dari dana tersebut, 98

persennya dikelola manajer investasi dengan kinerja buruk. "Yang kedua adalah
penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Dari

jumlah tersebut, 2 persen yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kerja baik

dan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk," ungkapnya. Karena

itu, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dinilai melanggar prinsip tata kelola yang baik

dalam pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi, sehingga

mengalami gagal bayar. Dalam kasus ini, Kejagung juga akan mengusut kasus saham

'gorengan'. Adapun tersangka dalam kasus ini belum ada, namun Burhanuddin memastikan

pihaknya akan segera menetapkan tersangka kasus korupsi ini.

"Kalau namanya kasus, pasti ada calon tersangkanya. Tapi kapan kami sampaikan ada SOP

yang di kami, ketika fakta dan bukti sudah memadai kemudian perhitungan kerugian

negaranya sudah ada kepastian dan kita tentukan siapa yang bertanggung jawab pasti nanti

ditentukan sebagai tersangka," ujarnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk analisis SWOT yang bisa diambil dari kasus yang terjadi pada

PT.Jiwasraya?

2. Bagaimana penerapan kajian ilmu yang sesuai dilihat dari kasus PT Jiwasraya?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui analisis SWOT yang bisa diambil dari kasus yang terjadi pada

PT.Jiwasraya

2. Untuk melihat bagaimana penerapan kajian ilmu sesui dengan kasus yang sedang

terjadi pada PT.Jiwasraya


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah PT. Jiwasraya

Sejarah PT. ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) tidak terlepas dari sejarah

perasuransian jiwa di Indonesia pada umumnya. Tercatat dalam sejarah perasuransian,

perusahaan asuransi jiwa bernama NILLMIJ. Hal ini berdasarkan akte notaris William

Hery Herklots nomor 185 tanggal 31 Desember 1859. “NILLMIJ VAN 1859” Inilah yang

akhirnya menjadi PT. Asuransi jiwasraya (Persero) setalah melalui berbagai peraturan

pemerintah Republik Indonesia. Pada masa pertengahan abad ke 19 itu muncul beberapa

perusahaan asuransi jiwa yang membuka usaha di Indonesia (Hindia Belanda). Tetapi pada

umumnya perusahaan-perusahaan tersebut merupakan cabang perusahaan induk yang

berpusat di negeri Belanda, sejak tahun 1959 dalam rangka nasionalisasi perusahaan-

perusahaan milik Belanda yang berada di Indonesia, maka perusahaan-perusahaan asuransi

jiwa milik Belanda tersebut di kenakan nasionalisasi. Pada tanggal 1 Januari 1961,

berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 214 tahun 1961 didirikan suatu Perusahaan

Negara Asuransi Jiwa dengan nama “Eka Sedjahtera”. Eka Sedjahtera merupakan

gabungan dari 9 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda tersebut diatas, dengan inti utama

NILLMIJ VAN 1859 (PT. Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera). Kemudian PN.

Eka Sedjahtera ini digabung dalam perusahaan negara yang baru bernama PN. Asuransi

Djiwasraya, yang didirikan tanggal 1 Januari 1966 berdasarkan Peraturan Pemerintah

nomor 40 tahun 1965. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Perasuransian nomor

2/SK/66, tertanggal 1 Januari 1966, Sebuah perusahaan asuransi jiwa milik swasta yang

bernama PT. Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional dikuasai oleh Pemerintah, kemudian
diintregasikan kedalam PN. Asuransi Djiwasraya. Pada tanggal 25 Maret 1975, PN.

Asuransi Djiwasraya yang merupakan peleburan dari 9 buah perusahaan asuransi bekas

milik Belanda dan sebuah perusahaan Nasional Indonesia tersebut, berdasarkan akte

notaris Mohammad Ali nomor 12 tahun 75 perusahaan status dari Perusahaan Negara

menjadi Perseroan Terbatas (Persero) melalui tahap peralihan sejak tanggal 8 Desember

1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah tahun 1972.

2.2 Analisis Kasus

Setelah membaca kasus diatas dan mencoba memahami dengan kemampuan yang kami

miliki dapat kami simpulkan bahwa telah terjadi kesalahan dalam pengelolaan perusahaan

oleh beberapa unit yang terkait didalamnya. Dalam menjalankan bisnis asuransi, klaim

pembayaran atas polis merupakan hak dari nasabah itu sendiri. Apabila Hexana iri

sasongko sebagai seorang direktur utama menyatakan bahwa perusahaan tidak mampu

membayar klaim polis berarti ada yang salah dalam internal perusahaan sebagai seorang

direktur HTS tidak dapat menjalankan atau mengerjakan profesinya dengan baik hal itu

dapat kami simpulkan dengan berkaca dari pengertian profesi itu sendiri yang merupakan

bidang pekerjaan yang memiliki kemampuan dan keahlian serta keterampilan khusus serta

dibutuhkan penguasaan dibidang yang ditekuni. Seharusnya sebagai seorang direktur HTS

pastinya memiliki kemampuan dan keahlian dibidang yang dijabatnya saat ini. Dilihat juga

dari background pendidikan dan karir seorang HTS yang malang melintang disektor

industry jasa keuangan seharusnya hal seperti melanggar prinsip ke hati-hatian dalam hal

berinvestasi tidaklah harus terjadi. Ditinjau juga dari sisi strategic manajemen PT.

Jiwasraya seharusnya dapat mempersiapkan solusi jangka panjang terhadap produk yang

mereka pasarkan seperti produk JS Saving Plan yang saat ini sedang mengalami gagal
bayar polis kepada nasabah. JS Saving Plan sendiri adalah produk asuransi sekaligus

investasi yang ditawarkan melalui perbankkan atau bancassurance . JS Saving Plan yang

ditawarkan dengan jaminan return sebesar 9 persen hingga 13 persen sejak 2013 hingga

2018 dengan periode pencairan setiap tahun. Nilai return ini jauh lebih tinggi atau hampir

dua kali lipat daripada bunga yang ditawarkan deposito bank yang saat ini besarannya di

kisaran 5-7 persen ( Nilai Return pada umumnya ) Kesalahan manajemen lama dalam

penempatan dana investasi nasabah ini jadi penyebab utama pembayaran polis kepada

nasabah macet.bukan hanya itu saja, dilihat dari dakumen rahasia upaya penyehatan

jiwasraya yang tak kunjung usai; dari tahun 2006-2012 kondisi keuangan perusahaan

selalu mengalami dfiisit. Salah satu penyebabnya adalah asset jiwasraya yang jauh lebih

rendah dibandingkan kewajiban. Hanya pada 2016-2017 pendapatan premi Jiwasrata

meningkat berkat penjualan produk Jiwasraya JS Saving Plan yang mengiming-iming

pendapatan pasti atau guaranted return setara atau bahkan di atas deposito namun OJK

mengingatkan Jiwasraya agar mengevaluasi produk saving plan dan menyesuaikan dengan

kemampuan pengelolaan investasi. Selain daripada itu dari tahun 2018-sekarang kondisi

keuangan Jiwasraya selalu mengalami defisit.

2.3 Analisis SWOT pada kasus

Berdasarkan kondisi penanganan yang kurang tersebut maka penulis mulai menganalisa

dalam kasus Kareen berdasarkan metode analisa SWOT (Strength, Weakness,

Oportunities, Threats) agar memudahkan bagi manajer untuk mencari solusi menghadapi

hambatan dan membuat kebijakan yang memanfaatkan peluang. Analisis SWOT adalah

sebuah metode analisis yang dikembangkan oleh Kearns yang mengidentifikasi faktor

internal dan eksternal yang berpengaruh kepada performa organisasi. Faktor internal
tersebut terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses). Kekuatan (streght)

adalah sumber daya yang dimiliki organisasi yang dapat mendukung organisasi untuk

mencapai tujuan sedangkan kelemahan (weaknesses) adalah hal penghambat yang berasal

dari internal organisasi yang dapat menggangu upaya pencapaian tujuan organisasi. Faktor

eksternal organisasi adalah kondisi lingkungan yang dinamis yang mempengaruhi

keberadaan organisasi tersebut dalam mencapai tujuan. Faktor eksternal itu terdiri dari

peluang (oportunities) dan ancaman (threats). Peluang (oportunities) merupakan hal di luar

organisasi yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membawa manfaat bagi organisasi

untuk mencapai tujuan. Sedangkan ancaman (threats) merupakan hal di luar organisasi

yang daoat memberikan hambatan bagi organisasi dalam mencapai tujuan. Adapun analisis

SWOT terhadap kasus yang terjadi di PT Jiwasraya adalah:

1. Strengths (Kekuatan)

 Memperbaiki dan memperkuat sistem pengendalian internal yang ada di PT

Jiwasraya Indonesia agar tidak terjadi fraud dalam pengelolaan dana perusahaan

 Mempersiapkan solusi jangka panjang agar siap apabila terjadi kegagalan dalam

berinvestasi

 Melakukan investasi yang sehat dengan mempertimbangkan dan menilai kualitas

saham yang nantinya akan disalurkan dana untuk dilakukan investasi

2. Weaknesses (Kelemahan)

 Tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi sehingga rentan

terjadinya kegagalan atas investasi yang dilakukan

 Salah menempatkan dana investasi pada saham di perusahaan yang berkinerja

buruk
 Memberikan nilai return yang jauh lebih tinggi yaitu sebesar 2x lipat dari nilai

return pada umumnya

 Jumlah asset yang dimiliki perusahaan tidak sebanding atau jauh lebih kecil

dibandingkan kewajiban yang harus dibayar perusahaan

 Ketidakmampuan direktur dalam mengelolah perusahaan yang akhirnya membuat

Jiwasraya terus mengalami deficit

3. Opportunities ( Peluang)

 PT Jiwasraya mempunyai punya salah produk asuransi yang bernama JS saving

plan. Produk ini masih jarang dikeluarkan asuransi jiwa lainya, sehingga bisa

menjadi kesempatan untuk menaikkan keuntungan oleh PT jiwasraya hal ini

terbukti dari meningkatnya pendapatan tahun 2017 diawal dikeluarkan produk ini.

Meskipun akhirnya produk ini mengalami titik permasalahan dari pihak

jiwasrayanya sendiri karena return yang ditawarkan 9%-13% jauh lebih tinggi dari

pada kemampuan perusahaan

4. Threats (Ancaman)

Jika kegagalan pembayaran klaim polis ini terus dibiarkan maka akan memberikan

ancaman pada pihak Perusahaan Jiwasraya sendiri, diantaranya :

 Tingkat kepercayaan masyarakat yang melakukan asuransi pada Jiwasraya akan

berkurang hal itu akan membuat para pemegang polis berhenti berasuransi di

Jiwasraya

 Apabila tidak ada lagi nasabah yang menginvestasikan dananya maka perusahaan

akan menghadapi kondisi terburuk yaitu pailid karena jumlah asset yang terus

menurun untuk menutupi kewajibannya


 Jika perusahaan dinyatakan pailid maka akan menyebabkan banyak PHK yang

tentunya akan mengganggu kestabilan ekonomi

2.4 Penerapan analisis SWOT melalui diagram analisis SWOT :

Jika diukur menggunakan diagram analisis SWOT, PT Jiwasraya berada pada kuadran III,

Kuadran III ( Mendukung Strategi Difensif/negatif,positif)

Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar yaitu masih jarangnya produk

asuransi yang disertai dengan investasi dengan return yang lebih besar 2x lipat

dibandingkan dengan nilai return pada umunya tetapi di lain pihak, perusahaan

menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal seperti lemahnya pengendalian

internal perusahaan sehingga rentan untuk terjadinya fraud contohnya penempatan

investasi yang tidak hati-hati. Posisi ini menandakan, sebuah perusahaan yang lemah

namun sangat berpeluang. Fokus strategi perusahaan Jiwasraya ini adalah meminimalkan

masalah-masalah internal perusahaan seperti memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam


berinvestasi serta mempersiapkan solusi jangka panjang apabila terjadi kesalahan dalam

berinvestasi sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih besar atau dengan cara

mengubah strategi, artinya perusahaan disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya.

Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada

sekaligus memperbaiki kinerja perusahaan.

2.5 Keterkaitan kasus dengan Kajian Ilmu

Setelah melihat permasalahan diatas dan dilakukan kajian atas masalah tersebut ternyata

memiliki keterkaitan dengan beberapa kajian ilmu dalam akuntansi, diantaranya :

1. Audit

Seperti di kutip dari artikel online dengan judul “Kronologi Kemelut Jiwasraya dari

Masa SBY hingga Jokowi” dari website

(https://katadata.co.id/berita/2019/12/22/kronologi-kemelut-jiwasraya-dari-masa-

sby-hingga-jokowi)

2006 Berdasarkan laporan keuangan pada 31 Desember 2006, ekuitas


Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun. Penyebab defisit asuransi
Jiwasraya adalah aset yang jauh lebih rendah dibandingkan
kewajiban. Ketika itu Kantor Akuntansi Pubolik (KAP) Soejatna,
Mulyana dan Rekan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) pada laporan keuangan akhir 2006 (audited).

2007 KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan tetap memberikan opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) pada laporan keuangan. Sementara
BPK menilai disclaimer atau keuangan Jiwasraya tak dapat
diandalkan untuk mendukung kewajiban manfaat polis. 2008
Berdasarkan laporan keuangan pada 31 Desember

2008 defisit semakin lebar menjadi Rp 5,7 triliun. KAP Soejatna, Mulyana
dan Rekan menyebut Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Pada
tahun ini, dipilih Direktur Utama Hendrisman Rahim yang
menggantikan Herris Simanjuntak. Hendrisman dibantu oleh Indra
Catarya Situmeang sebagai Direktur Pertanggungan, De Yong
Adrian sebagai Direktur Pemasaran, dan Hary Prasetyo sebagai
Direktur Keuangan.
2009 Perusahaan mengalami defisit Rp 6,3 triliun karena aset jauh lebih
kecil dari kewajibannya kepada para pemegang polis. Jiwasraya
meminta suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada
Kementerian BUMN, namun ditolak. Direksi yang di bawah
pimpinan Hendrisman dan Hary kemudian mengambil langkah
reasuransi atau menjual sebagian besar klaim polis kepada
perusahaan asuransi internasional di Amerika Serikat untuk masa
beberapa tahun. Langkah reasuransi ini membuat kewajiban klaim
asuransi Jiwasraya menjadi Rp 4,7 triliun dari yang seharusnya Rp
10,7 triliun. Dalam laporan keuangan perusahaan tercatat laba Rp
800 miliar. Ketika itu KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan
memberikan opini WTP.
2010- Direksi melanjutkan skenario reasuransi. Dua perusahaan akuntan
2012 memberikan opini WTP, yakni KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan
dan KAP Hertanto, Sidik dan Rekan.

2013 Berdasarkan laporan keuangan (audited) pada akhir 2013, ekuitas


perseroan surplus Rp 1,75 triliun. Skenario reasuransi mulai tidak
diperkenankan dan diganti dengan revaluasi aset. Revaluasi atas
semua aset yang dimiliki seperti properti, investasi, dan aktiva tetap.
Ditambah dengan akumulasi laba ditahan sejak tahun 2008-2013,
totalnya dapat menutup beban kewajiban. Hasil revaluasi ini, aset
dari Rp 208 miliar menjadi Rp 6,3 triliun. Pada akhir tahun, tercatat
perseroan mendapatkan laba Rp 457,2 miliar. KAP Hertanto, Sidik
dan Rekan memberikan opini WTP. Pada tahun ini Jiwasraya
meluncurkan produk bancassurance JS Saving Plan yang bekerja
sama dengan tujun bank. Asuransi sekaligus investasi yang
menyasar kelas menengah atas ini memiliki premi dibayarkan
sekaligus Rp 100 juta. Produk ini ditawarkan dengan imbal hasil
pasti sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018, dengan
periode pencairan setiap tahun. Periode ini, Hendrisman dan Hary
dianggap berhasil membenahi Jiwasraya selama lima tahun
kepemimpinannya. Mereka dipilih kembali untuk mengelola
Jiwasraya periode lima tahun ke depan.

2014- Pada 2014 hingga 2016, perseroan melaporkan ekuitas surplus


2016 berturut-turut Rp 2,4 triliun, Rp 3,4 triliun dan Rp 5,4 triliun. Pada
2014, pertumbuhan laba perseroan sebesar 44% menjadi Rp 661
miliar. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut Jiwasraya
sudah merdeka dari kebangkrutan. Dia memuji Hendrisman dan
Hary yang berhasil membukukan laba dengan langkah reasuransi
dan revaluasi aset. Dalam audit laporan keuangan 2014-2015,
KAP Djoko, Sidik dan Indra memberikan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP). Sementara pada laporan keuangan 2016,
KAP PricewaterhouseCoopers (PWC) memberikan opini WTP.
Pada masa ini, manajemen Jiwasraya diduga membuat laporan
aset investasi keuangan yang overstated (melebihi realita) dan
kewajiban yang understated (di bawah nilai sebenarnya). BPK mulai
mengaudit Jiwasraya atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi,
pendapatan, dan biaya operasional 2014-2015.

2017 Dalam laporan keuangan 2017, perusahaan asuransi pelat merah


ini menunjukkan kinerja keuangannya masih positif, dengan
perolehan laba yang mencapai Rp 2,4 triliun atau naik 37,64%
dibandingkan tahun sebelumnya. Ekuitas perseoran surplus Rp 5,6
triliun tetapi kekurangan cadangan premi Rp 7,7 triliun karena belum
memperhitungkan impairment asset atau penurunan aset. KAP
PWC memberikan opini adverse/dengan modifikasian.
2018 Terjadi perubahan direksi, Herdirman digantikan oleh Asmawi.
Asmawi melaporkan ketidakberesan keuangan pada Mei 2018
kepada Kementerian BUMN. Asmawi mencurigai ada
ketidaksesuaian aset dan kewajiban dalam laporan keuangan tahun
lalu. Dia pun meminta PWC melakukan audit ulang laporan
keuangan 2017. Ternyata hasil audit ulang menyatakan laba bersih
Jiwasraya tahun lalu tidak mencapai triliunan, melainkan hanya Rp
360 miliar. Hingga saat ini, laporan keuangan 2018 belum selesai
diaudit. Pada 10 Oktober 2018, Jiwasraya mengumumkan tak
mampu membayar klaim polis JS Saving Plan yang jatuh tempo
sebesar Rp 802 miliar. Seminggu kemudian Rini Soemarno yang
menjabat sebagai Menteri Negara BUMN melaporkan dugaan fraud
atas pengelolaan investasi Jiwasraya. Audit BPK selama 2015-2016
menjadi rujukan. Dalam audit tersebut disebutkan investasi
Jiwasraya dalam bentuk medium term notes (MTN) PT Hanson
International Tbk (MYRX) senilai Rp 680 miliar, berisiko gagal
bayar. Belakangan Hanson menyatakan telah melakukan
pembelian kembali (buy back) seluruh MTN pada Desember 2018
senilai Rp 680 miliar. Berdasarkan laporan audit BPK, perusahaan
diketahui banyak melakukan investasi pada aset berisiko untuk
mengejar imbal hasil tinggi, sehingga mengabaikan prinsip kehati-
hatian. Pada 2018, sebesar 22,4% atau Rp 5,7 triliun dari total aset
finansial perusahaan ditempatkan pada saham, tetapi hanya 5%
yang ditempatkan pada saham LQ45. Lalu 59,1% atau Rp 14,9
triliun ditempatkan pada reksa dana, tetapi hanya 2% yang dikelola
oleh top tier manajer investasi. Kondisi-kondisi tersebut
menyebabkan kerugian hingga modal Jiwasraya minus seperti
tergambar dalam Databoks di bawah ini:
2019 Pada November lalu dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR,
Direktur Utama Jiwasraya yang baru, Hexana Tri Sasongko,
menyatakan membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun untuk
bisa memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) 120%.
Per September 2019, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp
25,68 triliun, sedangkan kewajiban nyaris dua kali lipatnya yaitu Rp
49,60 triliun. Dengan demikian, terjadi ekuitas (modal) negatif Rp
23,92 triliun.

dalam artikel ini dimuat rangkuman dokumen hasil audit laporan keuangan

jiwasraya . Dalam dokumen tersebut memuat hasil audit laporan keuangan


Jiwasraya dari tahun 2006-2019. Namun terjadi ketidakberesan dalam hasil

pelaporan audit dimana ada ketidaksesuaian aset dan kewajiban dalam laporan

keuangan tahun 2017 sehingga pada tahun 2018 diputuskan untuk melakukan audit

ulang Ternyata hasil audit ulang menyatakan laba bersih Jiwasraya tahun lalu tidak

mencapai Rp 2,4 triliun atau naik 37,64%, melainkan hanya Rp 360 miliar.

Seperti yang kita ketahui untuk mengetahui kondisi sebuah perusahaan maka

laporan keuangan yang disajikan pula harus sesuai dengan kondisi keuangan

perusahaan tersebut, namun dari kasus ini pihak Jiwasraya seperti sengaja

melakukan penyelewengan dalam pelaporan keuangan sehingga bisa membuat

seolah-olah perusahaan mendapatkan keuntungan yang tinggi serta mempengaruhi

opini audit yang akan diberikan. Jelas hal ini sangat menyimpang dari prinsip

akuntansi yang berlaku umum.

2. Analisis Laporan Keuangan

Dikutip dari berita online yang diterbitkan oleh cnbc Indonesia dengan judul artikel

“Ekuitas Minus Rp 24 T,Begini Kinerja Jiwasraya per September” dari website

(https://www.cnbcindonesia.com/market/20191219075233-17-124297/ekuitas-

minus-rp-24-t-begini-kinerja-jiwasraya-per-september ) terdapat salah satu kalimat

yang berbunyi “Alhasil dengan kondisi ini, RBC minus 805%. RBC adalah salah

satu metode pengukuran batas tingkat solvabilitas perusahaan asuransi. "Untuk

menuju 120% dalam hal ini menyelamatkan perusahaan dibutuhkan dana Rp 32,89

triliun," kata Hexana”.

Menurut kami perusahaan yang sehat adalah perusahaan yang mampu mengukur

atau menilai kemampuan perusahaan dalam melunasi semua kewajibannya baik


jangka pendek maupun jangka panjang dengan jaminan aktiva atau asset atau

kekayaan yang dimiliki perusahaan atau kita sebut sebagai rasio solvabilitas.

Perusahaan asuransi di Indonesia wajib melaporkan rasio solvabilitas mereka ke

Pemerintah secara berkala, biasanya kuartalan. Dan ketentuan minimum yang

ditetapkan sekarang bagi rasio tersebut adalah 120%, satu peningkatan sejak

ketentuan minimum rasio tersebut dikenalkan sebesar 15% di tahun 1999. Jadi

sebuah perusahaan asuransi harus memiliki tingkat RBC minimal sebesar 120%.

Dan semakin tinggi RBC sebuah perusahaan asuransi, maka bisa dikatakan bahwa

perusahaan asuransi tersebut semakin baik dan sehat. Dilihat dari rasio solvabilitas

yang dimiliki perusahaan Jiwasraya dapat kami simpulkan bahwa perusahaan tidak

memiliki kemampuan dalam memenuhi dan melunasi kewajibannya baik jangka

pendek maupun jangka panjang dengan jaminan aktiva atau kekayaan yang dimiliki

perusahaan Karena memiliki tingkat presentasi RBC yang jauh di bawah standur

yaitu minus 805 %.

3. Manajemen Keuangan

Dikutip dari berita online yang diterbitkan oleh katadata.co.id dengan judul berita

“Hasil Investigasi, BPK: Manajemen Risiko Jiwasraya Bermasalah “ dari website

https://katadata.co.id/berita/2020/01/06/hasil-investigasi-bpk-manajemen-risiko-

jiwasraya-bermasalah. Terdapat kalimat yang mengatakan Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) akan mengumumkan hasil investigasi kasus PT Asuransi

Jiwasraya (Persero) pada Rabu (8/1) nanti. Namun, Ketua BPK Agung Firman

Sampurna menyampaikan, ada indikasi masalah manajemen risiko Jiwasraya.


"Selain terkait pidana, persoalan kriminal, ada permasalahan di dalamnya. Hal

tersebut terkait business capital yang kami dalami, masalah manajemen risiko,"

kata dia di kantornya, Jakarta, hari ini (6/1).

Dalam perusahaan, manajemen risiko didefinisikan sebagai proses

mengidentifikasi, memantau dan mengelola risiko potensial untuk meminimalkan

dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya terhadap suatu organisasi. Setiap

bidang dalam bisnis memiliki risikonya tersendiri, Untuk mencapai sebuah

kesuksesan, setiap orang maupun organisasi perlu dan juga harus mengambil risiko

dalam perjalanan menuju kesuksesannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui

tentang risiko apa yang akan dihadapi, mengawasi potensi risiko tersebut dan

mencari jalan dan tindakan untuk mengatasinya. Proses manajemen risiko yang

efektif akan membantu mengidentifikasi risiko mana yang menjadi ancaman

terbesar bagi organisasi dan memberikan panduan untuk menanganinya.

Menurut kelompok kami penerapan manajemen risiko di PT Asuransi Jiwasraya

belum efektif, Tindakan pencegahan dini tidak terjadi walau sudah ada indikasi

risiko tinggi dari salah satu produk yang dikeluarkan yaitu JS Saving Plan.

Jiwasraya juga tidak berkaca dari hasil audit dan laporan keuangan mereka yang

setiap tahunnya terus mengalami deficit serta kondisi asset mereka yang jauh lebuh

rendah dibandingkan kewajibannya. Tahapan manajemen resiko seperti diabaikan

oleh pihak Jiwasraya sebelum mengeluarkan produk JS Saving Plan yang beresiko

tinggi terhdap keuangan perusahaan karena memiliki nilai return yang besar,

peristiwa ini dapat menjadi peringatan bagi pelaku industri asuransi jiwa di
Indonesia seperti Jiwasraya untuk selalu waspada terhadap berbagai risiko yang

dihadapi, termasuk risiko investasi yang bila sekali terjadi ‘mismatch’ dengan

kewajiban klaim perusahaan, dapat menciptakan krisis, dan bahkan bencana bagi

perusahaan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai