Laporan Kasus Trigger Finger
Laporan Kasus Trigger Finger
TRIGGER FINGER
Oleh:
Yuventius Odie Devananda 04084821719219
Indah Meita Said 04084821719196
Sisca 04084821719197
Pembimbing:
dr. Haidar Nasution
HALAMAN PENGESAHAN
TRIGGER FINGER
Oleh:
Yuventius Odie Devananda 04084821719219
Indah Meita Said 04084821719196
Sisca 04084821719197
telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikutiKepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya/ RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 19 Juni s.d. 10 Juli 2017.
KATA PENGANTAR
Segala puji penyusun haturkan kepada Tuhan YME yang selalu memberikan rahmat
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus berjudul “Trigger
Finger” ini tepat sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
penulisan referat ini, terutama kepada dr.s Haidar Nasution sebagai pembimbing penulisan
laporan kasus ini.
Dengan penulisan laporan kasus ini, penulis berharap semua pihak yang membaca dapat
lebih memahami paralisis nervus fascialis sehingga dapat bermanfaat bagi calon dokter
umum khususnya serta bagi kesehatan masyarakat secara umum.
Penulis
4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1. Tulang dan Sendi Tangan (Paulsen dan Waschke, 2012)
Gambar 2.2. Tulang dan Sendi Tangan (Paulsen dan Waschke, 2012)
8
atau memberi bentuk pada tubuh manusia. Sedangkan otot merupakan jaringan
yang terdapat pada seluruh tubuh manusia yang berguna untuk pergerakan.
Tulang dan otot tersebut dilekatkan oleh jaringan kuat yang bernama tendon.
Tendon sangatlah kuat tetapi tidak banyak stretch. Ketika mereka
menjadi rusak, tendon bisa memakan waktu yang lama untuk sembuh.
Tendinitis merupakan peradangan pada tendon. Peradangan tersebut bisa
disebabkan oleh beberapa sebab,misalnya dikarenakan oleh regangan, olaraga
yang berlebihan, luka, repitisi gerakan, gerakan yang tidak biasa dan tiba-tiba.
Sebagian besar tendinitis terjadi pada usia pertengahan atau usia lanjut, karena
tendon menjadi lebih peka terhadap cedera, elastisitasnya berkurang.
Tendinitis juga terjadi pada usia muda karena olahraga yangberlebihan atau
gerakan yang berulang-ulang.
Selubung tendon juga dapat terkena penyakit sendi, seperti artritis
reumatoid, skleroderma sistemik, gout, dan sindroma reiter. Pada dewasa
muda yang menderita gonore (terutama wanita), bakteri gonokokus bisa
menyebabkan tenosinovitis (tendinitisyang disertai dengan peradangan pada
selubung pelindung di sekeliling tendon), biasanya pada tendon di bahu,
pergelangan tangan, jari tangan, pingggul, pergelangan kaki, dan kaki.
Ada beberapa penyakit yang menyebabkan tendinitis, diantaranya
adalah rheumatoid artritis, gout, Reiter’s syndrome, lupus, dan diabetes. Orang
dengan penyakit gout ada kristal asam urat yang nampak pada pembungkus
tendon yang menyebabkangesekan dan robekan.kadar kolesterol darah yang
sangat tinggi juga dapat berhubungan dengan kondisi ini.
Untuk lebih memahami trigger finger, penting untuk kita memahami
anatomi yang terkait. Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot
ke tulang. Setiap otot memiliki dua tendon, yang masing-masing melekat pada
tulang. Pertemuan tulang bersama dengan otot membentuk sendi. Ketika otot
berkontraksi, tendon akan menarik tulang, sehingga terjadi gerakan sendi.
Tendon pada jari-jari melewati ligamen, yang bertindak sebagai katrol.
Sebagaimana kita ketahui trigger finger adalah suatu bentuk cedera akibat
aktivitas berlebihan yang berulang-ulang dengan gejala mulai dari tanpa rasa
sakit dengan sesekali bunyi gemeretak / menyentak jari, untuk disfungsi parah
dan rasa sakit dengan jari terus terkunci dalam posisi menekuk ke bawah ke
telapak tangan.
10
Gambar 2.4 Pembungkus Tendon Pada Tangan dan Pengikatnya (Paulsen dan
Waschke, 2012)
Gambar 2.5. Tendon pada Jari Tengah Potongan Melintang (Snell, 2011)
11
ini. Tidak ada kecenderungan rasial diketahui terkait dengan trigger finger. Trigger finger
paling sering terjadi pada orang dewasa, dengan kisaran usia rata-rata adalah 52-62 tahun.
potensial telah dijelaskan, tetapi etiologi tetap idiopatik, artinya penyebabnya tidak
diketahui. Keadaan ini sering disebut dengan tenosinovitis stenosing (stenosans
tenovaginitis khusus pada jari), tapi hal ini mungkin keliru, karena radang bukan fitur
dominan pada keadaan ini.
Selain itu, molekul kolagen (kolagen membuat naik sekitar 95% dari subtansi
tendon) menurun dan rusak. Produk degradasi dari kolagen, yang disebut degenerasi
mukous, menumpuk di dalam tendon. Hal ini menciptakan benjolan atau pembengkakan
tendon. Hal ini tampaknya menjadi bagian alami dari penuaan (seperti rambut
beruban dan keriput) dan bukan merupakan tanda penyakit atau berlebihan.
Artinya, tidak dapat dikatakan nodul pada trigger finger lebih umum pada orang
yang melakukan aktivitas berat dimana tangan yang lebih dominan.
Pada tingkat sendi palmaris distal, nodul bisa teraba lembut, biasanya di atas sendi
metakarpofalangealis (MCP). Jari yang terkena bisa macet dalam posisi menekuk (lihat
gambar di bawah) atau (kurang biasa) posisi diperpanjang. Ketika pasien berusaha untuk
memindahkan angka lebih kuat melampaui pembatasan, angka mungkin cepat atau
memicu melampaui pembatasan.
Pada beberapa studi ditemukan bahwa gejala perioperative yang menonjol pada
trigger thumb adalah rasa nyeri ketika jari digerakkan, sedangkan pada trigger finger
adalah berkurangnya ROM dan triggering primer. Dalam kasus yang parah, pasien tidak
mampu untuk menggerakkan jari yang melampaui rentang gerak. Pada ibu jari yang
macet, pada palpasi yang lembut dapat ditemukan nodul pada aspek palmar sendi MCP
pertama dari sendi palmaris distal.
b. Pemeriksaan Fisik
Elemen esensial dalam pemeriksaan fisik adalah lokalisasi dari gangguan
yang berada pada sendi metakarpophalangeal. Teraba tekstur yang lunak,
terkadang terdapat nodul yang lunak atau krepitasi pada bagian volar pada
metacarpal head. Membuka dan menutup tangan secara aktif dapat menyebabkan
rasa nyeri yang disebabkan inflamasi pada tendon yang melewati sarung yang
18
terkonstriksi. Pasien dengan triggering kronik dapat terjadi kontraktur pada sendi
fleksi interphalang. Penting untuk ditentukan apakah ada ROM pasif yang normal
pada sendi metakarpalphalangeal dan sendi interphalang.
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan kekuatan otot, sensasi, dan refleks
yang normal kecuali pada kasus yang parah dapat terjadi kelemahan atau atropi
karena jari jarang digunakan. Kormobiditas dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan neurologis, contohnya pasien diabetes mellitus atau CTS dapat
mengalami terganggunya sensasi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pasien yang tidak memiliki riwayat trauma atau inflamasi tidak perlu
dilakukan pemeriksaan radiografi secara rutin. Dapat dilakukan MRI untuk
mengkonfirmasi adanya tenosynovitis pada sarung fleksor, tetapi tidak
berpengaruh besar terhadap diagnosis klinis. Pemeriksaan ultrasound dapat
menunjukkan nodul pada tendon, tenosynovitis, dan triggering aktif pada level
A1.
b. Terapi Nonfarmakologi
- Pembedahan
Pada orang dewasa, injeksi kortikosteroid direkomendasikan
sebelum memutuskan untuk melakukan tindakan pembedahan.
Intervensi berupa pembedahan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi
apabila terapi konservatif gagal atau direkomendasikan bagi pasien yang
ingin sembuh dengan cepat atau sembuh total dari disabilitas ini. Orang
dengan diabetes, RA, keterlibatan banyak sendi, dan onset pada usia
muda lebih cenderung membtuhkan terapi bedah.
Waktu operasi agak kontroversial dengan data yang menunjukkan
pertimbangan bedah setelah kegagalan baik tunggal maupun beberapa
suntikan kortikosteroid.
Tindakan pembedahan ini pertama kali diperkenalkan oleh Lorthioir
pada tahun 1958. Fungsi operasi biasanya bertujuan melonggarkan jalan
bagi tendon yaitu dengan cara membuka selubungnya. Dalam
penyembuhannya, kedua ujung selubung yang digunting akan menyatu
lagi, tetapi akan memberikan ruang yang lebih longgar, sehingga tendon
akan bisa bebas keluar masuk.
Terdapat dua tipe umum dari pembedahan untuk kondisi ini yaitu
operasi pelepasan tendon A1 standar dan operasi pelepasan tendon A1
secara perkutaneus. Pada suatu studi mengenai teknik pelepasan tendon
A1 secara perkutaneus angka kesuksesan mencapai 100% pada 12
minggu follow up. Kedua teknik bedah ini secara umum efektif dan
memiliki resiko komplikasi yang rendah.
2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan
guna mengurangi dampak cacat handikap serta meningkatkan kemampuan
penyandang cacat mengenai integritas sosial. Tujuan rehabilitasi medik pada
pasien Trigger Finger adalah mengembalikan fungsi yang terganggu akibat
kekakuan sendi jari sehingga pasien dapat kembali melakukan aktivitas kerja
sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.
Rehabilitasi dapat meliputi tatalaksana okupasional dan terapi fisik pada
tangan yang mengalami masalah. Terapi tidak perlu diawasi secara umum,
kecuali pada kondisi yaitu pasien mengalami penurunan kekuatan otot yang
signifikan, penurunan ROM yang signifikan, penurunan fungsi akibat terlalu lama
dibidai dan tidak digunakan, ketika modalitas seperti ultrasound dan
iontophoresis disarankan untuk mengurangi inflamasi, dan ketika pembidaian
dirasakan perlu.
Terapi difokuskan untuk meningkatkan fungsi serta mengurangi inflamasi
dan nyeri. Terapi dapat dilakukan dengan teknik seperti pijat es, mandi kontras,
ultrasound, dan iontophoresis dengan penggunaan steroid lokal. Bagi orang
dengan tangan yang sangat besar atau kecil atau variasi anatomi yang lain
(contohnya : sendi yang mengalami artritis), bidai yang dimodifikasi dapat lebih
pas dan memungkinkan pasien untuk bergerak dengan lebih baik pada saat
bekerja daripada bidai buatan pabrik. ROM dan kekuatan dapat ditingkatkan
sebelum dan sesudah tindakan operasi.
a. Program fisioterapi
1. Pemanasan
- Pemanasan superfisial dengan infra red
- Pemanasan profunda berupa shortwave diathermy
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah atau memperlambat terjasi atrofi sambil menunggu proses
regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya, dengan
faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot redukasi dari
aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta
mencegah atau merenggangkan perlengketan.
22
c. Home Program
- Kompreskan es selama lima sampai lima belas menit pada daerah yang
bengkak dan nyeri.
- Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah teriritasi, seperti
latihan jari yang berulang-ulang.
23
BAB III
KESIMPULAN
Fasciitis plantaris adalah suatu peradangan pada fascia plantaris. Ini terjadi karena
penguluran berlebihan pada fascia plantaris yang dapat mengakibatkan kerobekan kemudian
timbul suatu iritasi pada fascia plantaris.
Fascitiis plantaris merupakan masalah muskuloskeletal yang dipicu oleh beberapa
faktor, yaitu umur, jenis kelamin, berat badan (overweight atau obesitas), degeneratif,
anatomi kaki seperti flat foot atau pes cavum, aktivitas fisik, dan trauma.
Ada beberapa faktor penyebab pada kasus fasciitis plantaris . Beberapa faktor
tersebut antara lain yaitu faktor anatomi, faktor biomekanik, dan faktor lingkungan. Contoh
pada faktor anatomitermasuk arcus yang rendah atau pes planus, arcus yang tinggi atau pes
cavus, dan tekanan tubuh yang berlebih atau obesitas. Pada faktor biomekanik termasuk
tightness pada tendon achilles, kelemahan flexor plantar fascia. Pada faktor lingkungan bisa
disebabkan oleh trauma, dan aktivitas yang berlebih.
Penatalaksanaan fasciitis plantaris terdiri dari terapi konservatif dan terapi surgical.
Terapi konservatif dapat dilakukan dengan istirahat dan modifikasi aktivitas, ice massage,
latihan stretching, fisioterapi, dan penggunaan obat-obatan penghilang nyeri. Terapi surgical
dilakukan apabila gagal dengan terapi konservatif setelah 6 bulan atau lebih. Sekitar 80 – 90
% kasus fasciitis plantaris sembuh tanpa terapi surgical.
25
DAFTAR PUSTAKA
Hueston JT, Wilson WF. The aetiology of trigger finger explained on the basis of
intratendinous architecture. Hand. 1972 Oct. 4(3):257-60. Dalam Kale, Satischandra. 2016.
Trigger Finger. WebMD. Diakses melalui http://emedicine.medscape.com/article/1244693-
overview#a4 pada Senin, 13 Maret 2017
Paulsen, F, J Waschke. 2012. Sobotta : atlas anatomi manusia : anatomi umum dan
sistem muskuloskeletal, alih bahasa Brahm U Pendit. Jakarta: EGC
Rind, Libi, dk. 2010. Trigger Finger Dalam Lyn D. Weiss, Jay M. Weiss, Thomas
Pobre. 2010 Oxford American Handbook of Physical Medicine Rehabilitation. New York:
Oxford University Press