Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara maritim dengan seribu pulau yang sangat indah

berkat kuasaNya. Dari hulu hingga ke hilir banyak ruas-ruas jalur perairan yang di

manfaatkan masyarakat dahulu kala menjadi raja perdagangan mancanegara.

Kerajaan majapahit yang kala itu menjadi raja maritim dengan kapalnya yang dapat

mengangkut 800.000 pasukan untuk menaklukan semenanjung asia hingga afrika.

Nenek moyang sudah memperhitungkan sumber daya bagi nusantara lewat

maritimnya. Ekspor impor rempah serta hasil bumi lain sudah menjadi hal biasa bagi

jalur kemaritiman nusantara. Se-asia mengakui bahwa tak ada yang bisa menandingi

baik dari konstruksi kapal, teknologi, maupun strategi maritim indonesia kala itu.

Sejak abad ke 5 yang lalu indonesia dipenuhi kerajaan hindu-budha yang

menguasai hampir seluruh wilayah asia. Dahulu di wilayah nusantara pernah berdiri

bangsa yang sangat besar, dari beberapa negara yang dimaksud antara lain: 1)

Kerajaan Tarumanegara yang dapat bertahan selama 286 tahun (400-686 M), luas

wilayah meliputi negara meliputi lampung, Indragiri, riau, dan tumasik atau

singapura; 2) Kerajaan Sriwijaya, eksis selama 694 tahun (683-1377 M), wilayahnya

meliputi Sumatra, semenanjung malaya (meliputi singapura, malaysia, filipina,

kamboja, thailand selatan), jawa, kalimantan, nusa tenggara, dan maluku; 3) Kerajaan

Majapahit yang dapat bertahan selama 246 tahun (1293-1525 M), pada masa

pemerintahan prabu Hayam wuruk, daerah kekuasaannya meliputi seluruh wilayah

nusantara saat ini, singapura, terengganu, johor. Banyak nilai budaya luar yang di

1
akulturasi dalam kehidupan masyarakat. Istimewanya zaman kerajaan kala itu sudah

ada praktik muamalah yang dijelaskan pada beberapa kitab, salah satunya kitab

“kutara manawa”. Praktek muamalah seperti gadai, jual beli, hutang piutang, bahkan

titipan / wadhi’ah juga berlaku ditatanan masyarakat kerajaan. Termasuk dalam alat

tukar yang tadinya menggunakan sistim barter perlahan beranjak pada nilai tukar

mata uang. Berlangsungnya waktu keteraturan ini merambah hingga lini

perekonomian, ekspor-impor mulai dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan

kerajaan, tercatat 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam

negeri (Mandala Jawa). Pemahaman tentang dagang juga sampai ke titik batas

kerajaan eropa, mayoritas sawah dan ladang menjadi komoditas utama perdagangan

namun tidak sedikit pekerjaan rakyat seperti pengrajin emas dan perak, penjual

minuman, hingga tukang daging. Dan untuk mempertahankan stabilitas keamanan di

wilayah kerajaan maka jarak antara penguasa-penguasa bawahan dan ibukota

kerajaan lembat laun lebih bersandar pada kesetiaan dan kelembutan dibanding

dengan paksaan. Penguasa memberikan segala kemakmuran dan energi mereka untuk

rakyat dari pada melakukan penaklukan militer yang tak berujung. Mereka

menggunakan cara lain dalam mendapatkan loyalitas yaitu dengan cara jejaring

hubungan politik, perkawinan politik, dan kekeluargaan yang utamanya dengan

pemahaman bahwa setiap orang memiliki minat yang sama yaitu berdagang. Jika dari

segi integrasi wilayah ketika menyerahnya suatu kerajaan akibat penaklukan tidak

serta merta kekuasaan administratifnya diambil, namun penguasa tetap di dudukan

sebagai pemimpin sah kerajaan tersebut. Lalu diadakannya perkawinan silang untuk

membentuk sebuah ikatan agama dan kekeluargaan, agar nantinya sistim

2
perekonomian tetap searah dengan sebelumnya namun masih dalam legalitas wilayah

pusat. Tidak jarang kerajaan hasil penaklukan yang dibiayai untuk memenuhi

kebutuhan serta memperluas daerah kerajaan. (Sholeh K. 2017: 69-71. Jalur

pelayaran dan perdagangan pada abad ke 7 M). Namun kini nusantara semakin surut

semenjak berganti nama menjadi hindia-belanda dan berlanjut menjadi indonesia.

Semua sistem perekonomian, politik, pendidikan, gaya hidup hingga kultur berfikir

justru condong berkiblat ke barat. Padahal indonesia ini lahir dari buah pendidikan di

surau-surau, berkembang besar lewat kemaritiman, serta strategi dan buah pemikiran

kita di akui sekaligus diadopsi oleh kerajaan asia hingga eropa. Sistem kerajaan di

nusantara dari zaman ke zaman semakin berkembang dan adidaya hampir ribuan

tahun dan sekarang indonesia yang baru memasuki ke 75 tahun justru semakin giat

menjual dan merusak budaya serta menghilangkan jejak kerajaan di nusantara.

Kasultanan yang tersisa hanya menjadi miniatur simbolik bahwa indonesia seakan

masih menjunjung demokrasi serta pluralisme.

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keragaman dari budaya,

suku bangsa, agama, hingga aliran-aliran kepercayaan. Semua keragaman tersebut

tumbuh di dalam kehidupan masyarakat indonesia yang akhirnya membentuk

masyarakat indonesia sebagai masyarakat yang plural. Masyarakat indonesia yang

majemuk terdiri dari berbagai budaya, karena adanya kegiatan dan pranata khusus.

Perbedaan ini justru berfungsi mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi

sosial masyarakat tersebut.

Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial, agama dan suku bangsa telah ada

sejak nenek moyang. Kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan

3
merupakan kekayaan dalam khasanah budaya nasional. Keanekaragaman kebudayaan

indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara

lainnya, indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi.

Secara sosial budaya dan politik masyarakat indonesia mempunyai jalinan sejarah

dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Keragaman budaya

adalah keniscayaan yang ada di bumi indonesia.

Konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku

bangsa, masyarakat indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat

kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan daerah bersifat

kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku

bangsa yang ada didaerah tersebut. Jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang di

mana mereka tinggal tersebar di pulau-pulau indonesia. Mereka juga mendiami

wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi, mulai dari pegunungan, tepian

hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Mengenai hal itu juga

berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok suku bangsa dan masyarakat di

indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga

mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di indonesia, sehingga

menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di indonesia.

Salah satu kebudayaan di indonesia yang telah lama ada dan menghiasi

keanekaragaman di indonesia adalah kebudayaan jawa. Kebudayaan jawa merupakan

salah satu kebudayaan paling tua di indonesia. Kebudayaan jawa mempunyai ciri

khas yang identik dengan perilaku masyarakat jawa yang mempunyai tradisi,

perilaku, serta sikap hidup masyarakat jawa tersebut. Kekayaan kebudayaan jawa ini

4
cukup nyata dari sejarah kebudayaan jawa yang berjalan terus-menerus selama lebih

dari seribu tahun di daerah-daerah tertentu di pulau jawa.

Meskipun demikian, kebudayaan jawa itu berasal dari keanekaragaman

tradisi, kepercayaan, dan sikap cara hidup orang-orang dan bagi orang jawa yang

tinggal di pulau jawa. Kebudayaan adalah sesuatu yang mereka anut sesuai dengan

kondisi dan situasi local, sejarah, dan pengaruh-pengaruh luar. Kebanyakan orang

jawa akan mengidentifikasi dirinya sendiri dengan ‘kebudayaan jawa’ dan aspek-

aspek dari cara hidup mereka akan bervariasi menurut dimana mereka tinggal. Ada

daerah-daerah yang secara kolektif sering disebut daerah kejawen. Sebelum terjadi

perubahan-perubahan status wilayah seperti sekarang ini, daerah itu ialah banyumas,

kedu, yogyakarta, surakarta, madiun, dan Kediri.

Kejawen bukan merupakan sebuah agama yang terorganisir sebagaimana

agama islam dan kristen. Ciri khas utama dari kejawen ini adalah perpaduan

animisme, agama hindu dan budha, bahkan juga seluruh agama di indonesia. Jawa

dan kejawen seolah tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kejawen bisa jadi

merupakan suatu sampul atau kulit luar dari beberapa ajaran yang berkembang di

tanah jawa, semasa zaman hindhuisme dan budhaisme. Dalam perkembangannya,

penyebaran islam di jawa juga dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu, bahkan

terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai perantara terbaik bagi penyebarannya.

Kejawen yang merupakan sebuah kepercayaan yang berasal dari berbagai

agama, sudah mentradisi dan melekat dalam sebuah kepercayaan baru, khususnya

bagi orang jawa, atau orang luar jawa yang hidup di sekitar pulau jawa (Jamiatun S.

(2017:35). Akulturasi budaya jawa dan ajaran islam dalam tradisi nyeliwer wengi).

5
Kejawen yang disebut oleh ahli antropologi amerika serikat, Cliffort Geertz “the

religion of java” atau “agami jawi” ini bukan saja merupakan sebuah aliran

kepercayaan, namun khususnya bagi orang jawa, kejawen merupakan gaya hidup dan

sebuah aturan norma yang sakral.

Pada kenyataannya, kejawen ini banyak bersinggungan dengan agama-agama,

dan lebih melekat dengan budaya islam. Islam hadir bersama pujangga dari timur

tengah yang menjajaki pulau jawa namun selalu gagal karena masyarakat masih

sangat kokoh dalam memegang kepercayaan lama, setelah itu di hadirkan walisongo

jilid pertama. Yang mempunyai tugas di segala bidang, termasuk menetralisir pulau

jawa dari jin yang sudah ratusan tahun disembah oleh masyarakat sekitar.

Dalam hubungan manusia dengan tuhan, di dalam budaya jawa diekspresikan

di dalam kehidupan seorang individu dengan orang tua. Ini dilakukan karena tuhan

sebagai pusat dari segala kehidupan tidak dapat diraba, tidak dapat di lihat, dan hanya

dapat dirasakan. Oleh karena penghormatan terhadap tuhan dilakukan dengan bentuk-

bentuk perlambang yang memberikan makna pada munculnya kehidupan manusia di

dunia, yaitu orangtua, yang harus dihormati melalui pola ngawula, ngabekti, dan

nglahurake tanpa batas. Pola ini juga di pakai oleh wali songo untuk meneruskan

penyebaran nilai intrik islam ke masyarakat. Beliau semua adalah golongan priyayi

yang selalu memberikan tuntunan lewat tontonan, masuk ke dalam lingkaran dengan

membawa kedamaian umat sehingga ketika keluar dari lingkaran tersebut yang

tertinggal adalah rasa islam di seluruh aspek. Hal ini seperti kejadian ketika Nabi

Muhammad s.a.w melakukan hijrah ke yatsrib bersama kaum muhajirin, beliau

bertemu dengan kota yahudi yang bersuku-suku. Hadirnya Nabi Muhammad saw

6
bertepatan dengan perang saudara hingga terpecahnya kaum yahudi, salah satu suku

membutuhkan sosok penengah untuk meredam pertentangan tersebut. Nabi

Muhammad saw melihat celah tersebut dan mulai menata perekonomian, politik,

hingga pelurusan akhlak lewat strategi Nabi Muhammad saw bersama kaum

muhajirin. Sebagai contoh yang dilakukan menghormati agama dan suku lain “Bahwa

sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak

mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak

boleh diasingkan dari pergaulan umum serta di bolehkan berdagang agar keluarganya

bisa ikut hidup bersama kaum muslim. (piagam madinah: 16). Dari beberapa cerita

menjelaskan bahwa ekonomi menjadi landasan yang sangat berpengaruh bagi seluruh

peradaban, hingga merambah masyarakat non-muslim.

Sehingga dalam penelitian ini penulis mengangkat judul: “Politik Ekonomi Islam

Pra-Kemerdekaan”

1.2 Rumusan Masalah

Setelah mengkaji latar belakang di atas, maka penulis merumuskan

permasalahan untuk menjadi acuan dalam mencari skema yang sekiranya dapat

membangun jiwa beraneka ragam namun tetap islam menjadi penyelarasnya.

1. Cara mengukur tingkat kesejahteraan di masa sebelum dan sesudah

masuknya islam ?

2. Bagaimana cara islam dapat tersebar dan diterima di kalangan

masyarakat?

3. Bagaimana penataan sistem politik ekonomi islam yang dilakukan ?

7
1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti hanya memaparkan dasar politik, ekonomi, islam

dalam suatu rangkaian teori maupun cerita pada kerajaan nusantara dan zaman nabi

Muhammad yang dilandasi penyelarasan akhlak.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian agar dapat berjalan tepat sasaran dan alur penelitiannya jelas maka

harus memiliki tujuan. Berikut tujuan penelitian yang dilakukan penulis:

1. Untuk menganalisis dan mengetahui gaya politik agama atau kepercayaan

masyarakat jawa terdahulu dalam membentuk suatu perekonomian serta

digunakan untuk membentuk pola kehidupan masyakarat.

2. Untuk menganalisis dan mengetahui kendala yang di hadapi atau mungkin sebab

akibat dari perilaku suatu peradaban yang berkaitan dengan kesejahteraan

ummat.

3. Untuk mengetahui bahwa sesungguhnya kepercayaan di jawa sudah

menggunakan cara islam, dan masuknya islam untuk meluruskan kepada allah

kepercayaan tersebut ditujukan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistem penulisan ini dibagi menjadi empat bab, masing-masing bab penulis

uraikan sebagai berikut:

8
BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan mengenai landasan teori dan penelitian terdahulu,

kerangka pemikiran, dan hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang alur dan desain penelitian serta definisi

operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis.

BAB IV : HASIL PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil dari penelitian yang sudah dilakukan yang

meliputi diskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasan.

BAB V : PENUTUP

Bab ini membahas kesimpulan dari penelitian dan saran atau masukan untuk

perbaikan objek penelitian.

9
10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 POLITIK, EKONOMI, DAN EKONOMI ISLAM

.1.1 Pengertian Politik

Politik pada dasarnya merupakan suatu fenomena yang sangat berkaitan

dengan manusia, yang pada kodratnya selalu hidup bermasyarakat. Manusia

adalah makhluk sosial, makhluk yang dinamis dan berkembang, serta selalu

menyesuaikan keadaan sekitarnya. Sebagai anggota masyarakat, seseorang atau

kelompok tentu terikat oleh nilai-nilai dan aturan-aturan umum yang diakui dan

dianut oleh masyarakat itu. Karena manusia adalah inti utama dari politik, maka

apapun alasannya pengamatan atau atau telaah politik tidak begitu saja

meninggalkan faktor manusia. Dikemukakan Anton H. Djawamaku (1985: 144) :

“bahwa pribadi seseorang manusia adalah unit dasar empiris analisa politik”.

Istilah “politik” berasal dari kata “politic” (inggris) menunjukan sifat

pribadi atau perbuatan. Secara leksikal, kata asal tersebut diartikan “acting or

judging wisely, well judge, prudent” (A.S.Hornby, 1974: 645). Kata ini sejak

dulu dikenal dalam bahasa atau kata latin dengan “politicus” dan bahsa yunani

(Greek) “politicos yang diartikan: relating to a citizen”. Kedua kata ini berasal

dari kata “polis” yang memiliki makna city yaitu kota. Makna ini berkembang

sedemikian rupa sehingga diserap ke dalam bahasa kita dengan mempunyai 3

(tiga) arti (Poerwadarminta, 183: 763) yaitu: “segala urusan dan

tindakan/kebijaksanaan, siasat dsb) mengenai pemerintahan suatu negara

10
terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai

nama bagi sebuah disiplin “pengetahuan yaitu ilmu politik”.

Karya ini awal mulanya dikenal pada masa plato dalam bukunya yang

berjudul “politeia” yang pula dikenal dengan istilah “REPUBLIK” (Deliar Noer,

1982: 11-12), dan selanjutnya berkembang melalui karya Aristoteles, yang

dikenal dengan “politica”. Keduanya dipandang sebagai titik pangkal pemikiran

politik dalam sejarah perkembanganya, dimana hal itu dapat diketahui bahwa

“politik” merupakan istilah yang dipergunakan sebagai konsep pengaturan

masyarakat, sebab dalam kedua karya itu membahas soal-soal yang berkaitan

dengan masalah bagaimana pemerintahan itu dijalankan agar dapat terwujud

sebuah kelompok masyarakat politik negara yang baik.

.1.2 Macam-Macam Pendekatan

.1.2.1 Pendekatan Tradisional

Pendekatan ini meliputi diantaranya: (1) Pendekatan historis yang

menitik beratkan pembahasannya pada partai-partai politik,

perkembangan hubungan politik dengan luar negeri, perkembangan ide-

ide politik yang besar. (2) Pendekatan legalistik yang menekankan

pembahasannya pada institusi dan perundang-undangan sebuah negara,

dan (3) Pendekatan institusional yang menitik beratkan pada pembahasan

masalah-masalah institusi politik seperti lembaga legislatif, eksekutif dan

yudikatif.

11
.1.2.2 Pendekatan Perilaku

Pembahasan ini bertumpu pada perhatiannya, perilaku atau tingkah

laku para aktor politik, tapi ia bukanlah hakekat politik yang kegiatannya

terdapat pada lingkup institusi politik yang dimanifestasikan oleh aktor-

aktor atau pelaksana politik seperti tokoh pemerintahan dan wakil rakyat.

Lebih jauh kaitan dengan pendekatan perilaku dan tingkah laku politik

dapat memberikan paling tidak dua macam gambaran pola perilaku yang

bertolak belakang yakni: (1) Perilaku integratif, dan (2) Perilaku

disintegratif. Perilaku yang pertama lebih menekankan pentingnya

konsesus atau kompromi, sedangkan perilaku yang kedua cenderung

mengakibatkan timbulnya konflik (Tommi Legowo, 1985: 142). Dari

persepsi tersebut ditemukan dua kecenderungan tentang definisi politik,

antaranya:

2.1.2.2.1.5 Pandangan yang menghubungkan politik dengan adanya negara, yaitu

urusan pemerintahan pusat dan daerah.

2.1.2.2.2.5 Pandangan yang menghubungkan dengan masalah kekuasaan, otoritas

atau konflik.

Dalam hubungan dengan pendekatan ini, Deliar Noer (1983: 94) mengemukakan

bahwa secara garis besar, ilmuwan politik telah menggunakan dua macam pendekatan

yaitu pendekatan yang menekankan pada nilai dan pendekatan yang menekankan

pada perilaku. Apa yang dinamakan pendekatan nilai tidak dapat disamakan dengan

pendekatan tradisional yang hanya mencakup ketiga aspek yang telah disebutkan

12
diatas. Padahal pendekatan tersebut mencakup pula penggunaan nilai etis dalam

menetapkan baik buruknya sebuah pemerintahan, selain penggunaan fakta- sejarah,

institusi dan hubungan antar negara seperti yang digunakan ilmuwan politik.

Walaupun tanpa ada penegasan, kedua pendekatan ini terpakai dalam konsep politik

yang dikemukakannya. Oleh karena itu konsepnya memiliki keutuhan, artinya:

“konsep Deliar Noer tentang politik tidaklah parsial, karena konsep tersebut tidak

hanya memiliki sifat keilmuan tapi tapi juga memiliki sifat kefilsafatan. Konsep

tersebut didukung oleh argumentasi empiris, normatif, dan analitis.

2.1.2.3 Kapabilitas Sistem Politik

Suatu sistem politik harus selalu mempunyai kapabilitas dalam

menghadapi kenyataan dan tantangan terhadapnya. Kapabilitas adalah

kemampuan sistem politik dalam bidang ekstraktif, distributif,

regulatif, simbolik, responsif, dan dalam negeri dan internasional

untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana yang termasuk dalam

pembukaan UUD 1945. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem

untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Aristoteles, Plato, dan

diikuti oleh teoritis liberal abad 18 dan 19 yang melihat prestasi politik

diukur dari sudut moral mengemukakan bahwa seberapa besar

pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat,

dan lingkungan internasional memunculkan perubahan politik bisa dari

elite politik atau kelompok infrastruktur politik dan lingkungan

internasional (Anggara Sahya, 2013: 77). Macam-macam kapabilitas

sistem politik:

13
2.1.2.3.1.5 Kapabilitas ekstraktif, yaitu kemampuan sistem politik untuk

melakukan eksplorasi potensi yang ada pada sumber daya alam dan

sumber daya manusia. Dalam konteks kekinian, kemampuan ekstraktif

sistem politik dalam pengelolaan sumber-sumber material belum

mampu mengolah sumber daya alam untuk mensejahterakan

rakyatnya. Meskipun eksplorasi bahkan eksploitasi terjadi dimana-

mana masyarakat tetap saja bergumul dengan kemelaratan dan

kemiskinan.

2.1.2.3.2.5 Kapabilitas distributif, yaitu kapabilitas sistem politik dalam

mengelola dan mendistribusikan sumber daya alam dan sumber daya

manusia berupa barang, jasa, kesempatan kerja, bahkan kehormatan

dapat diberi predikat sebagai prestasi real sistem politik. Ukuran

kapabilitas ini adalah kuantitas serta sifat tingkat pentingnya barang

yang didistribusikan. Dalam hal ini kemampuan distributif berkaitan

dengan alokasi barang dan jasa, kemampuan sistem politik, dalam

mendistribusikan barang dan jasa belum maksimal karena masih

banyak kesenjangan antara masyarakat kota dengan pedesaan.

2.1.2.3.3.5 Kapabilitas regulatif adalah sistem politik untuk menyusun peraturan

perundangan mengawasi, mengatur, dan mengendalikan. Regulatif

adalah kemampuan pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang

dapat mengontrol dan mengendalikan perilaku individu atau kelompok

agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam konteks ini,

kemampuan regulatif adalah kemampuan yang sangat kritis terjadi di

14
negara ini. Regulasi hadir sebagai pengontrol dan pengendali perilaku

dalam berjalannya sistem politik. Menjadi ironi ketika para pembuat

regulasi justru melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri, bahkan

cenderung “membentengi” diri melalui peraturan yang dibuatnya.

2.1.2.3.3.1.4 Kapabilitas simbolik yaitu kemampuan untuk membangun

pencitraan terhadap kepala negara atau juga rasa bangga terhadap

negaranya. Menurut Gabriel Almond adalah kemampuan pemerintah

dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan

diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat

pemerintah, semakin baik kapabilitas simbolik sebuah sistem politik.

2.1.2.3.4.5 Kapabilitas responsif yaitu kemampuan daya tangkap yang diciptakan

pemerintah terhadap tuntunan atau tekanan. Yang menciptakan

hubungan antara input dan output berupa kebijakan pemerintah diukur

dari seajuh mana kebijakan tersebut dipengaruhi oleh masukan atau

adanya partisipasi masyarakat. Mengenai responsivitas, sistem politik

kurang mengakomodasi segala kepentingan masyarakat di lingkungan

sistem politik itu sendiri. Karena selama ini kecendurangan kebijakan

dibuat oleh para elite politik, dan terkadang tidak sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. (Anggara Sahya, 2013: 78-81)

2.1.3 Teori Ekonomi

.2.1 Pengertian Ekonomi

Ekonomi adalah aktivitas manusia yang berhubungan dengan

produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Ekonomi

15
secara umum atau khusus adalah aturan rumah tangga atau managemen

rumah tangga. Ekonomi juga dikatakan sebagai ilmu yang menerangkan

cara-cara menghasilkan, mengedarkan, membagi serta memakai barang

dan jasa dalam masyarakat sehingga kebutuhan materi masyarakat dapat

terpenuhi sebaik-baiknya. Kegiatan ekonomi dalam masyarakat adalah

mengatur urusan harta kekayaan dengan baik yang menyangkut

kepemilikan, pengembangan, maupun distribusi. Manusia hidup dalam

suatu kelompok yang membentuk suatu sistem. Sistem secara sederhana

dapat diartikan sebagai interaksi, kaitan, atau hubungan dari unsur-unsur

yang lebih kecil membentuk satuan yang lebih besar dan komplek

sifatnya. Dengan demikian sistem ekonomi adalah interaksi dari unit-unit

yang kecil(para konsumen dan produsen) ke dalam unit ekonomi yang

lebih besar disuatu wilayah tertentu.

Adapun ekonomi masyarakat adalah sistem ekonomi yang berbasis

pada kekuatan ekonomi masyarakat. Dimana ekonomi masyarakat sendiri

adalah sebagian kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan masyarakat

kebanyakan yang dengan cara swadaya mengelola sumber daya ekonomi

apasaja yang dapat diusahakan, yang selanjutnya disebut sebagai usaha

kegiatan dan menengah (UKM) meliputi sektor pertanian, perkebunan,

peternakan, kerajinan, makanan dan sebagainya. Tujuan dari

perekonomian adalah untuk mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan

hidup masyarakat, serta mencapai kemudahan dan kepuasan. Dengan

terpenuhinya kebutuhan masyarakat maka tercipta kesejahteraan

16
kelangsungan hidup yang produktif (Dinar Muhammad, Hasan

Muhammad, 2018: 2-4).

2.1.4 Ekonomi Islam

Ekonomi islam sebagai suatu ilmu pengetahuan yang lahir melalui

proses pengkajian keilmuan yang panjang, di mana pada awalnya terjadi

sikap pesimis terkait eksistensi ekonomi islam dalam kehidupan

masyarakat saat ini. Hal ini dikarenakan pada masyarakat telah terbentuk

suatu pemikiran bahwa harus terdapat dikotomi antara agama dan

keilmuan, dalam hal ini termasuk di dalamnya ilmu ekonomi. Namun

perkembangan ilmu ekonomi seakan mengikis segala persepsi tersebut,

para ekonom barat sudah mulai mengakui eksistensi dari ekonomi islam

sebagai suatu ilmu yang memberi warna kesejukan dalam perekonomian

dunia. Ada banyak pendapat di seputar pengertian dan ruang lingkup

ekonomi islam, sebagian pihak mengatakan ekonomi islam merupakan

suatu sistem ekonomi alternatif. Makna sistem ekonomi alternatif disini

adalah sistem ekonomi islam dapat menjadi suatu sistem ekonomi

alternatif pilihan selain kapitalis dan sosialis.

Sementara ada pula yang menyatakan bahwa ekonomi islam sebagai

suatu sistem ekonomi pertengahan. Terakhir ada yang menyatakan bahwa

17
ekonomi islam sebagai suatu sistem ekonomi solutif, inilah pendapat yang

lebih tepat yaitu dengan memosisikan sistem ekonomi islam sebabagi

suatu sistem yang dapat menjawab kegagalan pada sistem ekonomi

konvensional, baik kapitalis maupun sosialis dengan menawarkan solusi

yang dapat memberikan kesejahteraan maksimal kepada umat.

Dawam rahardjo, memilah istilah ekonomi islam kedalam tiga

kemungkinan pemaknaan, (1) ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau

ajaran islam (2) sebagai suatu sistem yang menyangkut pengaturan

kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu

metode3 tertentu (3) perekonomian ummat yakni teori, sistem, dan

kegiatan ekonomi umat islam merupakan tiga pilar yang harus membentuk

sebuah sinergi (Rianto. M. Nur. 2010: 1.4).

18
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk jenis penelitian historis (history research) yaitu

penelaahan dokumen serta sumber lain yang berisi informasi mengenai

masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Dengan mempelajari

sesuatu yang telah lampau mulai dari memahami keadaan serta

mengkonsep ulang untuk zaman milenial, diharapkan dapat memecahkan

permasalahan yang timbul dengan mengacu pada pengalaman lama

(suharsini arikunto 1995). Adapun dalam penelitian ini data yang

digunakan oleh peneliti bersumber pada artikel serta sumber-sumber teruji

oleh penelitian terdahulu.


3.2 Pendekatan Penelitian
Berdasarkan pendekatan terdapat dua jenis pendekatan yaitu

pendekatan pelaksanaan dan pendekatan analisis penelitian (Latipah,

2014:19). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena yang dialami subjek penelitian dengan memanfaatkan sumber-

sumber terpercaya.
Data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data yang sebagian

besar bukan berupa angka, namun dapat berupa teks, dokumen, atau objek

lainnya yang ditemukan di lapangan selama melakukan penelitian. Metode

penelitian dengan deskriptif banyak dilakukan oleh para peneliti karena

dua alasan. Pertama, dari pengamatan empiris di dapat bahwa sebagian

besar laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode

19
deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi persepsi yang

berkaitan dengan fenomena masa kini maupun jejak-jejak yang sudah

diprediksi untuk nusantara.


Adapun maksud penelitian ini adalah untuk mengkaji secara

mendalam dan mendeskripsikan fenomena yang terjadi di nusantara

tentang politik ekonomi islam pra-kemerdekaan dengan menggunakan

metode alamiah di antaranya wawancara, observasi dan dokumen.


3.3 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah rencana suatu studi atau kajian yang

merupakan hasil (produk) pentahapan rencana suatu penelitian. Desain itu

kemudian diimplementasikan dalam kegiatan penelitian, selanjutnya data

yang telah dikumpulkan dianalisis, kemudian dituangkan ke dalam laporan

penelitian. Didalam desain penelitian tercakup pula banyak hal yang harus

dikerjakan oleh peneliti, seperti waktu yang diperlukan untuk tinggal atau

menetap di lapangan pada saat peneliti mengumpulkan data. Penetapan

desain penelitian dalam penelitian kualitatif dikerjakan sepanjang masa

penelitian, bahkan sampai penelitian berakhir, walaupun keputusan

desainnya telah ditetapkan pada awal penelitian

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di mojokerto. Adapun waktu penelitian adalah

bulan januari 2020 namun secara tepatnya masih kondisional karena

mengulas sejarah yang membutuhkan waktu cukup lama.


3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1. Metode Wawancara

20
Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban.

Menurut (Moleong 2007) wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu. Keduanya berkomunikasi secara langsung baik terstruktur atau

yang dilakukan dengan persiapan maupun tanpa persiapan terlebih

dahulu, sehingga antara pertanyaan dengan jawaban dapat diperoleh

secara langsung dalam satu konteks kejadian secara timbal balik.

Metode wawancara dalam penelitian ini merupakan suatu cara untuk

mengumpulkan data yang diperlukan dan sesuai dengan tujuan penelitian

melalui kegiatan tanya jawab dengan menggunakan pedoman wawancara.

Pedoman wawancara digunakan agar pembicaraan selama proses

wawancara tidak keluar dari masalah dan tujuan penelitian. Adapun metode

wawancara ini digunakan untuk memperoleh data tentang:


a. Sisi kejawen atau hindhu budha yang telah mempraktikan sistem

ekonomi islam di zaman kerajaan.


b. Perkembangan politik ekonomi islam sehingga rakyat dapat sejahtera

meskipun monopoli dagang merajalela.


Untuk menjawab permasalahan yang ada, akan diambil beberapa yang

akan dijadikan informan yang tentunya memiliki kapabilitas di

masyarakat jawa khususnya paham dan memiliki bukti sejarah tentang

bagaimana hirarki politik serta perekonomian pada zaman kerajaan

dengan melihat peninggalan leluhur.


3.5.2 Metode Observasi

21
Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan

pengindraan (Bungin, 2011). Metode observasi dalam penelitian ini

digunakan untuk mengumpulkan data melalui pengamatan langsung di

lapangan. Adapun data yang dikumpulkan dengan metode observasi

antara lain: melihat peranan beberapa wali dalam menyebarkan sisi islam

di segala aspek kerajaa.


Menurut Spradly (dalam Mantja, 2005:63) dalam observasi

meliputi tiga komponen yaitu komponen ruang (tempat), perilaku (aktor)

dan kegiatan (aktivitas). Pengamatan mempunyai maksud bahwa

pengumpulan data yang melibatkan interaksi sosial antara peneliti dengan

subjek penelitian maupun informan dalam suatu setting selama

pengumpulan data dilakukan secara sistematis tanpa menampakan diri

sebagai peneliti.

3.5.3. Metode dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang lalu. Dokumen dapat

berbentuk tulisan seperti catatan harian, sejarah, biografi, peraturan, dan

kebijakan. Dokumen juga dapat berbentuk gambar seperti foto, gambar

hidup, sketsa dan lain-lain (Sugiyono, 2012).


Dengan demikian metode dokumentasi merupakan metode dalam

mengumpulkan data penelitian dengan menfaatkan dokumen-dokumen

baik berbentuk tulisan, foto, gambar ataupun sketsa sebagai sumber data.

22
Pengumpulan data melalui teknik ini digunakan untuk melengkapi data

yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi.

Dengan analisis dokumentasi ini diharapkan data yang diperlukan benar-

benar valid. Adapun dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

instrumen seperti pelepah kelapa, serat jawa, atau lainnya yang berisi

petunjuk kehidupan masa kerajaan.


3.6. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif,

mengikuti konsep yang diberikan Milles and Huberman. Milles and

Huberman mengungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap

tahapan penelitian sehingga sampai tuntas. (Sugiyono, 2012).


Aktivitas dalam analisi data, yaitu data reduction, data display, dan

conclution drawing/verification. Analisis data dalam bentuk narasi atau

paragraf dengan langkah-langkah yaitu:


1. Reduksi data, yakni memilah data hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi untuk dicari polanya yang sesuai dengan tujuan penelitian,

yaitu untuk menganalisis dan mengetahui perjalanan kerajaan jawa

sampai hadirnya islamiyah di nusantara yang mempengaruhi segala aspek

kehidupan kerajaan dan masyarakat.


2. Display data, yakni menyajikan data dalam bentuk narasi atau paragraf

untuk menampilkan data terutama hasil wawancara, obeservasi dan

dokumentasi, selanjutnya di identifikasi data yang valid.


3. Menarik kesimpulan yakni menjawab rumusan masalah dalam penelitian

yang didukung dengan bukti-bukti perolehan data penelitian. Penarikan

23
kesimpulan menggunakan metode deduktif yakni cara berpikir yang

berangkat dari teori, kemudian dicocokkan dengan data dari hasil

wawancara, dokumentasi dan obervasi tentang Politik Ekonomi Islam.


Ketiga model analisis data di atas digunakan peneliti sebagai alat untuk

mengambil kesimpulan dari paparan data dan kajian teori. Penelitian

kualitatif prosesnya berlangsung dalam bentuk siklus (Sutopo, 2005).

Model analisis interaktif terlihat seperti gambar:

Pengumpulan
Data

Reduksi Sajian
Data
3.7. Keabsahan Data
Penarikan
simpulan/
Dalam menguji keabsahan data atau memeriksa kebenaran data
verifikasi
digunakan cara memperpanjang masa penelitian, pengamatan yang terus-

menerus, triangulasi, baik triangulasi sumber data maupun triangulasi

teknik pengumpulan data, menganalisis kasus negatif, mengadakan sumber

check, serta membicarakan dengan orang lain atau rekan sejawat.


Terkait dengan hal tersebut dapat dirumuskan langkah-langkah yang

dilakukan peneliti untuk memperoleh data yang terpercaya melalui:


1. Pengamatan secara terus menerus. Kegiatan ini dimaksudkan bahwa

peneliti berusaha untuk selalu mengamati proses pelaksanaan yang

berlangsung. Dengan demikian, peneliti dapat memperhatikan segala

kegiatan yang terjadi dengan lebih cermat, aktual, terinci dan mendalam.

Dalam hal ini pengamatan dilakukan untuk menganalisis dan mengetahui

peranan raja beserta patihnya dalam mengahadapi gejolak islam di

24
masyarakat, bahkan hingga perubahan pola pikir masyarakat tentang

konsep rezeki atau berdagang setelah masuknya islam ke nusantara.


2. Triangulasi data, ini diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan

sumber data yang telah ada. Yaitu mengecek kredebilitas data dengan

berbagai teknik penggumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono,

2012). Dalam hal ini, model triangulasi digunakan untuk meyakinkan

peneliti bahwa data yang diperoleh peneliti benar adanya, karena sudah

memalui wawancara, obsevasi dan dokumantasi.


3. Membicarakan dengan orang lain yaitu rekan-rekan sejawat yang

banyak mengetahui dan memahami masalah yang diteliti. Teknik ini

dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir

yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan

sejawat. Teknik ini juga mengandung beberapa maksud sebagai salah

satu teknik pemeriksaan keabsahan data. Dalam hal ini, berbincang

dengan teman sejawat untuk menkaji secara mendalam dan

mengklarifikasi temuan-temuan peneliti tentang Politik Ekonomi

Islam.

25

Anda mungkin juga menyukai