Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Monosodium Glutamat (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat

(glutamic acid) yang digunakan sebagai penambah rasa selama lebih dari 100

tahun dalam proses memasak makanan rumah tangga dan makanan olahan

komersial. Penambahan MSG memberikan rasa gurih yang alami seperti rasa

yang berasal dari makanan protein (Rangan dkk, 2009). Rata-rata konsumsi

MSG di Indonesia sekitar 0,3-1,0 g/hari. Taiwan adalah negara yang paling

tinggi konsumsi MSG per kapita, mencapai 3 g/hari sedangkan Amerika

adalah negara yang paling rendah konsumsi MSG per kapita, hanya 0,5 g/hari

(Sukawan, 2008).

Selain manfaat MSG sebagai penambah rasa makanan, ia juga memiliki efek

samping yang merugikan bagi kesehatan. Glutamat pada MSG memberikan

beberapa efek reaksi pada tingkat seluler, salah satunya membentuk radikal

bebas dan menyebabkan stres oksidatif (Muharani, 2016). Akibat

terbentuknya banyak radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan

kerusakan pada organ-organ tubuh, salah satunya organ reproduksi pria yaitu

testis. Konsumsi MSG dalam dosis tinggi dapat menyebabkan perubahan


morfologi testis, kadar testosteron, dan konsentrasi sperma. Oleh karena itu,

konsumsi dosis tinggi MSG dikhawatirkan dapat menyebabkan kemandulan

parsial pada pria (Iamsaard dkk, 2014).

Sebuah penelitian yang dilakukan pada mencit (Mus Musculus L.) jantan,

pemberian MSG secara intraperitoneal menyebabkan penurunan jumlah

sperma dan sel spermatogenik yang berakibat pada penurunan berat testis

(Anindita, 2012). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Nosseir dkk

(2012) terhadap tikus Wistar jantan, pemberian MSG secara intraperitoneal

selama 14 hari menyebabkan perubahan histopatologi pada testis termasuk;

penurunan jumlah sel spermatogenik, atrofi tubulus seminiferus, vakuolisasi

interseluler pada stroma, dan fibrosis peritubular.

MSG menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang berlebih dan

menyebabkan stres oksidatif. Kemampuan MSG ini dapat menyebabkan

kerusakan neuron hipotalamus dan menyebabkan terganggunya sekresi

hormon reproduksi melalui pengaturan aksis hipotalamus-hipofisis-gonad.

Terganggunya hormon reproduksi dapat menyebabkan perubahan organ

reproduksi secara anatomis ataupun fungsional (Igwebuike dkk, 2011).

Kerusakan testis secara langsung juga dapat terjadi jika stres oksidatif terjadi

pada sel-sel dalam testis, karena pada penelitian sebelumnya oleh Hu dkk

(2004) membuktikan bahwa terdapat reseptor dan transporter glutamat pada

testis mencit.
Efek radikal bebas dapat dinetralisir oleh antioksidan, salah satu tanaman

yang dilaporkan memiliki khasiat antioksidan adalah lengkuas. Lengkuas

(Alpinia galanga) dibudidayakan secara luas di Cina, India, dan negara-

negara Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, dan Filipina. Rimpang

tanaman ini digunakan dalam pengobatan tradisional untuk beberapa tujuan.

Pada studi kimia, telah dilaporkan terdapat berbagai macam aktivitas biologi

lengkuas, seperti anti tumor, anti-inflamasi, antifungal, antioksiidatif, dan

aktivitas penghambat xanthine oxidase (Hadjizadeh dkk, 2009). Ekstrak

rimpang lengkuas (Alpinia galanga) dilaporkan mengandung bahan aktif

yang memiliki potensi antioksidan (Singh dkk, 2010). Banyak peneliti yang

telah melaporkan bahwa ekstrak etanol dan air lengkuas (Alpinia galanga)

menunjukkan aktivitas pengumpulan radikal bebas yang signifikan dan juga

memiliki aktivitas pengumpulan anion superoksida kuat (Srividya dkk, 2010).

Aktivitas antioksidan yang terdapat pada ekstrak rimpang lengkuas dapat

berpengaruh terhadap testis, dibuktikan melalui sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Anas dkk (2015) pada mencit jantan galur Swiss, pemberian

ekstrak etanol rimpang lengkuas mampu meningkatkan spermatogenesis dan

juga meningkatkan kualitas spermatozoa.

Menurut penelitian lain yang dilakukan pada tikus Wistar jantan dengan

mengaplikasikan ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga) tampak

peningkatan persentase sperma, motilitas, viabilitas dan hormon testosteron

secara signifikan. Didapatkan peningkatan testosteron serum secara signifikan

pada kelompok yang diberi perlakuan dibandingkan dengan kelompok


kontrol. Selain itu, persentase viabilitas sperma dan motilitas pada kedua

kelompok yang diberi perlakuan meningkat secara signifikan (Mazaheri dkk,

2014). Peningkatan persentase sperma dan hormon testosteron secara

signifikan mengindikasikan bahwa ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia

galanga) berpengaruh terhadap sel-sel pada testis.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap efek

ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga) terhadap perubahan

histopatologi testis mencit jantan yang diinduksi monosodium glutamat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, disusunlah rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh pemberian Monosodium Glutamat terhadap

testis mencit (Mus Musculus L.) jantan?

2. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) terhadap testis mencit (Mus Musculus L.) jantan?

3. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) terhadap testis mencit (Mus Musculus L.) jantan yang

diinduksi monosodium glutamat?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh monosodium glutamat terhadap testis mencit (Mus

musculus L.) jantan.


2. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga)

terhadap testis mencit (Mus musculus L.) jantan.

3. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga)

terhadap testis mencit (Mus musculus L.) yang diinduksi monosodium

glutamat.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian kali ini adalah:

1. Bagi peneliti:

Mendapatkan informasi dan wawasan tentang pengaruh ekstrak etanol

rimpang lengkuas (Alpinia galanga) terhadap gambaran histopatologi

testis mencit jantan yang diinduksi monosodium glutamat.

2. Bagi masyarakat:

Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pengaruh monosodium

glutamat terhadap testis dan manfaat ekstrak etanol rimpang lengkuas

(Alpinia galanga).

3. Bagi ilmu kedokteran:

Dapat mendukung teori-teori kedokteran yang berhubungan dengan

pengaruh monosodium glutamat serta ekstrak etanol rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) terhadap kesehatan tubuh manusia serta dapat dijadikan

referensi untuk penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Testis

2.1.1 Anatomi

Kedua testis terletak di dalam skrotum. Masing-masing testis dikelilingi

oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu tunika albuginea, setelah

itu dilapisi oleh lamina viseralis tunika vaginalis kecuali pada tempat

perlekatan epididimis dan funikulus spermatikus. Tunika vaginalis

adalah sebuah kantong peritoneal yang membungkus testis dan berasal

dari processus vaginalis embrional. Cairan dalam rongga tunika

vaginalis memisahkan lamina viseralis terhadap lamina parietalis dan

memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam skrotum (Moore &

Dalley, 2006). Dari permukaan dalam tunica albuginea, terbentang

banyak septa fibrosa yang membagi bagian dalam organ testis menjadi

lobulus-lobulus. Di dalam setiap lobulus terdapat satu sampai tiga

tubulus seminiferus yang berkelok-kelok. Tubulus seminiferus

bermuara ke dalam jalinan saluran yang dinamakan rete teslis. Di dalam

setiap lobulus di antara tubulus seminiferus terdapat jaringan ikat

lembut dan kelompok sel-sel bulat interstitial (sel-sel Leydig). Rete


testis dihubungkan oleh duktus efferentes yang kecil ke ujung atas

epididimis (Snell, 2012).

Testis diperdarahi oleh arteria testikularis yang berasal dari aorta pars

abdominalis pada kaudal arteria renalis. Vena-vena meninggalkan testis

dan berhubungan dengan plexus pampiriformis yang melepaskan vena

tetikularis dalam canalis inguinalis. Aliran limfe dari testis disalurkan

ke nodi lymphoide lumbalis dan nodi lymphoidei preaortici. Saraf

otonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria

testicularis (Moore dan Dalley, 2006).

2.1.2 Fisiologi

Testis memiliki fungsi ganda yaitu menghasilkan sperma dan

mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% dari massa testis terdiri dari

tubulus seminiferus yang berkelok-kelok dan menjadi tempat

berlangsungnya spermatogenesis. Sel-sel endoftrin yang menghasilkan

testosteron-sel Leydig atau sel interstisial terletak di jaringan ikat

(jaringan interstisial) antara tubulus-tubulus seminiferus. Karena itu,

bagian-bagian testis yang menghasilkan sperma dan mengeluarkan

testosteron secara struktural dan fungsional terpisah. Testosteron adalah

suatu hormon steroid yang berasal dari molekul prekursor kolesterol,

demikian juga hormon seks wanita, estrogen dan progesteron. Setelah

diproduksi, sebagian testosteron disekresikan ke dalam darah untuk

diangkut, terutama dalam bentuk terikat ke protein plasma, ke tempat


kerjanya. Sebagian dari testosteron yang baru dibentuk mengalir ke

lumen tubulus seminiferus, tempat hormon ini berperan penting dalam

produksi sperma. Sebagian besar, tetapi tidak semua, kerja testosteron

akhirnya berfungsi untuk menjamin penyaluran sperma kepada wanita.

Efek testosteron dapat dikelompokkan menjadi lima kategori: (1) efek

pada sistem reproduksi sebelum lahir; (2) efek pada jaringan spesifik

seks setelah lahir; (3) efek terkait reproduksi lainnya; (4) efek pada

karakteristik seks sekunder; dan (5) efek nonreproduksi (Sherwood,

2007).

2.1.3 Histologi

2.1.3.1 Tubulus Seminiferus

Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran

basalis yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut

jaringan peritubular yang mengandung serat-serat jaringan

ikat, sel-sel fibroblast dan sel otot polos yang disebut dengan

sel mioid. Diduga kontraksi sel mioid ini dapat mengubah

diameter tubulus seminiferus dan membantu pergerakan

spermatozoa. Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel berlapis

majemuk. Garis tengahnya lebih kurang 150-250 μm dan

panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis

mencapai 250 m.
Tubulus seminiferus terdiri sel spermatogenik dan sel Sertoli

yang mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang

berkembang, hal ini tidak dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel

spermatogenik membentuk sebagian terbesar dari lapisan epitel

dan melalui proliferasi yang kompleks akan menghasilkan

spermatozoa. Diameter tubulus seminiferus adalah jarak antar

dua titik yang bersebrangan pada garis tenganya, titik tersebut

berada pada membrana basalis tubulus seminiferus (Junqueira,

2007).

Gambar 1. Tubulus Seminiferus (Junqueira, 2007).

2.1.3.2 Sel Germinal

Spermatogonium adalah sel spermatid yang terletak di

samping lamina basalis. Sel spermatogonium relatif kecil,

bergaris tengah sekitar 12 μm dan intinya mengandung

kromatin pucat. Pada keadaan kematangan kelamin, sel ini

mengalami sederetan mitosis lalu terbentuklah sel induk atau


spermatogonium tipe A, dan mereka berdiferensiasi selama

siklus mitotik yang progresif menjadi spermatogonium tipe B.

Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk garis keturunan

spermatogenik, sementara spermatogonium tipe B merupakan

sel progenitor yang berdiferensiasi menjadi spermatosit primer.

Spermatosit primer adalah sel terbesar dalam garis turunan

spermatogenik ini dan ditandai adanya kromosom dalam tahap

proses penggelungan yang berbeda di dalam intinya.

Spermatosit primer memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N

DNA (Junqueira, 2007).

Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena

merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase

interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki

pembelahan kedua. Spermatosit sekunder memilki 23

kromosom (22+X atau 22+Y) dengan pengurangan DNA per

sel (dari 4N menjadi 2N). Pembelahan spermatosit sekunder

menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki ukuran yang

kecil garis tengahnya 7-8 μm, inti dengan daerah-daerah

kromatin padat dan lokasi jukstaluminal di dalam tubulus

seminiferus. Spermatid mengandung 23 kromosom. Karena

tidak ada fase S (sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan

meiosis pertama dan kedua dari spermatosit, maka jumlah


DNA per sel dikurangi setengahnya selama pembelahan kedua

ini menghasilkan sel-sel haploid (1N) (Junqueira, 2007).

2.1.3.3 Sel Sertoli

Sel Sertoli adalah sel piramid memanjang yang berdekatan

dengan sel-sel dari garis keturunan spermatogenik. Dasar sel

Sertoli melekat pada lamina basalis, sedangkan ujung apeksnya

sering meluas ke dalam lumen tubulus seminiferus. Dengan

mikroskop cahaya, bentuk sel Sertoli tidak jelas terlihat karena

banyaknya juluran lateral yang mengelilingi sel

spermatogenik. Kajian dengan mikroskop elektron

mengungkapkan bahwa sel ini mengandung banyak retikulum

endoplasma licin, sedikit retikulum endoplasma kasar, sebuah

kompleks Golgi yang berkembang baik, dan banyak

mitokondria dan lisosom. Inti yang memanjang yang sering

berbentuk segitiga, memiliki banyak lipatan dan sebuah anak

inti yang mencolok, memiliki sedikit heterokromatin. Fungsi

utama sel Sertoli adalah untuk menunjang, melindungi dan

mengatur nutrisi spermatozoa. Selain itu, sel Sertoli juga

berfungsi untuk fagositosis kelebihan sitoplasma selama

spermatogenesis, sekresi sebuah protein pengikat androgen dan

inhibin, dan produksi hormon anti-Mullerian (Junqueira,

2007).
2.1.3.4 Sel Leydig

Sel insterstisial Leydig merupakan sel yang memberikan

gambaran mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig

letaknya berkelompok memadat pada daerah segitiga yang

terbentuk oleh susunan-susunan tubulus seminiferus. Sel-sel

tersebut besar dengan sitoplasma sering bervakuol pada sajian

mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung butir-butir

kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula

dijumpai sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel kaya

dengan benda-benda inklusi seperti titik lipid, dan pada

manusia juga mengandung kristaloid berbentuk batang. Celah

di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan

jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe (Junqueira,

2007). Sel leydig dan sel sertoli tersaji pada gambar 2.

Gambar 2. Sel Leydig dan Sel Sertoli (Slomianka, 2009).


2.2. Mencit (Mus Musculus L.)

2.2.1 Klasifikasi
Menurut Priyambodo (2003) klasifikasi mencit sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Bangsa : Muridae

Marga : Mus

Jenis : Mus musculus L.

Gambar 3. Mencit (Mus musculus L.) (Priambodo, 2003).

2.2.2 Biologi Mencit


Mencit temasuk hewan mamalia yang masuk dalam kelas Mamalia.

Mencit merupakan salah satu golongan hewan mamalia pengerat,

bersifat omivorus dan nokturnal. Ciri umum mencit memiliki warna

kulit rambut tubuh putih atau keabu-abuan dengan perut sedikit pucat,

mata berwarna merah atau hitam (Murwanti dkk, 2004).


Mencit memiliki bentuk tubuh kecil, berwarna putih, serta memiliki

siklus estrus yang pendek dan teratur antara 4 – 5 hari. Tempat untuk

pemeliharaan mencit harus dijauhkan dari kebisingan, serta menjaga

kebersihannya, dengan suhu ruangan 18 – 19oC dan kelembaban udara

antara 30 – 70%. Pada mencit jantan memiliki berat badan sekitar 18-

35 g dan dewasa dengan umur 35-60 hari. Biasanya mencit dapat hidup

selama 1-2 tahun, dengan masa reproduksi 1,5tahun (Akbar, 2010).

2.2.3 Sistem Reproduksi Mencit Jantan


Organ reproduksi mencit jantan terdiri atas organ reproduksi primer,

kelompok kelenjar kelamin pelengkap, dan organ kopulatoris. Organ

reproduksi primer mencit jantan disebut gonad atau testis yaitu suatu

kelenjar benih yang merupakan bagian alat reproduksi utama pada

hewan jantan. Kelenjar kelamin pelengkap terdiri kelenjar vesikularis,

kelenjar prostat, dan kelenjar cowper, serta terdiri dari saluran-saluran

reproduksi yang terdiri dari epididimis, dan vas deferens.

Organ kopulatoris mencit jantan yaitu penis yang merupakan alat

kelamin luar, berfungsi untuk menyalurkan sperma pada organ

reproduksi betina (Syaifuddin, 2006).

2.2.4 Histologi Testis Mencit


Organ reproduksi jantan yaitu testis, tubulus seminiferus, dan

epididimis. Testis merupakan organ utama pada jantan, biasanya

berpasangan dan fungsi utama adalah menghasilkan sperma dan


hormon reproduksi jantan utamanya androgen. Tubulus seminiferus

terdiri atas jaringan ikat fibrosa, lamina basalis, dan epitel

germinitivum. Epitel germinal terdiri dari 4-8 lapisan sel yang

menempati ruang antara membran basalis dan lumen tubulus.

Epididimis dibatasi oleh jaringan ikat pada bagian luar, lapisan otot

polos ditengah, dan epitel berlapis banyak palsu bersilis di bagian

dalam. Pada mencit, testis hanya terdiri dari satu ruangan saja. Di dalam

testis terdapat saluran-saluran halus yang melilit disebut tubulus

seminiferus, tempat berlangsungnya spermatogenesis (Adnan, 2010).

Histologi testis mencit tersaji pada gambar 4.

Gambar 4. Histologi testis mencit (Marieb & Hoehn, 2007).

Sel Sertoli yang berfungsi untuk memelihara, memberi nutrisi, serta

melindungi sel spermatogenik dari perubahan PH. Sel sertoli terletak

diantara sel spermatogonia, tegak pada lamina basalis, dan puncaknya

mencapai lumen (Junqueira, 2007).


Sel-sel sertoli ini juga mensekresikan cairan ke dalam tubulus

seminiferus yang digunakan sebagai transport sperma, dan juga

mensekresikan protein pengikat androgen oleh sel-sel sertoli di bawah

pengawasan FSH dan testosteron dalam tubulus seminiferus yang akan

digunakan dalam proses spermatogenesis (Adnan dkk, 2010).

2.3 Lengkuas (Alpinia galanga)

2.3.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Alpinia Roxb.

Spesies : Alpinia galanga (L.) Sw. (USDA, 2014).

2.3.2 Morfologi
Lengkuas ini merupakan tumbuhan tegak yang tinggi dan berumur

panjang (berumur tahunan) dengan tinggi sekitar 1-2 meter, bahkan

dapat mencapai 3,5 meter. Lengkuas terdiri atas batang, daun, pelepah,

dan rimpang. Batangnya tegak, tersusun oleh pelepah-pelepah daun

yang bersatu membentuk batang semu berwarna hijau agak keputih-

putihan. Permukaan atasnya berwarna hijau mengkilat dan bawahnya


hijau pucat. Daun lengkuas berbentuk bulat panjang dengan ujung

meruncing dengan pangkal tumpul serta tepi daun rata dan bertangkai

pendek serta tersusun berseling. Pertulangan daun lengkuas ini

menyirip dengan panjang daun sekitar 20-60 cm dan lebar daun 4-15

cm. Pelepah daun sekitar 15-30 cm, beralur dan berwarna hijau

(Udjiana, 2008). Rimpang lengkuas berukuran besar dan tebal,

berdaging, berbentuk silindris, diameter sekitar 2–4 cm, dan bercabang-

cabang. Rimpang lengkuas merupakan salah satu bahan obat herbal

yang telah banyak digunakan oleh masyarakat (Winarti, 2015).

Gambar 5. Lengkuas (Alpinia galanga) (Mooduto, 2014).

2.3.3 Kandungan Lengkuas

Lengkuas (Alpinia galanga) telah dilaporkan memiliki beberapa bahan

aktif obat yang memiliki potensi antitumor, antioksidan, antijamur,

antibakteri, pelindung sistem pencernaan, hipoglikemik, hipolipidemik,

zat anti-inflamasi (Singh dkk., 2012). Ekstrak etanol rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) menunjukkan aktivitas pembersihan radikal bebas

yang baik (Mahae dkk, 2009). Ekstrak etanol rimpang lengkuas

menunjukkan kemampuan membersihkan radikal 2,2-diphenyl-1-


picrylhydrazyl (DPPH) tertinggi serta nilai oxygen radical absorbance

capacity (ORAC) tertinggi dibandingkan dengan ekstrak air dan

minyak esensial. Rimpang lengkuas (Alpinia galanga) mengandung

flavonoid, beberapa di antaranya adalah kaemperol, kaempferida,

galangin, dan quercetin (Jain, 2012). Galangin dan kaempferida

memiliki efek proteksi pada DNA dari kerusakan (Divakaran dkk,

2013). Rimpang lengkuas (Alpinia galanga) juga mengandung ACA

(acetoxy chavicol acetate) yang memiliki aktivitas antioksidan.

Penelitian mengenai ACA pada lengkuas dikombinasi dengan

auraptene, nobiletin dan zerumbone serta meneliti mekanisme

molekuler yang mendasari memberikan informasi bahwa phytochemical

dapat sebagai kemopreventif dengan penghambatan inflamasi yang

berhubungan dengan penghambatan karsinogenesis dan dengan

kombinasi beberapa phytochemical akan memberikan hasil yang baik,

karena masing-masing phytochemical mempunyai cara kerja yang

berbeda (Morikawa dkk, 2005). Ekstrak tanol, air dan volatil oil dari

lengkuas (Alpinia galanga) digabung dengan Boesenbergia pandurata,

Curcuma longa, Kaemferia galanga dan Zingiber afficinale mempunyai

efek menghilangkan radikal bebas (Zaeoung dkk, 2005).

2.3.4 Pengaruh Ekstrak Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) terhadap


Testis

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anas dkk (2015) membuktikan

bahwa pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas yang telah

difraksinasi mampu meningkatkan spermatogenesis dan juga


meningkatkan kualitas spermatozoa. Hal ini berkaitan dengan senyawa

ACA dan senyawa golongan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak

rimpang lengkuas. Senyawa ACA dan senyawa golongan flavonoid

mampu mempengaruhi spermatogenesis dan kualitas spermatozoa

karena aktivitasnya sebagai antioksidan. Secara umum, antioksidan

mampu mencegah aktivitas berlebih dari reactive oxygen species (ROS)

yang dihasilkan melalui stres oksidasi. Aktivitas oksidasi ROS yang

dihambat oleh antioksidan memberikan kesempatan sel-sel germinal

utuh dapat berkembang menjadi sel-sel spermatosit, spermatid dan pada

akhirnya menjadi spermatozoa matang yang memenuhi tubulus

seminiferus (Maneesh & Jayalekshmi, 2006).

2.4 Monosodium Glutamat

2.4.1 Deskripsi

Monosodium glutamat (MSG) yang juga disebut umami, ditemukan

pertama kali oleh Profesor Kikunae Ikeda seorang ahli kimia Jepang

pada tahun 1909, ia mengisolasi asam glutamat dari rumput laut yang

biasa digunakan dalam masakan Jepang, kemudian dia menemukan rasa

lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa yang pernah

dikenalnya, oleh karena itu, dia menyebut rasa itu dengan sebutan

‘umami’ yang berasal dari bahasa Jepang ’umai’ yang berarti enak dan

lezat (Wakidi, 2012). Ia mengidentifikasi umami sebagai rasa dasar

kelima setelah manis, asam, asin, dan pahit di lidah. Umami


digambarkan sebagai rasa gurih, atau daging, atau sebagai rasa kaldu

(Rangan dkk, 2009).

MSG bersifat sangat larut dalam air, namun MSG tidak bersifat

higroskopis sehingga sulit untuk larut di bahan pelarut organik umum

(Geha dkk, 2000). MSG bila larut dalam air ataupun saliva akan

berisosiasi menjadi garam bebas dan menjadi bentuk anion dari

glutamat. Glutamat akan membuka channel Ca2+ pada neuron yang

terdapat taste bud sehingga memungkinkan Ca2+ bergerak ke dalam sel

dan menimbulkan depolarisasi reseptor dan potensial aksi yang sampai

ke otak lalu diterjemahkan sebagai rasa lezat (Siregar, 2009). Glutamat

yang terdapat dalam MSG merupakan suatu asam amino yang banyak

dijumpai pada makanan, kandungan glutamat 20% dari total asam

amino pada beberapa makanan baik bebas maupun terikat pada peptida

ataupun protein (Garattini, 2000).

2.4.2 Toksisitas

MSG dikategorikan sebagai bahan yang aman untuk dikonsumsi (FDA,

2011). Toksisitas akut glutamat sangat rendah dalam keadaan normal,

dosis oral yang mematikan pada 50% tikus percobaan adalah 15.000-

18.000 mg/KgBB. Ada dua isu yang berkaitan dengan asupan tinggi

MSG, yaitu neurotoksisitas potensial pada bayi dan peran MSG dalam

"Chinese Restaurant Syndrome" setelah mengkonsumsi makanan Cina

(Walker & Lupien, 2000).


Sehubungan dengan neurotoksisitas, sebuah percobaan pada mencit

baru lahir melalui subkutan dapat menyebabkan nekrosis otak termasuk

hipotalamus yang ketika dewasa dapat terjadi hambatan perkembangan

tulang rangka, obesitas bahkan sterilitas pada betina (Olney, 1969).

Selain itu, sebuah penelitian terhadap tikus Sprague dawley yang

mengalami lesi nucleus arkuatus setelah penyuntikan MSG 4 mg/gr

berat badan secara subkutan pada hari 1, 3, 5, 7 dan 9 setelah 10

minggu memperlihatkan adanya plak aterosklerotik pada permukaan

lumen dinding aorta, degenerasi endothelium, inti endothelium

mengalami edema, adanya vesikel berbagai ukuran pada lapisan

subendotelium dan otot polos mengalami migrasi dari tunika media ke

tunika intima melalui interna elastika yang robek, juga disertai

peningkatan kadar kolesterol total, low density lipoprotein (LDL), kadar

nitric okside berkurang sedangkan kadar high density lipoprotein

(HDL) tidak berubah. Konsumsi MSG dosis tinggi memiliki beberapa

efek merusak pada otak tikus wistar. Dapat mempengaruhi fungsi otak,

menyebabkan tremor, tidak stabil, gerakan yang tidak terkoordinasi,

dan ataksia (Eweka, 2011).

Terdapat laporan timbulnya gejala yang tidak nyaman pada manusia

antara lain kaku pada bagian belakang leher yang berangsur menjalar

pada kedua lengan dan punggung, lemah, jantung berdebar, sakit

kepala, rasa terbakar, tekanan pada wajah dan nyeri dada. Kumpulan

gejala tersebut dikenal dengan sebutan chinesse restaurant syndrome


yang umumnya timbul setelah mengkonsumsi makanan china yang

banyak mengandung MSG (FDA, 2011).

2.4.3 Pengaruh Monosodium Glutamat terhadap Testis

Terdapat tiga mekanisme MSG memberikan efek negatif pada testis,

yaitu gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-testis, gangguan

langsung pada testis, dan melalui transporter glutamat (Alalwani, 2013).

MSG di dalam tubuh akan mengalami penguraian menjadi bentuk

asalnya, yaitu asam glutamat. Konsumsi MSG yang berlebih akan

meningkatkan glutamat dalam tubuh meningkat. Jumlah asam glutamat

yang berlebih menyebabkan asam glutamat tidak dapat digunakan

dalam proses sintesis protein, melainkan akan menjadi radikal bebas di

dalam tubuh. Radikal bebas akan mencari pasangan elektron dari

molekul-molekul tubuh manusia; seperti pada karbohidrat, protein,

maupun lemak; sehingga akan merusak organela-organela dalam sel

manusia; proses ini disebut sebagai stres oksidatif. Stres oksidatif pada

otak menyebabkan degenerasi sel-sel otak (terlebih lagi pada beberapa

bagian otak yang memiliki banyak reseptor asam glutamat dan tidak

memiliki sawar darah otak, misalnya hipotalamus). Degenerasi sel-sel

otak akan menyebabkan kerusakan pada hipotalamus (MSG

menyebabkan kerusakan yang signifikan pada neuron nukleus arkuata)

sehingga kadar adalah Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)

menurun. Penurunan GnRH mengakibatkan penurunan kadar FSH dan


LH. FSH berfungsi merangsang spermatogenesis dan merangsang sel

Sertoli untuk memproduksi androgen binding protein (ABP), sementara

LH berfungsi merangsang sel Leydig untuk menghasilkan testosteron.

Terganggunya produksi FSH dan LH tentunya akan mempengaruhi

aktivitas sel Sertoli dan sel Leydig, semua hal ini akan berujung pada

gangguan spermatogenesis yang dapat dilihat pada gambaran

histopatologis testis (Alalwani, 2013).

Mekanisme kedua terjadi ketika jumlah asam glutamat yang berlebih

akan menyebabkan stres oksidatif pada sel-sel dalam testis sehingga

akan menyebabkan kerusakan secara langsung pada sel-sel di dalam

testis (Budiman, 2015).

Transporter dan reseptor glutamat dapat ditemukan dalam berbagai

jaringan: hipotalamus, limpa, timus, hati, ginjal, sistem endokrin,

ovarium, dan juga testis (Alalwani, 2013). Ketika sel terpajan glutamat

dalam jumlah banyak, sel akan mati. Glutamat memiliki kemampuan

untuk membuka kanal kalsium sel sehingga kalsium dapat masuk ke

dalam sel. Selain itu, glutamat juga menghambat magnesium untuk

menghalangi terbukanya kanal kalsium, hal ini merupakan reaksi yang

normal. Namun ketika jumlah glutamat berlebihan akan menyebabkan

macetnya kanal kalsium di beberapa sel, hal ini mengarah pada

kerusakan sel-sel tersebut (Haroun, 2009).


2.5 Kerangka Teori

Monosodium
Ekstrak etanol rimpang
Glutamat
lengkuas (Alpinia galanga)

Radikal bebas

Antioksidan

Stres oksidatif

Testis Hipotalamus

Penurunan sekresi Penurunan sekresi


FSH dan LH testosteron

Gangguan spermatogenesis

Kelainan gambaran
histopatologi testis

Gambar 6. Kerangka Teori


2.6 Kerangka Konsep

K(+)

Tidak diberi perlakuan

K(-)

MSG 4 mg/grBB

P1
Gambaran
MSG 4 mg/grBB

Ekstrak etanol rimpang lengkuas Histopatologi testis


14 mg/20 grBB

P2

MSG 4 mg/grBB

Ekstrak etanol rimpang lengkuas


28 mg/20 grBB

P3

MSG 4 mg/grBB

Ekstrak etanol rimpang lengkuas


56 mg/20 grBB

Gambar 7. Kerangka Konsep


2.7 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh pemberian monosodium glutamat terhadap testis

mencit (Mus musculus L.) jantan.

2. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia

galanga) terhadap testis mencit (Mus musculus L.) jantan.

3. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia

galanga) terhadap testis mencit (Mus musculus L.) yang diinduksi

monosodium glutamat.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian metode eksperimental dengan rancangan acak

lengkap (RAL) dan desain penelitian Post Test Only Control Group. Desain

ini melibatkan kelompok subjek yang diberi perlakuan eksperimental

(kelompok eksperimen). Dari desain dilakukan percobaan terhadap 5 (lima)

kelompok perlakuan terhadap hewan percobaan mencit putih jantan (Mus

musculus L.) strain DDY (Deutschland, Denken and Yoken) dewasa.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan pada bulan Oktober sampai

dengan Desember 2017 di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Pembedahan organ dan pembuatan preparat histologi testis mencit (Mus

musculus L) dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung. Sementara pembuatan ekstrak etanol

rimpang lengkuas (Alpinia galanga) dilakukan di Laboratorium Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.


3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mencit putih jantan (Mus musculus L.)

strain DDY dewasa umur 2,5-3 bulan dengan berat 25-35 gram yang

dikembangbiakan di Palembang Tikus Center, Palembang.

Penentuan jumlah sampel ini berdasarkan rumus Federer untuk uji

eksperimental.

(t-1) (n-1) ≥ 15

Keterangan:

t = jumlah kelompok percobaan dan n adalah jumlah pengulangan atau

jumlah sampel pada setiap kelompok (Arkeman & David, 2006).

Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan. Jadi, perhitungan

sampelnya menjadi:

(5-1) (n-1) ≥ 15

4 (n-1) ≥ 15

n-1 ≥ 15/4

n-1 ≥ 3,75

n ≥ 4,75
Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan sampel 5 ekor

mencit putih jantan untuk setiap perlakuan. Untuk menghindari drop out

ditambahkan mencit dengan rumus sebagai berikut:

n
N=
1−𝑓

Keterangan:

N = Besar sampel koreksi

n = jumlah sampel berdasarkan estimasi

f = Perkiraan proporsi drop out sebesar 10% (Sastroasmoro & Ismael, 2010).

5
N=
1−𝑓

5
N=
1 − 10%

5
N=
0,9

N = 5,55

N=6

Berdasarkan perhitungan sampel di atas, akan diberikan penambahan 1 ekor

tikus perkelompok untuk menghindari drop out. Sehingga jumlah sampel


yang digunakan adalah sebanyak 30 ekor mencit putih jantan (Mus musculus

L.) strain DDY. Sampel ini akan dipilih menggunakan metode random

stratified.

Sampel yang dipilih ialah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Adapun kriterianya ialah sebagai berikut:

Kriteria Inklusi

a. Mencit putih (Mus musculus L.) strain DDY

b. Jenis kelamin jantan

c. Usia 2,5-3 bulan

d. Berat badan 25-35 gram

Kriteria Eksklusi

a. Kelainan anatomis

b. Tikus kurang sehat, penampakan rambut rontok, kurang aktif, keluar

eksudat dari hidung, ruam pada kulit

c. Penurunan berat badan lebih dari 10% pada saat masa adaptasi

d. Mati selama masa penelitian

3.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Bahan Penelitian

a. Mencit (Mus Musculus L.) jantan sebanyak 30 ekor

b. Pelet sebagai makanan hewan percobaan


c. Air

d. Monosodium glutamat (MSG)

e. Lengkuas

3.4.2 Bahan Kimia

a. Kloroform

b. Formalin

c. Alkohol 70-100%

d. Zat warna Hematoksilin-Eosin (HE)

e. Paraffin

f. Xylol

g. Canada balsam

h. NaCl 0,9%

i. Aquades

j. Kloroform

3.4.3 Alat Penelitian

a. Kandang mencit

b. Sonde lambung

c. Spuit 1 cc

d. Tempat minum mencit

e. Minor set

f. Mikroskop

g. Pipet tetes

h. Erlenmeyer

i. Mikrotom
j. Rotary evaporator

k. Soxhlet

3.5 Identifikasi variabel dan definisi operasional

3.5.1 Identifikasi variabel


3.5.1.1 Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan

gambaran histopatologi testis yang dinilai dengan

menggunakan kriteria Johnsen.

3.5.1.2 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol

rimpang lengkuas dan MSG.

3.5.2 Definisi operasional variabel

Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian dan agar penelitian

tidak menjadi terlalu luas, maka dibuat definisi operasional sebagai

berikut:

1. Monosodium glutamat: penambah rasa makanan dengan L-

glutamic acid sebagai komponen asam amino. Adapun MSG yang

digunakan dalam penelitian ini adalah MSG yang ada di pasaran

yang telah dilarutkan dalam NaCl yang diberikan secara

intraperitoneal sebanyak 4 mg/grBB yang ditimbang

menggunakan neraca analitik.


2. Ekstrak etanol rimpang engkuas: penyaringan dari zat-zat aktif

yang terdapat dalam rimpang lengkuas menggunakan pelarut

etanol 70%. Ekstrak etanol rimpang lengkuas diberikan peroral

dengan beberapa macam dosis yang berbeda tiap kelompok

perlakuan. Dosis 14 mg/20 grBB diberikan pada kelompok

perlakuan 1. Dosis 28 mg/20 grBB diberikan pada kelompok

perlakuan 2. Dosis 56 mg/20 grBB pada kelompok perlakuan 3.

3. Gambaran Histopatologi testis: gambaran histopatologi testis mencit

(Mus Musculus L.) jantan dinilai setelah diinduksi monosodium

glutamat dan diberi ekstrak etanol rimpang lengkuas. Penilaian

gambaran histopatologi testis dilakukan menggunakan mikroskop

dengan pembesaran 400x dalam 5 lapang pandang dan

menggolongkannya dalam kriteria Johnsen (Dohle dkk, 2012).

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Adaptasi hewan percobaan

Mencit yang telah diambil dari populasi di Palembang Tikus Center

kemudian dimasukan ke kandang yang telah dipersiapkan di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung. Sebelum diadaptasi, mencit

ditimbang terlebih dahulu, kemudian mencit diadaptasikan pada

lingkungan barunya selama 1 minggu. Pemberian makan dan minum

dilakukan secara ad libitum (tidak terbatas). Mencit yang telah

diadaptasi selama 1 minggu ditimbang kembali berat tubuhnya.


3.6.2 Persiapan hewan percobaan

Tikus yang telah diadaptasi selama 1 minggu ditimbang berat tubuhnya

lalu diamati kesehatannya secara fisik (gerakan, pola makan dan

minumnya) sebelum diberi perlakuan.

3.6.3 Penentuan dosis MSG

Preparat yang digunakan berupa Monosodium Glutamat murni dalam

bentuk serbuk kristal dengan dosis toksik 4 mg/g berat badan. Mencit

yang digunakan dalam penelitian memiliki berat badan yang berkisar

antara 25-35 gram sehingga rata-rata berat badan mencit yang dipakai

adalah 30 gram.

MSG = dosis x berat badan mencit

= 4 mg/gr BB x 30 gr

= 120 mg

Didapati berat MSG yang digunakan sejumlah 120 mg. Kemudian

MSG ditimbang dengan menggunakan neraca analitik sampai berat

MSG 120 mg. Setelah ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam gelas

ukur lalu ditambahkan dengan 0,5 ml larutan NaCl 0,9%. Setelah itu

diaduk dengan spatula sampai kristal MSG larut (Anindita, 2012).


3.6.4 Pembuatan ekstrak etanol rimpang lengkuas

Pembuatan ekstrak diawali dengan pemotongan dan pengeringan

rimpang lengkuas dengan oven suhu 50°C, selanjutnya dihaluskan

menjadi serbuk. Proses selanjutnya adalah maserasi, yaitu menimbang

serbuk lengkuas kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% dengan

perbandingan bahan dan pelarut 1 : 7. Proses maserasi dibantu dengan

pengadukan. Jika larutan sudah jenuh maka dilakukan remaserasi

dengan perbandingan 1 : 4. Setelah proses pengadukan selesai lalu

diamkan dan rendam selama lima malam, kemudian dilakukan

penyaringan. Filtrat yang dihasilkan diuapkan pelarutnya menggunakan

evaporator dengan pengurangan tekanan sampai dihasilkan ekstrak

kental.

3.6.5 Penentuan dosis ekstrak etanol rimpang lengkuas

Jumlah bahan uji yang diberikan ke tubuh mencit disesuaikan dengan

dosis dan berat badan mencit. Sebuah percobaan pada tikus putih

menggunakan dosis ekstrak etanol rimpang lengkuas 100 mg/200 g

menunjukkan efek antioksidan yang baik (Wibowo, 2013). Maka

dilakukan konversi dosis tikus ke dosis mencit:

Dosis ekstrak etanol rimpang lengkuas adalah 100 mg/200 gr tikus

(Wibowo, 2013). Nilai konversi dari tikus 200 gr untuk mencit 20 gr

adalah 0.14 (Suhardjono, 1995).


Dosis tikus 200 gr = 200 gr/200 gr x 100 mg = 100 mg

Dosis mencit 20 gr = 100 mg x 0.14 = 14 mg

Dosis untuk 20 g mencit adalah 14 mg. Dalam penelitiaan ini,

kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak diberikan ekstrak

etanol rimpang lengkuas. Jadi, dosis yang digunakan untuk tiap mencit

pada kelompok perlakuan 1 adalah sebanyak 14 mg/20 gr, pada

kelompok perlakuan 2 adalah 28 mg/20 gr, dan pada kelompok

perlakuan 3 adalah 56 mg/20 gr.

3.6.6 Prosedur pemberian perlakuan

Setiap kelompok mempunyai perlakuan yang berbeda, yaitu:

1. Kontrol (+): tidak diberi perlakuan.

2. Kontrol (-): hanya diberi MSG 4 mg/gr berat badan yang dilarutkan

dalam 0,5 ml NaCl 0,9% secara intraperitoneal selama 14 hari

perlakuan.

3. Perlakuan 1: diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam

0,5 ml NaCl 0.9% secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari +

ekstrak etanol rimpang lengkuas 14 mg/20 gr berat badan secara oral

setiap hari selama 7 hari perlakuan.

4. Perlakuan 2: diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam

0,5 ml NaCl 0.9% secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari +


ekstrak etanol rimpang lengkuas 28 mg/20 gr berat badan secara oral

setiap hari selama 7 hari perlakuan.

5. Perlakuan 3: diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam

0,5 ml NaCl 0.9% secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari +

ekstrak etanol rimpang lengkuas 56 mg/20 gr berat badan secara oral

setiap hari selama 7 hari perlakuan.

3.6.7 Proses Pembedahan, Pengambilan, Penimbangan, dan Pengamatan

3.6.7.1 Proses Pembedahan

Setelah 21 hari perlakuan, masing-masing hewan coba

dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya

dibedah. Mempersiapkan alatalat bedah (bak paraffin, gunting,

pinset, jarum) yang akan digunakan.

3.6.7.2 Proses Pengambilan dan Penimbangan Testis

Setelah pembedahan selesai, pengambilan bagian testis dengan

menggunakan gunting. Kemudian meletakkan testis mencit

pada kertas aluminium foil agar dapat dengan mudah

memisahkan testis dengan lemak. Selanjutnya penimbangan

dilakukan untuk megetahui berat testis, dengan cara

menimbang berat testis bagian kiri dan kanan mencit dengan

timbangan analitik yang memiliki akurasi 0,01 g. Selanjutnya,


berat kedua testis dirata-ratakan dan menjadi rata-rata testis

masing-masing mencit.

3.6.7.3 Pembuatan Sediaan Mikroskopis

Pembuatan sediaan miskropkopis dilakukan dengan metode

parafin dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE).

Hematoksilin memiliki sifat memulas jaringan basofilik,

sedangkan eosin memulas jaringan bersifat asidofilik.

Pewarnaan HE adalah pewarnaan yang paling sering dilakukan

(Aziztama, 2012).

Sampel testis akan difiksasi dengan formalin 10% lalu dikirim

ke laboratorium Patologi Anatomi FK Unila untuk membuat

sediaan mikroskopis jaringan testis.

Teknik pembuatan histopatologi menurut bagian Patolofi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Mahesya,

2014):

a. Fixation

Spesimen berupa potongan testis yang telah dipotong secara

representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin

10% selama 3 jam. Setelah itu, dicuci di bawah air mengalir

sebanyak 3-5 kali.


b. Trimming

Organ dikecilkan hingga ukuran 3 mm. Potongan organ

testis tersebut lalu dimasukkan ke dalam tissue cassette.

c. Dehidrasi

Keringkan tissue cassette dengan diletakkan pada tisu

pengering dehidrasi dengan:

- Alkohol 70% selama 30 menit

- Alkohol 96% selama 30 menit

- Alkohol 96% selama 30 menit

- Alkohol 96% selama 30 menit

- Alkohol absolut selama 1 jam

- Alkohol absolut selama 1 jam

- Alkohol absolut selama 1 jam

- Alkohol xylol 1:1 selama 30 menit

d. Clearing

Sisa alkohol dibersihkan dengan xylol I dan xylol II

masing-masing selama 1 jam.

e. Impregnasi

Menggunakan parafin selama 1 jam, di dalam oven dengan

suhu 65°C.

f. Embedding

Sisa parafin yang ada di pan dibersihkan dengan dipanaskan

di atas api dan diusap dengan kapas. Parafin cair disiapkan

dengan memasukkan parafin ke dalam cangkir logam dan


dimasukkan ke dalam oven dengan suhu di atas 58°C.

Parafin cair dituangkan ke dalam pan. Kemudian,

pindahkan satu per satu dari tissue cassette ke dasar pan

dengan mengatur jarak yang satu dengan yang lain. Setelah

itu, pan dimasukkan ke dalam air. Parafin yang berisi

potongan jaringan testis dilepaskan dari pan dengan

dimasukkan ke dalam suku 4-6°C selama beberapa saat.

Parafin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada

dengan menggunakan skalpel. Letakkan pada balok kayu,

ratakan pinggirannya, dan dibuat ujungnya sedikit

meruncing. Blok parafin, siap dipotong dengan mikrotom.

g. Cutting

Dilakukan setelah pemotongan halus dengan ketebalan 4-5

mikron menggunakan mikrotom dengan disposable knife.

h. Staining (pewarnaan) dengan Hematoksilin-Eosin

Lakukan deparafinisasi dalam larutan xylol I selama 5

menit dan xylol II selama 5 menit.

Dehidrasi dalam ethanol absolut selama 1 jam, alkohol 96%

selama 2 menit, alkohol 70% selama 2 menit, dan air

selama 10 menit.

Pulaskan inti dengan Hematoksilin selama 15 menit dan

bilas dengan air mengalir. Warnai dengan Eosin selama

maksimal1 menit. Dehidrasi dengan alkohol 70% selama 2

menit, alkohol 96% selama 2 menit, dan alkohol absolut


selama 2 menit. Penjernihan dengan xylol I selama 2 menit

dan xylol II selama 2 menit.

i. Mounting dengan entelan dan tutup dengan deck glass

Slide ditempatkan di atas kertas tisu pada kertas datar dan

tetesi dengan bahan mounting, yaitu entelan. Tutup dengan

deck glass dan cegah terbentuknya gelembung udara.

j. Slide dibaca dengan mikroskop

3.6.6.4 Pemeriksaan Histologi

Penilaian struktur histopatologi testis dilakukan terhadap

preparat awetan yang diwarnai dengan Haematoxilin-Eosin

dan dinilai secara semikuantitatif menggunakan skor

Johnsen dengan melihat 5 lapang pandang pada mikroskop

dengan perbesaran 400x.

Tabel 1. Kriteria Johnsen score

Skor Penilaian
10 Spermatogenesis lengkap dan tubulus tampak normal
9 Tampak banyak spermatozoa namun spermatogenesis tidak
teratur
8 Hanya sedikit spermatozoa yang tampak
7 Tidak tampak spermatozoa namun banyak spermatid yang
tampak
6 Hanya sedikit spermatid yang tampak
5 Tidak tampak spermatozoa atau spermatid namun banyak
spermatosit
4 Tampak sedikit spermatosit
3 Hanya spermatogonia yang tampak
2 Tidak ada sel germinal yang tampak
1 Tidak ada sel germinal atau sel Sertoli yang tampak
(Johnsen, 1970)
3.7 Analisis Data

Setelah mendapatkan data dari penelitian, data tersebut dianalisis dengan

program SPSS versi 22.0 untuk menilai apakah distribusi datanya normal atau

tidak secara statistik. Pengujian bisa menggunakan uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov atau menggunakan uji Shapiro-Wilk. Karena sampel

yang digunakan dalam penelitian kurang dari 50, maka uji yang digunakan

adalah uji Shapiro-Wilk. Setelah menguji normalitas data, dilakukan uji untuk

mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data memiliki varians yang sama

atau tidak dengan uji Levene. Jika didapatkan data yang berdistribusi normal

dan homogen maka dilanjutkan dengan uji parametrik one way ANOVA.

Namun bila tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji parametrik, pengujian

akan menggunakan uji non-parametrik, pengujian akan menggunakan uji

non-parametrik Kruskal-Wallis, hipotesis dapat dikatakan diterima ketika

nilai p<0,05.
3.8 Alur Penelitian

Persiapan penelitian

Alat & bahan yang


diperlukan

Kontrol (+) Kontrol (-) Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Mencit diadaptasi selama 1 minggu

Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian


Tidak diberi secara IP secara IP secara IP secara IP
perlakuan MSG 4 MSG 4 MSG 4 MSG 4
mg/grBB 14 mg/grBB 14 mg/grBB 14 mg/grBB 14
hari hari hari hari

Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian


MSG MSG MSG MSG
dihentikan dihentikan dihentikan dihentikan
pada hari ke- pada hari ke- pada hari ke- pada hari ke-
15 15 dilanjutkan 15 dilanjutkan 15 dilanjutkan
dengan dengan dengan
pemberian pemberian pemberian
ekstrak etanol ekstrak etanol ekstrak etanol
rimpang rimpang rimpang
lengkuas 14 lengkuas 28 lengkuas 56
mg/20 grBB mg/20 grBB mg/20 grBB
secara oral secara oral secara oral
selama 7 hari selama 7 hari selama 7 hari

Terminasi dengan pembiusan menggunakan kloroform

Pembedahan dan pembuatan preparat histologi

Pengamatan histopatologi testis dengan mikroskop

Interpretasi hasil pengamatan dan penyusunan


laporan

Selesai

Gambar 8. Bagan alur penelitian


3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah melewati kaji etik yang dilakukan oleh Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan
nomor 461/UN26.8/DL/2017.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Histologi Testis Mencit

Penelitian ini dilakukan selama 21 hari dengan menggunakan 30 ekor

mencit jantan dewasa strain DDY. Mencit yang telah diinduksi

monosodium glutamat diberikan ekstrak etanol rimpang lengkuas untuk

menilai gambaran histopatologi testis mencit. Rerata berat mencit

sebelum dimulai perlakuan pemberian MSG dan ekstrak etanol rimpang

lengkuas adalah 30 gram. Berat badan mencit selama penelitian ini

tidak mengalami perubahan.

Subjek penelitian dikelompokkan ke dalam 5 kelompok secara acak.

Kelompok perlakuan terdiri dari 5 kelompok, yaitu K(-) (kelompok

yang tidak diberikan perlakuan), kelompok K(+) (MSG 4 mg/grBB),

kelompok P1 (MSG 4 mg/grBB dan ekstrak etanol rimpang lengkuas

14 mg/20 grBB), kelompok P2 (MSG 4 mg/grBB dan ekstrak etanol

rimpang lengkuas 28 mg/20 grBB), dan kelompok P3 (MSG 4 mg/grBB

dan ekstrak etanol rimpang lengkuas 56 mg/20 grBB).


Pada penelitian ini, penilaian struktur histopatologi testis dinilai secara

semikuantitatif menggunakan skor Johnsen dengan melihat 5 lapang

pandang pada mikroskop dengan perbesaran 400x. Bagian yang diamati

dalam skoring ini adalah lumen tubulus, sel sertoli, sel spermatozoa dan

sel spermatogenik yang terdiri dari sel spermatogonium, sel spermatosit

dan sel spermatid. Jumlah skor dalam 5 lapang pandang kemudian

dijumlahkan.

Gambaran histologi testis mencit kelompok K(-) (Kontrol Negatif),

tubulus seminiferus tampak normal, tidak tampak hialinisasi, tampak

banyak sel spermatozoa dan spermatogenesis tampak lengkap dengan

jumlah yang banyak.

Pada kelompok K(+) (Kontrol Positif) terlihat gambaran tubulus

seminiferus yang normal, tidak tampak hialinisasi, sel radang maupun

nekrosis. Spermatogenesis tampak lengkap namun jumlah sel nya tidak

sebanyak yang terlihat pada kelomok K (-).

Pada mencit yang diberikan MSG dengan dosis 4 mg/grBB dan ekstrak

etanol rimpang lengkuas 14 mg/20 grBB (kelompok P1) didapatkan

gambaran tubulus seminferus tampak normal, tidak tampak hialinisasi

dan tidak ditemukan sel radang. Spermatogenesis nya tampak lengkap

dengan jumlah sel yang bervariasi.


Gambaran histologi testis mencit jantan yang diberikan MSG dengan

dosis 4 mg/grBB dan ekstrak etanol rimpang lengkuas 28 mg/20 grBB

(kelompok P2) dan gambaran histologi tidak memiliki perbedaan yang

berarti dengan gambaran histologi testis pada kelompok P1, tubulus

seminiferusnya tampak normal dengan spermatogenesis yang lengkap.

Hal yang sama juga tampak pada gambaran histologi testis mencit yang

diberikan MSG dengan dosis 4 mg/grBB dan ekstrak etanol rimpang

lengkuas 56 mg/20 grBB (kelompok P3). Gambaran histologi testis

pada setiap kelompok perlakuan tersaji pada gambar 9.

1 1
2 2
3 3
4 4

A B

1
1 2
2 3
3 4
4

C D
1
2
3
4

E
Gambar 9. Gambaran tubulus seminiferus mencit (perbesaran 400x). (A)
Kelompok K(-), (B) kelompok K(+), (C) kelompok P1, (D)
kelompok P2, (E) kelompok P3. Keterangan: (1) spermatogonium,
(2) spermatosit, (3) spermatid, (4) spermatozoa.

4.1.2 Perbedaan Skor Spermatogenesis Mencit


Perbedaan skor spermatogenesis dinilai berdasarkan pengamatan pada 5

tubulus seminiferus di salah satu testis pada setiap kelompok mencit.

Pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan (Kontrol Negatif),

didapatkan rerata skor 48,4. Pada kelompok yang mendapat MSG 4

mg/grBB (Kontrol Positif), didapatkan rerata skor 47,4. Pada kelompok

P1 yang mendapat perlakuan pemberian MSG 4 mg/grBB dan ekstrak

etanol rimpang lengkuas 14 mg/20 grBB didapatkan rerata skor 47,4.

Pada kelompok P2 yang mendapat perlakuan pemberian MSG 4

mg/grBB dan ekstrak etanol rimpang lengkuas 28 mg/20 grBB

didapatkan rerata skor 47,6. Pada kelompok P3 yang mendapat

perlakuan pemberian MSG 4 mg/grBB dan ekstrak etanol rimpang

lengkuas 56 mg/20 grBB didapatkan rerata skor 48 (Tabel 2).


Tabel 2. Rerata skor testis

Lapang Pandang
Kelompok Preparat Total Rerata
1 2 3 4 5
1 10 10 9 10 10 49
2 9 10 10 9 10 48
Kontrol (-) 3 10 9 10 10 9 48 48,4
4 9 10 9 10 10 48
5 9 10 10 10 10 49
1 9 10 10 9 10 48
2 9 9 9 10 10 47
Kontrol (+) 3 9 10 10 9 9 47 47,4
4 10 10 9 10 9 48
5 9 9 10 9 10 47
1 10 9 10 10 9 48
2 9 10 9 10 9 47
P1 3 10 9 10 10 9 48 47,4
4 10 10 9 9 9 47
5 9 10 9 9 10 47
1 10 9 9 9 10 47
2 9 10 9 10 10 48
P2 3 10 9 10 9 10 48 47,6
4 10 9 10 9 10 48
5 10 10 9 9 9 47
1 10 10 9 9 9 47
2 10 9 10 10 10 49
P3 3 9 10 10 10 9 48 48
4 10 9 10 9 10 48
5 10 10 10 9 9 48

Untuk mengetahui adanya perbedaan antar kelompok perlakuan,

dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil uji Saphiro-Wilk diketahui kelima kelompok yang

diuji tidak memenuhi asumsi normalitas karena memiliki nilai Sig. (P

Value) < 0,05 untuk semua kelompok, sehingga uji beda yang

dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna skor

kerusakan testis kelompok K(-), kelompok K(+), kelompok P1,

kelompok P2, dan kelompok P3 tidak bisa menggunakan uji parametrik

ANOVA, tetapi menggunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis.


Berdasarkan analisis dengan uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p=0,085

(p>0,05) , yang berarti bahwa tidak didapatkan perbedaan yang

signifikan dari kelompok penelitian. Sehingga berdasarkan analisis

dengan uji Kruskal-Wallis diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh

pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga) terhadap

gambaran histopatologi testis mencit jantan yang diinduksi

monosodium glutamat. Dikarenakan hasil uji Kruskal-Wallis tidak

terdapat perbedaan, maka tidak dilanjutkan pada uji Mann Whitney.

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini terdapat 5 kelompok yang terdiri dari kontrol negatif, yaitu

kelompok yang tidak diberi perlakuan K(-), kontrol positif yaitu kelompok

yang mendapat perlakuan pemberian MSG 4 mg/grBB K(+), perlakuan 1

yaitu kelompok yang mendapat perlakuan pemberian MSG dengan dosis 4

mg/grBB dan ekstrak etanol rimpang lengkuas 14 mg/20 grBB (P1),

perlakuan 2 yaitu kelompok yang mendapat perlakuan pemberian MSG

dengan dosis 4 mg/grBB dan ekstrak etanol rimpang lengkuas 28 mg/20

grBB (P2) dan perlakuan 3 yaitu kelompok yang mendapat perlakuan

pemberian MSG dengan dosis 4 mg/grBB dan ekstrak etanol rimpang

lengkuas 56 mg/20 grBB (P3). Dari hasil penilaian dengan skor Johnsen pada

5 lapang pandang dengan perbesaran 400x di setiap kelompok. Hasil yang

terdapat pada tabel menunjukan bahwa kelompok kontrol negatif memiliki

rata-rata skor tertinggi di antara semua kelompok yaitu 48,4. Hasil berikutnya

secara berturut-turut yaitu, kelompok P1 dengan rerata 47,4, kemudian P2


sebesar 47,6, dan P3 dengan rerata 48. Hasil rerata skor paling rendah

didapatkan pada kelompok K(+) dan kelompok P1, dengan rerata 47,4.

skor spermatogenesis
skor spermatogenesis

48.4
48
47.4 47.4 47.6

Kontrol (+) Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Kontrol (-)

Gambar 10. Diagram skor testis rata-rata perkelompok perlakuan

Berdasarkan uji statistik, penelitian ini menunjukkan gambaran histopatologi

testis mencit tanpa perlakuan tidak berbeda dengan mencit yang hanya

diinduksi MSG atau mencit yang diberi ekstrak etanol rimpang lengkuas dan

diinduksi MSG. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang

menunjukkan perubahan gambaran histopatologi testis akibat induksi MSG.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa induksi MSG 4 mg/grBB pada

mencit strain DD Webster selama 15 hari didapatkan penurunan berat testis,

jumlah sel Leydig, dan diameter tubulus seminiferus. Banyaknya kandungan

sel-sel spermatogenik tubulus seminiferus dalam testis menentukan diameter

tubulus seminiferus dan juga berat dari testis (Anindita, 2013). Pada

penelitian lainnya yang menggunakan tikus Wistar sebagai sampel,

pemberian MSG 4 mg/grBB selama 14 hari secara intraperitoneal

menunjukkan perubahan morfologi tubulus seminiferus; hilangnya sel

spermatogenik khususnya spermatosit dan spermatid, semua tubulus


seminiferus yang diamati menunjukkan atrofi, dan sel sperma hampir tidak

tampak (Nosseir dkk, 2011).

Gambaran histopatologi testis mencit yang tidak menunjukkan perubahan

pada penelitian ini hampir serupa dengan sebuah penelitian yang dilakukan

Igwebueike (2011) yang menggunakan tikus Sprague-Dawley sebagai

sampel, pemberian MSG peroral dengan dosis bertingkat; 1 mg/grBB, 2

mg/grBB, dan 4 mg/grBB setiap 48 jam selama 6 minggu tidak menunjukkan

adanya lesi patologis pada histologi testis tikus, namun menurunkan kadar

testosteron serum dan pengurangan cadangan sperma pada cauda epididimis.

Hal ini menunjukkan bahwa monosodium glutamat mungkin telah

mempengaruhi spermatogenesis melalui regulasi hipotalamus-hipofisis-testis,

namun tidak memberi efek toksik secara langsung pada testis.

Pada penelitian sebelumnya dilakukan induksi MSG dengan dosis, cara

pemberian, dan durasi waktu yang serupa dengan penelitian ini, namun

menggunakan sampel yang berbeda (Nosseir dkk, 2011). Penelitian

sebelumnya menggunakan tikus Wistar sebagai sampel penelitian. Tikus

Wistar tersebut diberi MSG 4 mg/grBB secara intraperitoneal. Penelitian ini

menggunakan sampel mencit strain DDY, yang diberi MSG secara

intraperitoneal juga. Perbedaan spesies ini ternyata berpengaruh terhadap

aktivitas zat dalam tubuh. Aktivitas suatu zat dapat berbeda-beda tiap spesies

makhluk hidup. Perbedaan aktivitas ini dapat melalui dua cara yaitu proses

biotransformasi dan proses eliminasi. Perbedaan pada proses biotransformasi


sendiri tergantung pada perbedaan sistem enzimatik (mikrosomal atau

lainnya) dan pada jenis transformasi yang berbeda (Aiache, 1993).

Penyebab lain yang mungkin juga berpengaruh terhadap hasil penelitian ini

adalah rute pemberian MSG. Meskipun pemberian intraperitoneal dianggap

sebagai rute pemberian parenteral, farmakokinetik zat yang diberikan secara

intraperitoneal hasilnya lebih mirip dengan pemberian oral, karena jalur

utama penyerapan masuk ke pembuluh darah mesentrika yang mengalir ke

vena porta dan melewati hepar. Oleh karena itu zat yang diberikan secara

intraperitoneal mengalami metabolisme di hepar sebelum mencapai sirkulasi

sistemik. Dengan demikian, kadar MSG yang mencapai sirkulasi sistemik

akan lebih rendah dari kadarnya semula (Turner dkk, 2011). Hasil yang

berbeda mungkin akan diperoleh jika pemberian MSG tidak secara

intraperitoneal tetapi melalui cara pemberian yang berbeda, misalnya

pemberian secara intravena. Pemberian obat secara intravena tidak

mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga kadar MSG yang mencapai

sirkulasi akan lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian secara

intraperitoneal (Ganiswarna, 1995).

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pemberian ekstrak rimpang

lengkuas pada mencit dan menunjukkan pengaruh yang signifikan pada skor

spermatogenesis (Anas dkk, 2015). Pemberian ekstrak etanol lengkuas

dengan dosis bertingkat 1,29; 2,58 dan 5,16 mg/kgBB/hari secara oral pada

mencit jantan galur Swiss selama 30 hari menunjukkan adanya perbedaan


bermakna antara nilai skor spermatogenesis testis mencit yang diberi ekstrak

etanol rimpang lengkuas dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

Selain itu, juga terdapat perbedaan skor spermatogenesis yang bermakna

antara kelompok perlakuan. Penelitian lain dengan pemberian ekstrak

lengkuas 100 dan 300 mg/hari secara oral selama 56 hari pada tikus Wistar

menunjukkan peningkatan persentase sperma dan hormon testosteron. Hal ini

menunjukkan bahwa lengkuas berpengaruh pada proses spermatogenesis

(Mazaheri dkk 2014).


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Tidak terdapat pengaruh pemberian monosodium glutamat terhadap

testis mencit (Mus musculus L.) jantan.

2. Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) terhadap testis mencit (Mus musculus L.) jantan.

3. Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) terhadap gambar histopatologi testis mencit (Mus

musculus L.) yang diinduksi monosodium glutamat.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan dosis MSG lebih besar untuk

menggambarkan lebih baik pengaruh pemberian MSG terhadap

gambaran histopatologi testis mencit (Mus musculus L.) jantan.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan dosis ekstrak etanol rimpang

lengkuas (Alpinia galanga) lebih besar untuk menggambarkan lebih

baik pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap

gambaran histopatologi testis mencit (Mus musculus L.) jantan.


3. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan waktu yang lebih lama dari 21

hari sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap gambaran

histopatologi testis mencit.


DAFTAR PUSTAKA

Akbar B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi


Sebagai Bahan Anti Fertilitas. Jakarta: Adabia Press.

Aiache JM, Devissaguet P, Guyot-herman AM. 1993. Farmasetika 2. Edisi ke-2.


Surabaya: Airlangga University Press.

Alalwani A. 2013. Monosodium Glutamate Induced Testicular Lesions in Rats


(Histological Study). Middle East Fertility Society Journal. 19: 274-80.

Anas Y, Faozi I, Suharjono. 2015. Potensi Fraksi n-Heksan Ekstrak Etanol


Rimpang Lengkuas [Alpinia galanga (L.) Swartz.] dalam Meningkatkan Kualitas
Sperma dan Spermatogenesis. Semarang: Universitas Wahin Hasyim.

Anindita K. 2012. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Berat Testis, Jumlah


Sel Leydig, dan Diameter Tubulus Seminiferus Mencit Jantan Dewasa (Mus
Musculus L.) yang Diinduksi Monosodium Glutamat (MSG) [skripsi]. Lampung:
Universitas Lampung.

Arkeman H, David. 2006. Efek Vitamin C dan E terhadap Sel Goblet Saluran
Nafas pada Tikus akibat Pajanan Asap Rokok [skripsi]. Jakarta: Universitas
Trisakti.

Aziztama R. 2012. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Gambaran Histologi


Otak Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus L.) yang Diinduksi Monosodium
Glutamate (MSG) [skripsi]. Lampung: Universitas Lampung.

Budiman J. 2015. Pengaruh Madu terhadap Gambaran Mikroskopis Testis pada


Tikus Wistar yang Diinduksi Monosodium Glutamat [skripsi]. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Dohle GR, Elzanaty S, van Casteren NJ. 2012. Testicular biopsy: clinical practice
and interpretation. Asian J Andrology. 14(1): 88-93.

Eweka A, Om'iniabohs F. 2011. Histological studies of the effects of monosodium


glutamate on the liver of adult wistar rats. Journal of Gastroenterology. 1(1): 21-9.

FDA. 2011. FDA and monosodium glutamate (MSG). Diakses pada tanggal 15
Maret 2017. Tersedia di http://www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html.
Ganiswarna S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Garattini S. 2000. Glutamic acid, twenty years later. Journal of Nutrition. 130:
901-9.

Geha RS, Beiser A, Ren C, Patterson R, Greengerger PA, Grammer LC. 2000.
Review of alleged reaction to monosodium glutamate and outcome of a
multicenter double-blind placebo-controlled study. Journal of Nutrition. 130(4):
1058-62.

Hadjizadeh MR, Tavakol AJ, Barati M. 2009. The inhibitory effects of ethanolic
extract Alpinia Galangal on colonic cancer cells (HT-29) and L929 Cells in Vitro.
Iranian Journal of Cancer Prevention. 3(69): 572–82.

Haroun SHA. 2009. Serrio biocamical efects of monosodium glutamate on wistar


albino rats [tesis]. Sudan: University of Khartoum.

Hu JH, Yang N, Ma YH, Jiang J, Zhang JF, Fei J, Guo LH. 2004. Identification of
Glutamate Transporters and Receptors in Mouse Testis. Acta Pharmacol. 25(3):
366-71.

Iamsaard S, Sukhorum W, Samrid R, Yimdee J, Kanla, Pipathong,


Chaisiwamongkol K, Hipkaeo W, Fongmoon D, Kondo H. 2014. The sensitivity
of male rat reproductive organs to monosodium glutamate. Khon Kaen: Khon
Kaen University. 43(1): 3-9.

Igwebuike UM, Ochiogu IS, Ihedinihu BC, Ikokide JE, Idika IK. 2011. The
effects of oral administration of monosodium glutamate (MSG) on the testicular
morphology and cauda epididymal sperm reserves of young and adult male rats.
Veterinarski Arhiv. 81: 525-34.

Iryani D. 2003. Kadar Testosteron Darah dan Gambaran Histologik Sel-Sel


Leydig Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Dewasa Setelah Pemberian
Monosodium Glutamat Peroral. Padang: Majalah Kedokteran Andalas.

Johnsen SG. 1970. Testicular biopsy score count--a method for registration of
spermatogenesis in human testes: normal values and results in 335 hypogonadal
males. Hormones. 1(1): 2-25.

Junqueira LC. 2007. Histologi Dasar, Teks dan Atlas. Edisi ke-10. Jakarta: EGC
Hlm: 416-7.

Lutz S. 2009. Gambaran Histologi Sel Lydig dan Sel Sertoli. Diakses pada
tanggal 13 September 2017. Tersedia di http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/
corepages/malerepro/malerepro.htm
Mahesya AP, 2014. Pengaruh pemberian minyak goreng bekas yang dimurnikan
dengan buah mengkudu (Morinda citrofilia) terhadap gambaran hepatosit tikus
wistar jantan [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Maneesh M, Jayalekshmi H. 2006. Role of Reactive Oxygen Species and


Antioxidants on Pathophysiology of Male Reproduction. J. Clin. Biochem. 21(2):
80-9.

Marieb EN, Hoehn K .2007. Human Anatomy and Physiology. Edisi ke-7. San
Francisco: Pearson.

Mazaheri M, Shahdadi, Vahid, Boron, Ashraf. 2014. Molecullar and biochemical


effect of alcohlic extract of Alpinia galanga on rat spermatogenesis process. Iran J
Reprod Med. 12(11): 765-70.

Morikawa T, Ando S, Matsuda H, Kataoka S, Muraoka O, Yoshikawa M. 2005.


Inhibitor of nitric oxide production from the rhizomes of alpinia galanga:
structures of new 8-9’ linked neolignans and sesquineolignan. Pharmaceutical
society of japan. 53(6):625-30.

Moore KL, Dalley AF. 2006. Clinically Oriented Anatomy. Edisi ke-5. USA:
Philadelphia. Hlm: 922.

Muharani, Eriska. 2016. Pengaruh Pemberian MSG (Monosodium Glutamate)


pada Tikus Sprague-Dowley Betina Usia Reproduktif Selama 2 Minggu Terhadap
Kadar Enzim Penanda Kerusakan Sel Hati (AST/ALT) [skripsi]. Jakarta:
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah.

Murwanti R, Meiyanto E, Nurrochmad A, Kristina SA. 2004. Efek Ekstrak Etanol


Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoria Rosc.) terhadap Pertumbuhan Tumor
Paru Fase Post Inisiasi pada Mencit Betina Diinduksi Benzo(a)piren. Majalah
Farmasi Indonesia. 15(1): 7-12.

Mooduto SFM. 2014. Formulasi Krim Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas


(Alpinia galanga L.) sebagai Sediaan Topikal Antifungi [skripsi]. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.

Nosseir NS, Ali MHM, Ebaid HM. 2012. A Histological and Morphometric Study
of Monosodium Glutamate Toxic Effect on Testicular Structure and Potentiality
of Recovery in Adult Albino Rats. Research Journal of Biology. 2: 66-78.

Olney JW. 1969. Brain Lesion, Obesity, and Other Disturbance in Mice Treated
with Monosodium Glutamate. Science. 164: 719-72.

Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Jakarta:


Penebar Swadaya.
Rangan C, Barceloux DG. 2009. Food additives and sensitivities. Disease-a-
Month. 55(5): 292–311.

Ridwan E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian


Kesehatan. Jakarta: Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Sastroasmoro, Sudigdo, Ismael, Sofyan. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian


Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto.

Sherwood L. 2007. Human Physiology From Cells to Systems. Edisi ke-7.


Kanada: Brooks/Cole Cengage Learning.

Singh B, Gupta V, Bansal P, Singh R, Kumar D. 2010. Pharmacological Potential


of Plant Used as Aphrodisiacs. Int. J. Pharm. Sci.Rev.Res. 5(1): 104-13

Siregar JH. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Leydig
Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus Musculus, L.) Yang Dipapari
Monosodium Glutamate (MSG) [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Suhardjono D. 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Snell RS. 2012. Clinical Anatomy by Regions. Edisi ke-9. Philadelphia:


Lippincott Wolliams & Wilkins.

Srividya AR, Dhanabal SP, Satish KMN, Parth KH, Bavadia. 2010. Antioxidant
and antidiabetic activity of Alpinia galangal. International Journal of
Pharmacognosy and Phytochemical Ressearch. 3(1): 6-12.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

Sukawan UY. 2008. Efek Toksik Monosodium Glutamat (MSG) pada Binatang
Percobaan. Jurnal Sutisning. 3 (2): 306-14.

Turner D, Bagnara J. 1986. Endokrinologi Umum. Surabaya: Airlangga


University Press.

Turner PV, Brabb T, Cynthia P, Vasbinder MA. 2011. Administration of


Substances to Laboratory Animals: Routes of Administration and Factors to
Consider. Journal of the American Association for Laboratory Animal Science. 50
(5): 600-613.

Udjiana S. 2008. Upaya Pengawetan Makanan Menggunakan Ekstrak Lengkuas.


Jurnal Teknologi Separasi. 1(2):6.
USDA. 2012. Alpinia galanga (greater galangal). Diakses pada tanggal 15 Maret
2017. Tersedia di https://plants.usda.gov/core/profile?symbol=ALGA2.

Wakidi RF. 2012. Efek Protektif Vitamin C dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit
Jantan Dewasa yang di Pajan Dengan Monosodium Glutamat [tesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara.

Wibowo NT. 2013. Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Lengkuas (Alpinia galanga)
Terhadap Kadar Alanin Aminotransferase (ALT) pada Tikus Putih yang
Diinduksi Asetaminofen [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Winarti. 2015. Pestisida Organik, Langkah Mudah Meramu Pestisida Organik


Sendiri. Yogyakarta. Lily Publisher.

Walker R. Lupien JR. 2000. The Safety Evaluation of Monosdium Glutamate.


Journal of Nutrition. 130: 1049-52.

Zaeoung S, Plubrukarn A, Keawpradub N. 2005. Cytotoxic and free radical


scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes. J. Sci. Technol. 27(4): 799-812.

Anda mungkin juga menyukai