Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH TENTANG NANOPARTIKEL

TiO2 Dan CUO

Disusun Oleh :

NAMA : Ardianto Bakti Kurniawan


NPM/KELAS : 21413248

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2020
ABSTRAK

Ardianto Bakti Kurniawan, 21413248

MAKALAH TENTANG NANOPARTIKEL TiO2 Dan CUO

Tugas Makalah, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri.

Universitas Gunadarma, 2020

Kata Kunci : Nanopartikel, TiO2, CUO

( vi + 23 )

Nanopartikel adalah partikel dalam ukuran nanometer yaitu sekitar 1-100 nm


(Hosokawa et al. 2007). Nanopartikel merupakan ilmu dan rekayasa dalam
menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer.
Hal utama yg membuat nanopartikel berbeda dari yang lain adalah Karena
ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas
permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis
dalam ukuran besar dan ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka
hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum- hukum fisika kuantum.
Nanopartikel CUO [ Tembaga(II) ] adalah senyawa anorganik dimana senyawa ini
digunakan dalam produk pengembangan tembaga dan precursor. Senyawa ini
memiliki bentuk padat , warna hitam , massa jenis 6.31 g/m3, titik lebur 3000C dan
titik didih 8000. Nanopartikel Ti02 ( Titanium Dioksida ) adalah senyawa yang
berbentuk oksida dari titanium. Senyawa ini dimanfaatkan secara luas dalam
bidang anatas sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan elektroda
dalam sel surya. Senyawa ini memiliki bentuk kristal, berwarna putih, mempunyai
massa jenis 4.2 g/m3 dan titik didih 18580C.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i

ABSTRAK ………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………….. iii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………….......... v

DAFTAR TABEL ………………………………………………….. vi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................... Error! Bookmark not defined.

1.2 Perumusan Masalah ....................... Error! Bookmark not defined.

1.3 Batasan Masalah ............................ Error! Bookmark not defined.

1.4 Tujuan Penulisan ............................ Error! Bookmark not defined.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Nanopartikel .................................................................................... 3

2.1.1 Sifat Material Berorde Nano ………………………………. 5

2.1.2 Perkembangan Nanopartikel ……………………………….. 7

2.2 Metode Sintesis Nanopartikel …………………………………… 9

2.3 Metode Kopresipitasi …………………………………………... 10

2.4 Bahan Nanopartikel …………………………………………..... 12

2.4.1 Tembaga (Cu) ………………………………………...... 12

2.4.2 Sifat Kimia Tembaga …………………………………... 13

2.4.3 Sifat Fisik Tembaga …………………………………..... 14

iii
2.4.4 Senyawa CuO ………………………………………… 15

2.4.5 Titanium (Ti) …………………………………………. 16

2.4.6 Sifat Kimia Titanium ………………………………….... 17

2.4.7 Sifat Fisik Titanium ………………………………….. 19

2.4.8 Senyawa TiO2 ………………………………………… 20

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skematik Klasifikasi nano material …………………………….. 3

Gambar 2.2 Sintesis nanopartikel top-down dan bottom-up ……………….... 10

Gambar 2.3 Tembaga ………………………………………………………... 12

Gambar 2.4 Tembaga (ii) Oksida ……………………………………………. 16

Gambar 2.5 anastas (A) dan rutil (B) ………………………………………... 21

Gambar 2.6 Titanium (ii) oksida …………………………………………….. 22

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Reaksi fisik dan kimia dari metode kopresipitasi …………………… 11

Tabel 2.2 Data Sifat Kimia Tembaga ………………………………………….. 13

Tabel 2.3 Beberapa senyawaan yang dibentuk oleh tembaga …………………. 14

Tabel 2.4 Data Sifat Fisika Tembaga ………………………………………….. 14

Tabel 2.5 Karakteristik CUO …………………………………………………... 15

Tabel 2.6 Sifat Kimia Titanium ………………………………………………... 19

Tabel 2.7 Sifat Fisik Titanium ………………………………………………..... 19

Tabel 2.8 Perbandingan sifat TiO2 jenis rutil dan anatas ……………………… 21

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin berkembangnya zaman dan teknologi mengakibatkan kebutuhan


akan penelitian dan pengembangan dalam segala bidang semakin meningkat
pesat, terutama dalam bidang material. Karena kebutuhan akan teknologi dan
perkembangan zaman tidak bisa dipisahkan dan akan menjadi satu kesatuan yang
saling berdampingan. Hal yang mendasarkan kemajuan teknologi ini adalah
semakin dibutuhkannya material baru guna menunjang bidang industri yang lain.

Pengembangan material terfokus dalam material karbon, karena dengan


terbatasnya sumber daya, material karbon diharapkan dapat solusi untuk
pengganti matrial tertentu untuk mengurangi penggunaan bahan kimia.Karena
dalam jangka waktu yang panjang penggunaan bahan kimia dapat merusak
kestabilan yang ada di dunia ini.Maka adanya teknologi yang bersumber dari
karbon yang ramah lingkungan sangat dibutuhkan pada masa dewasa ini.

Partikel berukuran sepersejuta milimeter atau partikel nano, kini


digunakan secara luas dalam berbagai produk canggih.Partikel nano antara lain
digunakan dalam teknik pengecatan, pelapisan permukaan, panel sel surya,
sukucadang mikro-elektronik, katalisator dan kedokteran modern.Produksi
partikel nano secara industrial masih terus disempurnakan.Produksi massal
partikel nano tidak dapat dilakukan dengan mengggiling material berukuran besar.

Prosedur semacam itu makan waktu lama dan mahal. Juga dengan proses
penggilingan hanya dapat diperoleh partikel nano dalam jumlah kecil dan terbatas.
Pembuatan nano partikel dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan
yang lazim disebut sebagai pendekatan top-down (missal penggilingan

1
2

mekanik/mechanical milling menggunakan ball mill), dan bottom-up (misalnya


dengan prose sol-gel).

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai latar belakang diatas, maka masalah yang akan dibahas dalam
penulisan ini adalah bagaimana mengetahui jenis jenis nanopartikel.

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan nanopartikel ini, untuk menghasilkan hasil yang lebih


terfokus, maka dalam ppenulisan ini dibuatlah batasan masalah sebagai berikut :

1. Hanya membahas tentang nanopartikel TiO2


2. Hanya membahas tentang nanopartikel CUO

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan ini terdiri dari :

1. Untuk mengetahui definisi nanopartikel.

2. Analisa karakteristik nanopartikel TiO2, CUO


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Nanopartikel

Nanopartikel adalah partikel dalam ukuran nanometer yaitu sekitar 1-100


nm (Hosokawa et al. 2007). Nanopartikel merupakan ilmu dan rekayasa dalam
menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer.
Ditinjau dari jumlah dimensi yang terletak dalam rentang nanometer, material
nano diklasifikasikan menjadi beberapa kategori seperti pada gambar 2.1 yaitu
material nano berdimensi nol (nanoparticle) seperti oksida logam, semikonduktor,
dan fullerenes. Material nano berdimensi satu (nanowire, nanotubes, nanorods).
Material nano berdimensi dua yaitu thin films dan pada material nano berdimensi
tiga seperti nanokomposit, nanograined, mikroporous, mesoporous, interkalasi,
organik-anorganik hybrids.

Gambar 2.1 Skematik Klasifikasi nano material. (Pokropivny,V. et al, 2007)

Keterangan :

1. struktur tiga dimensi (3-D)


2. struktur dua dimensi (2-D)
3. struktur satu dimensi
4. struktur zerodimensi (0-D)

3
4

Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena material yang


berada dalam ukuran nano biasanya memiliki partikel dengan sifat kimia atau
fisika yang lebih unggul dari material yang berukuran besar (bulk).(C. R. Vestal et
al. 2004; Cao, Guozhong, 2004). Dua hal utama yang membuat nanopartikel
berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar (bulk) yaitu:

1. Karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan


antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan
dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat nanopartikel
bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di
permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung
dengan material lain.
2. Ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang
berlaku lebih didominasi oleh hukum- hukum fisika kuantum.(Abdullah
M., et al, 2008)

Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan


fenomena-fenomena berikut ini. Pertama adalah fenomena kuantum sebagai
akibat keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam
partikel. Fenomena ini berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan
warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik,
dan magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang menempati
permukaan terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berimbas pada perubahan
titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut
diharapkan dapat menjadi keunggulan nanopartikel dibandingkan dengan partikel
9 sejenis dalam keadaan bulk. Para peneliti juga percaya bahwa kita dapat
mengontrol perubahan-perubahan tersebut ke arah yang diinginkan. (Abdullah
M.,et al, 2008)

Selain nanopartikel juga dikembangkan material nanostruktur, yaitu material


yang tersusun oleh beberapa material nanopartikel. Untuk menghasilkan material
nanostruktur maka partikel-partikel penyusunnya harus diproteksi sehingga
5

apabila partikel-partikel tersebut digabung menjadi material yang berukuran besar


maka sifat individualnya dipertahankan. Sifat material nanostruktur sangat
bergantung pada ukuran maupun distribusi ukuran, komponen kimiawi unsur-
unsur penyusun material tersebut, keberadaan interface (grain boundary), dan
interaksi antar grain penyusun material nanostruktur.

Quantum dot adalah material berukuran kurang dari 100 nanometer yang
mengurung elektron secara 3-dimensi, baik arah x, y dan z. Hal ini dimungkinkan
karena diameter dari quantum dot tersebut sebanding dengan panjang gelombang
dari elektron. Bahkan, disebut bahwa quantum dot ini merupakan atom buatan
(artificial atom). Nanowire adalah material berukuran nanometer yang dapat
mengurung elektron secara 2-dimensi dan bebas bergerak di dimensi yang ketiga,
yaitu ke depan atau ke belakang. (Astuti, 2007)

2.1.1 Sifat Material Berorde Nano

Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika


yang lebih unggul dari material berukuran besar (bulk). Disamping itu material 10
berukuran nanometer memiliki sifat yang kaya karena menghasilkan sifat yang
tidak dimiliki oleh material ukuran besar. Sejumlah sifat tersebut dapat
diubahubah dengan melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisi
kimiawi, modifikasi permukaan dan pengontrolan interaksi antar partikel.
Material nanopartikel adalah material-material buatan manusia yang berskala
nano, yaitu lebih kecil dari 100nm, termasuk didalamnya nanodot, quantum dot,
nanowire dan carbon nanotube (Abdullah M., et al, 2008). Berikut merupakan
beberapa keunggulan sifat material berorde nano secara umum :

1. Sifat Elektrik
Pengaruh size reduction pada sifat elektrik nanopartikel dapat
meningkatkan konduktivitas nanometals, membangkitkan
konduktivitas nanodielektrik, dan meningkatkan induktansi dielektrik
untuk ferroelectrics. Nanomaterial dapat mempunyai energi lebih besar
dari pada material ukuran biasa karena memiliki surface area yang
6

besar. Energy band secara bertahap berubah terhadap orbital


molekul.Umumnya Resistivitas elektrik mengalami kenaikan dengan
berkurangnya ukuran partikel. Contoh aplikasi : energi densitas yang
tinggi dari baterai, nanokristalin merupakan material yang bagus untuk
lapisan pemisah pada baterai karena dia dapat menyimpan energi yang
lebih banyak. Baterai logam nikel-hidrida terbuat dari nanokristalin
nikel dan logam hidrida yang membutuhkan sedikit recharging dan
memiliki masa hidup yang lama.

2. Sifat Optik
Sistem nanokristalin memiliki sifat optikal yang menarik, yang mana
berbeda dengan sifat kristal konvensional. Pengaruh size reduction
pada sifat optik nanopartikel dapat meningkatkan penyerapan
(absorbansi) dalam range ultraviolet (blue shift), Osilasi penyerapan
optik, dan meningkatkan nilai band gap. Kunci peyumbang faktor
masuknya quantum tertutup dari pembawa elektrikal pada
nanopartikel, energi yang efisien dan memungkinkan terjadinya
pertukaran karena jaraknya dalam skala nano serta memiliki sistem
dengan interface yang tinggi. Dengan perkembangan teknologi dari
material mendukung perkembangan sifat nanofotonik. Dengan sifat
optik linear dan non linear material nano dapat dibuat dengan
mengontrol dimensi kristal dan surface kimia, teknologi pembuatan
menjadi faktor kunci untuk mengaplikasikan.Contoh aplikasi : pada
optoelektronik., electrochromik untuk liquid crystal display (LCD).

3. Sifat Magnetik
Kekuatan magnetik adalah ukuran tingkat kemagnetan. Pengaruh
penurunan ukuran butiran patikel (Size reduction) dan kenaikan
spesifik surface area per satuan volume partikel pada sifat magnetik ini
dapat meningkatkan atau menurunkan koersivitas magnet, menurunkan
temperatur Curie, memiliki sifat paramagnetik atau feromagnetik,
7

membangkitkan temperatur maksimal magnetoresistance, dan


meningkatkan permeability magnetik pada sifat ferromagnetik. Contoh
aplikasi adalah magnet nanokristalin yttrium-samarium-cobalt
memiliki sifat magnet yang luar biasa dengan luas permukaan yang
besar. Aplikasinya pada mesin kapal, instrumen ultra sensitiv dan
magnetic resonance imaging (MRI) pada alat diagnostik.

4. Sifat Mekanik
Pengaruh penurunan ukuran butiran patikel (Size reduction) dari
partikel pada sifat mekanik dapatmeningkatkan kekerasan (hardness),
kekuatan (strength), daktilitas (fracture ductility), dan ketahanan aus
(wear resistance). Nanomaterial memiliki kekerasan dan tahan gores
yang lebih besar bila dibandingkan dengan material dengan ukuran
biasa. Contoh aplikasi : automobil dengan efisiensi greater fuel.
Nanomaterial diterapkan pada automobil sejak diketahui sifat kuat,
keras dan sangat tahan terhadap erosi, diharapkan dapat diterapkan
pada busi.

2.1.2 Perkembangan Nanopartikel

Di Indonesia, perkembangan nano teknologimasih dalam tahap rintisan


karena keterbatasan dana dan fasilitaseksperimen. Dengan kendala yang demikian
membuat kita harusbekerja keras memanfaatkan potensi yang ada di tanah air.
Dalam periode tahun 2010 sampai 2020 akan tejadi percepatan luar biasa dalam
penerapan nanoteknologi di dunia industri dan menandakan bahwa sekarang ini
dunia sedang mengarah pada revolusi nanoteknologi. Negara-negara seperti
Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta
beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya
mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut
nanoteknologi.
8

Nanoteknologi akan mempengaruhi industri baja, pelapisan dekorasi,


industri polimer, industri kemasan, peralatan olahraga, tekstil, keramik, industri
farmasi dan kedokteran, transportasi, industri air, elektronika dan kecantikan.
Penguasaan nanoteknologi akan memungkinkan berbagai penemuan baru yang
bukan sekadar memberikan nilai tambah terhadap suatu produk, bahkan
menciptakan nilai bagi suatu produk. Salah satu nanomaterial yang sangat
menarik untuk dikembangkan saat ini adalah nanopartikel magnetik. Nanopartikel
saat ini banyak digunakan pada beragam produk komersial mulai dari katalis,
media cat dan cairan magnetik, hingga kosmetik dan tabir surya. Suatu review
terbaru dari peneliti di Swedia dan Spanyol mendeskripsikan hasil kerja terkini
untuk optimasi sintesis, dispersi, dan fungsionalisasi permukaan titania (titanium
dioksida), seng oksida, dan seria (serium oksida) — tiga nanopartikel utama yang
digunakan pada fotokatalis, penghalau sinar UV (ultraviolet), dan tabir surya.
Review mereka dipublikasikan pada 26 April 2013 di jurnal Science and
Technology of Advanced Materials.

Penemuan baru dalam bidang nanoteknologi muncul hampir dalam tiap


minggu untuk aplikasi-aplikasi baru dalam berbagai bidang, seperti bidang
elektronik (pengembangan piranti (device) ukuran nanometer), energi (pembuatan
sel surya yang lebih efisien), kimia(pengembangan katalis yang lebih efisien,
baterai yang kualitasnya lebih baik), kedokteran (pengembangan peralatan baru
pendeksi sel-sel kanker berdasarkan pada interaksi antarsel kanker dengan partikel
berukuran nanometer), kesehatan (pengembangan obat-obat dengan ukuran bulir
(grain) beberapa nanometer sehingga dapat melarut dalam cepat dalam tubuh dan
bereaksi lebih cepat, serta pengembangan obat pintar (smart) yang bisa mencari
sel-sel tumor dalam tubuh dan langsung mematikan sel tersebut tanpa
mengganggu sel-sel normal), lingkungan (penggunaan partikel skala nanometer
untuk menghancurkan polutan organik di air dan udara), dan
sebagainya.(Nanoworldindonesia, 2013)
9

2.2 Metode Sintesis Nanopartikel

Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui proses sintesis


oleh manusia. Sintesis nanopartikel bermakna pembuatan nanopartikel dengan
ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau
fungsinya.Dalam sintesis nanopartikel terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhinya yaitu konsentrasi reaktan, molekul pelapis (capping agent),
temperatur dan pengadukan.

Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa padat, cair, maupun gas.
Proses sintesis pun dapat berlangsung secara fisika atau kimia. Proses sintesis
secara fisika tidak melibatkan reaksi kimia. Yang terjadi hanya pemecahan
material besar menjadi material berukuran nanometer, atau penggabungan
material berukuran sangat kecil, seperti kluster, menjadi partikel berukuran
nanometer tanpa mengubah sifat bahan. Proses sintesis secara kimia melibatkan
reaksi kimia dari sejumlah material awal sehingga dihasilkan material lain yang
berukuran nanometer (Abdullahet al. 2008).

Secara umum, sintesis nanopartikel akan masuk dalam dua kelompok


besar. Cara pertama adalah memecah partikel berukuran besar menjadi partikel 15
berukuran nanometer. Pendekatan ini kadang disebut pendekatan top-down.
Pendekatan kedua adalah memulai dari atom-atom atau molekul-molekul yang
membentuk partikel berukuran nanometer yang dikehendaki. Pendekatan ini
disebut bottom-up. (Abdullah, M. 2008). Kedua kelompok besar dalam
mensintesis nanopartikel telihat pada gambar 2.2
10

Gambar 2.2 Sintesis nanopartikel top-down dan bottom-up

Pembentukan nanopartikel dengan keteraturan yang tinggi dapat


menghasilkan pola yang lebih seragam dan ukuran yang yang seragam
pula.Kebanyakan penelitian telah mampu menghasilkan nanopartikel yang lebih
bagus dengan menggunakan metoda-metoda yang umum digunakan, seperti:
kopresipitasi, sol-gel, mikroemulsi, hidrotermal/solvoterma, menggunakan
Nanopartikel Buttom up (digabung) Top down (dipecah) 16 cetakan (templated
synthesis), sintesis biomimetik, metoda cairan superkritis, dan sintesis cairan
ionik.

2.3 Metode Kopresipitasi

Kopresipitasi merupakan proses kimia dalam mensintesis senyawa


anorganik yang didasarkan pada pengendapan lebih dari satu substansi secara
bersama–sama ketika melewati titik jenuh.Proses diawali denganadanya zat
terlarut yang mengendap sehingga menghasilkan endapanyang diinginkan.
Pengendapan terjadi sebagai akibat pembentukan kristal campuran. Selain itu
endapan ini dapat pula terbentuk karena adanya absorbsi (penyerapan) ion-ion
selama proses pengendapan (Nugroho, 2010; Pokropivny,V. et al. 2007). Adsorbsi
permukaan merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan
maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (adsorben) dan akhirnya
membentuk suatu adsorbat pada permukaannya, umumnya akan paling besar pada
endapan yang mirip gelatin dan paling sedikit pada endapan dengan sifat makro-
kristalin yang menonjol. Pada saat endapan terbentuk, langkah selanjutnya dalam
11

proses ini adalah meningkatkan kemurnian dari endapan dengan cara


menyaringendapan, melarutkannya lagi dan mengendapkan lagi secara berulang-
ulang. Hal ini dilakukan agar terjadi dekomposisi ion-ion yang terikat oleh larutan
pengikat (larutan basa) sedangkan ion-ion yang tidak terikat oleh larutan pengikat
akan bereaksi membentuk produk/hasil reaksi. Kopresipitasi memiliki reaksi fisik
dan kimia yang dapat dilihat pada tabel 2.1(Sholihah, 2010 dan Fernandez, 2011).

Tabel 2.1 Reaksi fisik dan kimia dari metode kopresipitasi

Produk dari metode ini diharapkan memiliki ukuran partikel yang lebih
kecil dan lebih homogen daripada metoda solid state dan ukuran partikel yang
lebih besar dari pada metoda sol-gel. Bila suatu endapan memisah dari dalam
suatu larutan, endapan itu tidak selalu sempurna murninya, kemungkinan
mengandung berbagai jumlah zat pengotor, bergantung pada sifat endapan dan
kondisi pengendapan. Kontaminasi endapan oleh zat-zat yang secara normal larut
dalam cairan induk dinamakan kopresipitasi. Kita harus membedakan dua jenis
kopresipitasi yang penting. Yang pertama adalah yang berkaitan dengan adsorpsi
pada permukaan partikel yang terkena larutan, dan yang kedua adalah yang
sehubungan dengan oklusi zat asing sewaktu proses pertumbuhan kristal dari
partikel-partikel primer.
12

2.4 Bahan Nanopartikel

2.4.1 Tembaga (Cu)

Tembaga merupakan suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang


memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya berasal dari bahasa Latin
Cuprum. Bahan ini merupakan konduktor panas dan listrik yang baik. Disamping
itu tembaga merupakan salah satu logam non-ferrous yang paling penting dan
banyak dipakai mulai dari industri sederhana sampai industri berteknologi tinggi.

Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan


dari senyawa tembaga(I) oksida (Cu2O), mengandung ion tembaga(I), Cu2+.
Senyawa tembaga(I) mudah dioksidasikan menjadi senyawa tembaga(II ), yang
dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO. Tembaga membentuk senyawa
dengan tingkat oksidasi +1 dan +2, namun hanya tembaga(II) yang stabil dan
mendominasi dalam larutan air. Dalam larutan air, hampir semua garam
tembaga(II) berwarna biru, yang karakteristik dari warna ion kompleks koordinasi
6, [𝐶u(𝐻2𝑂)6]2+.

Kekecualian yang terkenal yaitu tembaga(II) klorida yang berwarna


kehijauan oleh karena ion kompleks [𝐶u𝐶l4]2- yang mempunyai bangun geometri
dasar tetrahedral atau bujursangkar bergantung pada kation pasangannya. 20
Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat,
padat, maupun dalam larutan air. Warna ini benar-benar khas hanya untuk ion
tetraakuokuprat(II) saja. Garam-garam tembaga(II) anhidrat, seperti tembaga(II)
sulfat anhidrat Cu2SO4, berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air
selalu terdapat ion kompleks tetrakuo (Vogel, 1990).

Gambar 2.3 Tembaga


13

2.4.2 Sifat Kimia Tembaga

Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan


terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh suatau
lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa,
Cu(OH)2CO3.

Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen. Berekasi
dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfida dan tembaga(II) sulfida dan untuk
reaksi dengan halogen membentuk tembaga(I) klorida, khusus klor yang
menghasilkan tembaga(II) klorida.

Pada umumnya lapisan tembaga adalah lapisan dasar yang harus dilapisi
lagi dengan nikel atau khrom. Pada prinsipnya merupakan proses pengendapan
logam secara elektrokimia, digunakan listrik arus searah (DC). Jenis elektrolit
yang digunakan adalah tipe alkali dan tipe asam.

Tabel 2.2 Data Sifat Kimia Tembaga


14

Tabel 2.3 Beberapa senyawaan yang dibentuk oleh tembaga

2.4.3 Sifat Fisik Tembaga

Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning kemerahan seperti emas


kuning dank eras bila tidak murni. Mudah ditempa(liat) dan bersifat mulur 22
sehingga mudah dibentuk menjadi pipa, lembaran tipis dan kawat. Konduktor
panas dan listrik yang baik, setelah perak.

Tabel 2.4 Data Sifat Fisika Tembaga


15

2.4.4 Senyawa CuO

Tembaga(II) oksida atau kupri oksida adalah senyawa anorganik dengan rumus
CuO. Padatan hitam tersebut adalah salah satu dari dua oksida stabil dari tembaga,
yang lainnya adalah Cu2O atau kupro oksida. Sebagai mineral, dikenal
sebagai tenorit. Senyawa ini adalah produk penambangan tembaga dan prekursor
banyak produk yang mengandung tembaga dan senyawa kimia.

Senyawa ini diproduksi dalam skala besar melalui pirometalurgi yang digunakan
untuk mengekstraksi tembaga dari bijih. Bijih diperlakukan dengan campuran air
amonium karbonat, amonia, dan oksigen untuk menghasilkan kompleks
amina tembaga(I) dan tembaga(II), yang diekstraksi dari padatan. Kompleks ini
didekomposisi dengan uap untuk menghasilkan CUO.

Tabel 2.5 Karakteristik CUO

Data Sifat Fisik Keterangan


Bentuk Padat
Warna Hitam
Massa Jenis (g/m3) 6.31
Titik Lebur (K) 3000C
Titik Didih (K) 8000C

Tembaga (II) oksida (CuO) merupakan salah satu senyawa oksida logam
transisi yang memiliki karakteristik menarik sebagai semikonduktor tipe-p.
Oksida logam transisi ini memiliki celah pita energi (band gap) yang sempit, yaitu
1,2 eV pada fasa ruah (bulk). Karena sifatnya ini, tembaga (II) oksida dapat
diaplikasikan sebagai sel surya, fotodetektor, fotokatalis, dan field emission
displays (FEDs).

Dalam aplikasi fotovoltaik sendiri, CuO banyak menarik perhatian karena


harganya yang relatif murah, absorbansi cahaya yang tinggi, emisi termal yang
rendah, tidak beracun, serta proses pembuatan yang relatif sederhana [2,3]. Selain
itu, material ini memiliki kestabilan dan sifat listrik yang baik [4,5]. Material ini
juga merupakan bahan dasar bagi beberapa superkonduktor suhu tinggi dan
16

material GMR (giant magneto resistance) [6-12]. Untuk aplikasi-aplikasi tersebut,


ukuran dan bentuk/morfologi material memainkan peranan penting, karena ukuran
dan morfologi yang berbeda akan menyebabkan perbedaan karakteristik material
tersebut. Prosedur sintesis tembaga (II) oksida memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap ukuran dan morfologi material yang dihasilkan. Penelitian-
penelitian sebelumnya telah berhasil mensintesis nanostruktur CuO melalui
berbagai metode, diantaranya rute wet-chemistry, preparasi sonokimia, reaksi fasa
padatan, proses sol gel, dan lain-lain.

Gambar 2.4 Tembaga (ii) Oksida

2.4.5 Titanium (Ti)

Titanium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Ti dan nomor atom 22. Unsur ini merupakan logam transisi yang ringan,
kuat, berkilau, tahan korosi (termasuk tahan terhadap air laut, aqua regia,
dan klorin) dengan warna putih – metalik - keperakan.

Senyawa Titanium itu sendiri ditemukan di Cornwall, Kerajaan Britania


Raya pada tahun 1791 oleh William Gregor dan dinamai oleh Martin Heinrich
Klaproth dari mitologi Yunani Titan. Elemen ini ada di antara deposit - deposit
berbagai mineral, diantaranya rutile dan ilmenit, yang banyak terdapat pada kerak
bumi dan litosfer, serta pada hampir semua makhluk hidup, batuan, air, dan tanah.
Logam ini diekstrak dari bijih mineralnya melalui proses Kroll atau proses
Hunter. Senyawanya yang paling umum pada senyawa titanium adalah titanium
dioksida. Kegunaan senyawa ini adalah unutk fotokatalisator umum dan
17

digunakan dalam pembuatan pigmen putih. Senyawa lainnya adalah titanium


tetraklorida (TiCl4) yang digunakan untuk komponen layar asap juga pada katalis
dan titanium triklorida (TiCl3) yang untuk kegunaannya digunakan sebagai katalis
dalam produksi polipropilena.

Titanium dapat digunakan sebagai aloi dengan besi, aluminium, vanadium,


dan molybdenum, memproduksi aloi yang kuat namun ringan untuk penerbangan
(mesin jet, misil, adan wahana antariksa), militer, proses industri (kimia dan
petrokimia, pabrik desalinasi, pulp, dan kertas), otomotif, agro industri, alat
kedokteran, implan ortopedi, peralatan dan instrumen dokter gigi, implan gigi, alat
olahraga, perhiasan, telepon genggam, dan masih banyak aplikasi lainnya.

Dua sifat yang paling berguna pada titanium adalah ketahanan korosi dan
rasio kekuatan terhadap densitasnya yang paling tinggi di antara semua logam
lain. Pada kondisi murni, titanium sama kuat dengan beberapa baja, tetapi lebih
ringan. Ada dua bentuk alotropi dan lima isotop alami dari unsur. Meski memiliki
jumlah elektron valensi dan berada pada golongan tabel periodik yang sama
dengan zirkonium, keduanya memiliki banyak perbedaan pada sifat kimia dan
fisika.

2.4.6 Sifat Kimia Titanium

Sifat kimia dari titanium yang paling terkenal adalah ketahanan terhadap korosi
yang sangat baik (pada suhu biasa membentuk oksida, TiO2), hampir sama seperti
platinum, resistan terhadap asam, dan larut dalam asam pekat. Diagram Pourbaix
menunjukkan bahwa titanium adalah logam yang sangat reaktif, tetapi lambat
untuk bereaksi dengan air dan udara.
1. Reaksi dengan Air
Titanium akan bereaksi dengan air membentuk Titanium dioksida dan
hydrogen.
Ti(s) + 2H2O(g) → TiO2(s) + 2H2(g)
18

2. Reaksi dengan Udara


Ketika Titanium dibakar di udara akan menghasilkan Titanium dioksida
dengan nyala putih yang terang dan ketika dibakar dengan Nitrogen murni
akan menghasilkan Titanium Nitrida.

Ti(s) + O2(g) → TiO2(s)


2Ti(s) + N2(g) →TiN(s)

3. Reaksi dengan Halogen


Reaksi Titanium dengan Halogen menghasilkan Titanium Halida. Reaksi
dengan Fluor berlangsung pada suhu 200°C.

Ti(s) + 2F2(s) → TiF4(s)


Ti(s) + 2Cl2(g) → TiCl4(s)
Ti(s) + 2Br2(l) → TiBr4(s)
Ti(s) + 2I2(s) → TiI4(s)

4. Reaksi dengan Asam


Logam Titanium tidak bereaksi dengan asam mineral pada temperatur
normal tetapi dengan asam hidrofluorik yang panas membentuk kompleks
anion
(TiF6)3-
2Ti(s) + 2HF (aq) → 2(TiF6)3-(aq) + 3 H2(g) + 6 H+(aq)

5. Reaksi dengan Basa


Titanium tidak bereaksi dengan alkali pada temperatur normal, tetapi pada
keadaan panas.
19

Titanium terbakar di udara ketika dipanaskan menjadi 1200 ° C (2190 ° F) dan


pada oksigen murni ketika dipanaskan sampai 610 ° C (1130 ° F) atau lebih ,
membentuk titanium dioksida. Sebagai hasilnya, logam tidak dapat dicairkan
dalam udara terbuka sebelum titik lelehnya tercapai, jadi mencair hanya mungkin
terjadi pada suasana inert atau dalam vakum. Titanium juga merupakan salah satu
dari sedikit elemen yang terbakar di gas nitrogen murni (Ti terbakar pada 800 ° C
atau 1.472 ° F dan membentuk titanium nitrida). Titanium tahan untuk melarutkan
asam sulfat dan asam klorida, bersama dengan gas klor, larutan klorida, dan
sebagian besar asam-asam organik.
Tabel 2.6 Sifat Kimia Titanium

Data Sifat Kimia Keterangan


Nama, lambang, nomor atom Titanium , Ti, 22
Deret Kimia Logam transisi
Golongan, periode, blok 4, 4, blok d
Massa atom (g/mol) 47.867
Konfigurasi electron [Ar] 3d2 4s2
Jumlah electron tiap kulit 2, 8, 10, 2
Bilangan oksida (oksida atmosfir) 4, 3
Elektronegatifitas (skala pauling) 1.54
Ionisasi (kj/mol) 658.8
Jari – jari atom 147
Jari – jari kovalen 160
Struktur kristal heksagon

2.4.7 Sifat Fisik Titanium

Titanium bersifat paramagnetik (lemah tertarik dengan magnet) dan


memiliki konduktivitas listrik dan konduktivitas termal yang cukup rendah.

Tabel 2.7 Sifat Fisik Titanium

Data Sifat Fisik Keterangan


Bentuk Padat
Warna Abu-abu, coklat, ungu, atau hitam
Massa Jenis (g/m3) 4.506
Titik Lebur (K) 1941
Titik Didih (K) 3560
Kalor Peleburan (kJ/mol) 14.15
Kalor Penguapan (kJ/mol) 425
Kapasitas Kalor (J/mol K)( 250C) 25.060
20

2.4.8 Senyawa TiO2

Titanium dioksida (TiO2) juga bisa disebut Titania atau Titanium (IV)
oksida merupakan bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2.
Senyawa ini dimanfaatkan secara luas dalam bidang anatas sebagai pigmen,
bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan elektroda dalam sel surya.

Titanium dioksida (TiO2) dapat dihasilkan dari reaksi antara senyawa


titanium tetraklorida (TiCl4) dan O2 yang dilewatkan melalui lorong silika pada
suhu 7000C. Senyawa TiO2 bersifat amfoter, terlarut secara lambat dalam
H2SO4(aq) pekat, membentuk kristal sulfat dan menghasilkan produk titanat
dengan alkali cair. Sifat senyawa TiO2 adalah tidak tembus cahaya, mempunyai
warna putih, lembam, tidak beracun, dan harganya relatif murah. Titanium
dioksida dapat dihasilkan dari proses sulfat ataupun klorin. Titanium dioksida
(TiO2) memiliki tiga fase struktur kristal, yaitu anatas, rutil, brookit. Akan tetapi
hanya anatas dan rutil saja yang keberadaanya di alam cukup stabil. Kemampuan
fotoaktivitas semikonduktor TiO2 dipengaruhi oleh morfologi, luas permukaan,
kristanilitas dan ukuran partikel. Anatas diketahui sebagai kristal titania yang
lebih fotoaktif daripada rutil. Hal ini disebabkan harga Eg TiO2 jenis anatas yang
lebih tinggi yaitu sebesar 3,2 eV sedangkan rutil sebesar 3,0 eV. Harga Eg yang
lebih tinggi akan menghasilkan luas permukaan aktif yang lebih besar sehingga
menghasilkan fotoaktivitas yang lebih efektif.

Bentuk titanium dioksida yang stabil adalah rutil, dimana bentuk lain
titanium dioksida berubah pada suhu tinggi. Rutil mempunyai struktur kristal
mirip dengan anatas, dengan pengecualian bahwa Ti-O oktahedral patungan 4 sisi
bukan 4 sudut. Struktur rutil dan anatas dapat digambarkan sebagai rantai
oktahedral TO6 kedua struktur kristal dibedakan oleh distorsi oktahedral dan pola
susunan rantai oktahedralnya. Penataan tersebut menghasilkan terbentuknya rantai
yang tersusun dalam simetri empat lipat seperti ditunjukan oleh Gambar 2.5
21

Gambar 2.5 anastas (A) dan rutil (B)

Perbandingan sifat struktur TiO2 jenis rutil dan anatas dapat dilihat pada Tabel
2.8

Tabel 2.8 Perbandingan sifat TiO2 jenis rutil dan anatas

Serbuk TiO2 dengan struktur rutil paling luas penggunaanya karena indeks
biasnya yang tinggi, warna yang kuat, dan sifat kimianya yang inert. Struktur
anatas lebih baik untuk aplikasi sel surya berbasis sensitiser zat warna pada lapis
tipis TiO2.
22

Gambar 2.6 Titanium (ii) oksida


BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

1. Nanopartikel adalah partikel yang mempunyai ukuran nanometer yaitu


sekitar 1 -100 nm. Nanopartikel merupakan ilmu dan rekayasa dalam
menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala
nanometer. Ditinjau dari jumlah dimensi yang terletak dalam rentang
nanometer.
2. Nanopartikel CUO [ Tembaga(II) ] adalah senyawa anorganik dimana
senyawa ini digunakan dalam produk pengembangan tembaga dan
precursor. Senyawa ini memiliki bentuk padat , warna hitam , massa
jenis 6.31 g/m3, titik lebur 3000C dan titik didih 8000. Nanopartikel
Ti02 ( Titanium Dioksida ) adalah senyawa yang berbentuk oksida dari
titanium. Senyawa ini dimanfaatkan secara luas dalam bidang anatas
sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan elektroda
dalam sel surya. Senyawa ini memiliki bentuk kristal, berwarna putih,
mempunyai massa jenis 4.2 g/m3 dan titik didih 18580C.

23
DAFTAR PUSTAKA

[1] Hewakuruppu, Y. L.; Dombrovsky, L. A.; Chen, C.; Timchenko, V.;


Jiang, X.; Baek, S.; Taylor, R. A. (2013). "Plasmonic "pump–probe"
method to study semi-transparent nanofluids". Applied Optics. 52 (24):
6041–6050.

[2] Hosokawa, M. et al,. 2007, Nanoparticle Technology Handbook, 1st


edition. Elsevier .UK.

[3] V. Pokropivny, R. Lohmus, I. Hussainova, A. Pokropivny, S. Vlassov.

Introduction in nanomaterials and nanotechnology. – University of Tartu.


– 2007

[4] Cao, Guozhong. 2004. Nanostructurs dan Nanomaterial. Imperial College


Press. USA

[5] Cao, Yan., Wang Yue J., Zhou Kang G., Bi Z. 2009. Morphology Control
Of Ultrafine Cuprous Oxide Powder And Its Growth Mechanism. Elsevier
Journal, Trans. Nonferrous Met. Soc. China 20(2010) s216 – s220.

[6] Abdullah, M., Yudistira, V, Nirmin dan Khairurrijal. 2008. Sintesis


Nanomaterial. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. 1: 33-57.

[7] Astuti, Z.H. 2007. Kebergantungan Ukuran Nanopartikel terhadap Warna


yang Dipancarkan pada Proses Deeksitasi. Bandung : ITB.

[8] Nugroho, D.W et al. 2012. Pengaruh Variasi pH Pada Sintesis


Nanopartikel ZnO Dengan Metode Sol-Gel. Jurnal Prosiding Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Bahan. ISSN 1411-2213.

[9] Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.

[10] Fernandes, B., (2011), Makalah Sintesis Nanopartikel. Padang : Program


Studi Kimia Pascasarjana Universitas Andalas.

Anda mungkin juga menyukai