Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Tugas Pokok Kepala Badan Penanggulanagan Bencana Daerah.............................2
BAB II...............................................................................................................................8
RENCANA STRATEGIS...............................................................................................8
BAB III...........................................................................................................................11
IDENTIFIKASI POTENSI MASALAH DAN S T R A T E G I............................11
BAB IV PENUTUP........................................................................................................13
Kesimpulan.............................................................................................................................13

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat


luas dan terletak pada posisi silang antara dua benua besar dan dua samudera
besar, Indonesia juga berada di atas lempeng benua yang masih aktif serta
Indonesia adalah negara yang masih dijejeri oleh barisan gunung api yang masih
aktif, sehingga Indonesia sering sekali disapa dengan negara yang sangat akrab
dengan bencana. Kondisi geografis Negara Indonesia itulah yang merupakan
faktor penyebab kerentanan Indoensia terhadap bencana. Adapun kerentanan
Indonesia terhadap bencana dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Ramli,
2010:4).
1. Faktor Geografis
Wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-pulau yang tersebar
diantara benua Asia dan Australia dan di tengah dua samudera mengakibatkannya
rawan terhadap bencana. Pengaruh iklim, badai tropis, dan arus laut akan
berpengaruh terhadap kerentanan bencana.Pantai-pantai yang memanjang
sepanjang samudera menjadikan daerah Indonesia rawan terhadap bahaya
gelombang pasang dan tsunami.
2. Faktor Geologi
Dari sisi geologi, Indonesia juga merupakan kawasan yang rawan terhadap
berbagai bencana. Posisi geografis Indonesia terutama aspek geologi berpengaruh
besar. Indonesia tempat bertemunya lempeng Australia, lempeng Asia, lempeng
Pasifik, yang masing-masing mempunyai gerakan sendiri dengan arah berbeda
dan saling bergeser. Kondisi ini mengakibatkan penumpukan energi yang jika
tidak bisa ditahan lagi akan menimbulkan gempa.
3. Faktor Hidrometeorologi
Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dialiri oleh sungai-sungai yang
besar dan beraliran deras. Curah hujan di Indonesia sebagai suatu kawasan tropis

2
juga tergolong tinggi, khususnya dimusim penghujan. Kondisi ini menimbulkan
kerawanan untuk menimbulkan bahaya banjir dan tanah longsor.
Permasalahan mengenai bencana yang disebabkan oleh faktor-faktor di
atas tentunya akan menimbulkan kerugian-kerugian, baik kerugian berupa korban
jiwa maupun kerugian yang berupa kerusakan infrastruktur. Sehingga dalam
penanggulangan bencana peran yang dilakukan pemerintah yang menyangkut
kebijakan dan administrasi publik sangatlah besar. Bencana alam yang terjadi
pada masa dekade ini bukan dilihat dari apa penyebab bencananya namun dilihat
dari apakah dampak yang ditimbulkannya.
Pada saat bencana terjadi, sistem peringatan dini daerah walau telah
dibantu oleh BMKG dengan radio internet dan sirine, masih belum mampu
dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah. Kondisi ini dapat dilihat
dari tidak siapnya daerah mengambil keputusan evakuasi atau tidak, yang
kemudian disebar kepada masyarakat. Kondisi ini disebabkan karena tidak
mencukupinya sistem dan saluran informasi peringatan bencana yang mampu
melingkupi kebutuhan seluruh masyarakat di daerah berisiko.
Berbagai program untuk mengurangi Risiko Bencana pada upaya mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan telah diakomodir dalam Rencana
Penaggulangan bencana (RPB) Kabupaten Tana Tidung. Namun demikian
ternyata masih ditemukan berbagai kendala baik di

3
pemerintahan maupun di masyarakat pada fase tanggap darurat dan
pemulihan bencana.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul
“Strategi Penanggulangan Bencana di Kabupaten Tana Tidung ”.
Belajar dari pengalaman Negara Jepang yang begitu reaktif dan responsif
dalam menghadapi bencana alam, semestinya demikian pulalah Indonesia
khususnya Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Utara sebagai daerah
yang sarat dengan potensi bencana dengan bentangan alam yang dikelilingi oleh
laut, hutan belantara dan berbatasan dengan negara tetangga yang juga potensi
tingkat kerawanannya terhadap bencana sangat berpengaruh, sehingga semestinya
kita tidak bertaruh lagi untuk masalah ini.

Bencana sendiri diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.1

Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana sendiri tertuang dalam


Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Penanggulangan
bencana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut memuat aktivitas yaitu
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi. Semua aktivitas tersebut dilaksanakan dalam rangkaian kerja holistik-
berkesinambungan dengan kerangka menyukseskan pembangunan.

BAB II
1

4
VISI DAN MISI STRATEGIS

Untuk menjalankan suatu tugas yang professional sebagai Kepala Badan


Penanggulangan Bencana Daerah, harus disertai dengan sebuah konsep kerja yang
jelas, terencana dan terarah. Hal ini dituangkan dalam sebuah visi dan Misi yang
akan sebagai berikut :

1. Visi

Dalam rangka untuk meningkatkan peran kepala Badan Penanggulangan


Bencana Daerah dalam membantu kepala Daerah dalam menaggulangi
Bencana , maka Penulis membuat sebuah Visi yaitu : “ Mewujudkan
Masyarakat Tana Tidung yang Tangguh dalam menghadapi Bencana
Berlandaskan Falsafah Belimpung Taka Tagas “

2. Misi

Untuk mewujudkan Visi di atas, maka dapat dijabarkan dalam beberapa Misi,
yaitu :

1. Meningkatkan kapasitas lembaga dan masyarakat dalam kesiapsiagaan


untuk pengurangan risiko bencana.

2. Meningkatkan kemampuan SDM (Aparatur dan Masyarakat) untuk


menunjang penguasaan teknologi dalam penanggulangan bencana.

3. Mengembangkan pemanfaatan teknologi pencegahan, kesiapsiagaan,


peringatan dini, dan mitigasi untuk menghadapi ancaman dan resiko
bencana.

4. Meningkatkan Kemitraan dengan organisasi Profit dan Non Profit untuk


penanggulan bencana

5
5. Melaksanakan peningkatan kapasitas perencanaan dalam pemulihan Pasca
bencana

6. Mengoptimalkan Alokasi anggaran untuk Penanggulangan bencana

Pada dasarnya kita telah mempunyai strategi yang sudah relatip lengkap
untuk melindungi bangsa Indonesia dari ancaman bencana. Namun demikian hal
ini masih menyisakan pertanyaan “ Mengapa bila bencana terjadi masih banyak
menelan korban ?”.

Sebagai contoh bencana tanah longsor, banjir, angin puting beliung,


abrasi, kekeringan, kebakaran hutan yang terjadi di Kabupaten Tana Tidung dalam
kurun waktu 3 tahun terakhir, walaupun tidak menyebabkan korban jiwa, tetapi
menyebabkan terjadinya korban materi dan psikologis.

Berdasarkan rangkaian peristiwa seharusnya kita harus melakukan analisis atau


kajian ilmiah terkait potensi akan datangnya bencana yang biasa saja tidak kita
ketahui kapan dan dimana akan terjadi di wilayah Kabupaten Tana Tidung.

Demikian pula muncul pertanyaan di benak kita, mengapa dalam


penanggulangan bencana ini masih terkesan belum siapnya kita dalam
menanggulangi atau menghadapi bencana, baik yang bersifat periodik maupun
yang tidak terduga.

Untuk mengantisipasi terjadinya kondisi sebagaimana yang telah


dijelaskan di atas, sebagai bentuk hasil analisis awal dapat di jelaskan sebagai
berikut :

Pertama, secara umum strategi - strategi yang ” apik ” diatas kertas


ternyata belum di implementasikan secara menyeluruh oleh para pengampu
kebijakan dan pelaksana kebijakan penanggulangan bencana.

6
Mengambil contoh yang terjadi dibeberapa kecamatan di Kabupaten Tana
Tidung, yaitu belum menyusun ” Analisis atau Kajian Risiko Bencana ”. Padahal
Kajian Risiko Bencana (KRB) ini adalah instrumen fundamental dalam
mengambil kebijakan. Hasil KRB dipergunakan untuk menyusun Rencana
Kontijensi untuk berbagai jenis ancaman bencana. KRB sebagai rujukan dalam
menyusun Rencana Penanggulangan Bencana, KRB juga dipergunakan sebagai
bahan rujukan untuk menyusun kebijakan lebih lanjut seperti pembangunan
infrastruktur di daerah itu agar kegiatan pembangunan tidak di lakukan di area
ancaman bencana maupun menimbulkan bencana lanjutan.

Kedua, Para pemangku kepentingan hanya menggunakan standar normatip


untuk melaksanakan program kegiatan. Yang penting program kegiatan terlaksana
sesuai dengan kaidah – kaidah normatip. Pelaksana penanggulangan bencana baik
dari pemerintah maupun swasta belum banyak yang merujuk pada fenomena
sosial yang terjadi di daerah sasaran lokasi bencana. Mengamati fenomena gempa
bumi yang baru saja terjadi di Kecamatan Tana Lia, kita yakin bahwa penduduk
Kecamatan Tana Lia paham betul bahwa mereka hidup di daerah rawan gempa
bumi. Mereka adalah warga modern yang tidak buta komunikasi artinya bahwa
informasi tentang gempa bumi yang menyisakan kerugian materi dan psikologis,
beberapa orang di sekitar tempat mereka tinggal di tahun lalu juga terdengar
diatara mereka pun mengatakan bahwa upaya mitigasi, sosialisasi dan
pengurangan risiko juga belum maksimal dilakukan oleh BPBD Kabupaten Tana
Tidung.

Namun juga perlu mempertimbangkan akan sikap sejumlah masyarakat


terkait dengan keberandaan mereka di area rawan bencana. Perlu dilakukan
Assesment singkat kepada sejumlah warga yang masih mempunyai sikap atau
pandangan ” hidup - mati seseorang itu ada di tangan Tuhan ”. Dengan
memahami sebagian dari femomena ini para pelaksana akan menyusun strategi
lebih lajut agar mengenai sasaran.

Kreatifitas yang tinggi pun perlu ada di setiap benak para pelaku
penanggulangan bencana. Menyikapi fenomena bencana yang terjadi di

7
Kabupaten Tana Tidung tidak salah kalau sekiranya kita membentuk kader yang
berasal dari warga masyarakat sebagai analis sekaligus informan dalam terhadap
kemungkinan terjadinya bencana. Model – model seperti ini sudah dilakukan oleh
BPBD daerah lain di Indonesia maupun luar negeri dalam menghadapi ancaman
bencana.

Ketiga, publik jarang mendengar akan kemajuan langkah langkah


penanggulangan bencana secara menyeluruh, Sehingga evaluasi penanggulangan
bencana tidak terlihat kemajuan dalam proses maupun hasilnya.

Dengan adanya strategi penanggulangan bencana yang sebenarnya layak


dan baik tersebut akhirnya tergantung pula pada para pelaksana atau implementor
untuk menyikapinya sekaligus meningkatkan kreatifitasnya, diharapkan strategi
itu bukan sekedar dokumen yang hanya sekedar dibaca atau bahkan menjadi
catatan sejarah semata.

Disamping itu, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa ada


beberapa langkah strategis yang dapat kita adopsi dari negara jepang yang dapat
kita jadikan referensi untuk menanggulangi sebelum bencana terjadi, yaitu :

1. Rumah tahan gempa

Di Jepang, semua bangunan yang akan dibangun harus mengkuti aturan


yang ditetapkan pemerintah. Bangunan yang dibuat harus memenuhi dua
syarat yaitu bangunan dijamin tidak akan runtuh karena gempa bumi dalam
100 tahun kedepan dan dijamin tidak akan rusak dalam 10 tahun
pembangunan. Selain itu, semua bahan yang digunakan untuk konstruksi
harus mengikuti aturan ketat dari pihak yang berwenang.

2. Sistem peringatan bencana

Semua handphone di Jepang memiliki sistem peringatan gempa/tsunami


yang dipasang. Sistem ini akan memberi peringatan sekitar 5 hingga 10 detik
sebelum bencana terjadi, peringatan juga akan memberi tambahan waktu
untuk melarikan diri ke tempat aman atau berlindung dibawah meja.

8
Sedangkan di pesisir lebih mungkin menimbulkan tsunami, Jepang
membangun sistem peringatan sekitar 5-10 menit sebelum tsunami datang.

3. Sistem pencegahan bencana terpadu

Untuk mengurangi dampak kerusakan akibat bencana alam, pemerintah


Jepang memberikan panduan luas tentang cara bertahan hidup saat terjadi
gempa atau tsunami. Jepang telah membangun sistem darurat ketika bencana
besar terjadi posko pengungsian. Lalu, setiap warga disana menyiapkan ransel
darurat untuk menyimpan hal-hal penting seperti senter, obat-obatan,
makanan, selimut dan lainnya untuk bertahan hidup selama tiga hari hingga 1
minggu

4. Meningkatkan pengetahuan hadapi bencana

Pemerintah Jepang juga fokus meningkatkan pengetahuan warganya akan


gempa dan tsunami. Pelatihan simulasi bencana secara teratur diadakan.
Simulasi bencana sudah mulai diajarkan sejak TK dan siswa-siswi sekolah
serta anak muda lainnya. Warga Jepang diajarkan agar tidak panik saat terjadi
bencana, melarikan diri dengan teratur dan tidak terburu-buru.

5. Mematikan gas

Ibu rumah tangga di Jepang mempunyai peranan penting dalam


pencegahan bencana. Karena gempa bumi kemungkinan akan mempengaruhi
saluran pipa gas yang dapat memicu ledakan dan kebakaran, setiap kali gempa
terjadi ibu rumah tangga dilatih untuk segera bergegas ke dapur untuk
mematikan gas (dan listrik jika perlu).

Demikianlah beberapa langkah strategis yang merupakan tindakan


preventif negara Jepang dalam persiapan menanggulangi bencana yang dapat
kita implementasikan ke Kabupaten Tana Tidung dengan menyesuaikan kultur
budaya dan jenis gempa yang terjadi pada suatu daerah.

9
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Belajar dari pengalaman negara-negara maju di dunia terkait strategi


dalam menaggulangi bencana pada dasarnya dapat kita simpulkan bahwa
melakukan persiapan terhadap paradigma masyarakat untuk lebih siap dalam
menghadapi bencana merupakan suatu tindakan yang harus lebih matang
dipersiapkan sejak dini dalam rangka untuk memperkuat mental masyarakat
terhadap suatu bencana yang terjadi.
Selanjutnya bahwa pemerintah mempunyai peran penting untuk membuat
sebuah kurikulum secara terstruktur terhadap pendidikan formal maupun non

10
formal terhadap kesiapan menghadapi bencana. Tanpa mengesampingkan
tindakan persiapan pasca bencana.

11

Anda mungkin juga menyukai