Anda di halaman 1dari 7

FAMILY SOCIAL SCIENCE THEORY

KEPERAWATAN KELUARGA

Dosen Pengampu :

Bisepta Prayogi, M.Kep.

Kelompok 2

Nama Kelompok :

1. Izdihar Ramadhanty P07120117059


2. Mila Sofiya P07120117061
3. Muhammad Erdin Firdaus P07120117062
4. Muhammad Hafiz Anshari P07120117063
5. Muhammad Ridho Aspiadi P07120117064
6. Muhammad Riza Rahmadi P07120117065
7. Muhammad Rodi Maulana P07120117066
8. Nita Elwina P07120117067
9. Noorbaiti P07120117068
10. Nor Mahdiyah P07120117069
11. Norsaniah P07120117070
12. Nurrany Fitriani P07120117071
13. Norvansyah Al Fahrizi P07120117072
14. Purnama Sari P07120117073

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIPLOMA III

2020
FAMILY SOCIAL SCIENCE THEORY

A. Developmental Theory

B. System Theory
Teori sistem adalah sebuah sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling
berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam teori ini
tedapat beberapa elemen-elemen yaitu :
1. Tujuan :
Setiap sistem memiliki tujuan, Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang
mengarahkan sistem. Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali.
2. Input :
Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan
selanjutnya menjadi bahan yang diproses.
3. Pengolahan/proses :
Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari
masukan menjadi keluaran yang berguna dan lbih bernilai.
4. Output :
Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi,
keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya.
5. Batas :
Yang disebut batas (boundary) sistem adalah pemisah antara sistem dan daerah di
luar sistem (lingkungan).
6. Mekanisme pengendalian dan umpan balik :
Mekanisme pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan menggunakan
umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran.
7. Lingkungan :
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada diluar sistem. Lingkungan bisa
berpengaruh terhadap operasi sistem dalam arti bisa merugikan atau
menguntungkan sistem itu sendiri.
Pendekatan untuk memahami keluarga ini dipengaruhi oleh teori yang berasal
dari teori fisika dan biologi. Sebuah sistem terdiri dari serangkaian unsur yang saling
terkait; setiap sistem dikenali sebagai suatu yang berbeda dari lingkungan tempat
munculnya sistem tersebut.
Perspektif ini berfokus pada keseluruhan sistem bukan individu. Teori ini
melihat proses di dalam keluarga bukan konteks dan hubungan antara bagian
keluarga.
Dua keterbatasan pemakaian orientasi teoritis ini adalah :
a. Teori ini sangat luas dan umum, dan harus disusun konsep dan pedoman praktik
yang lebih spesifik dari luar teori.
b. Pendekatan ini mungkin tidak terlalu membantu seperti teori yang ditujukan untuk
individu guna membahas masalah klien individu.

C. Structural-functional Theory
Teori struktural fungsional adalah teori yang dianggap sebagai sistem sosial
namun pada teori ini lebih berorientasi pada hasil daripada proses. Teori ini
diterapkan pada keluarga yang komprehensif dan menjunjung tinggi pentingnya
interaksi antar anggota keluarga dan lingkungan internal serta eksternal.
Kekuatan utama pendekatan pendekatan struktural fungsional bagi praktik
keperawatan keluarga adalah bahwa pendekatan ini bersifat komprehensif dan
memandang keluarga dalam konteks komunitas yang lebih luas. Sementara itu,
kelemahan utama pendekatan ini adalah pandangan statisnya, yang cenderung
memandang keluarga pada satu waktu bukan sebagai sebuah sistem yang berubah
seiring dengan waktu.
Dengan menggunakan teori ini, keluarga ini dipandang sebagai sistem sosial,
tetapi lebih berorientasi pada hasil daripada proses, yang merupakan karakteristik
teori sistem.

D. Interactional/Communications Theory
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa individu tidak sekadar menjalankan
sebuah peran tapi menciptakan peran mereka sendiri melalui interaksi dengan orang
lain. Anggota keluarga membangun peran mereka sendiri melalui harapan peran yang
telah mereka pelajari dan melalui interaksi dengan orang lain tentang harapan peran.
Pengkajian keluarga di dalam suatu kerangka interaksional menekankan
pengkajian interaksi/komunikasi antara dan diantara anggota keluarga; peran keluarga
dan analisis kekuatan; koping keluarga; hubungan antara pasangan menikah/orang
dewasa, saudara kandung, orang tua, dan anak-anak; dan pola sosialisasi keluarga.
Pendekatan interaksi keluarga berasal dari interaksi simbolik dalam keluarga
dalam pendekatan interaksi keluarga, fokus umumnya adalah pada cara-cara dimana
anggota keluarga saling berhubungan satu sama lain. Dengan demikian, keluarga
dipandang sebagai suatu kumpulan kepribadian yang berinteraksi, dinamika keluarga
yang internal serta hubungan diantara keluarga individu.

E. Family Stress Theory


Family stress theory berhubungan erat dengan situasi pelayanan kesehatan
karena sifat penyakit terkait stress yang dialami keluarga. Keunggulan family stress
theory ini adalah teori ini cukup mudah dipahami dan kerugiannya terbatas dalam
membahas kebutuhan keluarga. Terkait dengan hal promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit.

F. Conflict Theory
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural
fungsional. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik
ini adalah pemikiran Karl Marx. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai
merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.
Tetapi sebetulnya telah berkembang sejak Abad 17. Selain itu teori sosiologi konflik
adalah alternatif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme struktural
Talcott Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham
konsensus dan integralistiknya.
Beberapa kritikan terhadap teori struktural fungsional berkisar pada sistem
sosial yang berstruktur, dan adanya perbedaan fungsi atau diferensiasi peran (division
of labor). Institusi keluarga dalam perspektif struktural-fungsional dianggap
melanggengkan kekuasaan yang cenderung menjadi cikal bakal timbulnya
ketidakadilan dalam masyarakat. David Lockwood (Klein dan White 1996)
melontarkan kritik terhadap teori Parsons. Menurutnya, teori Parsons terlalu
menekankan keseimbangan dan ketertiban. Hal ini dianggap suatu pemaksaan bagi
individu untuk selalu melakukan konsensus agar kepentingan kelompok selalu
terpenuhi.
Selanjutnya, individu harus selalu tunduk pada norma dan nilai yang
melandasi struktur dan fungsi sebuah sistem. Padahal menurut Lockwood, suasana
konflik akan selalu mewarnai masyarakat, terutama dalam hal distribusi sumberdaya
yang terbatas. Artinya, sifat dasar individu dianggapnya cenderung selfish
(mementingkan diri sendiri), daripada mengadakan konsensus untuk kepentingan
kelompok. Sifat pementingan diri sendiri menurut Lockwood akan menyebabkan
diferensiasi kekuasaan yang ada menimbulkan sekelompok orang menindas kelompok
lainnya.
Selain itu masing-masing kelompok atau individu mempunyai tujuan yang
berbeda- beda bahkan sering bertentangan antara satu dan lainnya, yang akhirnya
akan menimbulkan konflik. Perspektif konflik dalam melihat masyarakat dapat
dilacak pada tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx, Max Weber dan George Simmel.
Teori konflik lebih menitikberatkan analisisnya pada asal-usul terjadinya suatu
aturan atau tertib sosial. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usulnya
terjadinya pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang berperilaku
menyimpang. Perspektif konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat
dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai
kelompoknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konflik adalah fenomena
sosial biasa dan merupakan kenyataan bagi masyarakat yang terlibat di dalamnya.
Konfllik dipandang sebagai suatu proses sosial, proses perubahan dari tatanan sosial
yang lama ke tatanan sosial yang baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi masyarakat. Perspektif konflik dianggap sebagai “the new sociology” sebagai
kritik terhadap teori struktural fungsional yang berkaitan dengan sistem sosial yang
terstruktur dan adanya perbedaan fungsi dan diferensiasi peran (division of labor).
Sosiologi konflik mempunyai asumsi bahwa masyarakat selalu dalam kondisi
bertentangan, pertikaian, dan perubahan. Semua itu adalah sebagai bagian dari
terlibatnya 10 kekuatan-kekuatan masyarakat dalam saling berebut sumberdaya
langka dengan menggunakan nilai-nilai dan ide (ideologi) sebagai alat untuk
meraihnya (Wallace dan Wolf 1986).
Asumsi dasar yang melandasi Teori Konflik Sosial (Klein dan White 1996)
adalah:
1. Manusia tidak mau tunduk padakonsensus,
2. Manusia adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa harus
tunduk kepada norma dan nilai; Manusia secara garis besar dimotivasi oleh
keinginannya sendiri.
3. Konflik adalah endemik dalam grupsosial,
4. Tingkatan masyarakat yang normal lebih cenderung mempunyai konflik daripada
harmoni,
5. Konflik merupakan suatu proses konfrontasi antara individu, grup atas
sumberdaya yang langka, konfrontasi suatu pegangan hidup yang sangat berarti.
Paradigma sosial konflik yang dikembangkan oleh Karl Marx didasarkan pada
dua asumsi, yaitu: (1) Kegiatan ekonomi sebagai faktor penentu utama semua
kegiatan masyarakat, dan (2) Melihat masyarakat manusia dari sudut konflik di
sepanjang sejarahnya. Marx, dalam Materialisme Historis-nya memasukkan
determinisme ekonomi sebagai basis struktur yang dalam proses relasi sosial dalam
tubuh masyarakat akan menimbulkan konflik antara kelas atas dan kelas bawah.
Ringkasnya, ada sedikitnya empat hal yang penting dalam memahami teori
konflik sosial, antara lain:
1. Kompetisi (atas kelangkaan sumberdaya seperti makanan, kesenangan, partner
seksual, dan sebagainya. Dasar interaksi manusia bukanlah konsensus seperti yang
ditawarkan fungsionalisme, namun lebih kepadakompetisi.
2. Terdapat ketidaksamaan struktural dalam halkekuasaan.
3. Individu dan kelompok yang ingin mendapatkan keuntunganmaksimal.
4. Perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari konflik antara keinginan (interest) yang
saling berkompetisi dan bukan sekadar adaptasi. Perubahan sosial sering terjadi
secara cepat dan revolusioner dari pada evolusioner.
Dengan demikian:
Teori struktural fungsional lebih dijadikan pegangan untuk keluarga konservatif.
Teori konflik sosial lebih dijadikan pegangan bagi keluarga kontemporer.
Contoh-contoh konflik dalam keluarga:
1. Konflik peran suami dan istri di dalamkeluarga.
2. komunikasi antara suami dan istri atau antara orangtua dananak.
3. Konflik kelas dalam masyarakat (kelas borjuis vrsus proletar; kelas gender; kelas
sosial ekonomi)
4. Konflik antara keluarga inti dan keluargaluasnya.

G. Social Exchange Theory


Social exchange theory adalah teori yang menyatakan dalam hubungan sosial
terdapat hasil interaksi dengan orang lain yang membawa keuntungan dan juga
kerugian atau penghargaan maupun hukuman yang akan diperoleh. Contohnya
seseorang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang
memenuhi kebutuhan.

H. Multicultural Theory
Multicultural adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan
seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang
menekan tentang penerimaan terhadap keragaman, dan berbagai macam budaya yang
ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem budaya, kebiasaan
dan politik yang mereka anut.
Teori ini menjelaskan bahwa dengan adanya ragam budaya dalam keluarga
dalam saling menerima terhadap keragaman tersebut.

Anda mungkin juga menyukai