Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ASPEK ETIK DALAM PERATURAN

KEBIJAKAN DAN UNDANG-UNDANG

DISUSUN OLEH :
1. ARYA NUGROHO
2. JERI
3. ROLLY YANUR
4. SUPIAN HIDAYAT
5. SUPIAN HANAFI

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alla SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah mungkin ada
sedikit hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari teman-teman
serta bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga kami dapat
menyelasikan makalah ini dengan baik.

Dengan adanya makalah ini, diharapakan dapat membantu proses


pembelajaran dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis
juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas
bantuan, dukungan dan doanya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang


membaca makalah ini dan dapat mengetahui tentang sejarah kesehatan
dunia dan Indonesia. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk
itu kami mengharap kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah
ini.

Sampit,17 september 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................


KATA PENGANTAR ................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................... 3


2.1 Gambaran Penyelenggaraan Praktik Keperawatan ............ 4
2.2 Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan .................... 5
2.3 Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan................. 7
2.4 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan
Keperawatan.............................................................................. 8
2.5 Legislasi Keperawatan ...................................................... 10
2.6 Pentingnya Sistem Regulasi /Pengaturan .......................... 15
2.7 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mempercepat
Terwujudnya Legislasi Di Indonesia ................................. 16
2.8 Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat ............... 18
2.9 Dasar Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat ..... 19

BAB III PENUTUP ....................................................................... 22


3.1 Kesimpulan ......................................................................... 22
3.2 Saran.................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 24


ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam
bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh
masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai
salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu,
pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik,
mental maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah
terjadi perubahan orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama
upaya pemecahan masalah kesehatan.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi
layanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena
terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan
kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya.Tenaga keperawatan
juga memiliki karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran
hukum yaitu diperkenannya melakukan intervensi keperawatan
terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu
dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.
Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan
kesehatan dari model medikal yang menitik beratkan pelayanan pada
diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih
1
holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan
sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada
posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh
kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan
pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg,
1999) dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit baik di 2 rumah sakit maupun di tatanan
pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula
menandatangani kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya
di bidang pelayanan kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual
Recognition Agreement), dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan
yang independen diperlukan untuk mengatur sistem registrasi, lisensi
dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah 3 global,
keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-
negara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik
keperawatan. Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah
memiliki undang-undang yang mengatur tentang praktik keperawatan,
sedangkan 3 negara yang belum memiliki undang-undang praktik
keperawatan adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-
undang praktik keperawatan (Regulatory Body) merupakan salah satu
prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global, apalagi
Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yang
besar. Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan
merupakan jaminan terhadap mutu dan standard praktik disamping
sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa
pelayanan keperawatan.

2
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas bagaimanakah masa depan
profesi keperawatan di indonesia apabila tidak ada perundang-
undangan yang berlaku dam praktik keperawata.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui gambaran penyelenggaraan praktik keperawatan
2. Mengetahui sejarah perkembangan profesi keperawatan
3. Mengetahui masalah-masalah dalam praktik keperawatan
5. Mengetahui alasan perlunya pengaturan perundang-undangan
keperawatan
6. Mengetahui legislasi keperawatan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Penyelenggaraan Praktik Keperawatan


Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis,
psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien
(pasien) karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan
klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu.
Fokus keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit,
pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar
bentuk pelayanan keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self
care (Orem), Teori 14 kebutuhan dasar/model konseptual
Komplementer atau Suplementer (Henderson), Care-Cure and Core
(Lydia Hall), Teori Sikap dan Perilaku Caring (Jane Watson), Teori
Sistem Perilaku (Johnson), Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya
(Leininger), Perilaku Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola
Pender) dan lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah untuk
memperlihatkan kepada khalayak bahwa fokus pelayanan
keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai sistem yang pada
dasarnya memiliki potensi untuk berubah dan berkembang dalam
rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta perlu untuk di
bimbing dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua teori ini
adalah hubungan perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi
landasan terwujudnya kesetaraan professional diantara keduanya yang
saling membutuhkan. Teori-teori inilah yang menunjukkan bahwa
pelayanan keperawatan berbeda dengan profesi kesehatan lain
(Nurrachmah, 2004).
4
2.2 Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan
Perkembangan keperawatan di Indonesia mungkin tidak terlepas
dari perkembangan keperawatan global. Karna dalam sejarah Islam
pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, walaupun tidak banyak catatan
telah dikenal dengan nama Siti Rufaidah yang dianggap sebagai
perawat pertama didunia dan banyak terlibat dalam melayani orang
sakit. Selain itu di Inggris juga dikenal dengan nama Florence
Nightingale yang terkenal dalam Perang Kremlin dengan
mengabdikan dirinya hanya untuk kepentingan orang sakit khususnya
para prajurit yang terluka.
Di Indonesia dalam suatu sejarah perkembangan tercatat telah
lama ada yaitu diberikan oleh orang yang telah di didik untuk merawat
orang sakit. Beberapa catatan mengemukakan sebelum kemerdekaaan
tahun 1945 bahwa pendidikan perawat telah di mulai sejak tahun
1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal
dengan Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Sejak saat itu dikembangkan
berbagai pendidikan kekhususan paramedis diantaranya pendidikan
untuk menjadi mantra cacar, tenaga perawat berijazah eropa, tenaga
perawat berijazah Hindia Belanda dan pendidikan mantri malaria.
Pendidikan mantri cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun
1820 dengan lama pendidikan 6-12 bulan, termasuk praktik lapangan
6 bulan. Perawat berijazah eropa adalah dimulai dengan pendidikan
dasar MULO dan lama pendidikan 3 tahun dimana lulusannya
mendapatkan fasilitas dan penghargaan lebih tinggi dibanding tenaga
lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah Hindia Belanda sering
disebut dengan mantri jururawat adalah perawat dengan lama
pendidikan 4 tahun yang menghasilkan dua jenis tenaga perawat yaitu
5
perawat umum dan perawat jiwa yang dimulai sejak tahun 1915.
Adapun mantri malaria merupakan tenaga perawat yang hanya berupa
kursus selama satu setengah tahun, yang hanya diadakan 2 kali yaitu
tahun 1926 dan 1927.
Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat
Nasional Indonesia sebagai wadah organisasi profesi, dimana para
perawat sudah mulai menyadari bahwa pentingnya organisasi profesi
bagi pengembangan keperawatan. Pada tahun 1983 merupakan
periode kebangkitan, dimana pada Lokakarya Nasional Keperawatan
disepakati bahwa keperawatan adalah profesi dan pendidikan
keperawatan berada pada pendidikan tinggi.
Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang merupakan
pendidikan tinggi keperawatan Strata satu pertama di Indonesia.
Perkembangan ini diikuti pula dengan dengan diakuinya keperawatan
sebagai profesi pada Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992.
Periode ini menjadi penting setelah Peraturan pemerintah no.32 tahun
1996 telah menjabarkan keberadaan profesi keperawatan sebagai satu
dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia.
Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga
keperawatan yang ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK,
D.III dan Sarjana Keperawatan (Ners).
Pada tahun 1996 Program Studi Ilmu Keperawatan (jenjang
S1/Ners) didirikan dibeberapa Perguruan Tinggi Negeri misalnya
antara lain UGM (Yogyakarta), UNDIP (Semarang), UNAIR
(Surabaya), UNAND (Padang), UNBRAW (Malang), USU (Medan),
UNSYAH (Aceh) dan UNHAS (Makasar) serta di beberapa
universitas swasta. Pada periode ini perawat yang telah melalui
6
pendidikan profesi pada tingkat sarjana telah menyadari bahwa
profesionalisme keperawatan perlu ditumbuh kembangkan secara
terus menerus.

2.3 Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan


Masalah kesehatan di masyarakat saat ini makin kompleks,
dimana penyakit degeneratif dan infeksi baik yang lama maupun yang
baru (avian flu, HIV/AIDS) muncul bersama-sama. Hal ini diperberat
dengan terjadinya berbagai bencana alam yang mendera Indonesia
secara bertubi-tubi (gempa, Tsunami, banjir, gunung meletus, luapan
Lumpur panas dan beracun dsb).
Kondisi tersebut di atas diperberat dengan kesulitan bidang
ekonomi yang menimbulkan makin kompleksnya masalah kesehatan,
misalnya gizi kurang/buruk akibat daya beli masyarakat yang rendah
sehingga menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan
memperlambat proses penyembuhan, yang berdampak pada
pemborosan sumber, termasuk menimbulkan masalah-masalah dalam
penyelenggaraan praktik keperawatan baik karena adanya
keterbatasan berbagai sumber keperawatan, baik itu sumber biaya,
fasilitas maupun tenaga keperawatan.
Jenis tenaga keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.
32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, maka rumpun Tenaga
Keperawatan terdiri dari perawat dan bidan. Namun dalam hal ini
yang ditulis hanya tentang perawat/ners. Dibandingkan dengan awal
tahun 1970-an, maka jenis dan jenjang tenaga keperawatan sudah
lebih tertata, terutama setelah disepakati secara nasional pada Januari
1983, bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur dan system
pendidikan tinggi keperawatan merupakan pendidikan profesi.
7
2.4 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan
1. Alasan Filosofis
Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab
Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus diwujudkan
dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh
masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan
yang berkualitas dan terjangkau.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat
harus diselenggarakan secara bermutu, adil dan merata dengan
memberikan perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-
anak, remaja, para ibu dan para lanjut usia yang terlantar baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Prioritas diberikan pula kepada
daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah perbatasan dan daerah
kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian masalah yang
memberi dampak pada kesehatan masyarakat memerlukan
keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak terkait
lainnya.
2. Alasan Yuridis
a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan
bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
b. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab
VI mengenai Sumber Daya Kesehatan yang terdiri dari: tenaga
kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan, pembiayaan
kesehatan, pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan
pengembangan kesehatan. Dalam Pasal 32 ayat (4) secara
eksplisit menyebutkan bahwa:
8
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.”
Pada Pasal 53 ayat 1 juga menyebutkan bahwa: Tenaga
kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
3. Alasan Sosiologis
Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai
berikut:
a. Mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan khususnya pelayanan keperawatan dengan adanya
pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan
dari model medical yang menitikberatkan pelayanan pada
diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradigma sehat yang
lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
b. Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa
keperawatan sebagai profesi dan struktur pendidikan tinggi
keperawatan sebagai pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi
kebutuhan jenis dan jenjang tenaga perawat.
c. Mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan.
d. Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan.
e. Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan
penyelenggaraan pelayanan keperawatan Masyarakat terutama
masyarakat Indonesia berhak mendapakan pelayanan
9
keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang kompeten
tanpa diskriminatif menurut status social, budaya, agama, ras
dll.
4. Alasan Tehnik Keperawatan
a. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat
terhadap perawat.
b. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen
penting dalam pengambilan keputusan (kebijakan).
c. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat Penyebaran tenaga
yang tidak merata.
d. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif.
e. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab.
f. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan
menggunakan peluang sempit.
g. Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.
h. Kondisi kerja.
2.5 Legislasi Keperawatan
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang
atau penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang
mempengaruhi ilmu dan kiat dalam praktik keperawatan
(Sand,Robbles1981).
Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
1. Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
2. Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system
keperawatan.
3. Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan
ujian sesuai ketetapan.

10
4. Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan
perawat.
Fungsi legislasi keperawatan
1. Memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2. Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan
3. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga
keperawatan.
4. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
5. Memotivasi pengembangan profesi.
6. Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
Legislasi keperawatan mencakup 3 komponen yaitu registrasi,
sertifikasi, dan lisensi.
Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi
lain pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah.
Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai sebutan registered
nurse. Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan
pendidikan keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran
dengan nilai yang diterima. Izin praktik maupun registrasi harus
diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
Tujuan registrasi :
a. Menjamin kemamapuan perawat untuk melakukan praktik
keperawatan sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya.
b. Mempertahankan prosedur penatalaksanaan secara objektif
terhadap kasus kelalaian tugas atau ketidak mampuan
melaksanakan tugas sesuai dengan standar kompetensi.

11
c. Mengidenttifikasi jumlah dan kualifikasi perawat professional
dan vokasional yang akan melakukan praktik keperawatan
sesuai dengan kewenangan dan kompetensi masing-masing.
Registrasi meliputi 2 kegiatan berikut :
1. Registrasi administrasi adalah kegiatan mendaftarkan diri yang
dilakukan setiap tahun, berlaku untulk perawat professional dan
vokasional.
2. Registrasi kompetensi adalah registrasi yang dilkakukan setiap
5 tahun untuk memperoleh pengakuan ,mendapatkan
kewenangan dalam melakukan praktik keperawatan ,berlaku
bagi perawat professional.
Perawat yang sudah teregistrasi mendapat Surat Izin Perawat(SIP)
dan nomer register.Perawat yang sudah melakukan registrasi akan
memperoleh kewenangan dan hak berikut :
1. Melakukan pengkajian
2. Melakukan terapi keperawatan.
3. Melakukan observasi.
4. Memberikan pendidikan dan konseling kesehatan.
5. Melakukan intervensi medis yang didelegasikan.
6. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan.
Perawat yang tidak teregistrasi ,secara hukum tidak memiliki
kewenangan dan hak tersebut.Registrasi berlaku untuk semua perawat
professional yang bermaksud melakukan praktik keperawatan di
wilayah Negara republic Indonesia, termasuk perawat berijasah luar
negeri.

12
Mekanisme registrasi terdiri dari mekanisme registrasi
administrative dan mekanisme registrasi kompetensi yang dilakukan
melalui 2 jalur,yaitu :
1. Ujian registrasi nasional, dan
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Registrasi yang dilakukan perawat yang baru lulus disebut regustrasi
awal dan registrasi selanjutnya di sebut registrasi ulang.
Sertifikasi
Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap peningkatan
pengetahuan, keterampilan ,dan perilaku (kompetensi) seorang
perawat dengan memeberikan ijasah atau sertifikat.
Tujuan sertifikasi :
a. Menyatakan pengetahuan ,keterampilan ,dan perilaku perawat
sesuai dengan pendidikan tambahan yang diikutinya.
b. Menetapkan klasifikasi ,tingkat dan lingkup praktik
keperawatan sesuai pendidikan tambahan yang dimilikinya.
c. Memenuhi persyaratan registrasi sesuai area praktik
keperawatan.

Lisensi
Lisensi berupa kewenangan kepada seorang perawat yang sudah
teregristasi untuk melaksanakan pelayanan praktik
keperawatan.Lisensi merupakan suatu kehormatan bukan suatu hak
.Semua perawat seyogyanya mengamankan hak ini dengan
mengetahui standar pelayanan yang dapat diterapkan dalam suatu
tatanan praktik keperawatan.
Tujuan lisensi :

13
a. Memberi kejelasan batas kewenangan tiap katagori tenaga
keperawatan untuk melakukan praktik keperawatan.
b. Mengesahkan atau member bukti untuk melekukan praktek
keperawatan professional.
Mekanisme Legislasi
Persyaratan legislasi antara lain berupa kemampuan (kompetensi)
yang diakui, tertuang dalam ijazah dan sertifikat.
Registasi meliputi dua hal kegiatan berikut.
1. Registrasi administrasi; adalah kegiatan mendaftarkan diri yang
dilakukan setiap tahun, berlaku untuk perawat professional dan
vokasional.
2. Registrasi kompetensi; adalah registrasi yang dilakukan setiap 5
tahun untuk memperoleh pengakuan, mendapatkan kewenangan
dalam melakukan praktik keperawatan, berlaku bagi perawat
profesional.
Perawat yang tidak teregristrasi, secara hukum tidak memiliki
kewenangan dan hak tersebut. Regristrasi berlaku untuk semua
perawat profesional yang bermaksud melakukan praktik keperawatan
di wilayah Negara Republik Indonesia, termasuk perawat berijazah
luar negeri. Mekanisme regristasi terdiri dari mekanisme registrasi
administratif dan mekanisme registrasi kompetensi yang dilakukan
melalui 2 jalur yaitu :
1. Ujian registrasi nasional
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Mekanisme Sertifikasi
1. Perawat teregistrasi mengikuti kursus lanjutan di area khusus
praktik keperawatan yang ddiselenggarakan oleh institusi yang
memenuhi syarat.
14
2. Mengajukan aplikasi disertai dengan kelengkapan dokumen
untuk ditentukan kelayakan diberikan sertifikat.
3. Mengikuti proses sertifikasi yang dilakukan oleh konsil
keperawatan.
4. Perawat register yang memenuhi persyaratan, diberikan
serifikasi oleh konsil keperawatan untuk melakuakan praktik
keperawatan lanjut.
Mekanisme Lisensi
Perawat yang telah memenuhi proses registrasi mengajukan
permohonan kepada pemerintah untuk memperoleh perizinan / lisensi
resmi dari pemerintah. Perawat yang telah teregistrasi dan sudah
memiliki lisensi disebut perawat register, dan dapat bekerja di tatanan
pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan keperawatan.

2.6 Pentingnya Sistem Regulasi /Pengaturan


Regulasi keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan)adalah
kebijakan atau ketentuan yang mengatur profesi keperawatan dalam
melaksanakan tugas profesinya dan terkait dengan kewajiban dan hak.
 Tujuan Regulasi
Tujuan umum regulasi keperawatan adalah melindungi masyarakat
dan perawat,sedangkan tujuan khusus regulasi adalah:
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan;
2. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan;
3. Menetapkan standar pelayanan keperawatan
4. Menapis IPTEK keperawatan
5. Menilai boleh tidaknya praktik;
6. Menilai kesalahan dan kelalaian.
15
Beberapa keadaan yang sering menuntut perlunya penerapan
sistem regulasi yang ketat adalah terjadinya hal-hal berikut.(Marquis
& Huston,1998;Rocchiccioli & Tilbury,1998)
1. Pelaksanaan tugas keperawatan diluar batas waktu yang
ditentukan
2. Kegagalan memenuhi standar pelayanan keperawatan.
3. Mengabaikan bahaya yang mungkin timbul
4. Hubungan langsung antara kegagalan memenuhi standar
pelayanan keperawatan dengan terjadinya bahaya
5. Terjadi kecelakaan/kerusakan yang dialami oleh klien
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk :
1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada
penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan oleh perawat.
3. Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang
terkait lainnya untuk memberikan perhatian dan dukungan pada
model praktik keperawatan komunitas.
4. Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat
memberikan jaminan pada penyelenggaraan praktik
keperawatan komunitas yang profesional.
5. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang
efisien dan efektif.

2.7 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mempercepat Terwujudnya


Legislasi Di Indonesia.
Leglasi keperawatan yang baku dan baik di Indonesia masih
mereupakan harapan di masa mendatang. Namun, ada beberapa upaya
16
berikut ini yang dapat mendukung teciptanya sistem regulasi
keperawatan.
1. Menetapkan dasar pendidikan terendah untuk mendapatkan
pekakuan sebagai perawat tercatat, agar tenaga yang dituntut
bertanggung jawab dan tanggung gugatnya adalah tenaga
keperawatan yang sebetulnya dariaspek pendidikan mereka telah
memahami tentang pelayanan keperawatan profesianal dan telah
memahami dampak hukumannya jika pelayanan ini tidak
memenuhi standar.
2. Memberikan berbagai pelatihan dasar tentang hukum dan
perundang-undangan bagi seluruh masyarakat keperawatan.
Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman tentang dampak
hukum yang dapat terjadi apabila pelayanan keperawatan yang
diberikan tidak memenuhi standar.
3. Mempercepat diwujudkannya praktik keperawatan professional
diberbagai jenjang tatana pelayanan kesehayan. Hal ini sebagai
landasan diterapkannya bentukpelayanan keperawatan profesional
yang bukan hanya memenuhi persyaratan dan standar profesional,
tetapi juga memenuhi persyaratan hukum keperawatan.
4. Menyoasialisasikan berbagai kegiatan persiapan diterapkannya
sistem legislasi keperawatan. Kegiatan ini beetujuan untuk
menghindarkan ketidakmengertian, kesalahan persepsi/kesalahan
interprestasi ataupun kesalahan komunikasi tentang hukumm
keperawatan.
5. Menyepakati perkembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan
di Indonesia, sehingga berdasarkan kesepakatan dari seluruh
masyarakat keperawatan di Indonesia ini tidak akan
memungkinkan pihak lain untuk membentuk jenjang keperawatan
17
lain yang dapat mengaburkan nilai-nilai profesionalisme yang
kemungkinan dapat terperangkap dalam sistem ligislasi yang akan
dibakukan.

2.8 Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat


Istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa
berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak
ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan
juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap
sesuatu. Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan
dari hukum. Dengan demikian hampir seluruh hubungan hukum harus
mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak
macam perlindungan hukum. Secara umum perlindungan hukum
diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang
bersangkutan bersinggungan dengan peristiwa hukum. Jika demikian,
lalu untuk apa lagi dibuat istilah perlindungan hukum?
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi
hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu
perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan
aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun
dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara
tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan
hukum.
Menurut Hadjon seorang pakar Hukum Administrasi Negara
UNAIR, bahwa perlindungan hukum bagi rakyat atau seseorang
meliputi dua hal, yakni:

18
Pertama: Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk
perlindungan hukum dimana kepada rakyat atau seseorang diberi
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum
suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif;
Kedua: Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk
perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesian
sengketa.
Berdasartkan dua kategori perlindungan hukum, maka pengertian
perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang
bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai
suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat
memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan
kedamaian serta kebahagian.

2.9 Dasar Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat


a. Undang-Undang Dasar Negara RI 1945:
Secara konstitusional dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NKRI 1945
yang menyebutkan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan
yang sama di hadapan hukum”.
Pasal 34 ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak
Pasal 28H ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

19
lingkungan hidup yang baik dan sehat berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”.
b. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia pada Pasal 9 ayat 3 berbunyi “Setiap orang berhak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat”
c. Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada
pasal 4 berbunyi “ Setiap orang berhak atas kesehatan”.
Pasal 27 Undang-Undang No 36 Tahun 2009
- Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan
pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
- Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki.
- Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
d. Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Pasal 13 menyatakan
 Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah
sakit wajib memiliki surat ijin praktik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
 Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib
memiliki izin sesuai dengan ketentan peraturan perundang-
undangan
 Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus
bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah
sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi,
20
menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan
pasien
 Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan
sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga


medis adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan
"Pascasarajna" yang memberikan pelayanan medik dan penunjang
medik. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996
Tenaga Medik termasuk tenaga kesehatan. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga medis
meliputi dokter dan dokter gigi. Tenaga medis adalah mereka yang
profesinya dalam bidang medis yaitu dokter, physician (dokter fisit)
maupun dentist ( dokter gigi ).

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
penyelenggaraan praktik keperawatan saat ini didominasi oleh
kebutuhan formil dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran
profesi masih kurang apalagi bila dibandingkan dengan perangkat
hukum negara lain di Asia dan Eropa.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan
yang sangat pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang
ada, sehingga dapat memberikan perlindungan yang menyeluruh
kepada tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan maupun di
masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dalam melakukan
perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang
diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka
keberadaan naskah akademis menjadi sangat penting.

3.2 Saran
1. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif
dan partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam
penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada
pelayanan yang bermutu.
2. Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan
yang diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi
dan bersikap mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah
dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik
keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait
22
hendaknya bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan tersebut.
3. Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan
dalam bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Sumber; A. Aziz Alimul Hidayat (2007),Pengantar Konsep Dasar


Keperawatan,Salemba Medika,Jakarta.
Priharjo Robert. Konsep dan Prespektif Praktik Keperawatan
Profesional, Jakarta EGC,2008
Kusnanto, Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional,
EGC : Jakarta.
http://pondokmerana.blogspot.com/2013/03/makalah-praktik-
keperawatan.html
http://ekorudianta.blogspot.com/2015/03/makalah-peraturan-
kebijakan-dan.html

24

Anda mungkin juga menyukai