OLEH
STEIN BATKORMBAWA
12113201170114
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN
AMBON
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan penulis kesehatan dan kemudahan dalam berfikir sehingga
kelompok dapat menyelesaikan tugas Epidemiologi Genetic ini tepat pada
waktunya. Tugas ini penulis susun berdasarkan referensi yang ada, Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan tugas ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat untuk
pembaca, kritik dan saran yang membangun dapat menjadikan tugas ini lebih
baik.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….……...ii
DAFTAR ISI………………………………………………………..…..…..iii
BAB I PENDAULUAN
a. Latar Belakang……………………………………………....1
b. Tujuan…………………………………………….…………..3
iii
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan……………………………………………..2O
b. Saran…………….………………………………………21
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
dan trisomi 18 jarang direkomendasikan, hal ini disebabkan karena umur
harapan hidup sangat rendah Sindrom Patau (Trisomi 13) merupakan
kelainan genetik dengan jumlah kromosom 13 sebanyak 3 buah. Sindrom
malformasi multikompleks yang berhubungan dengan trisomi 13 pertama kali
dijelaskan oleh Dr.Klaus Patau pada tahun 1960. Sindrom Patau merupakan
kelainan autosomal ketiga tersering yang terjadi pada bayi lahir yang hidup
setelah Sindrom Down (trisomi 21) dan Sindrom Edwards (trisomi 18).
Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1 : 8.000-12.000 kelahiran hidup.
Insidensi akan meningkat dengan meningkatnya usia ibu.
2
Kebanyakan bayi yang lahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik
yang berat. Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin seperti sulit
bernapas, gagal jantung, gangguan penglihatan, kejang, dan ketulian.
Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati
(still birth). Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Lebih
dari 80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama.
Pencegahan dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli genetik
sebelum merencanakan kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya
memiliki riwayat memiliki anak trisomi 13.
B. TUJUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Etiologi
Sindrom Patau adalah hasil dari trisomi 13, yang berarti setiap sel
dalam tubuh memiliki tiga salinan kromosom 13 bukan dua biasa. Sebagian
kecil kasus terjadi ketika hanya beberapa sel-sel tubuh memiliki salinan
tambahan, kasus tersebut disebut mosaik Patau. Sindrom patau juga dapat
terjadi ketika bagian dari kromosom 12 menjadi melekat pada kromosom lain
(translokasi) sebelum atau pada saat pembuahan dalam translokasi
Robertsonian. Orang yang terkena memiliki dua salinan dari kromosom 13,
ditambah bahan tambahan dari kromosom 13 melekat pada kromosom lain.
Dengan translokasi, orang tersebut memiliki trisomy parsial untuk kromosom
13 dan sering tanda-tanda fisik dari sindrom berbeda dari sindrom patau yang
khas. Sebagian besar kasus sindrom patau tidak diwariskan, tetapi terjadi
4
peristiwa yang acak selama pembentukan sel sel reproduksi (telur dan
sperma). Sebuah kesalahan dalam pembelahan sel yang disebut : non-
disjungsi dapat menghasilkan sel-sel reproduksi dengan jumlah abnormal
kromosom. Sebagai contoh : sel telur atau sperma dapat memperoleh salinan
ekstra kromosom. Jika salah satu dari sel-sel reproduksi atipikal berkontribusi
pada susunan genetic seorang anak, anak akan memiliki ekstra kromosom
13 disetiap sel tubuh.
Sindrom patau mosaic juga tidak diwariskan. Hal ini terjadi sebagai
kesalahan acak selama pembelahan sel pada awal perkembangan janin.
Sindrom patau karna translokasi dapat diwariskan. Orang yang berpengaruh
dapat membawa penataan ulang materi genetic antara kromosom 13 dan
kromosom lain. Penataan ulang ini disebut translokasi seimbang karna tidak
ada bahan tambahan dari kromosom 13. Meskipun mereka tidak memiliki
tanda-tanda sindrom patau, orang yang membawa jenis translokasi seimbang
berada pada peningkatan risiko memiliki anak dengan kondisi tersebut.
Factor risiko terjadinya trisomy 13 adalah usia ibu saat hamil lebih dari
35 tahun. Insidensi trisomy 13 adalah 90% tipe mosaic dengan manifestasi
klinis bervariasi, mulai dari malformasi total sampai mendekati fenotipe
normal. Umur harapan hidup biasanya lebih lama dan derajat defisiensi
mental bervariasi. Sedangkan pembelahan sel terjadi setelah konsepsi,
dimana ekstra kromosom timbul pada beberapa bagian sel tubuh.
5
b. Epidemiologi
Beberapa tanda dan gejala yang dapat terlihat pada bayi dengan trisomi 13
antara lain:
6
pusar (omphalocele), yang l. Spina bifida.
berisi beberapa organ perut. m. Kelainan rahim ataupun
k. Kelainan rahim ataupun testis.
testis
7
dada penyakit jantung penyakit jantung
kongenital kongenital
(misal: VSD, PDA, dan (misal: VSD, PDA, dan
ASD) pada ASD),
80% kasus, iga-iga sternum pendek,
posterior tipis
puting kecil
atau hilang
keterlambatan
keterlambatan perkembangan
umum perkembangan berat dan retardasi
berat dan retardasi pertumbuhan
pertumbuhan prenatal dan pasca
prenatal dan pasca natal,
natal, kelahiran premature,
abnormalitas ginjal, polihidramnion, hernia
projeksi inguinal
nukleus pada neutrofil, atau abdominal, hanya
hanya 5% 5% hidup
hidup >6 bulan >1 tahu
8
d. Klasifikasi
a. Trisomi 13 Klasik
Pada tipe ini, sel telur atau sperma menerima ekstra copy
kromosom 13. Biasanya sel telur dan sperma hanya memiliki 1 copy tiap
kromosom. Saat mereka bersatu, akan menghasilkan bayi dengan
kromosom yang lengkap (46). Bila sel telur atau sperma menerima 2 copy
kromosom 13 dengan sel telur atau sperma yang memiliki 1 copy, maka
akan terbentuk trisomi 13 yang ditemukan di seluruh sel. Tipe klasik ini
merupakan bentuk tersering pada trisomi 13 yang terjadi sekitar 75%.
b. Trisomi 13 Translokasi
c. Trisomi 13 Mosaik
Pada tipe ini, terdapat 2 grup sel yaitu sel dengan tipikal 46
kromosom dan sel dengan ekstra copy kromosom 13. Fitur dan masalah
yang terjadi pada trisomi 13 mosaik lebih ringan karena tidak seluruh sel
membawa kromosom ekstra. Trisomi 13 tipe ini terjadi sekitar 5%.3
e. Patofisiologi
10
Gambar 2. Mekanisme Translokasi Robertsonian
f. Pemeriksaan Fisik
11
g. Diagnosis
a. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non-invasif yang
paling banyak dilakukan dan dapat dilakukan pada setiap tahap dan usia
kehamilan. Pemeriksaan USG pada trimester (TM) I dilakukan pada usia
11-13 minggu untuk memeriksa nuchal fold translucency (NT).
Pemeriksaan pada TM I dapat mengidentifikasikan adanya kelainan
seperti Sindrom Down, trisomi 18, dan trisomi 13 hingga 90%. Hasil
pemeriksaan USG pada trisomi 13 dapat ditemukan peningkatan
penebalan nuchal, polihidramnion atau oligohidramnion, bukti IUGR,
hidrops fetalis, usus echogenik, dan corda tendinea echogenik.
Selain USG, dilakukan pula pemeriksaan serum maternal
12
2. TM II (15-18 minggu)
Pada waktu ini marker yang diperiksa adalah kadar protein yang
dihasilkan janin selama kehamilan dan beredar di peredaran darah ibu.
Pemeriksaan ini dikenal sebagai triple screening (α-fetoprotein,
unconjugated estriol, dan human chorionoc gonadotropin ) atau quad
screening (ditambah pemeriksaan inhibin A). nilai normal pemeriksaan
marker ini bergantung pada usia kehamilan, jumlah janin, berat badan,
ras.
c. Amniosentesis
13
d. Biopsi Vili Korialis
Biopsi vili korialis dilakukan pada akhir TM I, antara 10-13 minggu
yang dilakukan dengan tuntunan USG. Jaringan yang diambil pada
pemeriksaan ini adalah jaringan korion dari plasenta yang sedang tumbuh.
Prosedur ini memiliki risiko abortus lebih tinggi daripada amniosentesis
yaitu sebesar 1-2%
Belum ada tindakan atau hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya Sindrom Patau. Namun bila seorang ibu sudah pernah
melahirkan bayi yang mengalami sindrom Patau, maka sebaiknya kedua
orang tua bayi melakukan konseling dahulu kepada dokter ahli genetika
sebelum merencanakan kehamilan lagi. Hal ini penting untuk mengetahui
dan mendiskusikan seberapa besar kemungkinan anak selanjutnya akan
mengalami Sindrom Patau juga.
14
BAB III
PEMBAHASAN
15
Kelainan kromosom sering menjadi penyebab keguguran, bayi
meninggal sesaat setelah dilahirkan, maupun bayi yang dilahirkan dengan
Sindrom patau. Kromosom merupakan tempat DNA atau zat dasar
genetik yang mencetak manusia. Kromosom adalah untaian materi
genetik (DNA) di dalam setiap sel makhluk hidup. Setiap sel normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom
kromosom tubuh (autosom, kromosom 1 s/d kromosom 22) dan satu
pasang kromosom seks (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis
kelamin
Manifestasi kelainan kromosom antara lain pertumbuhan
terhambat, keterlambatan perkembangan mental, kelaian bentuk muka,
cacat tubuh lebih dari satu jenis (misalnya kebocoran katup jantung, bibir
sumbing dan retardasi mental), kelainan alat kelamin mempunyai riwayat
lahir meninggal atau kematian pada bulan pertama kelahiran (Mochtar,
1997).
Selain kelainan kromosom, kelainan genetik dapat disebabkan
oleh adanya mutasi gen dominan maupun gen resesif pada autosom
maupun pada kromosom seks, seperti Dentigenesis imperfecta,
Akondroplasia, albino, bisu tuli, hemofilia, butawarna merah hijau,
thalasemia dan penilketonura (PKU). Sedangkan kelainan kromosom
dapat berupa kelainan jumlah kromosom (seperti sindrom Down, sindrom
Turner atau sindrom Klinefilter), kelainan struktur kromosom (seperti Cri du
chat sindrome, sindrom de Groucy) maupun kromosom mosaik.
16
B. Factor Genetic dan Factor Lingkungan
1. Factor Genetic
1) Simple Trisomy 13. Pada jenis ini, kehadiran kromosom ekstra pada
pasangan kromosom ke-13 ditemukan di seluruh sel.
2) Mosaic trisomy 13. Pada jenis ini, kehadiran kromosom ekstra
ditemukan di beberapa sel.
17
3) Partial trisomy 13. Pada jenis ini, hanya bagian dari kromosom ekstra
yang ditemukan pada beberapa sel.
2. Faktor lingkungan
Paparan radiasi atau zat kimia tertentu pada ibu hamil, seperti pada
pestisida, obat, alkohol, asap rokok, dan merkuri, dapat meningkatkan risiko
bayi mengalami kelainan bawaan. Hal ini karena efek racun dari zat-zat
tersebut bisa mengganggu proses tumbuh kembang janin.
Selain itu kondisi ibu hamil Saat hamil, ada banyak kondisi atau
penyakit pada ibu yang bisa meningkatkan risiko janin di dalam
kandungannya untuk mengalami kelainan kongenital. Beberapa kondisi dan
penyakit ini termasuk:
18
a. Infeksi saat hamil, misalnya infeksi air ketuban, siflis, rubella, atau virus zika.
b. Anemia saat hamil.
c. Komplikasi kehamilan, seperti diabetes gestasional dan preeklamsia.
d. Efek samping obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil.
e. Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan selama hamil, seperti menggunakan
narkoba, mengonsumsi minuman beralkohol, dan merokok.
f. Usia ibu hamil yang sudah cukup tua saat hamil. Beberapa studi menyatakan
bahwa semakin tua usia ibu saat hamil, semakin tinggi risiko terjadinya
kelainan bawaan pada bayi yang dikandungnya.
19
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Lebih dari
80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama. Pencegahan
20
dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli genetik sebelum
merencanakan kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya memiliki
riwayat memiliki anak trisomi 13.
B. Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Okta Della Susmitha , Roro Rukmi Windi Perdani , Eka Cania Bustomi. 2018.
Sindrom Patau ( Trisomi Kromosom 13). volume 7. Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran.
Caecilia Yunita Putry Pawe. 2016. Kelainan Kromosom Trisomi 13. Fakultas
Kedokteran UKRIDA. Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
dr. Tania Savitri. 2016. Sindrom Patau, Kelainan Kromosom Langka yang
Mematikan. hellosehat
22