Anda di halaman 1dari 26

EPIDEMIOLOGI GENETIK

SINDROM PATAU ( TRISOMI 13)

OLEH

STEIN BATKORMBAWA

12113201170114

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan penulis kesehatan dan kemudahan dalam berfikir sehingga
kelompok dapat menyelesaikan tugas Epidemiologi Genetic ini tepat pada
waktunya. Tugas ini penulis susun berdasarkan referensi yang ada, Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan tugas ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat untuk
pembaca, kritik dan saran yang membangun dapat menjadikan tugas ini lebih
baik.

Ambon, 8 Januari 2019

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………….……...ii

DAFTAR ISI………………………………………………………..…..…..iii

BAB I PENDAULUAN

a. Latar Belakang……………………………………………....1

b. Tujuan…………………………………………….…………..3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Etiologi Sindrom Patau…………………………………..…4

b. Epidemiologi Sindrom Patau…………………………..….6

c. Manifestasi Klinis Sindrom Patau……………………...….6

d. Klasifikasi Sindrom Patau………………………………….9

e. Patofisiologi Sindrom Patau……………………………….9

f. Pemeriksaan Fisik Sindrom Patau………………..………11

g. Diagnosis Sindrom Patau………………………...……….12

h. Pengobatan Sindrom Patau…………………………….....14

i. Pencegahan Sindrom Patau…….…………………...…….14

BAB III PEMBAHASAN

a. Pewarisan Sifat Pada Manusia……………….…………..15

b. Faktor Genetic dan Faktor Lingkungan……….…………17

iii
BAB IV PENUTUP

a. Kesimpulan……………………………………………..2O

b. Saran…………….………………………………………21

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya setiap sel telur dan sel sperma mengandung 23


kromosom. Penggabungan keduanya menghasilkan 23 pasangan kromosom
(46 kromosom) saat konsepsi. Setiap anak memperoleh sebagian materi
genetik dari orangtuanya. Kadang terjadi kesalahan sewaktu konsepsi antara
sel telur dan sel sperma, menyebabkan terbentuknya ekstra kromosom.
Abnormalitas kromosom numerik (setiap penyimpangan dari jumlah normal
46 kromosom setiap sel) paling sering berupa trisomi. Trisomi menyebabkan
munculnya kromosom ekstra (47 kromosom) yang berpengaruh pada
perkembangan janin.

Trisomi 13 pertama kali diidentifikasi oleh Patau tahun 1960 sebagai


sindrom sitogenetik, sedangkan trisomi 18 pertama kali diidentifikasi oleh
Edwards dan Smith pada tahun 1960. Berdasarkan hasil studi telah
dilaporkan umur rata-rata harapan hidup pada trisomi 13 berkisar 2,5 hari
sampai 1-4 bulan, sedangkan trisomi 18 berkisar 2,5 hari sampai 70 hari.
Tetapi ada juga yang melaporkan pasien dengan trisomi 13 sekitar 5% masih
hidup saat berusia 1 tahun, sedangkan trisomi 18 sekitar 10% masih hidup
saat usia 1 tahun.

Berdasarkan data dari beberapa pusat penelitian, telah dilaporkan 32


kasus bedah jantung pada bayi dan anak dengan trisomi 13 dan 18, dengan
91% selamat, tetapi terbatas pada saat pasien meninggalkan rumah sakit
dan tidak melanjutkan penelitiannya mengenai kualitas hidup pasien
selanjutnya. Intervensi bedah terhadap kelainan kongenital pada trisomi 13

1
dan trisomi 18 jarang direkomendasikan, hal ini disebabkan karena umur
harapan hidup sangat rendah Sindrom Patau (Trisomi 13) merupakan
kelainan genetik dengan jumlah kromosom 13 sebanyak 3 buah. Sindrom
malformasi multikompleks yang berhubungan dengan trisomi 13 pertama kali
dijelaskan oleh Dr.Klaus Patau pada tahun 1960. Sindrom Patau merupakan
kelainan autosomal ketiga tersering yang terjadi pada bayi lahir yang hidup
setelah Sindrom Down (trisomi 21) dan Sindrom Edwards (trisomi 18).
Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1 : 8.000-12.000 kelahiran hidup.
Insidensi akan meningkat dengan meningkatnya usia ibu.

Penyebab trisomi 13 dapat terjadi akibat non-disjunction (kegagalan 1


pasang atau lebih kromosom homolog untuk berpisah) saat pembelahan
miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan non-
disjunction miosis maternal (85%), dapat pula terjadi akibat translokasi
genetik. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu tipe klasik, translokasi, dan
mosaik. Karakteristik trisomi 13 adalah anomali multipel yang berat termasuk
anomali sistem saraf pusat, anomali wajah, defek jantung, anomali ginjal, dan
anomali ekstremitas. Manifestasi klinisnya dapat berupa mikrosefal, cyclops
(mata tunggal), struktur nasal abnormal, cleft bibir dan palatum, low set ears,
dan polidaktili.

Trisomi 13 dapat dideteksi prenatal dengan melakukan pemeriksaan


USG dan marker serum maternal yang dilakukan pada trimester I. Skrining
dilakukan terutama bila terdapat riwayat memiliki anak dengan kelainan
kongenital. Bila terdapat kecurigaan janin mengalami trisomi 13, dilakukan
pemeriksaan kromosom jaringan janin dengan menggunakan amniosentesis
atau biopsi vili korialis. Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk
trisomi 13.

2
Kebanyakan bayi yang lahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik
yang berat. Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin seperti sulit
bernapas, gagal jantung, gangguan penglihatan, kejang, dan ketulian.
Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati
(still birth). Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Lebih
dari 80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama.
Pencegahan dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli genetik
sebelum merencanakan kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya
memiliki riwayat memiliki anak trisomi 13.

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud patau syndrome

2. untuk mengetahui etiologi dari pada penyakit sindrom patau

3. Untuk mengetahui gejala syndrome patau

4. Untuk mengetahui epidemiologi dari syndrome patau

5. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan dan pencegahan


syndrome patau

7. Untuk mengetahui manifestasi klinis syndrome patau

8. untuk mengetahui diagnosis dari pada penyakit sindrom patau

9. untuk mengetahui klasifikasi dari pada penyakit sindrom patau

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Etiologi

Trisomy 13 adalah kondisi yang juga disebut sebagai sindrom


Patau. Sindrom ini merupakan kelainan genetik yang didapat bayi ditandai
dengan adanya tiga salinan kromosom pada kromosom ke-13. Pada manusia
yang sehat dan normal, salinan tiap kromosom seharusnya hanya ada dua,
namun anak dengan sindrom ini punya tiga salinan. Trisomy 13 adalah
kondisi genetik. Artinya, kelainan ini hanya bisa didapat dari riwayat genetik
orangtua. Umur ibu saat hamil lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko
tinggi terjadinya trisomi. Insidensi kasus terutama 90% trisomi 13 tipe mosaik
lebih sering terjadi dengan manifestasi klinis bervariasi, mulai dari malformasi
total sampai mendekati fenotipe normal. Umur harapan hidup biasanya lebih
lama dan derajat defisiensi mental bervariasi.Sedangkan Tipe translokasi
berkisar 5-10% kasus.4

Sindrom Patau adalah hasil dari trisomi 13, yang berarti setiap sel
dalam tubuh memiliki tiga salinan kromosom 13 bukan dua biasa. Sebagian
kecil kasus terjadi ketika hanya beberapa sel-sel tubuh memiliki salinan
tambahan, kasus tersebut disebut mosaik Patau. Sindrom patau juga dapat
terjadi ketika bagian dari kromosom 12 menjadi melekat pada kromosom lain
(translokasi) sebelum atau pada saat pembuahan dalam translokasi
Robertsonian. Orang yang terkena memiliki dua salinan dari kromosom 13,
ditambah bahan tambahan dari kromosom 13 melekat pada kromosom lain.
Dengan translokasi, orang tersebut memiliki trisomy parsial untuk kromosom
13 dan sering tanda-tanda fisik dari sindrom berbeda dari sindrom patau yang
khas. Sebagian besar kasus sindrom patau tidak diwariskan, tetapi terjadi

4
peristiwa yang acak selama pembentukan sel sel reproduksi (telur dan
sperma). Sebuah kesalahan dalam pembelahan sel yang disebut : non-
disjungsi dapat menghasilkan sel-sel reproduksi dengan jumlah abnormal
kromosom. Sebagai contoh : sel telur atau sperma dapat memperoleh salinan
ekstra kromosom. Jika salah satu dari sel-sel reproduksi atipikal berkontribusi
pada susunan genetic seorang anak, anak akan memiliki ekstra kromosom
13 disetiap sel tubuh.

Sindrom patau mosaic juga tidak diwariskan. Hal ini terjadi sebagai
kesalahan acak selama pembelahan sel pada awal perkembangan janin.
Sindrom patau karna translokasi dapat diwariskan. Orang yang berpengaruh
dapat membawa penataan ulang materi genetic antara kromosom 13 dan
kromosom lain. Penataan ulang ini disebut translokasi seimbang karna tidak
ada bahan tambahan dari kromosom 13. Meskipun mereka tidak memiliki
tanda-tanda sindrom patau, orang yang membawa jenis translokasi seimbang
berada pada peningkatan risiko memiliki anak dengan kondisi tersebut.

Sindrom patau lebih sering menyerang janin perempuan karna


biasanya janin lakilaki yang mengalami kelainan ini tidak dapat bertahan
sampai waktu kelahiran. Sindrom patau atau trisomy 13 tidak diketahui pasti
apa penyebabnya, sering dikaitkan dengan peningkatan usia ibu. Hal ini
dapat mempengaruhi individu dari semua latar belakang etnis

Factor risiko terjadinya trisomy 13 adalah usia ibu saat hamil lebih dari
35 tahun. Insidensi trisomy 13 adalah 90% tipe mosaic dengan manifestasi
klinis bervariasi, mulai dari malformasi total sampai mendekati fenotipe
normal. Umur harapan hidup biasanya lebih lama dan derajat defisiensi
mental bervariasi. Sedangkan pembelahan sel terjadi setelah konsepsi,
dimana ekstra kromosom timbul pada beberapa bagian sel tubuh.

5
b. Epidemiologi

Di Amerika Serikat insidensi Patau Syndrome 1 kasus per 8.000-


12.000 kelahiran hidup. Tidak ada perbedaan ras dan geografi. Usia
kelangsungan hidup anak dengan Patau Syndrome adalah 2,5 hari, dengan 1
anak dalam 20 usia kelangsungan hidup mencapai lebih dari 6 bulan. Tetapi
beberapa anak ada yang mencapai usia belasan tahun. Adanya laporan
kasus Patau Syndrome yang mencapai usia dewasa sangat jarang. Rasio
seks terutama pada jenis kelamin perempuan. Patau Syndrome ditandai
dengan malformasi otak berupa holoprosensefali, disertai kegagalan
neurologik berat, dan anomali jantung. Kematian sering disebabkan oleh
cardiopulmonary arrest 69%, Congenital Heart Disease 13%, dan Pneumonia
4%. Sering kehamilan pada Trisomi 13 diakhiri dengan aborsi spontan, intra
uterin fetal death (IUFD), atau Stillbirth. Bila usia berlanjut, biasanya ditandai
dengan retardasi mental yang berat dan 6kegagalan perkembangan. Bayi
yang selamat melewati periode neonatal biasanya dengan riwayat pernah
dirawat di ruang intensif selama ± 10,8 hari

c. manifestasi klinis trisomi 13 (sindrom Patau)

Beberapa tanda dan gejala yang dapat terlihat pada bayi dengan trisomi 13
antara lain:

a. Kepala kecil dengan dahi f. Kerak kulit kepala yang sulit


yang datar. hilang (cutis aplasia)
b. Hidung lebih lebar dan bulat. g. Masalah struktural dan
c. Letak telinga lebih rendah fungsi otak
dan dapat tidak berbentuk h. Kelainan jantung bawaan
normal. i. Jari dan kaki ekstra
d. Cacat mata dapat terjadi (polydactyly)
e. Sumbing pada bibir ataupun j. Kantung yang menempel
langit-langit mulut pada perut di daerah tali

6
pusar (omphalocele), yang l. Spina bifida.
berisi beberapa organ perut. m. Kelainan rahim ataupun
k. Kelainan rahim ataupun testis.
testis

Gejala klinis Trisomy 13 Trisomy 18

kepala dan waja defek kulit kepala penampilan kecil dan


(misal: aplasia prematur,
kutis), mikroftalmia, fisura palpebra yang
abnormalitas ketat, hidung
kornea, bibir dan sempit dan alae nasal
palatum hipoplastik,
sumbing pada 60-80% diameter bifrontal sempit,
kasus, oksiput
mikrosefali, stoping prominen, mikrognatia,
forehead, bibir atau palatum
holoprosensofali, sumbing
hemangioma kapiler,
tuli

7
dada penyakit jantung penyakit jantung
kongenital kongenital
(misal: VSD, PDA, dan (misal: VSD, PDA, dan
ASD) pada ASD),
80% kasus, iga-iga sternum pendek,
posterior tipis
puting kecil
atau hilang

abduksi panggul yang


tumpang tindih jari
terb atas,
ekstremitas jemari tangan
klinodaktili, rocker
dan kaki (klinodaktili),
bottom fet,
polidaktili,
kuku hipoplastik
kuku hipoplastik, kuku
bikonveks

keterlambatan
keterlambatan perkembangan
umum perkembangan berat dan retardasi
berat dan retardasi pertumbuhan
pertumbuhan prenatal dan pasca
prenatal dan pasca natal,
natal, kelahiran premature,
abnormalitas ginjal, polihidramnion, hernia
projeksi inguinal
nukleus pada neutrofil, atau abdominal, hanya
hanya 5% 5% hidup
hidup >6 bulan >1 tahu

Gambar 3. Manifestasi Sindrom Patau (trisomi 13)

8
d. Klasifikasi

Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 :

a. Trisomi 13 Klasik

Pada tipe ini, sel telur atau sperma menerima ekstra copy
kromosom 13. Biasanya sel telur dan sperma hanya memiliki 1 copy tiap
kromosom. Saat mereka bersatu, akan menghasilkan bayi dengan
kromosom yang lengkap (46). Bila sel telur atau sperma menerima 2 copy
kromosom 13 dengan sel telur atau sperma yang memiliki 1 copy, maka
akan terbentuk trisomi 13 yang ditemukan di seluruh sel. Tipe klasik ini
merupakan bentuk tersering pada trisomi 13 yang terjadi sekitar 75%.

b. Trisomi 13 Translokasi

Pada tipe ini, potongan atau seluruh bagian ekstra copy


kromosom 13 berikatan dengan kromosom lain. Hasilnya dapat terlihat
adanya bagian ekstra kromosom 13 di dalam sel. Translokasi ini terjadi
saat sel telur dan sperma menyatu (3/4 kasus) dan sisanya terjadi pada
salah satu orang tua. Translokasi ini terjadi sekitar 20% kasus trisomi 13.

c. Trisomi 13 Mosaik

Pada tipe ini, terdapat 2 grup sel yaitu sel dengan tipikal 46
kromosom dan sel dengan ekstra copy kromosom 13. Fitur dan masalah
yang terjadi pada trisomi 13 mosaik lebih ringan karena tidak seluruh sel
membawa kromosom ekstra. Trisomi 13 tipe ini terjadi sekitar 5%.3

e. Patofisiologi

Terdapat 2 jenis kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah dan


kelainan struktur. Trisomi 13 termasuk dalam kelainan jumlah kromosom
(aneuploidi). Aneuploidi dapat terjadi akibat non-disjunction. Non-
disjunction merupakan kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog
untuk berpisah saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13
9
biasanya berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal (85%) dan
sisanya terjadi saat miosis paternal. Trisomi non-disjunction lebih banyak
terjadi pada ibu yang berusia > 35 tahun. Ketika reduksi tidak terjadi,
akan terdapat tambahan kromosom pada seluruh sel yang
menghasilkan trisomi.

Gambar 1. Mekanisme non-disjunction

Translokasi kromosom dapat terjadi pada mutasi baru sporadik.


Translokasi adalah berpindahnya materi genetik salah satu 1 kromosom
ke kromosom yang lain. Kurang dari 20% kasus trisomi 13 terjadi akibat
translokasi kromosom. Selama translokasi, kromosom misalign dan
bergabung dengan bagian sentromernya yang berjenis akrosentris (jenis
kromosom yang lengan pendeknya atau p sangat pendek dan tidak
mengandung gen). Hal ini disebut translokasi Robertsonian. Translokasi
Robertsonian terjadi terbatas pada kromosom akro sentris 13, 14, 15, 21,
dan 22 karena memiliki lengan pendek yang tidak mengandung gen.
Translokasi Robertsonian pada kromosom 13:14 terjadi sekitar 33%
dari seluruh translokasi Robertsonian

10
Gambar 2. Mekanisme Translokasi Robertsonian

f. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada trisomi 13 adalah :

a. Defek jantung terjadi pada 80% kasus dengan berbagai kondisi


seperti :
1) Defek septal atrial
2) Defek septal ventrikel
3) Paten duktus arteriosus
4) Dekstrokardia
b. Holoprosenfali (otak tidak terbagi secara komplit menjadi 2)
sering terjadi dan biasanya ditandai dengan adanya defek pada
garis tengah wajah seperti :
1) Mikroftalmia
2) Anoftalmia
3) Malformasi hidung atau proboscis
4) Cleft bibir dan/atau palatum
c. Hemangioma kapiler, polikistik ginjal atau malformasi ginjal
lainnya.

11
g. Diagnosis

Trisomi 13 dapat didiagnosis sebelum kelahiran (prenatal).


Diagnosis prenatal dilakukan bila kehamilan yang terjadi memiliki risiko
mengalami kelainan kongenital pada janinnya, terutama bila terdapat
riwayat memiliki anak dengan kelainan kongenital. Untuk itu,
dilakukan skrining prenatal yang berupa :

a. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non-invasif yang
paling banyak dilakukan dan dapat dilakukan pada setiap tahap dan usia
kehamilan. Pemeriksaan USG pada trimester (TM) I dilakukan pada usia
11-13 minggu untuk memeriksa nuchal fold translucency (NT).
Pemeriksaan pada TM I dapat mengidentifikasikan adanya kelainan
seperti Sindrom Down, trisomi 18, dan trisomi 13 hingga 90%. Hasil
pemeriksaan USG pada trisomi 13 dapat ditemukan peningkatan
penebalan nuchal, polihidramnion atau oligohidramnion, bukti IUGR,
hidrops fetalis, usus echogenik, dan corda tendinea echogenik.
Selain USG, dilakukan pula pemeriksaan serum maternal

. b. Skrining Marker Serum Maternal


Skrining marker serum maternal merupakan tes darah yang
dilakukan pada ibu hamil pada kehamilan TM I dan/atau TM II untuk
mengetahui adanya kelainan kromosom atau tidak. Skrining ini terbagi
menjadi dua
1 TM I (11-13 minggu)

Pada waktu ini marker yang diperiksa adalah serum β-human


chorionoc gonadotropin bebas (free β- hCG) dan pregnancy
associated plasma proteni (PAPP-A). Pada trisomi 13, ditemukan
penurunan nilai kedua marker tersebut.

12
2. TM II (15-18 minggu)

Pada waktu ini marker yang diperiksa adalah kadar protein yang
dihasilkan janin selama kehamilan dan beredar di peredaran darah ibu.
Pemeriksaan ini dikenal sebagai triple screening (α-fetoprotein,
unconjugated estriol, dan human chorionoc gonadotropin ) atau quad
screening (ditambah pemeriksaan inhibin A). nilai normal pemeriksaan
marker ini bergantung pada usia kehamilan, jumlah janin, berat badan,
ras.

c. Amniosentesis

Amniosentesis merupakan prosedur diagnostik prenatal yang


paling banyak dipakai dan bertujuan untuk mendapatkan sampel
pemeriksaan kromosom Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan
adanya kelainan kromosom pada janin yang ditemukan pada
pemeriksaan prenatal sebelumnya (USG dan serum marker).
Pemeriksaan ini dilakukan pada TM II, sekitar usia 15-20 minggu.
Pemeriksaan ini menggunakan jarum spinal yang dimasukkan ke dalam
kantong amnion dengan tuntunan USG lalu mengambil sekitar 15-30 cc
cairan amnion. Sel janin yang terdapat pada cairan tersebut lalu
dikultur dan diperiksa untuk mengetahui adakah kelainan kromosom.

Gambar 4. Hasil Pemeriksaan Kromosom


Trisomi 13

13
d. Biopsi Vili Korialis
Biopsi vili korialis dilakukan pada akhir TM I, antara 10-13 minggu
yang dilakukan dengan tuntunan USG. Jaringan yang diambil pada
pemeriksaan ini adalah jaringan korion dari plasenta yang sedang tumbuh.
Prosedur ini memiliki risiko abortus lebih tinggi daripada amniosentesis
yaitu sebesar 1-2%

h. Pengobatan sindrom patau

Bila adanya Sindrom Patau telah diketahui sejak masa kehamilan,


sebaiknya ibu hamil segera mendiskusikannya dengan dokter kandungan
yang menangani mengenai metode dan waktu persalinan yang tepat. Ibu
hamil juga harus mempersiapkan diri untuk bersalin di rumah sakit yang
fasilitas perawatan bayi baru lahirnya sangat lengkap.

Setelah lahir, bayi yang mengalami Sindrom Patau harus ditangani


secara intensif oleh dokter spesialis anak ahli perinatologi. Sebagian besar
kecacatan yang terjadi harus ditangani melalui operasi, misalnya bila
terdapat bibir sumbing, penyakit jantung bawaan, polidaktili, dan
sebagainya. Namun berbagai operasi tersebut baru dapat dilakukan bila
keadaan bayi sehat dan bugar. Bila bayi tampak lemah atau sesak, maka
fokus utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kondisi fisik umumnya
dahulu sebelum menjalani operasi.

i. Pencegahan Sindrom Patau

Belum ada tindakan atau hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya Sindrom Patau. Namun bila seorang ibu sudah pernah
melahirkan bayi yang mengalami sindrom Patau, maka sebaiknya kedua
orang tua bayi melakukan konseling dahulu kepada dokter ahli genetika
sebelum merencanakan kehamilan lagi. Hal ini penting untuk mengetahui
dan mendiskusikan seberapa besar kemungkinan anak selanjutnya akan
mengalami Sindrom Patau juga.

14
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pewarisan sifat pada manusia

Kromosom adalah struktur dalam sel yang mengandung infomasi genetik.


Kromosom manusia nomal terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan
kromosom gonosom, baik XX maupun XY. Kromosom mempunyai bagian yang
menyempit sepasang yaitu sentromer dan membagi kromosom menjadi dua
lengan yaitu lengan p pada bagian atas dan lengan q di bagian bawah.
Berdasarkan letak sentromernya kromosom dapat dibedakan menjadi beberapa
bentuk. Pertama kromosom metasentrik yaitu apabila sentromer terletak di
tengah kromosom sehingga kromosom terbagi menjadi dua lengan yang hampir
sama panjang. Kedua kromosom submetasentrik yaitu apabila sentromer terletak
ke arah salah satu ujung kromosom sehingga kromosom terbagi menjadi dua
lengan yang tak sama panjang. Ketiga kromosom akrosentik yaitu letak
sentromer di dekat ujung kromosom sehingga satu lengan menjadi sangat
pendek dan yang lain sangat panjang. Terakhir adalah kromosom telosentrik
yaitu apabila sentromer terletak di ujung kromosom sehingga kromosom hanya
terdiri dari satu lengan saja (Suryo, 2015: 48).

Dalam buku Internasional System for Human Cytogenetics Nomenclature


(ISCN) kromosom manusia dikelompokkan menjadi 7 kelompok utama (ISCN,
2009): Kelompok A (Kromosom 1-3) yaitu kromosom metasentrik berukuran
besar dan mudah dibedakan dengan yang lain karena ukurannya dan letak
sentromernya, Kelompok B (Kromosom 4-5) yaitu kromosom submetasentrik
berukuran besar, Kelompok C (Kromosom 6-12) yaitu kromosom metasentrik dan
submetasentrik berukuran sedang, Kelompok D (Kromosom 13-15) yaitu
kromosom akrosentrik berukuran sedang dan memiliki satelit, Kelompok E
(Kromosom 16-18) yaitu kromosom metasentrik dan submetrasentrik berukuran
kecil, Kelompok F (Kromosom 19-20) yaitu kromosom metasentrik berukuran
sangat kecil dan Kelompok G (Kromosom 21-22) yaitu kromosom akrosentrik
berukuran sangat kecil dan memiliki satelit kecuali kromosom Y

15
Kelainan kromosom sering menjadi penyebab keguguran, bayi
meninggal sesaat setelah dilahirkan, maupun bayi yang dilahirkan dengan
Sindrom patau. Kromosom merupakan tempat DNA atau zat dasar
genetik yang mencetak manusia. Kromosom adalah untaian materi
genetik (DNA) di dalam setiap sel makhluk hidup. Setiap sel normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom
kromosom tubuh (autosom, kromosom 1 s/d kromosom 22) dan satu
pasang kromosom seks (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis
kelamin
Manifestasi kelainan kromosom antara lain pertumbuhan
terhambat, keterlambatan perkembangan mental, kelaian bentuk muka,
cacat tubuh lebih dari satu jenis (misalnya kebocoran katup jantung, bibir
sumbing dan retardasi mental), kelainan alat kelamin mempunyai riwayat
lahir meninggal atau kematian pada bulan pertama kelahiran (Mochtar,
1997).
Selain kelainan kromosom, kelainan genetik dapat disebabkan
oleh adanya mutasi gen dominan maupun gen resesif pada autosom
maupun pada kromosom seks, seperti Dentigenesis imperfecta,
Akondroplasia, albino, bisu tuli, hemofilia, butawarna merah hijau,
thalasemia dan penilketonura (PKU). Sedangkan kelainan kromosom
dapat berupa kelainan jumlah kromosom (seperti sindrom Down, sindrom
Turner atau sindrom Klinefilter), kelainan struktur kromosom (seperti Cri du
chat sindrome, sindrom de Groucy) maupun kromosom mosaik.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya trisomi 13 adalah


peningkatan usia ibu. Semakin tua usia ibu, dapat meningkatkan kejadian
trisomi 13 akibat non-disjunction. Jenis kelamin fetus dapat mempengaruhi
risiko kejadian trisomi 13. Laki-laki lebih banyak mengalami aneuploidi
daripada perempuan. Trisomi 13 juga berasosiasi dengan berat bayi lahir
rendah (BBLR), prematuritas, dan intra uterine growth retardation (IUGR)

16
B. Factor Genetic dan Factor Lingkungan

1. Factor Genetic

Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 295.000 kasus kelainan


kongenital per tahunnya dan angka tersebut menyumbang sekitar 7% dari
angka kematian pada bayi. Sebagian bayi yang terlahir dengan kelainan
kongenital dapat hidup. Namun, bayi tersebut umumnya berisiko tinggi untuk
mengalami masalah kesehatan atau kecacatan pada organ tubuh atau
bagian tubuh tertentu, misalnya kaki, tangan, jantung, hingga otak.

Dalam sebagian besar kasusnya, trisomi 13 tidak disebabkan oleh


faktor keturunan (genetik). Justru kondisi ini terjadi secara acak ketika proses
pembuahan sel telur (ovum) oleh sperma hingga janin mulai berkembang.
Kelainan baru timbul ketika proses pembelahan sel-sel yang menyebabkan
pasangan kromosom ke-13 memiliki salinan ekstra, dari yang seharusnya 2
kromosom menjadi 3 kromosom. Kehadiran 3 kromosom ini akan
mengganggu perkembangan normal janin, sehingga mengakibatkan
kelainan-kelainan yang telah disebutkan. Dicurigai lanjutnya usia ibu saat
kehamilan, meningkatkan risiko kejadian trisomi 13. Umumnya trisomi 13
akan menyebabkan janin mati di dalam kandungan (keguguran) atau bayi
meninggal pada saat lahir.

Trisomi 13 dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Simple Trisomy 13. Pada jenis ini, kehadiran kromosom ekstra pada
pasangan kromosom ke-13 ditemukan di seluruh sel.
2) Mosaic trisomy 13. Pada jenis ini, kehadiran kromosom ekstra
ditemukan di beberapa sel.

17
3) Partial trisomy 13. Pada jenis ini, hanya bagian dari kromosom ekstra
yang ditemukan pada beberapa sel.

Perbedaan jenis-jenis trisomi 13 akan berdampak pada gejala-gejala


yang terjadi. Simple trisomy 13 memiliki gejala terberat dari dua jenis lainnya,
yang mengakibatkan usia bayi tidak bertahan lama.

2. Faktor lingkungan

Paparan radiasi atau zat kimia tertentu pada ibu hamil, seperti pada
pestisida, obat, alkohol, asap rokok, dan merkuri, dapat meningkatkan risiko
bayi mengalami kelainan bawaan. Hal ini karena efek racun dari zat-zat
tersebut bisa mengganggu proses tumbuh kembang janin.

Selain factor lingkungan kurangnya asupan gizi selama kehamilan ibu


juga berdampak pada trisomy 13, Diperkirakan sekitar 94% kasus kelainan
bawaan yang ditemukan di negara berkembang terjadi pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu dengan gizi buruk selama hamil. Ibu dengan kondisi
tersebut biasanya kekurangan asupan nutrisi penting yang berperan dalam
menunjang pembentukan organ tubuh janin dalam kandungan. Adapun
nutrisi yang penting untuk ibu hamil dan janin tersebut meliputi asam folat,
protein, zat besi, kalsium, vitamin A, yodium, dan omega-3. Selain gizi buruk,
ibu yang mengalami obesitas saat hamil juga memiliki risiko cukup tinggi
untuk melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.

Selain itu kondisi ibu hamil Saat hamil, ada banyak kondisi atau
penyakit pada ibu yang bisa meningkatkan risiko janin di dalam
kandungannya untuk mengalami kelainan kongenital. Beberapa kondisi dan
penyakit ini termasuk:

18
a. Infeksi saat hamil, misalnya infeksi air ketuban, siflis, rubella, atau virus zika.
b. Anemia saat hamil.
c. Komplikasi kehamilan, seperti diabetes gestasional dan preeklamsia.
d. Efek samping obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil.
e. Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan selama hamil, seperti menggunakan
narkoba, mengonsumsi minuman beralkohol, dan merokok.
f. Usia ibu hamil yang sudah cukup tua saat hamil. Beberapa studi menyatakan
bahwa semakin tua usia ibu saat hamil, semakin tinggi risiko terjadinya
kelainan bawaan pada bayi yang dikandungnya.

19
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sindrom Patau (Trisomi 13) merupakan kelainan autosomal ketiga


tersering yang terjadi pada bayi lahir yang hidup setelah Sindrom Down
(trisomi 21) dan Sindrom Edwards (trisomi 18). Insiden Sindrom Patau terjadi
pada 1 : 8.000-12.000 kelahiran hidup. Insidensi akan meningkat dengan
meningkatnya usia ibu. Penyebab trisomi 13 dapat terjadi akibat non-
disjunction saat pembelahan miosis I atau miosis II. Sekitar 85% trisomi 13
berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal, dapat pula terjadi
akibat translokasi genetik. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu tipe klasik,
translokasi, dan mosaik. Karakteristik trisomi 13 adalah anomali multipel yang
berat termasuk anomali sistem saraf pusat, anomali wajah, defek jantung,
anomali ginjal, dan anomali ekstremitas. Manifestasi klinisnya dapat berupa
mikrosefal, cyclops (mata tunggal), struktur nasal abnormal, cleft bibir dan
palatum, low set ears, dan polidaktili.

Trisomi 13 dapat dideteksi prenatal dengan melakukan pemeriksaan


USG dan marker serum maternal yang dilakukan pada trimester I. Bila
terdapat kecurigaan janin mengalami trisomi 13, dilakukan pemeriksaan
kromosom jaringan janin dengan menggunakan amniosentesis atau biopsi vili
korialis. Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13.
Kebanyakan bayi yang ahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang
berat. Komplikasi hampir terjadi sesegera mungkin seperti sulit bernapas,
gagal jantung, gangguan penglihatan, kejang, dan ketulian. Prognosis bayi
dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati (still birth).

Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Lebih dari
80% anak dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama. Pencegahan

20
dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan ahli genetik sebelum
merencanakan kehamilan selanjutnya terutama bila sebelumnya memiliki
riwayat memiliki anak trisomi 13.

B. Saran

Setelah kita semua membaca tugas ini diharapkan kita dapat


mengetahui apa itu penyakit sindrom patau ( trysomi 13) . tentu penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih terdapat kesalahan,
untuk itu penulisan memohon kritik dan saran dari kita semua demi
penyempurnaan tugas ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Okta Della Susmitha , Roro Rukmi Windi Perdani , Eka Cania Bustomi. 2018.
Sindrom Patau ( Trisomi Kromosom 13). volume 7. Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran.

Santosa Dicky. 2016. Trisomy 13 Dan 18. Fakultas Kedokteran Universitas


Islam Bandung. Upt perpustakaan

Caecilia Yunita Putry Pawe. 2016. Kelainan Kromosom Trisomi 13. Fakultas
Kedokteran UKRIDA. Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

dr. Tania Savitri. 2016. Sindrom Patau, Kelainan Kromosom Langka yang
Mematikan. hellosehat

rahasti rara. 2016. referat sindrom patau. document information

Doni Lukas Damari. 2016. Patau Sindrom. Fakultas Kedokteran Universitas


Krida Wacanna

Anggun Zuhaida. 2013. Kelainan Genetik Klasik: Tinjauan Penciptaan


Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an. Akademi Analis Farmasi dan
Makanan 17 Agustus 1945 Semarang.
dr. Mariant. 24 November 2017. Trisomi 13. Aladokter

dr. Kevin Adrian. 7 November 2019. Memahami Kelainan Kongenital dan


Faktor Penyebabnya. Aladokter

22

Anda mungkin juga menyukai