Anda di halaman 1dari 2

A. Kronologi sengketa tanah di Dago Elos.

Dago Elos terletak di belakang Terminal Dago, Bandung Jawa Barat. Lokasi ini, termasuk
dalam Kawasan Bandung Utara (KBU) yang sejatinya diperuntukan untuk Ruang Tebuka
Hijau. Dalam situs penjualan Apartemen MAJ, kawasan Dago Elos ini diproyeksikan sebagai
fasilitas penunjang dan lahan hijau bagi Apartemen. Lahan seluas 6,9 ha, yang dihuni oleh 400
kk ini akan diratakan dan diganti dengan lahan parkir dan taman-taman indah. Sudah pasti,
warga Dago Elos, harus angkat kaki dengan atau tanpa ganti rugi sepeser pun.
Sejarah Kepemilikan Tanah:
 1918
a. Terdeteksi terdapat 4 kk yang menggarap sebagian lahan di Dago Elos
b. Luas seluruh lahan 6,3 ha
c. Status lahan adalah Eigendom Verponding milik keluarga Muller. Surat kepemilikan
lahan ini dikeluarkan setelah ada keputusan dari kerjaan Belanda, bahwa lahan yang
ada di Hindia Belanda milik kerajaan Belanda.
 1942
a. Tanah menjadi status quo karena terjadi perpindahan kekuasaan dari Belanda ke
Jepang
 1936
a. Peralihan tanah dari PT Tegel Semen Handeel Simoengan kepada keluarga Muller
seluas 6,3 ha yang terbagi menjadi tiga verponding: nomor 3740 seluas 5.316 meter
persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.780
meter persegi. Namun, dalam sertifikat kepemilikan tanah dari Kerajaan Belanda
yang dibawa ke pengadilan, tertulis bahwa tanah itu milik PT Tegel Semen Handeel
Simoengan.
 1945
Kemerdekaan Indonesia menjadikan Status lahan Eigendom Verponding otomatis hilang.
 1952
Yayasan Ema bekerja sama menggarap sebagian lahan (4,2 ha).
 1950-1958
Nasionalisasi aset asing yang dilakukan pemerintan republi indonesia semakin
mempertegas status tanah eigendom verponding milik Muler, dicabut.
 1960
Muncul UU Pokok Agraria yang mempertegas status hak milik warga terhadap tanah yang
digarap.
 1970
Hak garap yayasan ema berakhir.
 1972
Warga mendapat hak garap atas tanah dari Yayasan Ema yang berjumlah 4,2 ha.
 1994
Warga meminta serifikasi terhadap ateng wahyudi selaku walikota bandung ke-22 tetapi
ditolak. Warga justru ditawari relokasi dan sejumlah uang oleh Ateng Wahyudi, namun
ditolak warga.
 1998
Mulai banyak yang tinggal diatas lahan seluas 3 ha.
 2000
Warga mengajukan sertifikasi lahan seluas 4,2 ha kepada BPN, tetapi ditolak, hanya 1 ha
yang disetujui.
 2013
Pemkot menyewakan lahan HGB selama 5 tahun kepada PT. Dago Inti Graha
Sengketa Lahan:
 4 Agustus 2016
PT. Dago Inti Graha, bersama keluarga Muler mulai menggugat dengan dasar Eigendom
Verponding.
 24 Agustus 2017
Terbit putusan yang memenangkan keluarga Muller melalui kuasa hukumnya Alvin
Wijaya Kesuma.
Total tergugat 341 orang.
 7 september 2017
Keluar surat eksekusi tanah 233 orang yang tidak megikuti sidang.
108 orang sisanya masih bisa banding.

Anda mungkin juga menyukai